You are on page 1of 7

KONFLIK KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN PESISIR

TINJAUAN HUKUM KEHUTANAN

Hertha Frederika Septory


Program Pascasarjana Universitas Nusa Cendana-NTT
Jln. Adisucipto, Penfui, Kota Kupang, NTT
email : herthafrederikaseptory@yahoo.co.id

Abstract

This research find thatmangroveforestaretheforestandcoastal resourcesso beregulated inLaw Number


41 on 1999andLaw Number27 on 2007. According to theprinciple of lexspecialisderogatlegi lex
generalisandlexposterioriderogatlegi lex priorithatmanagement authorityforestownedbythe Ministryof
Forestryshould be interpretedbackoutsidecoastal areaswhich becomes its authoritythe Ministryof
Maritime AffairsandFisheries.

Keywords : Conflict, Authority, Management Of Coastal Forest And Forestry Law

Abstrak

Penelitian ini menemukan bahwa hutan mangrove merupakan hutan dan salah satu sumber daya
pesisir sehingga diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007.Menurut asas lex specialis derogat legi lex generalis dan lex posteriori derogat legi lex
prioribahwa kewenangan pengelolaan hutan yang dimiliki oleh Kementerian Kehutanan harus
diinterpretasi kembali di luar wilayah pesisir yang menjadi kewenangannya Kementerian Kelautan dan
Perikanan.

Kata Kunci : Konflik, Kewenangan, Pengelolaan Hutan Pesisir Dan Hukum Kehutanan

A.Pendahuluan
1.Latar Belakang
Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang dipengaruhi oleh pasang surut. 1 Selanjutnya,
Nomor 41 Tahun 1999 bahwa Penguasaan hutan berkaitan dengan wewenang Kementerian
meliputi semua hutan di dalam wilayah Republik Kehutanan dalam mengelola hutan mangrove dan
Indonesia termasuk kekayaan alam yang kawasan lahan hutan mangrove menurut Pasal 4
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pencantuman bahwa penguasaan hutan oleh Negara memberi
semua hutan dan termasuk kekayaan alam yang wewenang kepada pemerintah (yang dalam hal ini
terkandung di dalamnya dalam substansi ketentuan adalah Kementerian Kehutanan) untuk mengatur
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan
1999 memiliki makna hukum bahwa hutan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,
mangrove dan kekayaan alam yang terkandung di menetapkan status tertentu sebagai kawasan hutan
dalam hutan mangrove pun termasuk di dalamnya. atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan
Hal ini dikarenakan hutan mangrove diklasifikasikan dan mengatur dan menetapkan hubungan-
sebagai hutan. Nuddin Harahab menyatakan bahwa hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta
ada beberapa definisi lain tentang hutan mangrove mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai
adalah hutan yang tumbuh di daerah tropis dan sub- kehutanan. Salah satu wewenang yang dimiliki oleh
tropis di sepanjang pantai atau estuari dan
1
Sholahuddin Harahap, syiar hukum, www.hukum unisba.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Juli 2013.

