You are on page 1of 16

Makalah Tauhid dan Urgensi-nya bagi Kehidupan Muslim

Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK)

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah

Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II

Disusun oleh :

Kelompok 4

Mochammad Bagas Prayoga (201610370311096)


Hasbul Barri (201610370311079)
Fahmi Dwi Arianto (201610370311066)
Abdul Azis (201610370311106)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


Tahun 2016/2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
TAUHID DAN URGENSI-NYA BAGI KEHIDUPAN MUSLIM tanpa suatu halangan yang
berarti.

Makalah yang berjudul TAUHID DAN URGENSI-NYA BAGI KEHIDUPAN MUSLIM ini
disusun dengan tujuan supaya mahasiswa mampu memahami dengan benar tentang makna Tauhid dan
Urgensinya di dalam kehidupan islam.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu segala saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang
hati.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang
memerlukannya.

Malang, Maret 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Judul Makalah.................................................................................................1

Kata Pengantar................................................................................................2

Daftar Isi...........................................................................................................3

BAB I Pendahuluan.........................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................4
B. Perumusan Masalah....................................................................................................5
C. Tujuan.........................................................................................................................5

BAB II Pembahasan........................................................................................6

1. Pengertian Tauhid sebagai intisari peradaban Islam...................................................6


2. Bagaimana Konsep ajaran Tauhid..............................................................................6
3. Tauhid sebagai Dimensi Metodologi..........................................................................9
4. Dimensi isi Tauhid....................................................................................................12

BAB III Penutup............................................................................................15


1. Kesimpulan...............................................................................................................15
2. Saran.........................................................................................................................15

Daftar Pustaka...............................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang

Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama Islam,
dimana Tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh,
selain juga sebagai inti atau akar daripada Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih
dikanal dengan kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah (Laailaahaillallah)
begitu masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan
kalimat tersebut dalam setiap shalat wajibnya yang lima waktu.

Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang
terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan
persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang
menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan,
sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di
tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya
lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai
agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur
urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya.

Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang
Tauhid sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju kejayaan
demi kejayaan yang tidak pernah tertandingi.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini rumusan makalah yang dapat kami paparkan adalah sbb:

4
1. Apa pengertian Tauhid sebagai inti peradaban Islam ?
2. Bagaimana konsep ajaran Tauhid ?
3. Bagaimana Tauhid dipadang sebagai dimensi metodologis ?
4. Apa saja dimensi isi Tauhid ?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penulisan
makalah ini antara lain :
1. Memahami dan mempelajari Pengertian Tauhid.
2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran Tauhid.
3. Memahami dan mempelajari dimensi metodologi Tauhid.

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. PengertianTauhid sebagai intisari Peradaban islam

Tauhid, dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti Keesaan Allah, mentauhidkan
bearti mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah (Kamus besar Bahasa Indonesia, hal. 907).
Mempercayai bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan
pengatur Alam Semesta. (DR. Abdul Aziz, 1998, hal. 9), Tauhid adalah keyakinan tentang
adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada satu pun yang menyamai-Nya dalam Zat, Sifat
atau perbuatan-perbuatan-Nya. (Prof. Dr. M. Yusuf Musa, 1961, hal. 45) Tauhid adalah
mengesakan Allah SWT dari semua makhluk-Nya dengan penuh penghayatan, dan
keikhlasan beribadah kepada-Nya, meninggalkan peribadatan selain kepada-Nya, serta
membenarkan nama-nama-Nya yang Mulia (asmaul husna), dan sifat-sifat-Nya yang Maha
Sempurna, dan menafikan sifat kurang dan cela dari-Nya. (Shalih Fauzan bin Abdullah al
Fauzan, hal. 15). Demikianlah pengertian Tauhid menurut para ulama ternama, yang intinya
adalah keyakinan akan Esa-nya ketuhanan Allah SWT, dan ikhlasnya peribadatan hanya
kepada-Nya, dan keyakinan atas nama-nama serta sifat-sifat-Nya.

