You are on page 1of 260

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infeksi Nosokomial atau infeksi rumah sakit, yang saat ini disebut sebagai
Healthcare Associated Infection (HAIs) yaitu infeksi berhubungan dengan asuhan
pelayanan kesehatan, merupakan masalah serius bagi semua institusi pelayanan kesehatan
di seluruh dunia, baik di negara yang sudah maju maupun yang sedang berkembang.
Menurut data WHO sekitar 3 % 21 % atau rata rata 9 % terjadi infeksi di institusi
pelayanan kesehatan. Kejadian infeksi ini dapat menghambat proses penyembuhan dan
pemulihan pasien, bahkan dapat menimbulkan peningkatan morbiditas , mortalitas, dan
memperpanjang lama hari rawat, sehingga biaya meningkat dan akhirnya mutu
pelayanan di institusi pelayanan kesehatan akan menurun. Tak dipungkiri lagi untuk masa
yang akan datang akan dapat timbul tuntutan hukum bagi institusi pelayanan kesehatan.
Institusi pelayanan kesehatan selain memberikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif juga memberikan pelayanan preventif dan promotif. Pelayanan preventif
harus menjadi perhatian bagi seluruh pemberi pelayanan kesehatan dimana saja dan kapan
saja pelayanan kesehatan diberikan. sehingga kejadian infeksi sehubungan dengan
pelayanan kesehatan dapat dicegah atau diminimalkan
Oleh karena hal tersebut diatas sudah saatnya semua institusi pelayanan kesehatan harus
melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial atau HAIs.
Salah satu program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial atau HAIs adalah
pelatihan dan pendidikan .
Untuk itu Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia sebagai suatu organisasi
profesi dibidang pelayanan kesehatan sesuai dengan misinya mengadakan pelatihan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Institusi Pelayanan Kesehatan.

TUJUAN PELATIHAN
Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tenaga
pemberi pelayanan kesehatan tentang bagaimana pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial atau HAIs dilasanakan., sehingga infeksi dapat dicegah atau diminimalkan.

1
SASARAN PELATIHAN
Semua staf rumah sakit , komite dan tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
,khususnya yang berhubungan langsung dengan pemberian asuhan pelayanan kesehatan

2
BAB II

KEBIJAKAN KEMENKES DALAM


PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT
DAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN LAINNYA

PENDAHULUAN

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang profesional, bermutu sesuai dengan standar yang sudah
ditentukan.

Pasien yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan sebagai pemberi


pelayanan kesehatan dan pengunjung serta masyarakat di rumah sakit dihadapkan pada
risiko terjadinya infeksi rumah sakit atau infeksi nosokomial yaitu infeksi yang didapat di
rumah sakit. Angka infeksi nosokomial terus meningkat (Al Varado, 2000) mencapai
sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit
seluruh dunia.

Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit perlu diterapkan


pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan, pengawasan, serta monitoring dan evaluasi.

Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting


karena merupakan gambaran mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir-akhir ini muncul
berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti Methycillin
Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin Resistance Enterococci (VRE) dan Multi
Resistance Bacteremia (MRB) .

Wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit infeksi Nosokomial sulit
diperkirakan timbulnya, sehingga kewaspadaan melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi perlu terus ditingkatkan.

3
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting untuk mendapat dukungan
dan komitmen dari pimpinan rumah sakit dan seluruh petugas pelayanan kesehatan.

Tujuan

Tujuan Umum :

Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya
melalui pencegahan dan pengendalian infeksi di semua departemen / unit di rumah sakit,
meliputi kualitas pelayanan, manajemen risiko, clinical governance, serta kesehatan dan
keselamatan kerja.

Tujuan Khusus :

- Sebagai pedoman bagi Direktur Rumah Sakit dalam membentuk organisasi,


menyusun uraian tugas, program, wewenang dan tanggung jawab secara jelas.

- Menggerakkan segala sumber daya yang ada di rumah sakit secara efektif dan
efisien dalam pelaksanaan PPI.

- Menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit secara


bermakna.

- Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI


Sasaran

Pimpinan, Pengambil Kebijakan di Rumah Sakit dan Petugas Pelayanan Kesehatan di


rumah sakit tanpa kecuali.

Kebijakan dan dasar hukum

Visi, misi dan tujuan dari pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit merupakan
bagian dari visi, misi, tujuan rumah sakit itu sendiri. Pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit juga merupakan bagian dari penerapan standar pelayanan rumah

4
sakit sehingga keberhasilannya dapat ditampilkan untuk kelengkapan akreditasi rumah
sakit .

Kebijakan

1. Semua Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya harus


melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).

2. Pelaksanaan PPI yg dimaksud sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan


dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya dan pedoman PPI lainnya yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan
RI.

3. Direktur rumah sakit membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi (KPPI) dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI) yang
langsung berada dibawah koordinasi direktur.

4. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas
sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan RI.

5. Untuk lancarnya kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, maka setiap


rumah sakit dan Fasilitas Pelayanan kesehatan lainnya wajib memiliki IPCN
(Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu.

Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495).

2. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran


Negara RI Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431).

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2001 tentang Pedoman


Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit.

5
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
159b/Menkes/SK/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992


tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.

Falsafah dan Tujuan

Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit merupakan suatu standar
mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah
sakit, serta masyarakat sekitar rumah sakit. Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh
semua petugas pelayanan yang berada di Rumah Sakit untuk melindungi pasien, petugas
kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost effectiveness.

Kriteria Pendukung

1. Ada pedoman tentang PPI di Rumah Sakit yang meliputi tujuan, sasaran,
program, kebijakan, struktur organisasi, uraian tugas Komite dan Tim PPI.

2. Terdapat cakupan kegiatan tertulis mengenai program PPI memuat pengaturan


tentang pencegahan infeksi nosokomial, kewaspadaan isolasi, surveilans,
pendidikan dan latihan, kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional dan
kesehatan karyawan.

3. Pelaksanaan program PPI dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara berkala.

4. Kebijakan dan prosedur dievaluasi setiap 3 (tiga) tahun untuk disempurnakan.

6
Administrasi dan Pengelolaan

Pelaksanaan PPI di Rumah Sakit harus dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan
fungsional semua departemen / instalasi / divisi / unit di Rumah Sakit sesuai dengan
falsafah dan tujuan PPI.

Kriteria pendukung :

1. Ada kebijakan pimpinan rumah sakit untuk membentuk pengelola kegiatan PPI
yang terdiri dari Komite dan Tim PPI di Rumah Sakit, Komite PPI bertanggung
jawab langsung kepada Direktur

2. Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI, secara fungsional dan
bertanggung jawab kepada direktur/ kepala bidang keperawatan secara
profesional.

3. Tim PPI bekerja secara purna waktu dengan jabatan fungsional.

4. Pengelola PPI melibatkan departemen / instalasi / divisi / unit yang ada di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

5. Ada kebijakan tentang tugas, tanggung jawab dan kewenangan pengelola PPI di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) disusun agar dapat mencapai visi,
misi dan tujuan dari penyelenggaraan PPI. PPI dibentuk berdasarkan kaidah organisasi
yang miskin struktur dan kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan
tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif dimaksud agar sumber daya yang ada di
rumah sakit dapat dimanfaatkan secara optimal.

7
Pimpinan dan Staf

Pimpinan dan petugas kesehatan dalam Komite dan Tim PPI diberi kewenangan dalam
menjalankan program dan menentukan sikap pencegahan dan pengendalian infeksi.

1. Komite PPI terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.

Anggota terdiri dari:


Dokter wakil dari tiap SMF (Staf Medis Fungsional).
Dokter Mikrobiologi / Patologi Klinik.
Laboratorium.
Farmasi.
Perawat PPI / IPCN (Infection Prevention and Control Nurse), juga duduk
sebagai sekretaris Komite PPI
CSSD
Laundry.
Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPS-RS).
Sanitasi.
Gizi.
House keeping.
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).

2. Tim PPI terdiri dari Perawat PPI I IPCN .

3. IPCN bekerja purna waktu, dengan ratio 1 (satu) IPCN untuk tiap (100
-150) tempat tidur di rumah sakit.

4. Dalam bekerja IPCN dibantu beberapa IPCLN (Infection Prevention and


Control Link Nurse) dari tiap Unit, dalam hal ini adalah manajer ruangan/
instruktur klinik

8
5. Komite PPI beranggotakan dokter, perawat dan tenaga non medik
merupakan perwakilan dari seluruh Unit.

