You are on page 1of 30

TUTORIAL KLINIK

ANATOMI, FISIOLOGI, DAN PEMERIKSAAN

HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Diajukan kepada :

Dr. Budi Wiranto, Sp.THT

Disusun oleh :

Novika Mega Wulanningrum

1310221083

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL JAKARTA

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT

RST TINGKAT II Dr. SOEDJONO MAGELANG

2014

1
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH TUTORIAL KLINIK

ANATOMI, FISIOLOGI, DAN PEMERIKSAAN

HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Diajukan untuk memenuhi syarat

Mengikuti kepaniteraan klinik senior

Di bagian Ilmu Kesehatan THT RST Dr.Seodjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal Mei 2014

Disusun oleh :

Novika Mega Wulanningrum

1310221083

Dosen Pembimbing

dr. Budi Wiranto, Sp.THT

2
TUTORIAL KLINIK
ANATOMI, FISIOLOGI DAN PEMERIKSAAN
HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

A. ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

HIDUNG
Anatomi hidung terbagi menjadi bagian luar dan dalam. Bagian luar hidung dari atas

ang
cak Ala
hidung
Hidung
Pangkal
Nasi(tip)
(dorsum
Hidung
Kolumela
Lubang
nasi)
(bridge) Hidung Luar
Hidung (nares anterior)

ke bawah tersusun atas:

Gambar Anatomi Hidung bagian luar

3
Pembentuk hidung bagian luar adalah kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung.

4
Sepasang Kartilago Nasalis Lateralis Inferior (Kartilago Alar Mayor)
Tepi Anterior Kartilago Septum
Sepasang Kartilago Nasalis Lateralis Superior

Prosesus Frontalis
Prosesus Nasalisosos
Maksila
Frontal
Os Nasal
Tulang Rawan

Tulang

Pembentuk Hidung

5
Gambar Anatomi Tulang Pembentuk Hidung

Hidung bagian dalam berupa rongga atau terowongan sehingga disebut juga kavum
nasi, yang berjalan dari depan ke belakang. Vestibulum adalah bagian dari kavum nasi
yang terletak tepat di belakang nares anterior sesuai dengan ala nasi. Vestibulum
dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut
panjang yang disebut vibrise. Kavum nasi mempunyai 4 dinding: medial, lateral,
inferior, dan superior.

a) Dinding medial: septum nasi yang tersusun dari tulang dan tulang rawan.
Tulang :
1. Lamina perpendikularis os etmoid
2. Vomer
3. Krista nasalis os maksila
4. Krista nasalis os palatina

Tulang rawan:

1. Kartilago septum (lamina kuadranangularis)


2. Kolumela

Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago
septum (kuadrilateral), premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior
dan inferior oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista sfenoid.
(Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007)

b) Dinding lateral: terdapat 4 buah konka.


1. Konka inferior
Ukuran terbesar dan terletak paling bawah. Merupakan tulang tersendiri yang
melekat pada os maksila dan labirin etmoid.

6
2. Konka media
3. Konka superior
4. Konka suprema ( biasanya rudimenter )

c) Dinding Inferior: dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os
palatum

d) Dinding superior: atap hidung yang sangat sempit dan dibentuk oleh lamina
kribiformis yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina
kribiformis merupakan lempeng tulang yang berasal dari os etmoid. Tulang ini
berlubang-lubang (kribosa = saringan) sebagai tempat masuknya serabut saraf
olfaktorius.

e) Dinding posterior: atap rongga hidung yang dibentuk os sfenoid.

Gambar Dinding Kavum Nasi

7
Gambar
Anatomi
Hidung
Bagian
Dalam

Di antara
konka-
konka
dan
dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari
letak meatus, ada tiga meatus: meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior
terletak diantara konka inferior dan dasar hidung dan dinding lateral hidung. Pada
meatus inferior terdapat muara muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius
terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Meatus medius
memiliki muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus
superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat
muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

Nares Posterior

8
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring,
berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior
bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os
vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina
pterigoideus. (Ballenger JJ,1994). Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung
terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus
maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk
piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya
menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla. (Ballenger JJ,1994 ;
Dhingra PL, 2007 ; Hilger PA,1997).
Pendarahan Hidung
Pendarahan bagian atas rongga hidung:

a. Arteri Etmoid anterior


b. Arteri Etmoid posterior

(cabang dari a. Oftalmika dari a. Karotis interna)

Pendarahan bagian bawah rongga hidung:

a. Arteri Palatina mayor,


b. Arteri Sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina dan memasuki rongga
hidung dari belakang ujung posterior konka media (cabang a. Maksilaris interna)

Pendarahan bagian depan hidung: cabang-cabang a. Fasialis

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. Etmoid


anterior, a. Sfenopalatina, , a. Labialis superior, dan a. Palatina mayor yang disebut
Pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus Kiesselbach terletak superfisial dan
mudah cedera karena trauma sehingga sering menjadi sumber epistaksis.