453
MMH, Jilid 43 No. 3 Juli 2014

Kementerian Kehutanan adalah menetapkan dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut atau
kawasan hutan mangrove menjadi kawasan dengan kata lain bahwa wilayah yang merupakan
konservasi. habitat hidupnya mangrove.2
Menurut Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Lebih lanjut, pasal lainnya yang memperkuat
Nomor 41 Tahun 1999 bahwa Kementerian pengaturan hutan mangrove dalam Pasal 1 ayat (4)
Kehutanan menetapkan hutan berdasarkan fungsi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang
pokok yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan menyatakan bahwa mangrove merupakan salah
hutan produksi. Penetapan hutan mangrove satu sumber daya pesisir.Salah satu wewenang
sebagai hutan konservasi merupakan salah satu yang sama-sama dimiliki oleh Kementerian
bagian dari tiga tahapan pengukuhan kawasan Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan
hutan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perikanan yaitu wewenang menetapkan kawasan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor: hutan mangrove menjadi kawasan konservasi, yang
P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan diatur dalam Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang
Hutan.Lebih lanjut, Pasal 24 ayat (5) Peraturan Nomor 27 Tahun 2007 bahwa Menteri Kelautan dan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perikanan menetapkan kategori kawasan
Perencanaan Kehutanan mengatur bahwa Menteri konservasi, kawasan konservasi nasional, pola dan
Kehutanan juga berwenang menetapkan fungsi tata cara pengelolaan kawasan konservasi dan hal
kawasan hutan berdasarkan kriteria. Dengan lain yang dianggap penting dalam pencapaian
demikian, Menteri Kehutanan juga berwenang tujuan tersebut. Hal inilah yang menimbulkan konflik
menetapkan fungsi kawasan hutan mangrove baik kewenangan antara Kementerian Kehutanan
sebagai hutan lindung atau hutan produksi ataukah dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
sebagai hutan konservasi. Sesungguhnya, kewenangan yang dimiliki oleh
Sesungguhnya kewenangan Kementerian Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak saja
Kehutanan dalam pengelolaan hutan mangrove meliputi penetapan kawasan hutan mangrove
yang ditegaskan beberapa ketentuan pasal dalam sebagai kawasan konservasi, tapi juga meliputi dari
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 meliputi dari hal perencanaan sampai dengan perlindungan
hal perencanaan sampai dengan hal pengawasan. hutan mangrove dan kawasan hutan mangrove
Konflik kewenangan dalam pengelolaan hutan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
mangrove dan kawasan hutan mangrove muncul Nomor 27 Tahun 2007. Dengan demikian,
ketika diberlakukannya Undang-Undang Nomor 27 munculnya konflik kewenangan diantara
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan
dan Pulau-Pulau Kecil tanggal 17 Juli 2007. Dalam Kementerian Kehutanan akan tetap terjadi karena
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 ruang lingkup berlakunya kedua undang-undang
mencantumkan bahwa Ruang lingkup pengaturan tersebut adalah pengelolaan hutan mangrove dan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi kawasan hutan mangrove.
daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, 2. Metode Penelitian
ke arah darat mencakup wilayah administrasi Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif
kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) yang menggunakan data sekunder, di mana terdiri
mil laut diukur dari garis pantai. Dengan demikian, dari bahan hukum yaitu primer, sekunder dan tersier.
kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Metode pendekatan yang digunakan adalah Statute
mulai dari arah darat (kawasan hutan pesisir) approach dan Conceptual approach. Aspek-aspek
sampai ke arah laut sejauh 12 mil laut yang diukur yang diteliti adalah pengaturan hukum mengenai
dari garis pantai. Ruang lingkup pengaturan wilayah kewenangan dalam pengelolaan hutan mangrove,
pesisir dan pulau-pulau kecil ini pun meliputi wilayah konflik pengaturan hukum mengenai kewenangan
pesisir, di mana wilayah pesisir adalah daerah dalam pengelolaan hutan mangrove dan
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang penyelesaian konflik kewenangan dalam
2
M. Yahya Harahap, 1997, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 115.

