Professional Documents
Culture Documents
Tahun 2016-2017
Disusun Oleh:
Putri Nadiatillah
Nur Qalbi
Jusriyani
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Fertilisasi adalah proses bersatunya kedua jenis sel kelamin (jantan dan
betina), dimana masing-masing gamet mengandung 1n kromosom yang
disebut haploid sehingga menghasilkan sel baru yang disebut zigot. Karena
itu, fertilisasi merupakan proses yang sangat penting dan merupakan titik
puncak dari serangkaian proses yang terjadi sebelumnya dan kadang-kadang
merupakan proses yang cukup kompleks. Penting diingat bahwa fertilisasi
merupakan proses dengan kekhususan yang tergantung pada spesies. Artinya,
spermatozoa dari satu spesies tidak dapat membuahi ovum dari spesies yang
berlainan.
2
spermatozoa. Begitu pula dengan sel ovum yang berasal dari ovarium juga
mengalami perjalanan panjang untuk menuju ke tempat fertilisasi.
Dari proses fertilisasi antara ovum dan sperma, kemudian akan terbentuk
individu baru yang disebut dengan zigot. Zigot ini kemudian akan terus
berkembang dan membelah hingga terbentuknya fetus.
B.Rumusan Masalah
3
C.Tujuan Penulisan
D.Manfaat Penulisan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Fertilisasi
B.Fungsi Fertilisasi
5
Fertilisasi memungkinkan pemindahan unsur-unsur genetik dari para
tetuanya. Jika pada gametogenesis terjadi reduksi (pengurangan) unsur
genetik dari 2n (diploid) menjadi n (haploid), maka pada fertilisasi
memungkinkan pemulihan kembali unsur genetiknya, n dari tetua jantan
dan n dari tetua betina sehingga diperoleh individu normal 2n. Tanpa
fertilisasi (kecuali pada kasus-kasus tertentu), kesinambungan keturunan
suatu spesies tidak akan terjadi.
b. Fungsi perkembangan
Fertelisasi menyebabkan gertakan atau rangsangan pada sel telur untuk
menyelesaikan proses pembelahan meiosisnya, dan membentuK
pronukleus betina yang akan melebur (syngami) dengan pronukleus
jantan (berasal dari inti spermatozoa) membentuk zigot dan seterusnya
berkembang menjadi embrio, fetus, lahir dan dewasa. Jika fertilisasi tidak
terjadi maka sel telur tetap akan bertahan pada tahap metafase II yang
selanjutnya akan berdegenerasi tanpa mengalami proses perkembangan
selanjutnya.
6
Peristiwa ini diawali dengan dikeluarkannya spermatozoa oleh hewan
jantan ke dalam medium berupa air dan secara serentak juga betina akan
mengeluarkan ovum. Spermatozoa yang dikeluarkan kemudian bergerak
aktif untuk melakukan pembuahan. Untuk hewan-hewan lainnya yaitu
reptilia, aves dan mamalia, peristiwa ini tidak terjadi karena proses
pembuahannya terjadi di dalam tubuh betina.
c. Dalam Tubuh Betina
Spermatozoa yang dideposisikan pada vagina, serviks, ataupun uterus pada
saat perkawinan harus mempunyai kemampuan untuk mencapai tempat
terjadinya fertilisasi di ampula bagian caudal dari uterus. Beberapa peniliti
menyatakan bahwa kemampuan spermatozoa untuk mencapai tempat
fertilisasi adalah karena pergerakan spermatozoa itu sendiri, sedangkan
pendapat lain menyatakan bahwa itu akibat pengaruh saluran reproduksi
betina. Beberapa factor fisiologi yang berpengaruh terhadap kecepatan
perjalanan spermatozoa adalah volume ejakulat, tempat deposisi, dan
anatomi saluran reproduksi betina. Lama waktu yang dibutuhkan
spermatozoa agar sampai ke tempat fertilisasi berkisar antara 2-60 menit.