Gambar Vaskularisasi Hidung

9
10
Persarafan Hidung
Persarafan bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persafaran sensoris dari n.
Etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari n. Nasosiliaris yang berasal dari n.
Oftalmikus (N. V1)

Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. Maksila
melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina memberikan juga persarafan
vasomotor (otonom) untuk mukosa hidung. Terletak di belakang dan sedikit di atas
ujung posterior konka media.
Fungsi penghidu berasal dari n. Olfaktorius. Saraf ini turu melalui lamina kribrosa
dari permukaan bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel reseptor olfaktorius pada
mukosa penghidu di daerah sepertiga atas hidung.

Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas
mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu bersilia bersel goblet. Mukosa penghidu
terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum. Mukosa
dilapisi epitel torak berlapis semu tak bersilia. Epitelnya terdiri dari 3 macam sel yaitu
sel penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu.

Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir pada permukaannya. Di bawah epitel terdapat tunika
propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan
limfoid.

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan khas. Arteriol terletak pada
bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara pararel dan
longitudinal. Arteriol memberikan pendarahan pada anyaman kapiler periglanduler
dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid
vena yang besar yang dindingnya dilapisi jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian
ujungnya sinusoid mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan
darhnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula.
Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupa jaringan kavernosa yang erektil
yang mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh
darah ini dipengaruhi oleh sarah otonom.

11
Kompleks Osteo-Meatal
Pada 1/3 tengah dinding lateral hidung yaitu meatus medius, ada muara-muara saluran
dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior, daerah ini rumit dan
sempit disebut KOM. Terdiri dari:

1. Prosesus Unsinatus
2. Infundibulum etmoid
3. Bula etmoid
4. Resesus frontalis
5. Ostium maksila

KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drenase dari
sinus-sinus yang letaknya anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan frontal.

Gambar Kompleks Ostiomeatal

12
SINUS PARANASAL

Embriologi Sinus Paranasal

Sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya
dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus
maksila dan sinus etmoid telah terbentuk saat lahir, kemudian sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian
postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal
pada usia antara 15 -18 tahun.

Sebelum Lahir Setelah Lahir


Saat Lahir
Fetus 3-4 bulan 8-10 tahun 15 18 tahun
Invaginasi
mukosa rongga sinus maksila & sinus etmoid postero-superior Semua sinus
hidung sinus sinus etmoid anterior sinus rongga hidung mencapai besar
maksila & sinus terbentuk frontal sinus sfenoid maksimal
etmoid

Anatomi Sinus Paranasal


Sinus : rongga atau kanal
Para : [Yun. melampaui] awalan yang berarti di samping, di sebelah atas, sebagai
tambahan pada
Nasal : hidung
Sinus Paranasal : rongga yang ada di sekitar hidung

Ada 4 pasang sinus paranasal yang ukuran dan bentuknya bervariasi, mulai dari yang
terbesar adalah sebagai berikut:

a. Sinus Maksila
b. Sinus Frontal
c. Sinus Etmoid
d. Sinus Sfenoid

13
Gambar Letak Sinus dari depan dan samping
Gambar Letak Sinus dari samping

Sinus paranasal adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila, etmoid, dan
sfenoid. Sinus paranasal merupakan hasil dari pneumatisasi (pembentukan rongga-

14
rongga kecil sel atau rongga dalam jaringan) tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai ostium ke dalam rongga hidung.

Sinus-sinus ini dilapisi oleh epitel torak berlapis bersilia bersel goblet. Lamina
proprianya mengandung sedikit kelenjar kecil dan menyatu dengan periosteum di
bawahnya. Mukus-mukus yang dihasilkan di dalam rongga ini terdorong ke dalam
hidung sebagai akibat dari aktivitas sel-sel epitel bersilia.