Bagan struktur

DIREKTUR UTAMA /
DIREKTUR

KOMITE PPI DIREKTORAT DIREKTORAT DIREKTORAT

TIM PPI

Uraian Tugas

Direktur Rumah Sakit


1. Membentuk Komite PPI Rumah Sakit dengan Surat Keputusan.
2. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.
3. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana
termasuk anggaran yang dibutuhkan.
4. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial,
atas masukan dari Komite/TIM PPI
5. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial berdasarkan rekomendasi/ saran dari Komite PPI .
6. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan
cairan disinfektan di rumah sakit berdasarkan rekomendasi/saran dari
Komite/Tim PPI .

9
7. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan berdasarkan
rekomendasi/saran dari KomiteT PPI .

8. Mengesahkan SOP untuk PPI .

Komite PPI

Kriteria Anggota Komite PPI :


a. Mempunyai minat dalam PPI.
b. Pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.

Tugas dan Tanggung Jawab Komite PPI :


1. Bersama Tim PPI membuat dan mengevaluasi kebijakan PPI .

2. Bersama Tim PPI melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI, agar kebijakan


dapat dipahami dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.

3. Bersama Tim PPI membuat SOP PPI .

4. Bersama Tim PPI menyusun dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI


dan program pelatihan dan pendidikan PPI .

5. Bersama Tim PPI melakukan investigasi masalah atau KLB infeksi


nosokomial.

6. Bersama Tim PPI memberi usulan untuk mengembangkan dan


meningkatkan cara pencegahan dan pengendalian infeksi.

7. Bersama Tim PPI memberi konsultasi petugas kesehatan rumah sakit


dalam PPI .

8. Bersama Tim PPI mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai
dengan prinsip PPI dan aman bagi yang menggunakan.

9. Bersama Tim PPI mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan


pelatihan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM)
rumah sakit dalam PPI.

10
10. Bersama Tim PPI melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi
kebijakan.

11. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada Direktur.

12. Berkoordinasi dengan Unit terkait lain.

13. Memberikan usulan/rekomendasi kepada Direktur untuk pemakaian


antibiotika yang rasional di rumah sakit berdasarkan hasil pantauan
kuman dan resistensinya terhadap antibiotika dan menyebar-luaskan data
resistensi antibiotika.

14. Bersama Tim PPI menyusun kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Karyawan(K3).

15. Turut menyusun kebijakan clinical governance dan patient safety.

16. Bersaama Tim PPI mengembangkan, mengimplementasikan dan secara


periodik mengkaji kembali rencana manajemen PPI apakah telah
sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.

17. Bersaama Tim PPI memberikan masukan yang menyangkut konstruksi


bangunan dan pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara
pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.

18. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena


potensial menyebarkan infeksi.

19. Bersama Tim PPI melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan


yang menyimpang dari standar prosedur / monitoring surveilans proses.

20. Berssama Tim PPI melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan


penanggulangan infeksi bila ada kejadian luar biasa (KLB) .

21. Komite PPI bertanggung jawab terhadap pelaksanaan PPI kepada


Direktur .

A.3. IPCO / Infection Prevention and Control Officer

11
Kriteria IPCO :
1. Ahli atau dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
3. Memiliki kemampuan leadership.
Tugas IPCO :

1. Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.

2. Turut menyusun pedoman penggunaan antimikroba yang rasional .

3. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi


antibiotika.

4. Bekerjasama dengan IPCN memonitor kegiatan surveilans infeksi dan


mendeteksi serta menyelidiki KLB.

5. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang


berhubungan dengan prosedur terapi.

6. Turut memonitor cara petugas kesehatan bekerja dalam merawat pasien.

7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pengendalian


infeksi.

IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)

Kriteria Tim PPI / IPCN :

1. Perawat dengan pendidikan min D3 dan sertifikasi PPI dan IPCN.

2. Memiliki komitmen dibidang dan pencegahan dan pengendalian infeksi.

3. Memiliki pengalaman sebagai Kepala Ruangan atau setara.

4. Memiliki kemampuan kepemimpinan, inovatif , percata diri, suka


menolong, rasional, mature, mengembangkan diri, berkomunikasi efektif,
bertanggung jawab

12
5. Bekerja purna waktu, dengan jabatan fungsional dan disetarakan dengan
senior manejer perawat

Tugas dan Tanggung Jawab Tim PPI / IPCN :

1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang


terjadi di unit- unit perawatan.

2. Memonitor pelaksanaaan PPI, penerapan SOP, kewaspadaan isolasi,

3. Melaksanakan surveilans infeksi,pola kuman, kejadian luka tusuk jarum


dan melaporkan kepada Komite PPI.

4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI

5. Bersama Komite PPI melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-


sama Komite PPI memperbaiki kesalahan yang terjadi.

6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan


infeksi dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.

7. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi


pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah
sakit.

8. Melaksaanakan Audit terhadap penatalaksanaan Pengendalian Infeksi


termasuk terhadap limbah, laundry, gizi, kelengkapan fasilitas PPI dengan
mengunakan daftar tilik.

9. Memonitor kesehatan lingkungan.

10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional.

11. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans


infeksi yang terjadi .

13
12. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI .

13. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI.

14. Bersama Komite PPI memberikan saran disain ruangan rumah sakit agar
sesuai dengan prinsip PPI.

15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI

16. Memberikan penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga


tentang PPI .

17. Sebagai koordinator antara departemen / unit untuk mendeteksi, mencegah


dan mengendalikan infeksi .

18. Tim PPI / IPCN bertanggung jawab terhadap pelaksanaan PPI RSJPD HK
kepada Komite PPI .

IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse)

Kriteria Pelaksana PPIRS / IPCLN :

1. Perawat dengan pendidikan min D3 dan sertifikasi PPI.

2. Memiliki komitmen di bidang pengendalian infeksi.

3. Memiliki kemampuan kepemimpinan

Tugas Pelaksana PPIRS/ IPCLN :

IPCLN sebagai perawat pelaksana harian / penghubung yang bertugas :

1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat


inap masing-masing, kemudian menyerahkan-nya kepada IPCN ketika
pasien pulang.

14
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing-
masing.

3. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi


nosokomial pada pasien.

4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan


bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang
harus dijalankan bila belum faham.

5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan


Standar Isolasi.

Sarana dan Fasilitas Pelayanan Penunjang (Supporting System)

1.Sarana Kesekretariatan

Ruangan Sekretariat dan tenaga sekretaris yang full time.

Komputer, printer dan internet.

Telepon dan Faksimili.

Alat tulis kantor.

2. Dukungan Manajemen

Dukungan yang diberikan oleh manajemen berupa :

a. Penerbitan Surat Keputusan untuk Tim PPI RSJPD HK

b. Anggaran atau dana untuk kegiatan :

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat).

Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang.

Untuk pelaksanaan program, monitoring, evaluasi, laporan dan rapat


rutin.

15
Insentif / Tunjangan / Reward untuk Komite dan Tim PPIRS.

3 Kebijakan dan Standar Operasional Prosedur


Kebijakan dan Standar Operasional Prosedur yang perlu dipersiapkan oleh
rumah sakit adalah :

1. Kebijakan Manajemen

a. Ada kebijakan kewaspadaan standar


b. Ada kebijakan tentang pengembangan SDM dalam PPI.
c. Ada kebijakan tentang pengadaan bahan dan alat yang melibatkan
tim PPI.
d. Ada kebijakan tentang penggunaan antibiotik yang rasional.
e. Ada kebijakan tentang pelaksanaan surveilens.
f. Ada kebijakan tentang pemeliharaan fisik dan sarana yang
melibatkan tim PPI.
g. Ada kebijakan tentang kesehatan karyawan.
h. Ada kebijakan penanganan KLB.
i. Ada kebijakan penempatan pasien.
j. Ada kebijakan upaya pencegahan infeksi ILO, IADP, ISK,
Pneumonia, VAP.