2. Bagaimana Konsep ajaran Tauhid

A. Konsep Ajaran Tauhid

Terkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat kita lihat ayat-ayat Allah yang sedikit banyak
menyinggung ajaran tauhid ini.Di antaranya adalah :
Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tiada
beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.
(TQS. Al Ikhlas: 1-4 )

"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula) para malaikat dan
orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Perkasa, Maha Bijaksana." (TQS. Ali Imran: 18)

6
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah
rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai arasy dari apa yang mereka sifatkan.
(TQS. Al Anbiya: 22 )
Dari sini dapat kita lihat bahwa beriman kepada Allah SWT terwujud dalam empat perkara:
Beriman kepada Wujud Allah,Beriman kepada Rububiyah Allah,Beriman kepada Uluhiyah
Allah ,Beriman kepada Asma dan shifat Allah. Dari keempat perkara tersebut hanya tiga
perkara yang diuraikan dalam makalah ini yaitu :

1. TAUHID RUBUBIYAH
Mengenai tauhid rububiyah ini firman Allah mengatakan :

"Allah yang Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia
bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukkan matahari dan Bulan; masing-masing beredar
menurut waktu yang telah ditentukan. Dia Mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu".
(TQS. Ar-Ra'd: 2)
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu Rabb.
Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nashir
(penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali
(wali). Dan dalam terminologi syariat Islam, istilah Tauhid Rububiyah berarti: Percaya
bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, pengendali alam raya yang dengan
takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-
sunnah-Nya. (DR. Ibrahim bin Muhammad, hal. 141-142)

7
2. TAUHID ASMA dan SIFAT

Firman Allah :

Dan Allah memiliki Asmaul Husna (Nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan. (TQS. al-Araf: 180)
Pengertian dari Tauhid Asma dan Sifat adalah mempercayai bahwa hanya Allah yang
memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala
kekurangan. (Ensiklopedi Islam, jild. V, hal. 92) Atau menetapkan asma dan sifat Allah
berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al Quran maupun
sunnah Rasul-Nya. (DR. Abdul Aziz, hal. 24).

3. TAUHID ULUHIYAH

Tauhid Uluhiyah merupakan salah satu cabang Tauhid dari tiga macam Tauhid yang ada,
yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah manusia harus bertuhan, beribadah,
memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah serta tidak kepada yang lain. Makna
Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah lah Tuhan yang berhak disembah, tidak ada
sekutu bagiNya. (DR. Abdul Aziz bin M. Alu Abdullatief, hal. 13).Tauhid Uluhiyah
merupakan ujung ruh Al Quran, yang karenanya para Rasul diutus, yang karenanya ada
pahala dan siksa, dan karenanya keikhlasan beragama kepada Allah terealisasi. (Ibnu
Taimiyah, Menghindari pertentangan Wahyu dan Akal, hal. 30). Ayat al Qur'an yang
menerangkan tentang Tauhid jenis ini adalah:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak
menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu
menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)

3. Tauhid sebagai Dimensi Metodologi

8
Sebagai intisari peradaban Islam, tauhid mempunyai dua segi atau dimensi : segi metodologis
dan konseptual. Yang pertama menentukan bentuk penerapan dan implementasi prinsip
pertama peradaban ; yang kedua menentukan prinsip pertama itu sendiri.