1) SINUS MAKSILA
Bentuk: piramid
Ukuran: Merupakan sinus yang terbesar. Saat lahir bervolume 6 8 ml, kemudian
berkembang mencapai ukuran maksimal 15 ml saat dewasa.
Batas:
- Dinding anterior : permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina
- Dinding posterior : permukaan infra-temporal maksila
- Dinding medial : dinding lateral rongga hidung
- Dinding superior : dasar orbita
- Dinding inferior : prosesus alveolaris dan palatum

Ostium: sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid
Segi klinik:

- Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1, M2), kadang juga gigi taring (C) dan molar
M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis
- Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi ke orbita
- Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase
hanya tergantung gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid
anterior dan jika terjadi pembengkakan di sini dapat menghalangi drenase
sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis

2) SINUS FRONTAL
Letak: di os frontal
Bentuk: sinus frontal kanan dan kiri tidak simetris dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai 1
sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran:
Tinggi : 2,8 cm

15
Lebar : 2,4 cm
Dalam : 2 cm
Ostium:
Ostiumnya terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum
etmoid
Segi klinik:
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri
anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini

3) SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir
ini dianggap paling penting, karena dapat menjadi fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya
Letak: di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka
media dan dinding medial orbita.
Bentuk: piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Di dalamnya berongga-
rongga seperti sarang tawon.
Ukuran:
Anterior posterior : 4-5 cm
Tinggi : 2,4 cm
Lebarnya : 0,5 cm di anterior dan 1,5 cm di posterior

Dibagi jadi 2 berdasar letak:

Sinus etmoid anterior

Letaknya di depan lamina basalis


Bermuara ke meatus medius
Sel-selnya kecil dan banyak

Sinus etmoid posterior

Letaknya di depan lamina basalis


Bermuara di meatus superior
Sel-selnya lebih besar dan sedikit
Batas:
Atap (fovea etmoidalis) : lamina kribrosa
Dinding Lateral : lamina papirasea yang sangat tipis yang membatasi sinus
etmoid dengan rongga orbita
Bagian belakang sinus etmoid posterior : sinus sfenoid

Segi klinik:

16
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian sempit disebut resesus frontal
yang berhubungan dengan sinus frontal dan terdapat juga suatu penyempitan yang
disebut infundibulum, tempat bermuaranya sinus maksila. Pembekakan atau
peradangan di resesus frontal sinusitis frontal, di infundibulum sinusitis
maksila.

4) SINUS SFENOID
Letak: di dalam os sfenoid, di belakang sinus etmoid posterior
Bentuk: dibagi 2 oleh sekat yang disebut septum intersfenoid
Ukuran:
Lebar : 1,7 cm
Tinggi : 2 cm
Dalam : 2,3 cm
Volume : 5 -7,5 ml
Batas:
Superior : fosa serebri media dan kelenjar hipofisa
Inferior : atap nasofaring
Lateral : sinus kavernosus dan a. Karotis interna
Posterior : fosa serebri posterior di daerah pons

Sistem Mukosiliar
Di dalam sinus terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus,
silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya
mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus:

a. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior akan bergabung di


infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara Tuba Eustachie
b. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resesus
sfenoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah
sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip) tetapi
belum tentu ada sekret di rongga hidung.

17
Gambar arah drainase sinus

18
B. FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner, dan teori fungsional, fugsi fisiologis
hidung dan sinus paranasal adalah:
1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara, humidifikasi,
penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal
2) Fungsi penghidu karena terdapat mukosa olfaktorius
3) Fungsi fonetik untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah
hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang
4) Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas
5) Refleks nasal

FISIOLOGI HIDUNG
1) Fungsi Respirasi
Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior,
lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah
nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.

Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh penguapan palut lendir.
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37C. Fungsi pengatur
suhu dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya
permukaan konka dan septum yang luas.

2) Fungsi Proteksi
Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup berama udara akan disaring di
hidung oleh:
a) Rambut (vibrissae) di vestibulum nasi
b) Silia
c) Palut lendir

3) Fungsi Penghidu
Hidung bekerja sebagai indera penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pata
atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau
dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila
menarik napas dengan kuat.

Nervus olfaktorius atau saraf kranial melayani ujung organ pencium. Nervus
olfaktorius dilapisi sel-sel yang sangat khusus, yang mengeluarkan fibril-fibril
halus untuk berjalin dengan serabut-serabut dari bulbus olfaktorius. Bulbus
olfaktorius pada hakekatnya merupakan bagian dari otak yang terpencil, adalah

19
bagian yang berbentuk bulbus (membesar) dari saraf olfaktorius yang terletak di
atas lempeng kribiformis tulang ethmoid. Dari bulbus olfaktorius, perasaan
bergerak melalui traktus olfaktorius dengan perantaraan beberapa stasiun
penghubung, hingga mencapai daerah penerimaan akhir dalam pusat olfaktori
pada lobus temporalis otak, dimana perasaan itu ditafsirkan (Pearce, 2002).