2. Kebijakan Teknis

Ada SOP tentang kewaspadaan standar yang meliputi


- Ada SOP cuci tangan,penggunaan alat pelindung diri (APD),
pembersihan, disinfeksi, sterilisasi, penanganan limbah, pengendalian
lingkungan, penanganan linen, penanganan peralatan pasien,
penempatan pasien

Pengembangan dan Pendidikan


1. Tim PPI

- Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan lanjut PPI.

16
- Memiliki sertifikat pelatiahan PPI.

- Memiliki sertikat pelatihan IPCN

- Mengembangkan diri mengikuti seminar, lokakarya, kongres dan


sejenisnya.

- Bimbingan teknis secara berkesinambungan.

2. Staf Rumah Sakit

- Semua staf Rumah Sakit harus mengetahui prinsip pencegahan dan


pendalian infeksi.

- Semua staf Rumah Sakit yang berhubungan dengan pelayanan pasien


harus mengikuti pelatihan PPI.

- Rumah Sakit secara berkala melakukan sosialisasi / simulasi PPI.

- Semua karyawan baru, mahasiswa, PPDS Rumah Sakit harus


mendapatkan orientasi PPI.

Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

1. Monitoring

- Monitoring pelaksanaan PPI dilakukan oleh IPCN, IPCLN .

- Melakukan surveilens aktif dengan metode target surveilens. Dilakukan setiap


hari dalam hal pengumpulan data mempergunakan check list,,, dan melakukan
perhitungan insiden rate infeksi setiap bulan

- Ada formulir kertas kerja/ bantu surveilans.

2. Evaluasi

- Dilakukan oleh Tim PPI dengan frekuensi setiap bulan.

- Evaluasi oleh Komite PPI setiap 3 bulan.

3. Laporan

17
- Membuat laporan tertulis kepada Direktur / Wadir Pelayanan Medik setiap
bulan.

- Membuat Laporan rutin : bulanan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, maupun insidentil


atau KLB.

18
BAB III
KONSEP DASAR PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI ( PPI )

Pendahuluan
Penyakit infeksi nosokomial masih merupakan salah satu masalah kesehatan di
dunia, baik di negara yang sudah maju maupun yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Infeksi nosokomial berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired
infection) Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang
perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah (home care).
Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk
tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai dengan prosedur
tindakan akan berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien lain atau
bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti
ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired
infection) diganti dengan istilah baru yaitu Healthcare-associated infections (HAIs)
dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga
infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan
pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut
sebagai infeksi rumah sakit atau infeksi nosokomial (Hospital infection).

Untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya infeksi nosokomial/HAIs maka


dilakukan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).Tujuan PPI untuk mencegah
terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit
dengan mempertimbangkan Cost Efectiveness. Untuk dapat melakukan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI), perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit
infeksi maupun pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial/HAIs.

19
Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa pengertian tentang infeksi dan
kolonisasi, inflamasi, rantai penularan penyakit, faktor risiko terjadinya infeksi
nosokomial (HAIs), cara penularan penyakit infeksi ,dampak infeksi nosokomial/HAIs,
faktor faktor keberhasilan PPI, serta strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.
Pengertian

1. Kolonisasi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,


dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa
disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu
tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami
kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan
kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat
bertindak sebagai Carrier.

2. Carrier adalah orang yang mengalami kolonisasi tanpa sakit


3. Kontaminasi
Adanya mikroorganisme disuatu objek/peralatan

4. Infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi


(organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.

5. Penyakit infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen


infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

6. Penyakit menular atau infeksius: adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat
berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

7. Inflamasi (radang atau perdangan lokal): merupakan bentuk respon tubuh


terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau
luka bakar), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor),
kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.

8. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS): sekumpulan gejala klinik


atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat
sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1)

20
hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi (sesuai
usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia)
atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS
dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan, luka
bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi
disebut Sepsis.

9. Infeksi nosokomial: Infeksi yang terjadi/didapat dirumah sakit atau pernah dirawat
di rumah sakit dalam waktu lebih 48 jam.

10. Healthcare-associated infections (HAIs) : An infection occurring in a patient


during the process of care in a hospital or other healthcare facility which was not
present or incubating at the time of admission. This includes infections acquired in
the hospital but appearing after discharge, and also occupational infections
among staff of the facility.

11. Pencegahan dan Pengendalian infeksi


Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan ,
pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka
kejadian infeksi di rumah sakit

Rantai Penularan

Untuk melakukan tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi perlu


mengetahui rantai penularan infeksi. Apabila satu mata rantai dapat dihilangkan atau
dirusak, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan infeksi tersebut adalah:

1. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan


infeksi. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada
tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu :
patogenitas, virulensi dan jumlah mikroorganisme.

21
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap ditularkan kepada orang lain. Reservoir yang paling umum adalah
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya.
Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan
vagina merupakan reservoir yang umum.

3. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta
cairan tubuh lain.

4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi


dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
(1) kontak : langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui
vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya
serangga dan binatang pengerat).

5. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui saluran pernapasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh
(luka).

6. Pejamu (host) yang suseptibel, adalah orang yang tidak memiliki daya tuhun tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau
penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status
imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan dengan imunosupresan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah
jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter

Agen
Host/Pejamu Reservoar
Rentan

INFEKSI

22
Tempat Tempat
Masuk Metode Keluar
Penularan

Gambar 1. Skema rantai penularan penyakit infeksi


Faktor Risiko infeksi nosokomial/ Healthcare-associated infections (HAIs)

Umur : neonatus dan lansia lebih rentan.

Status imun yang rendah/terganggu (imuno-kompromais) : penderita dengan


penyakit kronik, penderita keganasan, obat-obat imunosupresan.

Interupsi barier anatomis :

- Kateter urin : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK).

- Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka operasi (ILO) atau


surgical site infection (SSI).

- Intubasi pernapasan : meningkatkan kejadian : Ventilator Associated


Infection (VAP).

- Kanula vena sentral dapat menimbulkan , Blood Stream Infection (BSI).

- Luka bakar dan trauma.

Implantasi benda asing :

- indwelling catheter

- surgical suture material

- cerebrospinal fluid shunts

- valvular / vascular prostheses

Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana


menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

23
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen
infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko
pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden
terjadinya infeksi nosokomial/(HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terdiri dari :

1. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan
pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian
imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi
yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

2. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan
metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan
(Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi
termasuk klorinasi air, disinfeksi peralatan dan lingkungan, serta penggunaan
antibiotika.

3. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada
ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan
pencegahan ini telah disusun dalam suatu Isolation Precautions (Kewaspadaan
Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu Standard Precautions
(Kewaspadaan Standar/Baku) dan Transmission-based Precautions
(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari
kewaspadaan baku akan dibahas pada bab berikutnya.

4. Tindakan pencegahan paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis / PEP)


terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen
infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi
karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu
mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV.

Dampak Infeksi
Lama hari rawat meningkat

24
Peningkatan morbiditas dan mortalitas
Peningkatan biaya
Adanya tuntutan hukum
Mutu pelayanan rumah sakit menurun
Citra rumah sakit menurun

Manfaat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Pengendalian infeksi nosokomial sangat bermanfaat bagi pasien maupun rumah sakit
antara lain yaitu menekan dan mengurangi kejadian infeksi, menekan dan menurunkan
morbiditas dan mortalitas, mengurangi lama hari perawatan, mengurangi biaya
perawatan, serta meningkatkan mutu dan citra rumah sakit dengan adanya angka infeksi
yang rendah

Ruang lingkup kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( PPI)

Ruang lingkup kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi meliputi


1. Kewaspadaan Isolasi
Kewaspadaan Standard
Cuci tangan
Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit
Penanganan limbah RS dan Benda tajam
Penanganan linen dan laundry
Pemrosesan Peralatan Perawatan Pasien ( Pembersihan , Disinfeksi ,
Sterilisasi)
Penempatan Pasien
Kesehatan karyawan
Etika batuk
Penyuntikan yang aman
Praktek lumbal punksi

25
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
Airborne
Droplet
Contact
2. Penggunaan Anti Biotika yang rasional
3. Surveilans
Infeksi Luka Operasi ( ILO )
Infeksi Saluran Kemih ( ISK )
Infeksi Saluran Pernapasan ( Pneumonia )
Infeksi Saluran Pernapasan berhubungan dengan pemakaian
Ventilator ( VAP)
Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )
Penggunaan antimikroba
Pola mikroorganisme
Plebitis
Dekubitus
MRSA, Hepatitis
Luka tusuk jarum