Dimensi Metodologis

Dimensi metodologis meliputi tiga prinsip; yaitu kesatuan, rasionalisme, dan toleransi.
Ketiganya ini menentukan bentuk peradaban Islam.
Kesatuan. Tak ada peradaban tanpa kesatuan. Jika unsur-unsur peradaban tidak
bersatu, berjalin , dan selaras satu dengan lainnya, maka unsur-unsur itu bukan membentuk
peradaban, melainkan himpunan campur-aduk. Prinsip menyatukan berbagai unsur dan
memasukkan unsur-unsur itu di dalam kerangkanya sangat penting. Prinsip seperti ini akan
mengubah campuran hubungan unsur-unsur satu dengan lainnya menjadi bangunan rapi
dimana tingkat prioritas atau derajat kepentingan dapat dirasakan. \
Peradaban Islam menempatkan unsur-unsur dalam bangunan rapi dan mengatur
eksistensi serta hubungannya berdasarkan pola yang seragam. Unsur-unsur itu sendiri ada
yangasli dan ada yang berasal dari luar. Tidak ada peradaban yang tidak mengambil unsur
dari luar. Yang penting adalah bahwa peradaban mencerna unsur itu, yaitu mempola kembali
bentuk dan hubungannya sehingga menyatu ke dalam sistemnya sendiri. Membentuk unsur
itu dengan bentuknya sendiri sebenarnya mengubahnya menjadi realitas baru sehingga unsur
itu tak lagi eksis sebagai unsur itu sendiri, namun sebagai komponen integral peradaban baru.
Ini bukanlah argumen menentang peradaban bila peradaban itu semata-mata hanya
menambah unsur-unsur asing.
Bila peradaban melakukannya dengan cara terpotong-potong, tanpa pembentukan
ulang, penambahan, atau integrasi. Persisny, unsur-unsur ini semata-mata ada bersama (co-
exist) dengan peradaban. Secara organis, unsur-unsur itu bukan bagian dari peradaban itu.
Namun jika peradaban ini telah berhasil mengubah mereka dan mengintegrasikannya ke
dalam sistemnya, maka proses integrasi menjadi indeks vitalitas, dinamisme dan
kreativitasnya. Dalam setiap peradaban integral, dan tentu saja dalam Islam, unsur-unsur
pembentuknya, baik unsur material, struktural atau relasional, semuanya diikat oleh satu
prinsip utama. Dalam peradaban Islam, prinsip utama ini adalah tauhid. Inilah tongkat
pengukur utama orang Islam, pembimbing dan pencarinya dalam berhadapan dengan agama
dan peradaban lain, dengan fakta atau situasi baru. Yang sejalan dengan prinsip ini diterima
dan diintegrasikan. Yang tidak sejalan ditolak atau dikutuk.

Tauhid atau doktrin keesaan, transenden, dan doktrin keutamaan Tuhan, mengandung
arti bahwa hanya Dia yang patut disembah dan dilayani. Orang yang taat akan hidup

9
berdasarkan prinsip ini. Dia akan berupaya menyelaraskan perbuatannya dengan pola ini,
melaksanakan maksud Ilahiah. Karena itu, kehidupannya harus menunjukkan kesatuan
pikiran dan kehendaknya, tujuan utama pengabdiannya. Kehidupannya tak akan merupakan
serangkaian peristiwa yang disatukan dengan kacau balau. Tetapi, kehidupannya akan
dihubungkan dengan satu prinsip utama, diikat oleh kerangka tunggal yang menyatukan
mereka menjadi kesatuan tunggal. Dengan demikian, kehidupannya memiliki gaya tunggal,
bentuk yang integral singkatnya Islam.

Rasionalisme. Sebagai prinsip metodologis, rasionalisme membentuk intisari


peradaban Islam. Rasionalisme terdiri atas tiga aturan atau hukum : pertama, menolak semua
yang tidak berkaitan dengan realitas; kedua, menafikan hal-hal yang sangat bertentangan;
ketiga, terbuka terhadap bukti baru dan/ atau berlawanan. Hukum pertama melindungi
seorang muslim dari membuat pernyataan yang tidak terujji, tidak jelas terhadap ilmu
pengetahuan.Pernyataan yang kabur, menurut Al-Quran, merupakan contoh zhann
(pengetahuan yang menipu) dan dilarang oleh Tuhan, sekalipun tujuannya dapat diabaikan.
Seorang muslim dapat didefinisikan sebagai orang yang pernyataannya hanyalah kebenaran.
Hukum kedua melindunginya dari kontradiksi di satu pihak, dan paradoks di pihak lain.

