You are on page 1of 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENCEGAHAN KONSTIPASI DENGAN MASSAGE ABDOMINAL


PADA LANSIA DI STW KARYA RIA PEMBANGUNAN 1
KHUSUSNYA OMAH I (88 TAHUN) DI RUANG ASTER KAMAR 2

JANE ELISABETH
1610721046

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN


JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2016
KONSTIPASI

A. Definisi
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar,
biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan
kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK,
2000).
Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001).
Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu
keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan
istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal
menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan dari
konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada
kolon, rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).
Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi
buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas
ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi
berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena
konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air
besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita
tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

B. Epidemiologi
Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan
konstipasi yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut
National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk
Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia
65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta
kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan
pencahar (NIDDK, 2000).
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut.
Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun
mengeluhkan konstipasi (Holson, 2002). Di Inggris ditemukan 30% penduduk di
atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar
(Cheskin, dkk 1990). Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh
mendrita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria (Robert-Thomson,
1989). Suatu penelitian yang melibatkan 3000 orang usia lanjut usia di atas 65 tahun
menunjukkan sekitar 34% wanita dan 26% pria meneluh menderita konstipasi
(Harari, 1989).

C. Etiologi
Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi
saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi
sinyal untuk defekasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh
penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut:
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik,
golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi,
antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar.
2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis,
neuropati diabetic.
3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.
4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB,
mengabaikan dorongan BAB, konstipasi imajiner.
5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia,
volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia
kolon.
6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang
olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah parut

D. Patofisiologi
Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot
polos dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek,
kesadran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses
ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang
diikuti relaksasi sfingter anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang
spontan, terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar
pelvis yang dilayani oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan
untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini
akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik
persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses ini.
Patogenesis konstipasi bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel,
mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh
dengan bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan
perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon motorik sigmoid
disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus
myenterikus, sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler
menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar
plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor
opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan efek konstipasif sediaan opiat karena
dapat menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan
menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus
sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita.
Pada penderita konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan
feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih
lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih
lanjut.

E. Manifestasi Klinis
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah: (ASCRS,
2002)
1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2. Mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rectum saat BAB
6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB
7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

F. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana non farmakologik
a. Cairan
Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi.
Kecuali ada kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum
sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk
mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia
cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan yang
berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak bagi mereka
yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi jantungnya stabil.
b. Serat
Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan
waktu transit (transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar
mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Ada juga yang menyarankan
agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari. Serat berasal dari biji-
bijian, sereal, beras merah, buah, sayur, kacang-kacangan. Serat akan
memfasilitasi gerakan usus dengan meningkatkan masa tinja dan
mengurangi waktu transit usus. Serat juga menyediakan substrat untuk
bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak rantai pendek yang
meningkatkan gumpalan tinja. Perlu diingat serat tidaklah efektif tanpa
cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada pasien dengan impaksi
tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat
menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur
terutama pada 2-3 minggu pertama, yang seringkali menimbulkan
ketidakpatuhan obat.
c. Bowel training
Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk
buang air besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum lebih mengembang
karena adanya penumpukan feses. Membuat jadwal untuk buang air besar
merupakan langkah awal yang lebih baik untuk dilakukan pada pasien
tersebut, dan baik juga diterapkan pada pasien usia lanjut yang mengalami
gangguan kognitif. Pada pasien yang sudah memiliki kebiasaan buang air
besar pada waktu yang teratur, dianjurkan meneruskan kebiasaan teresebut.
Sedangkan pada pasien yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air
besar, waktu yang baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan
makan malam.
d. Latihan jasmani
Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana
tetapi bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan
kaki satu setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi mereka yang
tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan
atau diberdirikan disekitar tempat tidur. Positioning bagi pasien usia lanjut
yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi
beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk
mencegah ulkus dekubitus. Tentu saja pasien yang mengalami tirah baring
dapat dibantu dengan menyediakan toilet atau komod dengan tempat tidur,
jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan hati-hati mungkin dapat pula
dilakukan untuk merangsang gerakan usus.
e. Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan
untuk mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti obat yang
diperkirakan menimbulkan konstipasi. Obat antidepresan, obat Parkinson
merupakan obat yang potensial menimbulkan konstipasi. Obat yang
mengandung zat besi juga cenderung menimbulkan konstipasi, demikian
obat anti hipertensi (antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga
narkotik merupakan obat-obatan yang sering pula menyebabkan konstipasi.
2. Tatalaksana farmakologik
a. Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)
Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran.
Sediaan yang ada merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti
pysilium dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti metilselulosa.
Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama efektif dalam
meningkatkan frekuensi dan volume tinja. Obat ini tidak menyebabkan
malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang usia lanjut, tidak seperti bran
yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti menurunkan konstipasi pada
orang usia lanjut dan nyeri defekai pada hemoroid. Sama halnya dengan
serat, obat ini juga harus diimbangi dengan asupan cairan.
b. Pelembut tinja
Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut
usia sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate sodium
bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan permukaan feses untuk
membiarakan air masuk dam memperlunak feses. Docusate sebenarnya tidak
dapat menolong konstipasi yang kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi
pada situasi dimana mangedan harus dicegah.
c. Pencahar stimulant
Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut.
Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi peristaltik
diikuti dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg senna per hari
selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak menyebabkan
kehilangan protein atau elektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi
tinja 8-12 jam setelah pemberian. Orang usia lanjut biasanya memerlukan
waktu yang lebih lama yakni sampai dengan 10 minggu sebelum mencapai
kebiasaan defekasi yang teratur. Pemberian sebelum tidur malam
mengurangi risiko inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus
ditritasi berdasarkan respon individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria
memiliki absorbsi sistemik minimal dan sangat menolong untuk mengatasi
diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan segera setelah makan
pagi secara supositoria untuk mendapatka efek refleks gastrokolik.
Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada
rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali
seminggu.
d. Pencahar hiperosmolar
Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di
dalam kolon keduanya di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi bentuk
laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan karbondioksida. Asam organik
dengan berat molekul rendah ini secara osmotic meningkatkan cairan
intraluminal dan menurunkan pH feses. Laktulosa sebagai pencahar
hiperosmolar terbukti memperpendek waktu transit pada sejumlah kecil
penghni panti rawat jompo yang mengalami konstipasi. Laktulosa dan
sorbitol juga sama-sama menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati
konstipasi pada orang usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya
diberikan 20-30 selama empat kali sehari. Glikol polietelin merupakan
pencahar hiperosmolar yang potensial yang mengalirkan cairan ke lumen
dan merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin adalah pencahar
hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria.
e. Enema
Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon;
hasil yang kurang baik biasanya karena pemberian yang tidak memadai.
Enema harus digunakan secara hati-hati pada usia lanjut. Pasien usia lanjut
yang mengalami tirah baring mungkin membutuhkan enema secara berkala
untuk mencegah skibala. Namun, pemberian enema tertentu terlalu sering
dapat mengakibatkan efek samping. Enema yang berasal dari kran (tap
water) merupakan tipe paling aman untuk penggunaan rutin, karena tidak
menghasilkan iritasi mukosa kolon. Enema yang berasal dari air sabun
(soap-suds) sebaiknya tidak diberikan pada orang usia lanjut.
MASSAGE ABDOMEN