4. Pendidikan dan Pelatihan Infeksi nosokomial


Staf RS
Mahasiswa
Pasien , keluarga dan masyarakat RS

5. Pencegahan infeksi nosokomial :


Infeksi Luka Operasi ( ILO )
Infeksi Saluran Kemih ( ISK )
Infeksi Saluran Pernapasan ( Pneumonia )

26
Infeksi Saluran Pernapasan berhubungan dengan pemakaian
Ventilator ( VAP)
Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )
Penggunaan antimikroba
Pola mikroorganisme
Plebitis
Dekubitus
MRSA, Hepatitis
Luka tusuk jarum

27
BAB IV
PERAN DAN FUNGSI
Infection Control Nurse/Infection Control Practicioner

Pendahuluan
Infeksi nosokomial merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit, karena
dapat menghambat proses penyembuhan dan pemulihan pasien sehingga memperpanjang
hari rawat, akibatnya akan membebani pasien dan keluarganya maupun rumah sakit
karena biaya akan tinggi, mutu rumah sakit menurun. Infeksi nosokomial inipun bahkan
dapat menjadi penyebab kematian langsung maupun tidak langsung pada pasien.
Rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak saja memberikan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif tetapi juga preventif dan promotif. Oleh sebab itu
rumah sakit harus selalu melakukan upaya pencegahan atau meminimalkan timbulnya
angka kejadian infeksi di rumah sakit.
Dalam upaya pencegahan atau meminimalkan timbulnya angka kejadian infeksi
nosokomial perlu adanya suatu program pengendalian infeksi nosokomial yang dikelolah
oleh tim pengendalian infeksi nosokomial.
Program pengendalian infeksi nosokomial sudah dimulai sejak tahun 1970 di UK.
Dengan adanya program pengendalian infeksi disertai kegiatan surveilens dapat
menurunkan angka kejadian infeksi 32 %.
Salah satu anggota tim pengendalian infeksi nosokomial adalah perawat yang disebut
sebagai perawat pengendali infeksi ( Infection Control Nurse= ICN).
Perawat pengendali infeksi mempunyai banyak peranan dalam program pengendalian
infeksi nosokomial.

28
Di UK perawat pengendali infeksi dimulai sejak tahun 1950 , sementara di US
dimulai sejak tahun 1960. Di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita sudah dimulai sejak
tahun 2000.
Peran perawat pengendali infeksi telah berkembang lambat laun melalui praktek
klinis pengendalian kesehatan lingkungan. Pada awalnya peran perawat pengendali infeksi
hanya berkolaborasi dengan dokter pengendali infeksi didalam mencatat infeksi dan
melihat apakah prosedur tindakan medis dan keperawatan sudah sesuai dengan standard
prosedur. Kemudian beberapa rumah sakit membentuk perawat pengendali infeksi untuk
melakukan surveilens, pencegahan, pengendalian komplikasi infeksi. Selanjutnya
tanggung jawab telah meluas sesuai respon perubahan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan, termasuk surveilens aktif dan pendidikan & latihan.
Perawat pengendali infeksi harus memiliki pengalaman di setiap aspek klinik di
rumah sakit, khususnya di area yang beresiko tinggi infeksi seperti ruang operasi, unit
perawatan intensif, unit perawatan neonatus.
Pengalaman di klinik akan menambah nilai tambah, tetapi yang lebih penting bahwa
seorang perawat pengendali infeksi harus memiliki personaliti yang dapat diterima setiap
orang dan mampu mempengaruhi semua tingkat staf dalam upaya pengendalian infeksi
nosokomial.
Seorang perawat pengendali infeksi nosokomial harus mengikuti kursus
pengendalian infeksi nosokomial dasar maupun lanjutan, serta sering menghadiri
konfrensi, seminar, simposium pengendalian infeksi maupun yang berhubungan dengan
infeksi.

Peran dan Tanggung Jawab Perawat Pencegahan dan Pengendali Infeksi

( Infection Prevention Control Nurse/IPCN /Infection Prevention Practicioner)

Pada pertemuan Infection Control Nurses Association in the Health Care 1990 di
Birmingham. Ada lima komponen peran dan tanggung jawab perawat pengendali infeksi
yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menginvestigasi kejadian luar biasa

29
2. Membuat, memonitoring dan evaluasi kebijakan pencegahan infeksi nosokomial
3. Pendidikan dan Penelitian
4. Memperkenalkan metode dan tehnologi baru dalam pencegahan infeksi nosokomial.
5. Pengukuran pencapaian.

Studi Gardner G, Jones. E, Olesen D di Australia


Ada lima komponen peran infection control practicioner yaitu:
1. Manajemen
Kemampuan standard manajemen diperlukan dalam melaksanakan koordinasi
pengendalian infeksi, penyebaran sumber informasi dan akreditasi yang dibutuhkan.
Beberapa organisasi, perawat pengendali infeksi juga diberikan manajemen strategi
seperti program perencanaan dan sumber daya manusia.

2. Praktisi klinis
Aktifitas seperti mengunjungi area klinik, memeriksa dan mengidentifikasi laporan
hasil patologi dan penempatan pasien yang beresiko tinggi di monitor untuk
mendeteksi dan meminimalkan resiko infeksi. Juga termasuk aktifitas perawatan
pasien seperti prosedur tindakan keperawatan pasien dan discharged plannning.

3. Konsultan
Sebagai konsultan dan penghubung memberikan informasi kepada individu dan staf
keperawatan dan petugas kesehatan lain, termasuk evaluasi lingkungan, produk,
peralatan dan gedung.

4. Penelitian dan Surveilens


Meneliti dan mendata rate infeksi nosokomial, analisis, interpretasi dan
menginformasi hasilnya.

5. Pendidikan
Profesional dan networking.

30
Memberikan pendidikan kepada staf dan petugas kesehatan lainnya.

The Association for Proffessionals in Infection Control and Epidemiology (APIC )


and Community and Hospital Infection Control Association- Canada ( CHICA-
CANADA) : Professional and practice standards

Professional Standards( PS)


Professional Standards menggambarkan tingkat kemampuan individu di dalam
peran profesi
PS 1: Professional accountability
ICP bertanggung jawab untuk pengembangan, evaluasi dan memperbaiki kemampuan
kliniknya yang berhubungan dengan standard praktek pengendalian infeksi.
- Menetapkan dan bekerja berdasarkan tujuan dan objektif profesional.
- Melaksanakan evaluasi dan perbaikan
- Mencari dan memberi masukan tentang praktek profesional
- Berpatisipasi didalam praktek profesi

PS 2: Qualifications
ICP mempunyai minimum kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi
- Mempunyai pengetahuan dan pengalaman di area klinik perawatan pasien,
mikrobiologi, asepsis, disinfeksi/sterilisasi, pendidikan, penyakit infeksi,
komunikasi, administrasi, epidemiologi.
- Mempunyai tingkat pendidikan minimal S1 Kesehatan ( Sarjana Kesehatan
Masyarakat dengan latarbelakang D3 Keperawatan, Sarjana Keperawatan
- Mengikuti pendidikan dan latihan dasar pengendalian infeksi nosokomial

PS 3: Professional development
ICP memerlukan dan mempertahankan pengetahuan dan kemampuan yang mutahir di area
pencegahan dan pengendalian infeksi dan epidemiologi

31
- Menjadi diakui di profesi di pengendalian infeksi dalam 5 tahun memasuki
profesi dan mempertahankan sertifikasi.
- Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melalui pendidikan berkelanjutan.
- Mengikuti pendidikan formal di epidemiologi pelayanann kesehatan.
- Mempertahankan pengetahuan dasar tentang pencegahan dan pengendalian
infeksi yang mutahir melalui net working, internet, literatur, pertemuan profesi.
- Meningkatkan lapangan pengetahuan pencegahan pengendalian infeksi dasar
epidemiologi melalui penelitian.

