Professional Documents
Culture Documents
Etika Putra
DR. Koosnadi Saputra, dr., SpR.
Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Akupunktur
Puslitbang Sisjakkes Depkes RI
Pendahuluan
Permasalahan nyeri selalu menarik untuk dibahas karena nyeri adalah merupakan problema
yang menyangkut seluruh umat manusia, apalagi akupunktur telah menunjukkan
keberhasilannya sejak ribuan tahun lalu untuk mengurangi bahkan membebaskan manusia
dari penderitaan nyeri, bahkan WHO pun telah merekomendasikan nyeri sebagai satu indikasi
untuk terapi akupunktur.
Sebagaimana didefinisikan oleh IASP (International Association for Study of Pain), nyeri
adalah unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential tissue
damage or described in terms of such damage. Nyeri adalah sensasi yang mempunyai posisi
spesial diantara bentuk sensasi yang lain, merupakan satu mekanisme protektif untuk tubuh.
Disamping mempunyai nilai informatif, input dari reseptor nyeri sangat kuat mempengaruhi
status emosional manusia.
Maxilofacial adalah daerah yang penting, baik fungsional maupun kosmetik, dimana masalah
rahang dan wajah sangat menentukan kwalitas hidup, baik kelainan fungsi maupun keluhan
nyeri. Akupunktur sering menjadi pilihan bagi penderita maxilofacial, karena dapat sebagai
komplemen terapi medis yang lain.
Dengan demikian penggunaan titik akupunkturpun berbeda sesuai dengan kebutuhan daerah
organ sasaran yang dituju, modulasi rangsangan titik akupunktur juga menentukan reaksi faal
dari organ sasaran (Han & Terenius, 1982)
A. TRIGEMINAL NEURALGIA
Trigeminal sensory system
Adalah digambarkan dalam bagian skematik seperti dibawah ini :
b. titik paru pada telinga sebagai titik analgesia dan mempunyai akses langsung pembentukan
opiat endogen
c. titik lokal pada wajah dan daerah sensoris N trigeminus, yaitu :
daerah mandibula : ST 4, ST 5, ST 6
daerah pelipis : ST 8
Frekwensi terapi
Apabila parah, 2 x setiap hari selama 10 hari, sedangkan apabila ringan setiap hari selama 1
bulan
Definisi
Temporomandibular joint disorder (TMD) adalah kelainan pada TMJ yang ditandai dengan
nyeri tajam ataupun tumpul di daerah TMJ yang juga dapat menjalar ke sekitarnya,
keterbatasan atau gangguan pergerakan rahang, dan terkadang diikuti timbulnya suara
tambahan pada pergerakan rahang. Gejala-gejala tersebut menimbulkan gangguan dalam
proses mengunyah, menelan, menguap, maupun berbicara.
Etiologi
Adapun hal-hal yang dapat menimbulkan TMD adalah sebagai berikut:
Riwayat memiliki kebiasaan mengerot (bruxism)
Susunan gigi geligi yang tidak teratur
Pemasangan gigi palsu yang tidak tepat
Trauma, baik yang berat maupun yang lebih ringan (misalnya trauma yang terjadi pada saat
makan atau mengunyah, menguap)
Stres psikologis
Patofisiologi
Masalah yang terjadi pada TMD dapat meliputi otot, sendi, ataupun keduanya. Sedangkan
syaraf yang terlibat dalam patofisiologi TMD adalah N. Trigeminus (N V). Hal ini
menjelaskan mengapa nyeri yang timbul pada TMD dapat dirasakan di luar area TMJ (dapat
berupa sakit kepala, nyeri di daerah mata, rasa tertekan di sinus, nyeri di telinga ataupun di
gigi), sesuai dengan persyarafan N. V. Masing-masing cabang dari N. V terdiri atas dua jenis
serabut, yaitu serabut bermyelin dan serabut tak bermyelin. Serabut bermyielin
menghantarkan rangsangan nyeri dengan lebih cepat dan menimbulkan sensasi nyeri tajam.
Sedangkan serabut tak bermyelin yang berukuran lebih kecil lebih peka terhadap sensasi
nyeri tumpul kronik dan tekanan. Hal ini menjelaskan mengapa pada TMD dapat timbul
jenis nyeri yang berbeda pada kasus yang berbeda.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan TMD pada umumnya datang dengan tiga keluhan utama, yaitu nyeri,
gangguan pergerakan rahang, atau timbulnya suara tambahan pada pergerakan rahang. Nyeri
yang timbul seperti telah dijelaskan sebelumnya, dapat bersifat tumpul ataupun tajam. Nyeri
timbul pada pergerakan rahang, misalnya mengunyah, menguap, dan berbicara. Nyeri
dirasakan di area lokal TMJ, preauricular, pelipis, atau telinga. Nyeri juga dapat menjalar ke
telinga, wajah, mata, kepala, leher, atau bahu.