4) Fungsi Fonetik (Resonator)


Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketikas berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilan
sehingga terdengar sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan
kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir dan palatum mole. Pada pembentukan
konsonan nasal (m, n, ng) rongga tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun
untuk aliran udara.

Ruang atas rongga hidung berfungsi untuk resonansi suara yang dihasilkan laring,
agar memenuhi keinginan menjadi suara hidung yang diperlukan. Bila ada
gangguan resonansi, maka udara menjadi sengau yang disebut nasolalia atau
rinolali (Bambang, 1991).

5) Refleks Nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan
refleks bersin. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur,
lambung dan pankreas.

Bersin adalah respon tubuh yang dilakukan oleh mukosa hidung ketika
mendeteksi adanya bakteri atau kelebihan cairan yang masuk ke dalam hidung.
Atau dapat didefinisikan juga sebagai mekanisme involunter exhale yang kuat
melalui hidung. Saraf yang terdapat di hidung dan mata saling bertautan, sehingga
pada saat bersin, maka secara otomatis mata kita akan terpejam. Hal ini untuk
melindungi saluran air mata dan kapiler darah agar tidak terkontaminasi oleh
bakteri yang keluar dari membran hidung saat bersin. Pada saat bersin, secara
refleks maka otot-otot yang ada di muka kita menegang, dan jantung akan
berhenti berdenyut. Setelah selesai bersin maka jantung akan kembali lagi
berdenyut alias berdetak kembali.

20
Bersin juga dapat timbul akibat adanya peradangan (rhinosinusitis), benda asing,
infeksi virus, atau reaksi alergi. Reaksi alergi tersebut muncul karena paparan
terhadap bahan alergen. Selain karena alergi, gejala pada hidung tersebut
disebabkan bahan-bahan nonalergi yang ditimbulkan faktor lingkungan. Di
antaranya, perubahan suhu, kelembapan, tekanan udara, atau bahan-bahan kimia
dari obat-obat atau kosmetik tertentu. Mungkin juga akibat polusi udara karena
asap kendaraan dan lingkungan industri.
Kecepatan udara yang dilepaskan ketika bersin bisa mencapai 160km/jam. Bersin
berguna menjaga agar hidung tetap bersih (cleansing effect). Udara yang
mengembus kuat dengan tekanan tinggi dari paru-paru mendorong keluar melalui
hidung dan mulut. Refleks bersin itu bisa terjadi berulang-ulang, sehingga
diharapkan pembersihan bisa maksimal.

Mekanisme:

21
Udara dari paru-paru keluar melalui hidung dengan tekanan tinggi

Palatum dan uvula turun, sementara lidah naik


Akumulasi udara dari paru dengan tekanan tinggi siap keluar
Rongga mulut
Otot tertutup
faring dan trakea teraktifasi
Memberikan sinyal ke otak untuk melakukan mekanisme bersin melalui jalur saraf trige

Rongga hidung dan mulut terbuka lebar Pengelu


Mukosa Hid
Sel saraf olfaktorius ters

FISIOLOGI SINUS PARANASAL

Sampai saat ini, belum ada kesepakatan pasti mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada
yang berpendapat bahwa sinus paranasal tidak memiliki fungsi apa-apa sebab

22
terbentuknya adalah sebagai akibat pertumbuhan tulang muka saja. Namun ada
beberapa teori yang menyatakan bahwa fungsi sinus paranasal adalah seperti berikut:

a. SEBAGAI PENGATUR KONDISI UDARA


Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi.
Kelemahan teori:
1. Tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus & rongga hidung
2. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume
sinus pada tiap kali bernapas sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus
3. Mukosa sinus tidak memiliki vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak
mukosa hidung

b. SEBAGAI PENAHAN SUHU (thermal insulators)


Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita, dan fosa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
Kelemahan teori:
Sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang
dilindungi

c. MEMBANTU KESEIMBANGAN KEPALA


Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Kelemahan teori:
Sebenarnya sekalipun udara di dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan
memberikan pertambahan besar sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini
dianggap tidak bermakna

d. MEMBANTU RESONANSI SUARA


Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kualitas suara.
Kelemahan teori:
Ada pendapat, bahwa posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus
sebagai resonator yang efektif
Tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-
hewan tingkat rendah

e. PEREDAM PERUBAHAN TEKANAN UDARA


Fungsi ini berjalan jika ada perubahan yang besar dan mendadak, misalnya pada
waktu bersin atau membuang ingus

f. MEMBANTU PRODUKSI MUKUS

23
Mukus yang dihasilkan sinus memang jumlahnya kecil dibanding mukus dari rongga
hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara
inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus meditus, tempat yang paling stategis

24
C. PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Dalam menegakkan diagnosis keluhan hidung dan sinus paranasal diperlukan


anamnesis dan pemeriksaan dengan cermat. Di bawah ini merupakan susunan
anamnesis dan pemeriksaan hidung dan sinus paranasal.

ANAMNESIS

1. Menyapa pasien dan memperkenalkan diri dengan ramah dan sopan


2. Melakukan kroscek identitas pasien
3. Melakukan inform consent (menjelaskan tujuan anamnesa dan prosedur
pemeriksaan)
4. Menanyakan keluhan utama, keluhan penyerta, dan riwayat penyakit pasien:
a) Sumbatan hidung
1) Terus menerus/hilang timbul
2) Unilateral/bilateral/bergantian
3) Riwayat kontak dengan allergen (debu, tepung sari bunga, bulu binatang,
trauma hidung, pemakaian obat tetes hidung jangka panjang, merokok,
peminum alkohol berat)
b) Sekret di hidung
1) Unilateral/bilateral
Bila unilateral dan berbau kemungkinan ada benda asing. Sekret hidung
karena infeksi biasanya bilateral.
2) Konsistensi sekret (encer/bening seperti air, kental, nanah atau bercampur
darah)
Sekret jernih seperti air dan jumlah yang banyak biasanya khas pada alergi
hidung. Sekret kuning kehijauan biasanya pada sinusitis. Bila bercampur
darah hati-hati adanya tumor terutama jika terjadi unilateral.
3) Keluar sekret hanya pada pagi hari/waktu-waktu tertentu (misal saat hujan)
4) Keluar sekret dari belakang (post nasal drip)
Kemungkinan berasal dari sinus paranasal
c) Bersin
Bersin berulang-ulang merupakan keluhan pasien alergi. Tanyakan riwayat
alergi atau riwayat kontak dengan bahan-bahan alergen yang terhirup.
d) Nyeri di daerah muka dan kepala
1) Lokasi nyeri (di dahi, pangkal hidung, pipi atau tengah kepala)
2) Rasa nyeri atau berat bertambah jika menundukkan kepala
3) Riwayat sakit gigi , alergi atau sakit hidung yang lain
e) Mimisan (epistaksis)
1) Unilateral/bilateral
2) Mimisan keluar dari lubang depan, belakang atau keduanya
3) Spontan/postraumatik

25
4) Sejak kapan dan berapa lama (sudah berapa kali dan mudah dihentikan
dengan memencet hidung atau tidak)
5) Jumlah darah yang keluar
6) Riwayat penyakit kelainan darah, hipertensi, atau pemakaian obat
antikoagulan
f) Gangguan penghidu
1) Hilang penciuman (anosmia) atau berkurang (hiposmia)
2) Sudah berapa lama
3) Riwayat infeksi hidung dan sinus atau trauma sebelumnya

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan setelah melakukan anamnesis. Pemeriksaan fisik hidung


dan sinus paranasal meliputi:

1. Inspeksi dari luar


2. Palpasi
3. Rinoskopi anterior
4. Rinoskopi posterior
5. Transiluminasi (untuk sinus paranasal)
6. Sinuskopi
7. Uji Aliran Udara melalui hidung

Prosedur yang dikerjakan adalah sebagai berikut:

a) Persiapan
1) Alat:
a. Spekulum Hidung
b. Spatel Lidah
c. Kaca Tenggorok
d. Pinset Bayonet Panjang
e. Suction
f. Alat Pengait Benda Asing Hidung
g. Lampu Transilumnasi

2) Persiapan pemeriksa

26
Pemeriksa mencuci tangan dengan sabun antiseptik menggunakan metode
simple handwashing dan mengeringkannya kemudian menggunakan
handscoen.
b) Penilaian Awal
Menilai keadaan umum pasien. Apakah tampak sakit?
Mengatur posisi pemeriksaan hingga pasien nyaman dan pemeriksa dapat
melakukan pemeriksaan dengan baik. Posisi pasien duduk dengan badan sedikit
condong ke depan. Posisi pemeriksa duduk bersisian dengan pasien.