PS 4: Leadership
ICP melayani sebagai pemimpin, penunjuk jalan dan role model untuk profesi
- Berbagi pengetahuan dan kemampuan kepada petugas yang lain.
- Membantu kepentingan penelitian dalam bentuk praktek pengendalian infeksi.
- Meningkatkan nilai pengetahuan dasar pengendalian infeksi dan epidemiologi.
- Membangun kreatifitas dan inovasi di praktek pengendalian infeksi
nosokomial
- Membuat pedoman, policy

PS 5: Ethics
ICP membuat keputusan dan membentuk aktifitas kode ethika
- Memelihara confidentiality
- Tidak menghakimi, tidak mendiskriminasi
- Mengetahui dan mengatasi konflik
- Mendukung kode etik profesional

Practice Standards
Practice Standards menggambarkan kemampuan klinis.
Scope dari standard ini menggambarkan semua Infection Control Practice Setting.(ICPS).
Setiap standard dapat digunakan di dalam program pengembangan, evaluasi dan
peningkatan.

ICPS 1 : Infection prevention and control practice

32
Program ISPC ( Infection Surveilens, Prevention, and Control ) ini meliputi kegiatan
pengendalian dan pencegahan yang spesifik didalam tatanan praktek, populasi yang
dilayani, dan perawatan yang berkelanjutan.
- Mengintergrasi penemuan surveilens kedalam perencanaan organisasi untuk
meningkatkan praktek dan patient outcomes
- Mengkaji kembali , menganalisa dan mengaplikasi peraturan yang ada ,
standard dan atau pedoman yang dapat diaplikasikan organisasi profesi.
- Merekomendasikan praktek baru atau merevisi praktek atau prosedur
- Mengkaji kembali ,menganalisa dan mengaplikasi pengetahuan yang mutahir
dari liteatur dan publikasi

ICPS 2: Epidemiology
Program ISPC mengaplikasi prinsip epidemiologi dan metode statistik, termasuk risk
stratification, mengidentifikasi target populasi, analisa trend dan faktor resiko, dan
mendisain dan mengevaluasi strategi pengendalian dan pencegahan infeksi.
- Melaksanakan surveilens dan investigasi dengan menggunakan prinsip
epidemiologi.
- Menggunakan tehnik statistik yang tepat untuk menggambarkan data,
menghitung rate dan mengevaluasi penemuan yang signifikan.

ICPS 3: Surveillance.
Program ISPC menggunakan pendekatan sistematik melakukan surveilens , untuk
memonitor keefektifan dari strategi pencegahan dan pengendalian infeksi yang konsisiten
berdasarkan tujuan dan objektifitas organisasi.
- Mengembangkan rencana surveilens berdasarkan populasi yang dilayani,
pelayanan yang diberikan dan data surveilens sebelumnya jika ada.
- Membuat disain surveilens yang konsisten dengan membandingkan data dasar
diluar maupun didalam.
- Pilih indikator berdasarkan proyek data yang digunakan.( Contoh: external
benchmarking and/or internal trending)
- Gunakan definisi standard untuk identifikasi dan klasifikasi kejadian ,
indikator atau hasil akhir

33
- Analisa data survei, termasuk kalkulasi rate
- Laporkan penemuan epidemiologi yang signifikat ke orang-orang yang tepat
- Secara periodik evaluasi keefektifan dari rencana surveilens dan modifikasi
bila perlu.

ISPS 4: Education
Program ISPC ini merupakan sumber pendidikan untuk pengnedalian dan
pencegahan dan pelayanan kesehatan epidemiologi
- Secara rutin mengkaji kebutuhan dan pengembangan pendidikan dari staf
- Kolaborasi didalam pengembangan, pendistribusian dan evaluasi program
pendidikan atau alat yang berhubungan dengan pencegahan dan pengendalian
infeksi dan epidemiologi
- Secara terus menerus mengevaluasi keefektifan dari program pendidikan dan
hasil dari pembelajaran.

ICPS 5 : Consultation
Program ISPC ini memberikan expert knowledge dan pedoman epidemiologi dan
pencegahan dan pengendalian infeksi
- Senantiasa mengikuti informasi mutahir didalam pencegahan dan pengendalian
infeksi dan epidemiologi
- Berikan pengetahuan fungsi, peran dan nilai dari program kepada staf
- Kolaborasi dalam intregrasi peraturan yang diperlukan, standard akreditasi,
pedoman dan praktek ISPC mutahir kedalam policy dan prosedur
- Penemuan , rekomendasi dan policy dari ISPC program di desiminasikan ke
orang-orang yang tepat
- Berikan konsultasi administrasi, commite, staf, mengenai issue tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi

ICPS 6:Performance Improvement


Program ISPC ini merupakan komponen intergral dari perencanaan untuk meningkatkan
praktek dan hasil akhir .

34
- Identifikasi keuntungan untuk memperbaiki berdasarkan indikator, proses ,
hasil akhir, dari penemuan lain dan observasi
- Koordinasi meningkatkan kegiatan perbaikan organisasi pencegahan dan
pengendalian infeksi
- Berpatisipasi di berbagai organisasi untuk meningkatkan strategi
- Konstribusi kemampuan epidemiologi untuk memperbaiki proses.

ISPC7: Program management and evaluation


Program ISPC ini mengevaluasi secara sistematik kualitas dan efektifitas dari rencana
ISPC yang tepat di tatanan praktek
- Mengembangkan dan revisi rencana program secara objektif setiap tahun.
- Menetapkan sumber-sumber yang tepat untuk kebutuhan perencanaan
- Komunikasi dari berbagai sumber dan modifikasi rencana program bila di
perlukan
- Secara periodik menilai efektiiftas dari program ISPC
- Menilai kebutuhan pelanggan dan kepuasan dan integerasi penemuan kedalam
program ISP

ICPS 8: Fiscal Responsibility


Program ISPC ini incorporates the principles of Fiscal Responsibility
- Pertimbangkan hasil akhir klinik dan keuangan bila membuat rekomendasi
untuk perubahan praktek
- Evaluasi penggunanan perkembangan tehnologi yang baru atau produk untuk
cost-efektifisitas
- Integrasi data nilai biaya ke dalam analisa laporan infeksi nosokomial
- Dokumentasikan pengurangan biaya didalam organisasi melalui kegiatan
program ISPC

ICPS 9: Research
Program ISPC ini mengaplikasikan penemuan penelitian yang relevan ke praktek
pencegahan dan pengendalian infeksi
- Secara kritikal menilai penelitian yang ditemukan

35
- Disiminasikan penemuan penelitian yang dipublikasikan melalui praktek,
pendidikan atau konsultasi
- Beritahukan penemuan dari kegiatan surveilens atau investigasi kejadian luar
biasa
- Berpatisipasi didalam penelitian bebas atau kolaborasi pengendalian dan
pencegahan infeksi
- Publikasikan atau hadirkan penelitian yang ditemukan untuk membantu
penelitian selanjutnya

Job analysis 1996: Infection Control Professional ( AJIC Vol 27 no 2, 1996)

1. Identification of infectious disease process


2. Surveillance and epidemiologic investigation
3. Preventing/controlling the transmission of infectious agents
4. Employee health/occupational health
5. Management and communication
6. Education

1. Identification of infectious disease process


Mengkaji status pasien dengan mengkaji ulang catatan medikal atau mengobservasi
tanda dan gejala infeksi atau terpaparnya penyakit yang didapat di masyarakat.
Membedakan kolonisasi, infeksi atau kontaminasi.
Mengidentifikasi kejadian, sumber dan masa inkubasi dari penyakit.
Menginterpretasi hasil pemeriksaan laboratorium yang ditemukan.
Menginterpretasi hasil kultur dan sensitifitas.
Mengkaji klasifikasi dan karakteristik mikroorganisme.
Interpretasi sasaran epidemiologi bakteri dalam investigasi kejadian luar biasa seperti
MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus), VRE ( Vancomycin Resistant
Enterococcus).

36
Memberikan saran langsung kepada pemberi asuhan keperawatan sehubungan dengan
adanya tanda dan gejala infeksi nosokomial.
- Menganjurkan melakukan tehnik yang benar dalam pengambilan, pengiriman,
penyimpanan spesimen laboratorium.
- Memonitoring mikroorganisme lingkungan.
- Membedakan antara penggunaaan profilaksis, empiris, terapi antimikroba.
- Memberikan saran untuk pemeriksaan kultur yang benar.