454
Herta Frederika Septory, Konflik Kewenangan Dalam Pengelolaan Hutan Pesisir

pengelolaan hutan mangrove. Penelitian ini mandat. Negara Indonesia selain membentuk
menggunakan teknik studi dokumen dan kewenangan, juga pula membentuk lembaga
kepustakaan sebagai teknik pengumpulan bahan negara untuk melaksanakan kewenangan yang
hukum. Teknik pengolahan bahan hukumnya adalah dibuatnya tersebut, seperti kewenangan di bidang
inventarisasi, sistematisasi, klasifikasi dan verifikasi. lingkungan hidup diberikan kepada Kementerian
Bahan hukum dalam penelitian ini akan dianalisis Lingkungan Hidup dan lain-lain.
secara yuridis deskriptif. Menurut Kuntjoro Purbopranoto bahwa
pemerintah dalam arti luas adalah kegiatan negara
3. Kerangka Teori dalam melaksanakan kekuasaan politiknya,
Menurut Immanuel Kant bahwa ada empat ciri mencakup ketiga kekuasaan negara dalam ajaran
dari negara hukum yaitu sebagai berikut :3 trias politica yang digagas oleh Montesquieu yaitu
pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi kekuasaan pembentukan undang-undang (la
manusia, pemisahan kekuasaan, penyelenggaraan puissance legislative), kekuasaan pelaksana (la
pemerintahan berdasarkan undang-undang dan puissance executive) dan kekuasaan peradilan (la
adanya peradilan administrasi negara untuk puissance de juger).7Selain itu juga, Nata Saputra
menyelesaikan kasus pelanggaran hukum oleh menjernihkan pengertian istilah pemerintah dan
pemerintah. Berkaitan dengan pemisahan atau pemerintahan dengan baik, yaitu8 pemerintah
pembagian kekuasaan, terdapat dua jenis yaitu berarti organ yang menjalankan pemerintahan dan
secara horizontal dan vertikal. Pemisahan atau pemerintahan sebagai pelaksanaan tugas dan
pembagian kekuasaan secara horizontal fungsi pemerintah.Di Negara Indonesia, lembaga
menunjukkan bahwa kekuasaan tersebut dibagi pemerintahan yang satu dengan yang lainnya tidak
menjadi kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif secara murni berpisah, tetapi lembaga-lembaga
dan kekuasaan yudikatif4, sedangkan secara tersebut memiliki hubungan baik secara vertikal
vertikal yaitu pembagian kekuasaan yang (yaitu meliputi pengawasan, kontrol dan lain-lain)
menimbulkan hubungan yang bersifat atasan dan maupun hubungan horizonal (yaitu perjanjian
bawahan, dalam artian antara pemerintah pusat kerjasama di antara para pejabat yang berada pada
dengan pemerintah daerah. Pengertian kekuasaan tingkat yang sama).9
seringkali disejajarkan dengan istilah kewenangan.
Menurut Philipus M. Hadjon bahwa istilah B. Hasil dan Pembahasan
wewenang dengan istilah bevoegdheid dalam 1. Konflik Kewenangan Dalam Pengelolaan
istilah hukum Belanda. Kedua istilah ini terdapat Hutan Mangrove
sedikit perbedaan yang terletak pada karakter a. Wewenang di bidang konservasi
hukumnya, yaitu istiah bevoegdheid digunakan Ada beberapa wewenang di bidang konservasi
baik dalam konsep hukum publik maupun dalam yang menimbulkan konflik kewenangan dalam
konsep hukum privat, sementara istilah wewenang pengelolaan hutan mangrove yaitu sebagai berikut:
atau kewenangan selalu digunakan dalam konsep 1). Wewenang mengajukan penetapan kawasan
hukum publik.5 Kewenangan yang terkandung di hutan mangrove menjadi kawasan konservasi
dalamnya hak dan kewajiban adalah Kemampuan yaitu menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan
untuk melakukan tindakan hukum tertentu (yaitu Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :
tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan
menimbulkan akibat hukum dan mencakup Kawasan Hutan bahwa gubernur atau
mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum bupati/walikota berwenang mengajukan
tertentu). Hak berisi kebebasan untuk melakukan penetapan kawasan mangrove menjadi
atau tidak melakukan tindakan tertentu sedangkan kawasan konservasi, sedangkan Pasal 10 ayat
kewajiban memuat keharusan untuk melakukan (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
atau tidak melakukan tindakan tertentu. 6 Nomor : PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan
Kewenangan bersumber dari atribusi, delegasi dan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
3
Pengadilan Negeri Bandung, 2008, Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi di Pengadilan Negeri Bandung, Bandung, Sekretariat Pengadilan Negeri/Hub Industrial,
hlm. 7-8.
4
Agnes M. Toar, dkk, 1995, Seri Dasar Hukum Ekonomi 2 Arbitrase di Indonesia. Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 11.
5
Mas Ahmad Santosa dan Anton L.P. Hutapea, 1992, Mendayagunakan Mekanisme Alternatif penyelesaian Sengketa Lingkungan (MAPS) di Indonesia.,Jakarta,
USAID dan WALHI, hlm. 3.
6
Suyud Margono, 2000, ADR (Alternatif Dispute Resolution and Arbitrase) Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 59.
7
I Made Sukadana, 2012, Mediasi Peradilan, Jakarta Pustaka Prestasi,hlm, 188.
8
M. Yahya Harahap, 1995, Mencari Sistem Alternatif Penyelesaian Sengketa, Varia Peradilan, No. 21, hlm. 116-117.