A Pengertian
Tindakan pijatan atau masase yang dilakukan pada area perut untuk
merangsang pergerakan usus besar dan membantu menyembuhkan sembeliit serta
rasa sakit perut intens. Teknik ini sangat bermanfaat terutama saat terjadi masalah-
masalah seperti masalah pencernaan. Perut adalah pusat dan inti dari tubuh. Banyak
kebudayaan di seluruh dunia telah menggunakan teknik ini untuk membantu
penyakit tertentu dan mempertahankan sirkulasi yang tepat di organ visceral. Pijat
ke daerah perut juga dapat mempengaruhi pusat keseimbangan klien sehingga
klien akan nyaman selama dan setelah masase diberikan.

B Tujuan Massage Abdomen


1. menekal laju tekanan darah
2. meningkatkan sirkulasi darah
3. mengendurkan otot, sekaligus merangsang otot yang lemah untuk bekerja
4. menghilangkan nyeri

C Indikasi dan Kontraindikasi


1. Indikasi:
a. Sakit Perut
b. Konstipasi
c. Saraf motorik bladder rendah
2. Kontraindikasi:
a. Saraf motorik bladder tinggi
b. Mentruasi
c. Penggunaan IUD
d. Sesaat setelah pembedahan pada bagian abdomen
e. Terdapat infeksi atau kanker pada region pelvic
f. Inflamasi uterus, bladder, ovarium dan tuba fallopi;
g. Batu ginjal
h. Pijatan yang lurus dan keras setelah makan berat

D . Alat dan Bahan


1. Minyak kayu putih, zaitun, baby oil, minyak terapi atau minyak sesuai dengan
selera.
2. Handuk
3. Stetoskop
4. Jam/stopwatch

E Prosedur Tindakan
a. Siapkan alat dan bahan
b. Jaga privasi klien
c. Jelaskan prosedur dan tujuan intervensi
d. Auskultasi bising usus klien
e. Oleskan minyak pijat di sekitar abdomen. Buka hanya bagian tubuh yang akan
dilakukan pemijatan. Klien posisi tidur telentang
f. Kemudian perawat menggosokkan kedua tangan sampai hangat, mulailah
memijit perut klien dengan pelan-pelan. Gunakan jari-jari dan telapak tangan
untuk menggosok dengan putaran berlawanan dengan arah jarum jam di sekitar
daerah perut, mengikuti jalur kolon yaitu mulai dari kanan ke kiri. Berikan
tekanan secara wajar dengan sedikit tegas ketika memberikan terapi abdominal
massage (pastikan bahwa klien merasa nyaman).
g. Remas seluruh abdomen, pemijatan tidak hanya pada otot perut tetapi juga
menstimulasi organ perut.
h. Untuk memijat usus besar secara keseluruhan, lakukan cicular friction untuk
waktu lama. Dimulai dari area bawah kuadran kiri abdomen sekitar 100 kali per
menit. Gerakan ini mendorong isis kolon menuju rectum.
i. Genggam sebanyak mungkin jaringan abdomen dengan cara mengangkatnya
dan menggetarkannya (gerakan mencubit)
j. Lakukan gerakan meluncur. Dimulai dari satu sisi klien dan raih sisi yang lain
(berlawanan). Tarik bagian tubuh (abdomen) klien ke arah pemijat. Ketika satu
tangan sudah selesai memijat, tangan yang lain memulainya
k. Pindah ke sisi lain dan ulangi langkah ke tujuh di sisi lain tubuh klien.
l. Setelah selesai auskultasi kembali bising usus klien
DAFTAR PUSTAKA

Abdominal Massage. http://www.mayamassage.co.uk/

Beck, M.F. Theory and Practice of Therapeutic Massage.

Geriatric Massage. http://www.bellevuemassagetherapy.com/geriatric-massage.html


(diakses pada 19 Maret 2013)

Ryan mcvay. Message Abdomen for healthy.


http://healing.about.com/od/massagestyles/a/chi-nei-tsang.html. (diakses pada (9
Mei 2013)

You might also like