2. Surveillance and epidemiologic investigation


Membuat rencana surveilens untuk mengidentifikasi infeksi nosokomial.
Membuat mekanisme untuk mengidentifikasi data dasar rate infeksi.
Membuat sistem pelaporan untuk hasil mikroorganisme yang kritikal.
Menentukan data denominator untuk:
a. Prosedur bedah ( ASA score= Anaesthesia Status Assesment score, klasifikasi
luka, lama operasi, tipe operasi)
b. Infeksi sehubungan dengan pemasangan peralatan medis ( CVP, Kateter intra
vena, kateter urine, ventilator)
Mengkaji ulang hasil laboratorium untuk investigasi kemungkinan terjadinya infeksi
Mendisain formulir surveilens untuk mengumpulkan data yang tepat.
Menggunakan komputer untuk memasukkan data program surveilens.
Melakukan surveilens infeksi nosokomial pada pasien yang sudah pulang, pada
pasien operasi lamanya sampai 30 hari, tetapi jika adaimplant lamanya sampai satu
tahun.
Menindak lanjuti pasien yang terpapar infeksi yang didapat di masyarakat
Membuat mekanisme untuk identifikasi pasien infeksi yang didapat dimasyarakat
yang memerlukan isolasi dan tindak lanjut.
Mengidentifikasi kriteria dan klasifikasi infeksi.

Mengidentifikasi dan mencatat infeksi nosokomial.

37
Mengumpulkan data infeksi; prosedur bedah, pemakaian alat, populasi yang
beresiko.
Mengumpulkan data dari berbagai sumber.

Memonitor resistensi kuman.


Mengidentifikasi dan mencatat infeksi nosokomial.
Mengidentifikasi infeksi nosokomial yang timbul setelah pasien pulang.
Melakukan studi epidemiologi untuk investigasi masalah infeksi.
Melakukan proyek penelitian.
Menganalisa data dan interpretasi studi epidemiologi.
Menguraikan statistik infeksi nosokomial.
Menghitung insiden infeksi nosokomial.
Menghitung rate infeksi nosokomial
Melaporkan data infeksi nosokomial secara lisan dan tulisan kepada yang
berkepentingan.
Menggunakan table, graph, chart dalam pelaporan tulisan infeksi nosokomial.

3. Preventing/controlling the transmission of infectious agents


Membuat dan merevisi standard prosedur pengendalian infeksi.
Mengidentifikasi strategi pengendalian infeksi
- Cuci tangan
- Tehnik aseptik dan antiseptik.
- Pembersihan disinfeksi dan sterilisasi
- Pelaksanaan tindakan keperawatan.
- Pengendalian lingkungan, pengendalian gizi
- Manejemen limbah klinis dan benda tajam
Menganjurkan melaksanakan isolasi precaution
Memberikan saran dalam isolasi pasien.

38
4. Employee health/ occupational health
- Membuat kebijakan dengan screening karyawan.
- Investigasi dan menindak lanjuti pemberi asuhan keperawatan yang terpapar
atau tertusuk benda tajam.
- Kolaborasi dengan dokter karyawan pada program immunisasi karyawan.
- Memberi saran tentang pembatasan kerja bagi karyawan yang terpapar
penyakit communicable.
5. Management and communication
Merencanakan program pengembangan , evaluasi dan revisi program pengendalian
infeksi nosokomial.
Mengajukan peralatan, personil dan sumber-sumber untuk program pengendalian
infeksi.
Mengevaluasi data entry komputer untuk program pengendalian infeksi
nosokomial.
Memfasilitasi pertemuan komite pengendalian infeksi nosokomial.
Berpatisipasi dalam proyek penelitian.
Mengajukan kepada staf administrasi tentang implikasi pengendalian infeksi
dalam arsitektur dan renovasi ruangan/gedung.
Mengidentifikasi tanggung jawab pemberi asuhan keperawatan dalam usaha
pengendalian infeksi nosokomial.
Mendistribusikan penemuan dan anjuran komite pengendalian infeksi kepada
orang-orang yang berkepentingan.
Mendesiminasikan kebijakan dan prosedur tindakan pengendalian infeksi kepada
orang-orang yang berkepentingan.
Menyiapkan laporan kegiatan tahunan program pengendalian infeksi nosokomial.
Mengkoordinasikan dengan bagian manajemen resiko dalam investigasi pasien
yang klaim dengan infeksi nosokomial.
Sebagai penghubung antara staf keperawatan, dokter dan petugas kesehatan
lainnya yang berhubungan dengan pengendalian infeksi
Mengajukan kebutuhan peralatan dalam usaha pengendalian infeksi nosokomial
kepada bagian administrasi dan komite pengendalian infeksi nosokomial.

39
Mempromosikan program pengendalian infeksi nosokomial dengan institusi luar.
Mendemonstrasikan kepada staf tehnik yang efektif dalam usaha pengendalian
infeksi nosokomial.
Berpatisipasi didalam tanggung jawab supervisi untuk pengendalian infeksi
nosokomial.
Membantu pencapaian dalam mempertahankan akreditasi.
Memberikan tujuan pengembangan pengendalian infeksi nosokomial kepada yang
berkepentingan.
Memberikan konsultasi tentang kompensasi pemberi asuhan keperawatan/ petugas
kesehatan lainnya berhubungan dengan terpaparnya infeksi nosokomial.
Mengembangkan kemampuan dan evaluasi individu dalam usaha pengendalian
infeksi nosookomial
Mengkoordinasikan penampilan fasilitas atau memperbaiki kualitas kegiatan
sehubungan dengan usaha pengendalian infeksi nosokomial.
Berpatisipasi dalam memonitoring dan evaluasi penggunaan antimikroba.
6. Education
Mengkaji kebutuhan pendidikan pemberi asuhan keperawatan dan petugas
kesehatan lainnya dalam usaha pengendalian infeksi nosokomial.
Mengembangkan tujuan, objektif dan rencana pembelajaran untuk kebutuhan
pendidikan dalam program pengendalian infeksi.
Mengembangkan prinsip belajar dewasa dalam pengembangan strategi pendidikan.
Mengkaji jumlah peserta., lingkungan fisik , sumber-sumber yang ada dalam
menentukan audiovisual, kerangka materi yang tepat.
Mengkoordinasi pendidikan workshop, pembelajaran , diskusi.
Mengevaluasi efektifitas hasil dari pembelajaran.
Berpatisipasi dalam program orientasi kepada staf baru.
Mengkaji kebutuhan pasien dan keluarganya dalam usaha pengendalian infeksi.
Mengajukan aktifitas dalam usaha menurunkan infeksi nosokomial kepada pasien
dan keluarganya.
Mengajukan perubahan kebijakan, prosedur dan standard kerja.

40
Karakteristik IPCN
Untuk menjalankan peran dan fungsinya seorang perawat pengendali infeksi harus
mempunyai karakteristik CHARMING :
C: Confident and Credible
H - Helpful
A - Approachable
R - Responsible and Reliable
M - Mature
I - Innovative
N - Neutral
G - Always on the `Go`

BAB V
EPIDEMIOLOGI INFEKSI
HOST, AGENT DAN ENVIRONMENT

Pendahuluan
Pelayanan kesehatan masyarakat bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan
kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan masyarakat tidak mudah karena sulit
merumuskan kebutuhannya. Permasalahan yang timbul adalah frekuensi, penyebaran,
faktor-faktor yang mempengaruhi, ini yang harus dicari dalam epidemiologi.

Salah satu program pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan surveilens yaitu
untuk mencari frekuensi infeksi, penyebaran serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi
timbulnya infeksi tersebut. Untuk itulah perlu dielajari tentang epidemiologi.

Pengertian :
Ditinjau dari asal kata epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
penduduk. Epidemiologi berasal dari kata Epi = pada/tentang, demos = penduduk, logos

41
= ilmu.
Diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah
kesehatan pada sekelompok manusia dan faktor faktor yang mempengaruhinya.

Ruang Lingkup

Subjek dan objek adalah masalah kesehatan


Masalah kesehatan adalah sekelompok manusia
Dalam merumuskan penyebab timbulnya masalah kesehatan dimanfaatkan data
frekuensi dan penyebarannya.