Rasionalisme bukan berarti pengutamaan akal atas wahyu tetapi penolakan terhadap
kontradiksi puncak antara keduanya.
Rasionalisme mempelajari tesis-tesis yang bertentangan berulang-ulang, dengan
anggapan bahwa pasti ada segi pemikiran yang terlewat yang jika dipertimbangkan akan
mengungkapkan hubungan yang bertentangan. Rasionalisme juga menggiring pembaca
wahyu- bukan wahyu itu sendiri kepada bacaan lain. Bila dia menangkap makna yang tak
jelas yang kemudian dipikirkannya kembali, maka akan menghapus kontradiksi yang tampak.
Perujukan pada akal atau pemahaman demikian akan memiliki pengaruh penyelarasan bukan
wahyu itu sendiri wahyu tak dapat dimanipulasi manusia tetapi penafsiran atau
pemahamann insani seorang muslim akan wahyu. Ini menjadikan pemahamannya akan
wahyu sejalan dengan bukti kumulatif yang disingkapkan akal. Penerimaan terhadap sesuatu
yang bertentangan atau paradoks sebagai suatu kebenaran hanya menarik orang-orang
berpandangan picik. Muslim yang cerdas adalah seorang rasionalis karena dia menegaskan
kesatuan dua sumber kebenaran yaitu wahyu dan akal.

Hukum ketiga, keterbukaan terhadap bukti baru atau yang bertentangan, melindungi
seorang muslim dari literalisme, fanatisme, dan konservatisme yang menyebabkan stagnasi.
Hukum ketiga ini mencontohkan dia kepada kerendahan hati intelektual. Memaksanya
menambahkan pada penegasan dan penyangkalannya ungkapan Allahu alam (Allah yang
lebih tahu). Karena dia yakin bahwa kebenaran lebih besar daripada yang dapat dikuasainya.

Sebagai penegasan akan keesaan mutlak Tuhan, tauhid merupakan penegasan keesaan
kebenaran. Karena Tuhan, dalam Islam adalah kebenaran. Keesaan-Nya merupakan keesaan
sumber-sumber kebenaran. Tuhan adalah Pencipta alam dari mana manusia mendapat

10
pengetahuannya. Tujuan pengetahuan adalah pola-pola alam yang merupakan karya Tuhan.
Jelas Tuhan mengetahui semuanya karena Dialah penciptanya; dan Dialah sumber wahyu.
Dia memberi manusia pengetahuan-Nya; dan pengetahuan-Nya mutlak dan universal. Tuhan
tidak menipu, tidak dengki, tidak menyesatkan. Dia juga tidak mengubah keputusan-Nya
seperti yang dilakukan manusia ketika membetulkan pengetahuan-Nya, kehendaknya, atau
keputusannya. Tuhan adalah sempurna dan maha tahu. Dia tak pernah salah. Kalau pernah,
Dia tidak akan menjadi Tuhan trasenden agama Islam.

Toleransi. Sebagai prinsip metodologis, toleransi adalah penerimaan terhadap yang


tampak sampai kepalsuannya tersingkap. Dengan demikian toleransi relevan dengan
epistemologi. Ia juga relevan dengan etika sebagai prinsip menerima apa yang dikehendaki
sampai ketaklayakannya tersingkap. Yang pertama disebut saah; yang kedua yusr. Keduanya
melindungi seorang muslim dari menutup diri terhadap dunia dari konservatisme. Keduanya
mendesaknya untuk menegaskan dan mengatakannya terhadap kehidupan, terhadap
pengalaman baru. Keduanya mendorongnya untuk menyampaikan data baru dengan
pikirannya yang tajam, usaha konstruktifnya. Dan dengan demikian memperkaya pengalaman
dan kehidupannya, dan selalau memajukan budaya dan peradabannya.