455
MMH, Jilid 43 No. 3 Juli 2014

Kecil menyatakan bahwa orang perseorangan, menetapkan kawasan konservasi nasional).


kelompok masyarakat, perguruan tinggi, Dengan demikian, kawasan hutan mangrove
lembaga penelitian, badan hukum, Kementerian yang ditetapkan menjadi kawasan konservasi di
Kelautan dan Perikanan atau Dinas Kelautan tingkat nasional dilakukan baik oleh Menteri
dan Perikanan Provinsi dan Dinas Kelautan dan Kehutanan maupun Menteri Kelautan dan
Perikanan Kabupaten/Kota. Berdasarkan hal Perikanan.
tersebut, maka menimbulkan konflik terkait b. Wewenang Memberikan Izin Penelitian kepada
dengan siapa yang berwenang mengajukan Peneliti Asing
usulan penetapan kawasan hutan mangrove Menurut Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang
menjadi kawasan konservasi. Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa izin
2) . Wewenang menetapkan panitia tata batas yaitu melakukan penelitian kehutanan di Indonesia dapat
menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri diberikan kepada peneliti asing dengan mengacu
Kehutanan Republik Indonesia Nomor : kepada peraturan perundang-undangan yang
P.47/Menhut-II/2010 tentang Panitia Tata Batas berlaku. Lebih lanjut, Pasal 22 ayat (1) Peraturan
Kawasan Hutan bahwa Menteri Kehutanan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2010 tentang
berwenang menetapkan panitia tata batas Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan
(panitia tata batas tersebut bertugas untuk dan Pelatihan Kehutanan menyatakan bahwa
melakukan penataan batas baik di luar kawasan lembaga litbang asing, peneliti asing, perguruan
hutan dan fungsi kawasan hutan maupun tinggi asing, atau badan usaha asing dapat
kawasan konservasi perairan, di mana menyelenggarakan litbang kehutanan setelah
termasuk juga kawasan hutan mangrove yang mendapatkan izin dari instansi Pemerintah sesuai
ditetapkan menjadi kawasan konservasi), ketentuan peraturan perundang-undangan.
sedangkan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Menteri Dengan demikian, peneliti asing yang ingin
Kelautan dan Perikanan Nomor : menyelenggarakan penelitian kehutanan harus
PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan terlebih dahulu mendapatkan izin dari Kementerian
Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kehutanan.
Kecil yang menyatakan bahwa Menteri Selanjutnya, menurut Pasal 45 ayat (1) Undang-
Kelautan dan Perikanan, bupati atau walikota Undang Nomor 27 Tahun 2007 bahwa setiap
sesuai dengan kewenangannya menetapkan orang asing yang melakukan penelitian di
panitia tata batas (panitia tata batas ini akan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil wajib
melakukan tata batas di kawasan konservasi terlebih dahulu memperoleh izin dari
pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemerintah. Dengan demikian, setiap peneliti
3). Wewenang menetapkan kawasan hutan asing yang ingin melakukan penelitian di
mangrove menjadi kawasan konservasi yaitu wilayah pesisir (habitat hidupnya hutan
menurut Pasal 24 ayat (5) Peraturan Pemerintah mangrove), maka peneliti asing tersebut wajib
Nomor 44 Tahun 2004 bahwa Menteri terlebih dahulu memperoleh izin dari
Kehutanan berwenang menetapkan kawasan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
hutan mangrove menjadi kawasan konservasi c. Wewenang Melakukan Evaluasi Pelaksanaan
(Menteri Kehutanan berwenang menetapkan Rehabilitasi Hutan Mangrove
semua kawasan hutan menjadi kawasan Menurut Pasal 53 ayat (1) Peraturan Pemerintah
konservasi baik di tingkat nasional maupun Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan
daerah), sedangkan Pasal 28 ayat (6) Undang- Reklamasi Hutan bahwa Menteri Kehutanan,
Undang Nomor 27 Tahun 2007 menyatakan gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan kewenangannya melakukan pembinaan,
berwenang menetapkan kawasan hutan pengendalian dan pengawasan. Lebih lanjut, Pasal
mangrove menjadi kawasan konservasi 53 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun
(Menteri Kelautan dan Perikanan hanya 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
9
Indonesian Institute for Conflict Transformation (IICT), 2008, Bahan Ajar Pelatihan Mediator, Jakarta, IICT, 22 Agustus, tanpa nomor halaman.