Manfaat Epidemiologi
1. Membantu administrasi kesehatan, perencanaan, pemantauan dan evaluasi apakah
tujuan telah tercapai atau tidak
2. Menerangkan penyebab suatu masalah kesehatan
3. Menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit
4. Menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan: pandemi, epidemi, endemik atau
sporadik
Pandemi adalah : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( penyakit)
frekuensinya dalam waktu singkat meningkat sangat tinggi serta penyebarannya di
suatu wilayah yang luas

Epidemi adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( penyakit) yang
ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu singkat berada dalam frekuensi
meningkat

Endemi adalah suatu keadaan dimana masalah kesehatan ( penyakit) frekuensinya


pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang lama.

Sporadik adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( penyakit) yang ada
di suatu wilayah tertentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan waktu.

42
Sejarah epidemiologi

Tahap pengamatan
Pengamatan observasi oleh Hipocrates : adanya hubungan antara timbul tidaknya
penyakit dengan lingkungan; udara, air, tempat

Tahap perhitungan
John Graunt ( 1662 ) melakukan pencatatan dan perhitungan; angka kematian lebih
tinggi pada bayi daripada dewasa. Dikenal sebagai bapak statistik kehidupan.

Tahap pengkajian
William Farr ( 1839); teknik pengkajian; adanya hubungan tingkat sosial ekonomi
dengan tingkat kematian. Dikenal sebagai bapak epidemiologi
John Snow ;1849 adanya hubungan antara timbulnya penyakit kolera dengan sumber
air minum
Tahap uji coba
Lind ( 1774) , pengobatan kekurangan vitamin C dengan jeruk
Jenner (1796) , vaksin cacar pada manusia.

Tiga hal pokok dalam pengertian epidemiologi


1. Frekuensi masalah kesehatan
Menunjuk kepada besarnya masalah kesehatan pada sekelompok manusia. Untuk
mengetahui masalah ada dua hal yang harus dilakukan yaitu: menemukan masalah
dan melakukan pengukuran.
2. Penyebaran masalah kesehatan
Menunjuk kepada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu keadaan
tertentu. Keadaan tertentu tersebut adalah ciri manusia (man), menurut tempat
( place) dan menurut waktu ( time).
3. Faktor yang mempengaruhi

43
Menunjuk kepada faktor penyebab dari masalah kesehatan, baik yang
menerangkan frekuensi, penyebaran, ataupun penyebab munculnya masalah
tersebut. Tiga hal pokok yang harus dilakukan yaitu; merumuskan hipotesa
penyebab, pengujian terhadap rumusan hipotesa dan menarik simpulan. Untuk
dilakukan langkah selanjutnya mengatasi masalah kesehatan .

Jenis/macam epidemiologi

1. Epidemiologi Diskriptif
Hanya mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran suatu masalah kesehatan tanpa
mencari faktorfaktor penyebab yang mempengaruhi. Frekuensi menggambarkan
besarnya masalah kesehatan, penyebaran dibedakan menurut ciri2 manusia,
tempat,waktu terjadinya. Tak bermaksud membuktikan hipotesa
Menjawab pertanyaan SIAPA/ WHO, DIMANA /Where dan KAPAN/When, tetapi
tidak menjawab MENGAPA/WHY Misalnya : Ingin mengetahui banyaknya
penderita TB Paru disuatu daerah, susunan umur, jenis kelamin, atau ingin
mengetahui banyaknya penderita infeksi luka operasi di suatu rumah sakit.

2. Epidemiologi Analitik
Mencakup keseluruhan jawaban termasuk penyebab terjadinya , frekuensi ,
penyebaran serta munculnya suatu masalah kesehatan /penyakit tersebut (Why)
bermaksud membuktikan hipotesa. Dicari hubungan penyebab dan akibat. Penyebab
menunjuk kepada faktor-faktor yang mempengaruhi sedangkan akibat menunujk
kepada frekuensi penyebaran serta adanya masalah kesehatan

Contoh:
Ingin mengetahui pengaruh rokok terhadap timbulnya penyakit kanker paru.
Dilakukan perbandingan antara kelompok perokok dengan yang tidak merokok
Dilihat jumlah penderita penyakit kanker untuk masing-masing kelompok
Dari perbedaan dapat disimpulkan ada tidaknya pengaruh rokok terhadap penyakit
kanker paru

44
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit

Banyak teori yang dikemukakan, Gordon dan La Richt pada tahun 1950 menyebut tiga
faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit pada manusia

1. HOST ( Pejamu)
Semua faktor pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya dan perjalanan
suatu penyakit.
a. Faktor keturunan
Allergy,thalassemia,hemofilia
b. Mekanisme pertahanan tubuh
Umum : Pertahanan tingkat pertama, kulit utuh, mukosa utuh, bulu hidung,
sekresi tubuh
Pertahanan tingkat kedua: tonsil, hati, limpa dan kelenjar lymphe
Khusus : Selluler ; pembentukan antibodi, leukositosis, fagositosis
Hormonal: Bawaan seperti genetik tubuh
Didapat aktif ; buatan ( immunisasi), alamiah ( sembuh dari sakit )
Didapat pasif; buatan ( pemberian antibodi), alamiah ( diperoleh dari ibu/ ASI )

c. Usia
Penyakit tertentu menyerang golongan umur tertentu, mis campak, polio, difteri
mayoritas menyerang anak-anak
d. Jenis kelamin
Tumor prostat pada laki-laki, myoma , Cacervix pada wanita
e. Ras
Ras barat lebih sering ditemukan hemofilia,thalassemia lebih sering pada suku
tertentu
f. Pekerjaan
Karyawan pabrik tertentu terkena PPOK,dermatitis kontak.Manajer perusahaan
lebih sering terkena ketegangan jiwa daripada karyawan non manager
g. Kebiasaan hidup
Hidup kurang bersih mudah kena infeksi

45
2. Agent ( bibit penyakit)

Kehadirannya atau ketidak hadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi


perjalanan suatu penyakit

Abiotik :

golongan nutrien : dibutuhkan, dikonsumsi tetapi bila kekurangan/kelebihan


menimbulkan penyakit
golongan kimia : bila terkena atau kemasukan zat tsb timbul penyakit,mis
logam berat,gas beracun CO.
golongan fisik : suhu udara dingin/panas, bising, lembab, tekanan udara
tinggi, radiasi, trauma mekanis dapat timbul penyakit

golongan mekanik : kecelakaan,pukulan, benturan


golongan biologik ( biotik ): mikroorganisme,hewan atau tumbuhan

Agent yang dapat menimbulkan infeksi di RS


1. Virus
Organisme subselluler yang tidak dapat reproduksi sendiri,tetapi memerlukan partisipasi
aktif dari sel host untuk memperbanyak diri Mis: polio, smallpox, measles,rabies,
hepatitis, HIV
2. Bakteri
Organisme bersel tunggal yang tidak mempunyai membran nukleus. Paling
seringmenyebabkan IN. Dinding selnya kuat, sehingga dapat bertahan hidup pada
lingkungan yang tidak menguntungkan.
Ada dua bentuk bakteri:
o Vegetatif bentuk yang aktif
o Bentuk yang tidak aktif yang sangat resisten terhadap Germicide dan
perubahan lingkungan Mis:Staphylococcus,

46
Streptococcus,Pseudomonas, E.coli.
3. Jamur

Organisme bersel tunggal/ majemuk. Mis : Candida, Aspergilus


4. Protozoa
Organisme bersel tunggal, mempunyai membrana nucleus, tidak mempunyai dinding sel.

Terdapat 4 jenis : Flagellata, Amoeba, Sporozoa, ciliata


Mis:plasmodium,toksoplasma
5. Parasit multiselluler
Cacing Trematoda, Cestoda, Nematoda, nyamuk, kutu.

Terjadinya infeksi tergantung pada adanya ekspos agent yang infeksius kepada host yang
peka. Sakit tidaknya host yang terinfeksi dipengaruhi oleh faktor virulensi intrinsik agent
dan patogenitas dari interaksi antara host dan agent. Pertahanan tubuh host akan melawan
infeksi.