Sebagai prinsip metodologis di dalam intisari peradaban Islam, toleransi adalah


keyakinan bahwa Tuhan tidak membiarkan umat-Nya tanpa mengutus rasul dari mereka
sendiri. Rasul yang akan mengajarkan bahwa tak ada Tuhan kecuali Allah, dan bahwa mereka
patut menyembah dan mengabdi kepada-Nya, untuk memperingatkan mereka bahaya
kejahatan dan penyebabnya. Dalam hubungan ini, toleransi adalah kepastian bahwa semua
manusia dikaruniai sensus communis, yang membuat manusia dapat mengetahui agama yang
benar, mengetahui kehendak dan perintah Tuhannya. Toleransi adalah keyakinan bahwa
keanekaragaman agama terjadi karena sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinya,
kondisi ruang dan waktunya yang berbeda, prasangka, keinginan, dan kepentingannya. Di
balik keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif, agama fitrah Allah, yang mana manusia
lahir bersamanya sebelum akulturasi membuat manusia menganut agama ini atau itu.
Toleransi menuntut seorang Muslim untuk mempelajari sejarah agama-agama. Tujuannya
untuk menemukan di dalam setiap agama karunia awal Tuhan, yang diajarkan oleh rasul-rasul
yang diutus-Nya di segenap tempat dan waktu.

Dalam agama-dan hampir tak ada yang lebih penting dalam hubungan manusia-
toleransi mengubah konfrontasi dan saling kutuk antar agama menjadi kerjasama penelitian
ilmiah tentang asal-usul dan perkembangan agama. Tujuannya memisahkan penambahan
historis dari wahyu awal yang diterima. Dalam etika, semua bidang penting berikutnya, yusr;

11
mengebalkan seorang Muslim dari kecenderungan menolak kehidupan. Yusr membuatnya
memiliki optimisme yang diperlukan untuk menjaga kesehatan, keseimbangan, dan
kebersamaan, meski kehidupan manusia ditimpa berbagai tragedy dan penderitaan. Tuhan
menjamin makhluk-Nya bahwa dengan kesulitan, Kami menetapkan kemudahan [yusr].
Dan karena Dia memerintahkan mereka untuk menguji setiap pernyataan dan memastikannya
sebelum menilai, maka kaum ushuli (ahli fiqih) melakukan eksperimentasi sebelum menilai
kebaikan atau keburukannya, yang tidak bertentangan dengan perintah Ilahiah yang pasti.

Saah dan yusr langsung berasal dari tauhid sebagai prinsip metafisika etika. Tuhan,
yang menciptakan manusia agar manusia dapat membuktikan dirinya berguna, telah
membuatnya bebas dan mampu bertindak positif di dunia. Menurut Islam, melaksanakan hal
itu adalah maksud eksistensi manusia di bumi.

4. Dimensi isi Tauhid

Tauhid mempunyai beberapa dimensi isi tauhid :

1. Tauhid sebagai Prinsip Pertama Metafisika

Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah berarti berpendapat bahwa Dialah
Pencipta yang mewujudkan segalanya. Dialah sebab utama setiap kejadian, dan tujuan akhir
segala yang ada, bahwa Dialah Yang Pertama dan Terakhir. Bersaksi dengan kebebasan dan
keyakinan, secara sadar memahami isinya, berarti menyadari bahwa segala di sekitar kita,
baik benda atau kejadian, semua yang terjadi di bidang alam, sosial, atau psikis, adalah
tindakan Tuhan, pelaksanaan dari satu atau lebih tujuan-Nya. Begitu tercipta, realisasi seperti
itu menjadi hakikat kedua manusia, yang tak dapat dipisahkan darinya selama terjaga.
Sehingga manusia akan hidup di bawah bayang-bayangnya. Dan dimana manusia mengetahui
perintah dan tindakan Tuhan dalam setiap objek dan peristiwa, maka dia mengikuti inisiatif
Tuhan karena ini semua perintah Tuhan.
Mengamati inisiatif Tuhan dalam alam ebrarti melaksanakan ilmu alam. Karena
inisiatif Ilahiah dalam alam tak lain daripada hukum-hukum yang tak berubah yang
diaugerahkan Tuahn kepada alam. Mengamati inisiatif Ilahiah dalam diri seseorang atau
dalam masyarakat berarti mempelajari ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial. Dan jika
seluruh alam semesta sendiri benar-benar menyingkapkan atau memenuhi hukum alam in,
yang adalah perintahdan kehendak Tuhan, maka alam semesta, menurut orang Muslim
merupakan teater hidup yang digerakkan oleh perintah Tuhan. Teater itu sendiri, dan segala
isinya, Keesaan Tuhan berarti bahwa Dialah Sebab segalanya.
2. Tauhid sebagai prinsip pertama etika