Selain nyeri, pasien umumnya mengeluhkan adanya gangguan pada pergerakan rahang.
Rahang terkadang tiba-tiba macet saat membuka atau menutup mulut, atau pada saat
mengunyah. Pasien harus menggoyang-goyangkan rahangnya beberapa saat untuk
menghilangkan sensasi macet tersebut. Pasien juga dapat mengalami kesulitan untuk
membuka mulutnya lebar-lebar. Akibat gangguan pergerakan rahang tersebut, pasien sering
kali harus memotong makanannya kecil-kecil atau mengganti jenis makanan tertentu dengan
jenis makanan yang lebih lunak.
Adanya suara tambahan (popping, clicking) pada pergerakan rahang terkadang juga
dikeluhkan oleh pasien. Suara tambahan tersebut menunjukkan bahwa kelainan terletak pada
bagian persendian dari TMJ.
Anamnesa
Selain ketiga keluhan di atas, pasien harus ditanya mengenai adanya riwayat traumapada
daerah rahang (terkena pukulan atau kecelakan saat mengendarai sepeda motor). Demikian
pula harus dicari kemungkinan adanya faktor-faktor psikologis dan psikososial sebagai
pencetus stres, yang berperan besar dalam menimbulkan gangguan otot pada TMD.
Selanjutnya harus ditanyakan mengenai keadaan sendi-sendi lain di luar TMJ, untuk mencari
kemungkinan adanya osteoarthritis atau rheumatoid arthritis sebagai pencetus keluhan pada
TMJ.
Pemeriksaan Fisik
Mula-mula harus dilakukan inspeksi secara umum untuk melihat keadaan gigi pasien
(susunan gigi, oklusi, pola menggigit yang abormal), TMJ, serta otot-otot daerah wajah dan
kepala, apakah didapatkan deformitas ataupun kekakuan otot. Selanjutnya harus diamati pola
gerakan membuka dan menutup rahang, apakah didapatkan deviasi atau deformitas.
Selanjutnya palpasi dilakukan di daerah preauricular, daerah m. Masseter dan m.Temporalis.
Sambil melakukan palpasi, pemeriksa meminta pasien untuk membuka dan menutup mulut
beberapa kali. Dengan demikian akan dapat diketahui ada tidaknya suara tambahan pada
pergerakan TMJ, sambil secara bersamaan dilakukan penekanan untuk memastikan apakah
suara tambahan yang muncul diikuti dengan nyeri atau tidak. Pasien diminta untuk membuka
mulut selebar mungkin untuk diamati jarak antara gigi rahang atas dan rahang bawah. Bila
berjarak kurang dari 4 cm, dikatakan terjadi keterbatasan gerak membuka mulut. Palpasi juga
bertujuan untuk menilai ada tidaknya ketegangan otot ataupun deformitas pada TMJ dan
sekitarnya.
Apabila pada palpasi saat membuka dan menutup mulut tidak didapatkan suara tambahan,
dapat dilakukan auskultasi dengan bantuan stetoskop pada area TMJ. Dengan menggunakan
stetoskop diharapkan adanya suara tambahan yang minimal sudah dapat diketahui sejak awal.
Pemeriksaan Tambahan
Sebagai pemeriksaan tembahan, dapat dilakukan panoramic dental X-rays untuk memeriksa
keadaan dan susunan gigi. Untuk susunan tulang dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan,
sementara MRI lebih sesuai untuk menilai keadaan jaringan lunak dari TMJ, seperti piringan
sendi atau ligamennya.
2. Tipe traumatik
Kondisi ini umumnya terjadi unilateral. Trauma menyebabkan pembengkakan ataupun nyeri
pada wajah di sekitar TMJ. Dengan detumescence yang bertahap, penderita akan mengalami
nyeri ataupun keterbatasan gerak pada sisi yang terkena saat mengunyah ataupun membuka
mulut. Beberapa orang pasien mengalami sakit kepala dan gangguan pendengaran. Dari
pemeriksaan didapatkan selaput lidah kuning tipis dan nadi yang dalam.
Sisi dagu yang terkena umumnya diposisikan sedikit legerakan rahang.bih tinggi
dibandingkan sisi yang normal. Selain itu juga didapatkan nyeriyang hebat di area sekitar
TMJ, keterbatasan pergerakan mulut, dan suara tambahan pada pergerakan rahang.
Kesimpulan
Akupunktur dapat memberikan alternatif pengobatan pada Trigeminal Neuralgia dan
Temporomandibular joint disorder (TMD)
Modalitas elektrik dan Laser dapat meningkatkan kwalitas terapi akupunktur pada
Trigeminal Neuralgia
Daftar Pustaka
Baxter GD. Therapeutic Laser. Theory and Practice. Churchill Livingstone. 1994
Beiser A. Concept of Modern Physics. McGraw Hill Inc. 1981
Chen Moxun, et al. Atlas of cross sectional anatomy of human 14 meridians and acupoints.
science press, Beijing New York, 1998
Chester AN, Martellucci S, Scheggi AM. Laser System for Photobiology and Photomedicine.