456
Herta Frederika Septory, Konflik Kewenangan Dalam Pengelolaan Hutan Pesisir

menyatakan bahwa untuk menjamin tertibnya Kesatuan pengelolaan hutan lindung dan kesatuan
penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan, pengelolaan hutan produksi, tapi Menteri Kehutanan
Menteri Kehutanan dalam melaksanakan dapat menugaskan gubernur untuk melakukan
kewenangannya melakukan pembinaan, melakukan pembinaan, pengendalian dan
pengendalian, dan pengawasan terhadap kebijakan pengawasan teknis atas penyelenggaraan
gubernur dan bupati/ walikota. Menurut Pasal 55 sebagaimana dimaksud di pada ayat (1) di atas.
ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Lebih lanjut, dalam Pasal 59 ayat (1) Peraturan
Nomor 76 Tahun 2008 bahwa: (1) pengendalian Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :
meliputi kegiatanmonitoring, evaluasi, pelaporan P.4/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Reklamasi
dan tindak lanjut, (2) kegiatan monitoring dilakukan Hutan menyatakan bahwa kegiatan pemantauan
untuk memperoleh data dan informasi, kebijakan dan pembinaan teknis terhadap pelaksanaan
dan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan reklamasi hutan dilakukan paling sedikit 1 (satu)
dan (3) kegiatan evaluasi dilakukan untuk menilai tahun sekali. Kegiatan pemantauan dan pembinaan
keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan teknis reklamasi tingkat pusat dilakukan oleh
reklamasi hutan yang dilakukan secara periodik. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran
Selanjutnya, menurut Pasal 14 ayat (1) Sungai dan Perhutanan Sosial cq. Direktorat Bina
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 121 Rehabilitasi Hutan dan Lahan sebagaimana yang
Tahun 2012 tentang Rehabilitasi Wilayah Pesisir diatur dalam Pasal 62 ayat (1) Peraturan Menteri
dan Pulau-Pulau Kecil bahwa monitoring dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.4/Menhut-
evaluasi rehabilitasi dilakukan oleh menteri II/2011. Lebih lanjut, diatur dalam Pasal 66 ayat (1)
Kelautan dan Perikanan, Menteri yang peraturan Menteri Kehutanan ini bahwa Direktur
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan atas nama
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran
gubernur, bupati/walikota sesuai dengan Sungai dan Perhutanan Sosial menugaskanBalai
kewenangannya. Dengan demikian, dapat Pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) untuk
disimpulkan bahwa Menteri Kelautan dan melaksanakan pemantauan dan pembinaan teknis
Perikanan, Menteri yang menyelenggarakan reklamasi, terutama dikaitkan dengan pemantauan
urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan kondisi tata air pada daerah aliran sungai yang
pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, bersangkutan, disamping pemantauan terhadap
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya kemajuan pelaksanaan reklamasi hutan.
melakukan monitoring dan evaluasi pada tahap Selanjutnya, kegiatan pemantauan dan pembinaan
pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove. teknis reklamasi tingkat daerah dilakukan oleh
d.Wewenang Melakukan Pemantauan Atau gubernur, bupati/walikota sesuai dengan
Monitoring Kegiatan Reklamasi Di Kawasan kewenangannya sebagaimana yang diatur dalam
Hutan Mangrove Pasal 63 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan
Menurut Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Republik Indonesia Nomor : P.4/Menhut-II/2011.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Lebih lanjut, dalam Pasal 63 ayat (2) Peraturan
Nomor : P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :
Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan P.4/Menhut-II/2011 menyatakan bahwa dalam
Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan pelaksanaan pemantauan dan pembinaan teknis
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi bahwa Gubernur, Bupati/ Walikota menugaskaninstansi
Menteri Kehutanan melakukan pembinaan, teknis yang menangani urusan kehutanan dan dapat
pengendalian dan pengawasan teknis atas melibatkan instansi terkait.
penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan Tugas pemantauan dan pembinaan teknis yang
rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, dilakukan oleh Dinas Kehutanan yang ditunjuk oleh
penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan bupati/walikota yaitu salah satunya adalah untuk
reklamasi hutan dan perlindungan hutan oleh memantau perkembangan reklamasi/revegetasi.
10
Ibid.
11
Ibid.