Tauhid menegaskan bahwa Tuhan Maha Esa menciptakan manusia dalam bentuk
terbaik, untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Ini berarti bahwa seluruh keberadaan

12
manusia di muka bumi bertujuan mematuhi Tuhan, menjalankan perintah-Nya. Tauhid juga
menegaskan bahwa tujuan ini termasuk kekhalifahan manusia di muka bumi. Karena,
menurut Al-Quran, Tuhan telah memberikan amanat-Nya kepada manusia, amanat yang tak
mampu dipikul langit dan bumi, dan yang mereka hindari dengan ketakutan. Amanat tuhan
adalah pelaksanaan bagian etika dari kehendak Tuhan.
Hakikatnya menuntut bahwa amanat itu diwujudkan dalam kebebasan dan manusia
adalah satu-satunya makhluk yang mampu melakukannya. Dimanapun kehendak Tuhan
diwujudkan sesuai kebutuhan hukum alam, perwujudannya bukan moral, tetapi mendasar
(elemental) atau bermanfaat (utilitarian). Hanya manusia yang mampu mewujudkannya
dengan kemungkinan melakukan atau tidak melakukannya sama sekali, atau melakukan
sebaliknya atau sebagian. Kemerdekaan manusia untuk mematuhi perintah Tuhanlah yang
menjadikan pelaksanaan perintah moral.
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan, yang pemurah dan bertujuan, tidak
menciptakanmanusia secara main-main, atau sia-sia. Dia menganugerahkan manusia dengan
panca indera, akal dan pemahaman, menjadikannya sempurna dan meniupkan ke dalamnya
ruh-Nya- untuk mempersiapkannya menunaikan tugas besar ini.

3. Tauhid sebagai prinsip pertama aksiologi

Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan umat manusia agar manusia
dapat membuktikan diri bernilai secara moral melalui perbuatannya. Sebagai Hakim agung
dan akhir,Dia memperingatkan bahwa semua perbuatan manusia akan diperhitungkan ;
bahwa perbuatan baik mereka akan diberi pahala, dan perbuatan buruk mereka akan diberi
hukuman. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa Tuhan menempatkan manusia di muka
bumi agar manusia mendiaminya. Agar manusia dapat bekerja di atas bumi, memakan buah-
buahnya, menikmati kebaikan dan keindahannya, dan memakmurkan bumi dan dirinya.
Inilah penegasan dunia : menerima dunia karena dunia tidak berdosa dan baik, diciptakan
oleh Tuhan dan diatur oleh-Nya untuk dimanfaatkan manusia.
Segala yang ada di dunia ini, termasuk matahari dan bulan, tunduk kepada manusia.
Semua ciptaan merupakan teater bagi manusia untuk melakukan perbuatan etikanya sehingga
mewujudkan bagian yang lebih tinggi dari kehendak Ilahi. Manusia bertanggung jawab untuk
memuaskan naluri dan kebutuhannya, dan setiap orang bertanggung jawab satu sama lain.
Manusia berkewajiban mengembangkan sumber daya manusia ke tingkat yang tertinggi yang
mungkin, sehingga semua karunia alam dapat sepenuhnya dimanfaatkan. Dia berkewajiban
mengubah bumi menjadi kebun buah yang produktif dan taman indah. Dalam proses ini dia
dapat mengeksplorasi matahari dan bulan jika perlu. Tentu saja manusia harus menemukan
dan mempelajari pola-pola alam, jiwa manusia, masyarakat. Dia harus mengindustrikan dan
mengembangkan dunia agar dunia menjadi taman dimana Firman Allah diagungkan.
4. Tauhid sebagai prinsip pertama masyarakat