Nato ASI Series. Plenum Press, New York London, 1991
Cho,Z.H., etal, Neuro Acupuncture, vol 1 : Neuroscience Basics, Q-puncture Inc, Los
Angeles, 2001.
David F Mayor. Electroacupuncture. A practical manual and resourse. Churchill Livingstone
Elsevier, 2007
Farber SD. Neurorehabilitation. A multisensory approach. WB.Saunders Co, 1982 : 65
Ganglin Yin, Di Fu. Three Needle Technique, Atlantic Institute of Oriental Medicine. 2002
Gellman H. Acupuncture Treatment for Musculosceletal Pain: Taylor & Francis Publ. Office
USA, 2002.
Han JS. The Neurochemical Basis of Pain Relief by Acupuncture. A Collection of Paper
1973-1987, Beijing Medicine University 1990.
Hopwood V, Lovesey M, Mokone S. Acupuncture and related technique in physical therapy.
Churchill Livingstone, 1997 : 191
Hou LD. Muscle Injuries and Pain Involving Back and Limbs. Clinical and experimental
studies on acupuncture treatment of muscle injuries: TCM Press CA 91744, USA, 2000.
Jie Lu Shao. Acupuncture for Musculoskeletal Injury, Peoples Medical Publsihing House,
Beijing-London-New york. 2008
Jin GY, et al. Contemporary Medical Acupuncture. A system Approach. Higher Education
Press, 2006.
Kittelberger,K.P., Borsook,D., Neural Basis of Pain in Borsook,D., etal, The Massachusetts
General Hospital Handbook of Pain Management, Little, Brown and Company, Boston, 1995
Lu Shaojie. Handbook of Acupuncture in the treatment of Nervous System Disorders. Donica
Publ. 2002
Myers TW. Anatomy Trains. Myofascial Meridian for Manual and Movement Therapists.
Churchill Livingstone, 2001.
Naeser MA, Wei XB. Laser acupuncture. An introductory textbook for treatment of pain,
paralysis, spasticity and other disorders. Boston Chinese Med., 1994 : 72
Naeser MA, Wei XB. Short Synopsis : Efficacy of Low Energy Laser in the Stimulation of
Hair Growth in Alopecia Areata ang Alopecia Totalis in Adults and Children. Naeser Lecture
Notes.
Saputra K. Acupuncture Technique Treating Trigger Point. Konas Indonesian Pain Society
25-27 April 2002.
Saputra K. Acupuncture. Bioenergetic and Homeostasis Network, LP3A 2003.
Saputra K. Akupunktur analgesia. Meridian Vol. IV/3. DPD PAKSI Jatim, 1997 : 142 151
Saputra K. Laser untuk biostimulasi pada akupunktur. Meridian Vol. IV/1. DPD PAKSI
Jatim, 1997 : 48-50
Saputra, Koosnadi, dkk., Akupunktur untuk cedera otot dalam buku Akupunktur Olahraga,
LP3A-AAS-Hidami, Surabaya. 2008.
Schneideman I. Medical acupuncture, Acupuncture in the inner ealer. Everbest Printing Co
Ltd, Hongkong 1988
Sherwood,L; Human Physiology From Cell to System, Chapter 4 Neuronal Physiology
Chapter 5 The Central Nervous System, Chapter 6 the Peripheral Nervous System : Afferent
Division, Thomson, Brooks/Cole, Australia, 2004.
Sidharta Priguna, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam praktek umum. PT. Dian Rakyat,
Jakarta. 1983.
Starmard,C.F., Booth,S., Churchills Pocketbook of Pain, Chapter 1 Anatomy and Physiology
of Pain, Churchill Livingstone, Edinburgh, 1998.
Starwynn D. 2004. Microcurrent Electro-Acupuncture. Bio-electric Principles, Evaluation
and Treatment. Desert Heart Press, Phoenix, Arizona.
Stone, R. A Course in Manipulative Therapy with Principles and Illustrations of the New
Energy Concept of the Healing Art.
Tao Ma Y, Mila Ma, Zang Hee Ch. Biomedical Acupuncture for Pain Management. An
integrative approach. Elsevier Churchill Livingstone, 2005
. WHO International Standard Terminologies on Traditional Medicine in the Western Pacific
Region. World Health Organization Western Pacific Region, WHO 2007
. WHO Standard Acupuncture Point Locations in the Western Pacific Region. World Health
Organization Western Pacific Region, WHO 2008
Wright,A., Neurophysiology of pain and pain modulation, in Strong,J., etal, Pain : a Textbook
for Therapists, Churchill Livingstone, Edinburgh, 2004.
Zaofa Z, Ding Z, Xiping J. Fundamental and clinical practice of electroacupuncture. Beijin
Science & Tech. Press, 1994 : 175