457
MMH, Jilid 43 No. 3 Juli 2014

Hal senada juga dilakukan oleh Dinas Kehutanan Perikanan Republik Indonesia Nomor:17/PERMEN-
yang ditunjuk oleh gubernur seperti yang diatur KP/2013. Berdasarkan penjelasan di atas,
dalam Pasal 65 Peraturan Menteri Kehutanan walaupun peraturan-peraturan ters ebut
Republik Indonesia Nomor : P.4/Menhut-II/2011 menggunakan kata-kata yang berbeda, tapi
bahwa Pemantauan dan pembinaan teknis memiliki arti yang sama seperti monitoring yang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilakukan berarti memantau, selanjutnya istilah evaluasi yang
oleh dinas teknis yang ditunjuk oleh gubernur, untuk berarti menilai atau penilaian.
memantau antara lain perkembangan pelaksanaan 2. Penyelesaian Konflik Kewenangan Dalam
penataan batas; pelaksanaan pengamanan Pengelolaan Hutan Mangrove
kawasan hutan, perkembangan pelaksanaan a. Asas Lex Specialis Derogat Legi Lex Generalis
penggunaan kawasan hutan dan Asas lexspecialis derogat legi lex generalis ini
reklamasi/revegetasi. Setelah melakukan kegiatan menetapkan bahwa kewenangan dalam
pemantauan reklamasi, maka hasil pemantauan pengelolaan hutan mangrove dimiliki oleh
tersebut harus dilaporkan. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas
Selanjutnya, apabila pengaturan hukum kehutanan Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Dinas
dikaitkan dengan pengaturan hukum kelautan dan Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota,
perikanan, maka menimbulkan konflik, karena sedangkan kewenangan dalam pengelolaan semua
dalam Pasal 31 ayat (1) Peraturan Presiden hutan yang dimiliki oleh Kementerian Kehutanan
Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang harus diinterpretasi kembali (reinterpretation)
Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai peraturan yang berlaku di luar wilayah
menyatakan bahwa Monitoring dan evaluasi pesisir (wilayah yang terdapat hutan pesisir seperti
reklamasi dilakukan oleh Menteri, Menteri yang hutan mangrove) yang menjadi wewenang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Dinas
gubernur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sesuai
sesuai dengan kewenangannya. Lebih lanjut, Pasal pengaturan Undang-Undang Nomor 27 Tahun
31 ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia 2007.Sesungguhnya wewenang yang dimiliki oleh
Nomor 122 Tahun 2012 menyatakan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan telah diatur dalam
Monitoring dan evaluasi sebagaimana yang Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) Undang-
dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tahap Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
pelaksanaan reklamasi agar sesuai dengan Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, melalui
perencanaan dan izin lingkungan. Dengan ketentuan hukum tersebut Dinas Kelautan dan
demikian, apabila diperhatikan substansi ketentuan Perikanan Provinsi juga melakukan
Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden kewenangannya di wilayah pesisir (habitat hidupnya
Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 bahwa hutan mangrove) tersebut. Walaupun Undang-
Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri yang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pemerintahan Daerah telah direvisi, tapi
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, kewenangan tersebut masih tetap diatur dalam
gubernur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk aturan yang baru yaitu dalam Pasal Pasal 18 ayat
berwenang melakukan monitoring dan evaluasi (1), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 32
pelaksanaan kegiatan reklamasi agar sesuai Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
dengan perencanaan dan izin lingkungan. b. Asas Lex Posteriori Derogat Legi Lex Priori
Selanjutnya, gubernur dan bupati/walikota Asas hukum yang digunakan untuk
menyampaikan laporan pelaksanaan reklamasi menyelesaikan konflik kewenangan ini adalah asas
kepada Menteri Kelautan dan Perikanan setiap 6 lex posteriori derogat legi lex priori, di mana asas ini
(enam) bulan sebagaimana yang diatur dalam Pasal menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 27
39 ayat (2) Peraturan Menteri Kelautan dan Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
12
Pasal 18 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
13
Pasal 24 A ayat (1) UUD 1945.
14
Pasal 28 UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