Tauhid menegaskan bahwa umatmu ini umat yang satu, yang Tuhannya adalah Allah.
Karena itu sembah dan mengabdilah pada-Nya Tauhid berarti bahwa orang orang-orang
beriman adalah bersaudara , yang anggotanya saling mencintai dalam Tuhan, mereka saling

13
menasihati untuk berlaku adil dan sabar. Mereka semua berpegang pada tali Allah, dan tidak
berpisah satu sama lain, mereka saling berurusan, menganjurkan kebaikan dan melarang
kejahatan; mereka menaati Allah dan Nabi-Nya.

5. Tauhid sebagai prinsip pertama estetika

Tauhid berarti menyingkirkan Tuhan dari segenap bidang alam. Segala yang
diciptakan adalah makhluk, nontrasenden, tunduk kepada hukum ruang dan waktu. Semuanya
ini tak mungkin Tuhan dalam arti apapun, khususnya arti ontologis yang dinafikan tauhid,
sebagai intisari monoteisme. Tuhan sama sekali bukan ciptaan, sama sekali bukan alam, dan
karena itu Tuhan transenden. Dialah satu-satunya wujud yang trasenden. Tauhid selanjutnya
menegaskan bahwa tak ada yang menyerupai-Nya, sehingga tidak ada ciptaan yang
menyerupai atau melambangkan Tuhan, tak ada yang dapat mewakili-Nya. Jelas secara
definisi Dia tak tergambarkan. Tuhan adalah Dia yang tak ada lembaga estetis apapun yang
mungkin.

BAB III
PENUTUP

14
A. Kesimpulan
Dari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid merupakan inti
pokok agama islam sebagai pengakuan umat islam terhadap pencipta yang mutlak dan tidak
ada yang dituju selainya.Untuk itu dalam firman Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW
dikatakan :
orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah orang-
orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An-nam:82)
Rosullullah bersabda,
Allah taala berfirman, Wahai anak Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku dengan
membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak
menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh
jagad itu pula, (HR.Tirmidzi 3540)

B. Saran
Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini kita dapat mengambil hikmah
betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam dan merupakan faktor terpenting untuk
mengembalikan kejayaan islam pada umat ini.. Untuk itu, kita sebagai generasi penerus
perjuangan Islam harus berusaha sekuat tenaga untuk mengimplementasikan konsep tauhid
dalam semua segi kehidupan kita. Pada akhirnya kita berharap dan berdo'a kepada Allah
SWT supaya mengembalikan kejayaan ummat ini dengan konsep tauhid yang kita amalkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Surin. 1979. Terjemah & Tafsir Al-Qur'an. Bandung: Penerbit Fa. Sumatra.
Tim Penyusun Kamus. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Fauzan, Abd. Fauzan. 1998 at-Taliq al-mukhtashar al-Mufid 'ala kitabi at-Tauhid lissyaikh
muhammad ibn 'abdul Wahhab. Ponorogo : Darussalam Press
Musa, Prof. Dr. M. Yusuf. 1961 Islam suatu kajian komprehensif (Terj.). Jakarta: Rajawali
Press.
2002 Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi
Abdul Latief, M. Alu, DR. Abdul Aziz. 1998 Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan,
Jakarta: Darul Haq.
Taimiyah, Ibnu. 2004 Menghindari Pertentangan Akal dan Wahyu. Malang: Pustaka
Zamzami.
Al-Faruqi, Ismail R dan Lois Lamiyah. 1998. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah
Peradaban Gemilang (terjemahan). Bandung: Mizan.

16

You might also like