7
betina. Hal ini mungkin sebagai akibat adanya fagositosis oleh sel darah putih
dan arah balik ke vagina. Spermatozoa yang dideposisikan pada vagina harus
melewati serviks sebelum mencapai oviduk. Mekanisme pergerakan
spermataozoa melewati serviks masih diperdebatkan. Ada yang menyatakan
bahwa pergerakan yang cepat melewati serviks adalah akibat kontraksi vagina
dan uterus selama kopulasi. Teori yang lain menjelaskan bahwa spermatozoa
yang motil mampu malakukan penetrasi dan migrasi melewati mukus serviks.
Perjalanan spermatozoa melintasi uterus sampai ke tautan uterus tuba sangat
cepat dan hal ini disebabkan oleh adanya bantuan kontraksi otot uterus.
Seperti pada serviks, isthmus pada oviduk diperkirakan juga sebagai tempat
penampungan spermatozoa untuk beberapa waktu sebelum bergerak ke
ampula berlangsungnya fertilisasi. Pergerakan spermatozoa dari isthmus ke
ampula berlangsung terutama akibat kontraksi otot.
8
rendah (monotrematan dan marsupialia), hanya bertahan selama beberapa jam.
Pada kera hanya dapat hamil bila ovulasi berlangsung pada saat ovulasi.
Ovum yang tidak dibuahi akan mengalami penyusutan dan berdegenerasi.
Sebelum fertilisasi berlangsung keadaan dari telur pada berbagai species
sangat bervariasi. Pada anjing dan serigala, fertilisasi berlangsung pada saat
oosit masih dalam stadium oosit primer, lalu miosis pertama dan kedua
berlangsung setelah fertilisasi. Pada amphioxus, miosis pertama sudah selesai
ketika sperma masuk, sedangkan pada beberapa invertebrata oosit sekunder
sudah terbentuk sebelum sperma masuk.
E.Proses Fertilisasi
9
Gambar 2. Proses fertilisasi
10
kecil. Selama perjalanan dalam tuba fallopi menuju ke uterus morula
berkembang menjadi blastosis. Blastosis memperoleh makanan dari sekret
kelenjar uterus. Semua sel yang terdapat dalam blastosis sangat identik.
Sampai tahap itu, belum terjadi diferensiasi sel. Diferensiasi akan mulai terjadi
setelah embrio mengalami gastrulasi, yaitu pembentukan 3 lapis sel, yaitu
ektoderm, mesoderm, dan endoderm.
F.Pencegahan Polyspermy
11
ion seodium tidk mencukupi karena potensial membran berubah menjadi
positif maka dapat terjadi Polispermi (Gould.SOmero
dkk.1979.Jeffe.1980).
2. Blokade polispermi lambat Adalah suatu reaksi yang di perankan oleh
bagian korteks ovum (pada mamalia disebut zona rection). Pelepasan
sperma dilakukan dengan reaksi granula kortikel. Enzim-enzim dari
granula memisahkan lapisan vitalin dari membran plasma dan
mukopolisakarida menghasilkan gradien osmotik, yang menarik air ke
dalam ruang perivitalin dan membengkakkan daerah tersebut.
Pembengkakan itu mendorong lapisan vitelin menjauhi membran
plasma, dan lapisan lain mengeraskan daerah tersebut. Ketika voltase
yang mengalir di sepanjang membran plasma telah kembali normal, dan
pemblokiran cepat polispermi tidak lagi berfungsi. Akan tetapi
membranfertilisasi itu bersama sama dengan perubahan lain pada
permukaan sel telur berfungsi sebagai pemblokiran lambat terhadap
polis. Reaksi ini adalah mekanisme blokade polispermi secara lambat
dan proses ini mulai aktif sekitar 1 menit setelah fusi antara sel sperma
dan sel telur pertama. Reaksi ini ditemukan hampir di semua spesies
mamalia. (Campbell jilid 2).
G.Parthenogenesis
12
dibuahi. Organisme yang melakukan cara reproduksi seperti ini
umumnya kehilangan daya seksualitasnya.
b. Cyclic parthenogenesis
Cylclic parthenogenesis dapat dijumpai pada golongan kerang-
kerangan. Golongan organisme yang melakukan ini juga dapat
melakukan reproduksi secara seksual. Organisme yang melakukan hal
ini mendapat keuntungan karena dapat melakukan parthenogenesis bila
lingkungan mendukung dan reproduksi seksual pada kondisi yang lain.