458
Herta Frederika Septory, Konflik Kewenangan Dalam Pengelolaan Hutan Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil mengenyampingkanUndang- dalam berbagai undang-undang secara teliti


Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. serta menghubungkan substansi ketentuan
Oleh karena itu,kewenangan Kementerian undang-undang tersebut dengan undang-
Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi dan Dinas undang yang sementara dibentuk, agar adanya
Kabupaten/Kota dalam pengelolaan hutan harmonisasi hukum atau sinkronisasi hukum di
mangrove harus diinterpretasi kembali antara undang-undang tersebut.
(reinterpretation) sebagai peraturan yang berlaku
sebagai peraturan yang berlaku di luar wilayah DAFTAR PUSTAKA
pesisir (wilayah yang terdapat hutan pesisir seperti
hutan mangrove) yang menjadi wewenang Agnes, M. Toar, dkk, 1995, Seri Dasar Hukum
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Ekonomi 2 Arbitrase di Indonesia, Jakarta:
Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Dinas Ghalia Indonesia
Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sesuai Harahap, M. Yahya, 1995, Mencari Sistem Alternatif
pengaturan hukum menurut Undang-Undang Penyelesaian Sengketa, Varia Peradilan, No. 21
Nomor 27 Tahun 2007. Harahap, M. Yahya, 1997, Beberapa Tinjauan
Mengenai Sistem Peradilan Dan Penyelesaian
C. Simpulan dan Saran Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat Indonesian Institut for Conflict Transformation
disimpulkan sebagai berikut : (IICT), 2008, Bahan Ajar Pelatihan Mediator",
1. Terdapat konflik norma dalam pengelolaan Jakarta : IICT. 22 Agustus 2008.
hutan mangrove antara Undang-Undang Nomor Margono, Suyud, 2000, ADR (Alternatif Dispute
41 Tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor Resolution and Arbitrase) Proses Pelembagaan
27 Tahun 2007 sebagaimana tercermin dalam dan Aspek Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia
beberapa yaitu Pasal 6 ayat (2) Undang- Pengadilan Negeri Bandung, 2008, Penyelesaian
Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Pasal 24 Sengketa Melalui Mediasi di Pengadilan Negeri
ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun Bandung, Bandung: Sekretariat Pengadilan
2004 yang berkonflik dengan Pasal 28 ayat (6) Negeri/Hub Industrial
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang Santosa, Mas Ahmad dan Anton L.P. Hutapea,
terkait dengan wewenang menetapkan 1992, Mendayagunakan Mekanisme Alternatif
kawasan hutan mangrove menjadi kawasan penyelesaian Sengketa Lingkungan (MAPS) di
konservasi, serta peraturan pelaksana lainnya. Indonesia.,Jakarta: USAID dan WALHI
2. Pola penyesuaian konflik kewenangan dalam Sholahuddin Harahap, syiar hukum, www.hukum
pengelolaan hutan mangrove dilakukan dengan unisba.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Juli 2013.
menggunakan asas atau prinsp hukum yaitu Sukadana, I Made, 2012, Mediasi Peradilan,
asas lex specialis derogat legi lex generalis dan Jakarta: Pustaka Prestasi
asas lex posteriori derogat legi lex priori. Undang-Undang Dasar 1945, 2012, Semarang:
Berdasarkan simpulan tersebut, maka Penerbit Aneka Ilmu
disarankan bahwa : Undang-Undang RI Nomor 03 Tahun 2009 tentang
1. Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dalam Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
membentuk peraturan baru mengenai 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
pengelolaan hutan mangrove, sebaiknya Junaidi, Blog : http://filerakyat.blogspot.com.
memperhatikan asas hukum yaitu asas Diakses Pada Tanggal 5 April 2013.
specialis derogat legi lex generalis dan asas lex Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang
posteriori derogat legi lex priori. Kekuasaan Kehakiman, Situs :
2. Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden www.hukumonline.com, Diakses Pada Tanggal
sebelum memberlakukan suatu undang- 5 April 2013.
undang harus memeriksa dan mempelajari
substansi ketentuan hukum yang terdapat
15
Pasal 32 UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

459

You might also like