c) Inspeksi
Dengan mengamati dari luar, dinilai:
1) apakah ada deviasi atau depresi tulang hidung
2) apakah ada pembengkakan daerah hidung dan sekitarnya
pembengkakan pada muka, pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna
kemerahan mungkin menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan di
kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis
etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan di luar kecuali bila telah
terbentuk abses.
d) Palpasi
1) apakah ada krepitasi tulang hidung
2) apakah ada nyeri tekan pada hidung dan daerah sekitar
3) apakah ada nyeri ketuk
nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk menunjukkan adanya sinusitis maksila.
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu pada
bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di
daerah kantus medius.
e) Rinoskopi anterior
Cara:
Menggunakan spekulum hidung. Pegang spekulum hidung dengan satu tangan dan
tempatkan pada salah satu lubang hidung. Jari telunjuk bebas untuk menstabilkan

27
hidung pasien dan sisa jari lainnya memegang spekulum. Spekulum dimasukkan
ke dalam lubang hidung melalui nares anterior, dibuka setelah spekulum berada di
dalam hidung dan waktu mengeluarkan tidak ditutup di dalam untuk menghindari
terjepitnya bulu hidung. Dinilai:
1. Vestibulum hidung
2. Septum terutama bagian anterior
Normalnya terletak ditengah dalam keadaan lurus. Perhatikan apakah
terdapat deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dll.
3. Konka (inferior, media, superior)
Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi, atau atrofi.
4. Meatus sinus paranasal
5. Keadaan mukosa hidung
Dalam keadaan normal mukosa hidung berwarna merah muda. Pada
radang berwarna merah (hiperemi). Pada alergi berwarna pucat atau
kebiruan (livid). Pada keadaan edema mukosa perlu menggunakan kapas
adrenalin pantokain beberapa menit untuk mengurangi edema mukosa,
f) Rinoskopi posterior
Cara:
Menggunakan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan untuk
mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Tekan lidah dengan lembut
dengan spatula lidah. Pegang kaca seperti memegang pena dan posisikan pada
orofaring dengan hati-hati tanpa membuat pasien muntah. Gerakkan mengelili
untuk mendapatkan gambaran nasofaring untuk menilai:
1. bagian belakang septum
2. koana
3. konka (inferior dan media)
4. meatus (superior dan media)
5. torus tubarius
6. muara tuba Eustachius
7. fosa Rossenmuler
g) Transiluminasi
Manfaat transiluminasi terbatas sifatnya, hanya dapat dipakai untuk memeriksa
sinus maksila dan sinus frontal bila pemeriksaan radiologis tidak tersedia. Pada
hasil pemeriksaan tampak gelap di infraorbita dapat berarti antrum terisi pus atau
mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma. Pada hasil pemeriksaan tampak
terang jika terdapat kista pada sinus maksila.
h) Sinuskopi
Adalah pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop yang
dimasukan melalui lubang hidung yang dibuat di meatus inferior atau fosa kanina.
Dapat dinilai sekret, polip, jaringan granulasi, masa tumor atau kista, keadaan
mukosa dan ostium.

28
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Radiologik

Posisi untuk pemeriksaan sinusitis biasanya posisi Waters, PA dan lateral. Posisi
Waters terutama untuk melihat kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi
anteroposetrior untukmenilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus
frontal, sfenoid dan etmoid.

29
PR:
1. Apa yang dimaksud dengan KOM?
KOM adalah kompleks osteomeatal yaitu suatu daerah sempit kumpulan muara dari
sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmaoid anterior. Terdiri dari: infundibulum
etmoid, prosesus unsinatus, bula etmoid, resesus frontal, ostium sinus maksila
2. Dimanakah letak KOM?
Di mearus media
3. Bagaimana cara kerja mukosiliar sinus?
Sinus dilapisi sel epitel bersilia bersel goblet yang berfungsi menmbersihkan sinus
dengan mukus yang dihasilkan sel goblet dan gerakan mukus ke arah ostium
4. Mengapa pleksus Kiesselbach mudah epistaksis?
Karena letaknya yang superfisial dan tipis
5. Apakah semua gangguan sinus dapat menyebabkan post nasal drip?
Semua sinus dapat memiliki keluhan post nasal drip namun terutama sinus sfenoid
karena letaknya yang berada di posterior
6. Dimana saja letak mukosa penghidu?
Di atap nasal, di atas konka superior, 1/3 atas septum

30

You might also like