2. Parthenogenesis Buatan
Parthenogenesis buatan adalah usaha mendapatkan ovum yang telah
berkembang tanpa proses fertilisasi tetapi dengan menambahkan bahan
tertentu. Telur dari beberapa golongan hewan telah berhasil diaktivasi
dengan berbagai cara seperti berikut ini.
a. Pemberian cairan kimia
Bahan-bahan kimia yang umumnya digunakan untuk tujuan agar
terjadi parthenogenesis adalah larutan hipotonik dan hipertonik, asam
organic, alkalis, garam klorida, sodium, natrium, kalsium,
magnesium, zat pelarut lemak (ether, alcohol, benzene, dan aseton),
dan zat lain seperti klorofom, urea, sukrosa, dan lain sebagainya.
b. Agen fisik
Agen fisik yang biasa digunakan untuk tujuan ini adalah agen yang
dapat menimbulkan shock pada ovum. Agen tersebut antara lain
pemanasan atau pendinginan, aliran listrik, pengocokan, dan lain
sebagainya.
c. Radiasi
Agen radiasi yang umum digunakan adalah sinar ultraviolet.
13
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Fertilisasi adalah proses bersatunya kedua jenis sel kelamin (jantan dan
betina), dimana masing-masing gamet mengandung 1n kromosom yang
disebut haploid sehingga menghasilkan sel baru yang disebut zigot. Ada dua
fungsi utama fertilisasi, yaitu : fungsi reproduksi dan fungsi perkembangan.
Fungsi reproduksi adalah terjadinya pemindahan unsur- unsur genetik dari
orangtua atau induknya, sedangkan fungsi perkembangan adalah rangsangan
pada sel telur untuk menyelesaikan proses meiosisnya dan membentuk
pronukleus betina yang akan melebur (syngami) dengan pronukleus jantan
membentuk zigot dan seterusnya berkembang menjadi embrio dan fetus.
14
dengan plasma semen masuk ke vas efferent. Diluar tubuh jantan yaitu
keluarnya spermatozoa oleh hewan jantan ke dalam medium berupa air dan
secara serentak juga betina akan mengeluarkan ovum. Dalam tubuh betina,
Spermatozoa yang dideposisikan pada vagina, serviks, ataupun uterus pada
saat perkawinan harus mempunyai kemampuan untuk mencapai tempat
terjadinya fertilisasi di ampula bagian caudal dari uterus.
Proses fertilisasi merupakan perpaduan ovum dan spermatozoa
merangsang dimulainya pembelahan mitosis. Pertama, dihasilkan embrio 2
sel, sel itu disebut blastomer. Pada blastomer dari 2 sel membelah lagi menjadi
4 sel. Dengan demikian 1 blastomer, mempunyai ukuran seperempat ukuran
zigot. Selanjutnya, terjadi pembelahan lagi menjadi 8 sel kemudian menjadi
16 sel. Setelah berulang kali mengalami pembelahan, ukuran sel akan menjadi
semakin kecil dan nampak sebagai bola padat yang disebut morula. Pada
kebanyakan spesies, morula terbentuk dari kira-kira 16 sampai 32 sel.
Terjadinya pembelahan mitosis yang berlanjut menyebabkan jumlah sel
semakin banyak, tetapi ukuran sel semakin kecil. Selama perjalanan dalam
tuba fallopi menuju ke uterus morula berkembang menjadi blastosis. Blastosis
memperoleh makanan dari sekret kelenjar uterus. Sampai tahap itu, belum
terjadi diferensiasi sel. Diferensiasi akan mulai terjadi setelah embrio
mengalami gastrulasi, yaitu pembentukan 3 lapis sel, yaitu ektoderm,
mesoderm, dan endoderm.
B.Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Bearden, H.J. and J.W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. 2nd ed.
Reston Publishing Company. Reston, Virginia.
Isom SC, Prather RS and Rucker EB, 2009, Enchanced developmental potential of
heat-shocked porcine parthenogenetic embrios is related to accelerated
mitogen-activated protein kinase dephosphorylation. Reprod Fertil and
Dev. 21 (7): 892-900
Puja, I Ketut dkk. 2010. Embriologi Modern: Bab VII Fertilisasi. Udayana
University Press. Denpasar. 63-76
16