Infeksi dapat terjadi :

Penurunan daya tahan tubuh host, walaupun kadar mikroba minimal


Faktor kepekaan host,menentukan perkembangan dan keparahan infeksi terbagi:
a..Intrinsik :
usia saat mendapat infeksi, BB lahir, sex , ras, status nutrisi, keadaan comorbid mis
kelainan anatomi yang ada, adanya penyakit lain obat imunosupresan, status
vaksinasi, faktor psikologis yang ada
b.Ekstrinsik:
Prosedur invasive medis atau bedah,adanya pemakaian alat invasive mis : Cateter,
ventilator, perilaku sexual dan pemakaian kontrasepsi, lamanya pemakaian antibiotik,
pemaparan dengan petugas RS, perawatan yang lama di Rumah sakit

Bakteri, virus dan jamur yang sering dihubungkan dengan infeksi di sarana kesehatan.
Untuk transmisi maka mikroorganisme tersebut harus bertahan dalam lingkungan hingga
kontak dengan host untuk dapat menimbulkan infeksi.
Reservoir yang memungkinkan mikroorganisme bertahan hidup dan berbiak adalah benda
hidup seperti petugas kesehatan yang merupakan carier Staphylococcus dalam nares

47
anterior nya, atau benda mati yang berada dilingkungan misalnya Pseudomonas sp atau
Legionella yang hidup dalam sistem air condition,spora Clostridium difficile di permukaan
area pasien rawat inap , Serratia marcescens yang tumbuh dalam sabun atau lotion tangan
yang terkontaminasi.
Untuk bertahan hidup dalam lingkungan maka mikroorganisme mempunyai faktor
intrinsik dan genetik tertentu,mis kemampuan bertahan terhadap panas, kekeringan, sinar
UV, bahan kimia,dan kemampuan berkompetisi dengan mikroorganisme lain,kemampuan
berbiak dilingkungan tanpa dipengaruhi organisme lain.
Faktor intrinsik agent penting untuk timbulnya infeksi adalah infektivitas ( kemampuan
bibit penyakit mengadakan invasi dan menyesuaikan diri, bertempat tinggal dan
berkembang biak), patogenitas ( kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan
penyakit ) , jika tidak memliki penyakit disebut apatogen , virulensi ( ukuran keganasan/
derajat kerusakan yang ditimbulkan penyakit) , antigenesiti ( kemampuan bibit penyakit
merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh / antigen ) , dosis infeksi,
kemampuan mikroba memproduksi toksin, status imunologi dan kemampuan untuk
bertahan serta masuk dalam sistim pertahanan tubuh manusia,kemampuan berbiak pada
sel khusus, jaringan khusus,atau host/vektor, kemampuan untuk dapat menimbulkan
infeksi kronik, dan kemampuan untuk menurunkan daya tahan tubuh manusia (mis HIV).
Sekali mikroba mencapai permukaan host,dapat mengadakan kolonisasi atau berbiak
tanpa melakukan invasi kedalam atau pengaruhi sistim pertahanan host.Adanya mikroba
di permukaan host tidak berarti terjadi infeksi.Juga pasien yang terkolonisasi dapat
merupakan sumber transmisi kepada pasien lain.
Bila terjadi infeksi maka terjadi respon imun pada host walaupun infeksinya hanya
subklinis.Terjadinya proses infeksi akan sukses pada host yang non imun,dan yang paling
berhasil adalah pada host yang mengalami penurunan daya tahan
tubuh/immunocompromised. Kemampuan mikroba untuk menginfeksi vektor host lain
( virus demam kuning dalam nyamuk) atau reservoir selain manusia lainnya virus demam
kuning dalam monyet) adalah penting dalam epidemiologi penyakit infeksi di dunia luas.

3. Environment (lingkungan)
Faktor lingkungan mempengaruhi terjadinya interaksi agent dengan host dan berpengaruh

48
terhadap penyebaran infeksi.

Faktor lingkungan termasuk


a.Faktor fisik :
Suhu panas atau dingin, kelembaban, musim, lokasi sekitar (ICU), klinik perawatan
jangka panjang,sarana air

b. Faktor biologik:
Host perantara mis serangga
c. Faktor sosial:
Status ekonomi, perilaku sexual, jenis makanan dan cara penyajian, kualitas rumah, air
dan peralatan rumah

Pengendalian infeksi nosokomial bertujuan untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi


nosokomial dengan cara mengendalikan ke tiga mata rantai diatas
Salah satu cara pengendalian mata rantai ke satu ( Agent ) adalah dengan cara penggunaan
antibiotika secara rasional. Perilaku manusia (rantai 3) dikendalikan dengan cara program
induksi bagi petugas kesehatan, penderita maupun pengunjung. Sedangkan sterilisasi
disinfeksi dan sanitasi bertujuan untuk mengendalikan mata rantai ke dua.
Cara Transmisi Infeksi:
a. Kontak: langsung dan tak langsung
b. Droplet
c. Udara
d. Common vichicle
e. Vektorborne

Ada tiga model hubungan antara agent, host dan lingkungan untuk membantu
mengerti proses terjadinya infeksi
A.Model segitiga
B.Model Roda
C.Model See saw

49
Dalam keseimbangan

Interakasi yang dinamis, Perubahan di salah satu komponen berpengaruh pada


keseimbangan yang ada.Perubahan di titik keseimbangan mungkin akan
meningkatkan/menurunkan frekuensi

Model roda epidemiologi


Hot
Social environment
Biologi environment

Genetic core

Physical environment

Man merupakan inti genetik Dikelilingi oleh lingkungannya meliputi: biologis, fisik,
sosial
Ukuran komponen tergantung dari masalah penyakit yang ada.Tidak ditekankan pada
agent tetapi interaksi host dengan lingkungan dan agent dengan lingkungan. Untuk
penyakit infeksi berasal dari sektor lingkungan biologi

50
Penurunan pertahanan host sebanding dengan terjadinya infeksi, sejajar dengan satu atau
lebih faktor agent pada numerator
Infeksi dapat terjadi walaupun dosis mikroba sedikit, walaupun ditempat yang tidak biasa
oleh kuman dengan virulensi ringan,yang tak dapat menyebabkan sakit pada host yang
normal. Penurunan pertahanan host sebagai denominator, penurunan kebutuhan agent
untuk dapat menyebabkan infeksi adalah tipikal dari interaksi yang menyebabkan infeksi
oportunistik menyerang host yang mengalami penurunan daya tahan tubuh, pada pasien
rawat di rumah sakit.

Interaksi antara agent, host dan lingkungan


Semua penyakit memiliki penyebab yang multi faktor. Beberapa penyakit
infeksi ,memiliki faktor tunggal yang unik, yaitu KEPERLUAN dan KECUKUPAN, mis
campak, rabies dimana host perlu ekspos terhadap agent dan terinfeksi oleh agent,
sehingga terjadi penyakit oleh virus campak .
MTB, Hepatitis A dan virus polio perlu masuk dalam host tanpa menyebabkan
penyakit seperti kebanyakan penyakit lainnya. Dalam perawatan di RS, ekspos terhadap
mikroba tertentu, pasien rawat inap dengan kolonisasi, mis VRE, S aureus perlu tapi tidak
memenuhi persyaratan terjadinya penyakit, kecuali terjadi interaksi kompleks antara
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mis usia, status debilasi, status imunologi ,nutrisi,

51
alat yang dipakai, prosedur invasif, pemberian antibiotika dan kepekaan mikroba terhadap
antibiotika. Kenyataan pada infeksi untuk dapat menyebabkan terjadi penyakit sangat
berhubungan dengan faktor -faktor tersebut.
Faktor lingkungan menunjang agent untuk bertahan dan berbiak dalam reservoir
dan perilaku host dalam rumah, kantor, tempat rekreasi, berhubungan dengan ekspos
terhadap mikroba penyebab. Penyakit yang disebarkan melalui air dan makanan
berkembang pada musim panas karena temperatur inkubasi yang lebih baik untuk kuman
berbiak.di US frekuensi untuk infeksi nosokomial akibat Acinetobacter sp meningkat di
ICU pada musim panas, terjadi peningkatan jumlah dan transmisi.MRSA, VRE,
Pseudomonas resisten Ceftazidime endemis pada ICU RS di US,sedang VRSA endemis
pada tempat perawatan akut.
Perilaku personal perlu diteliti yang berdampak pada transmisi langsung seperti
didapatkan pada HIV melalui ASI pada daerah endemis tinggi HIV, mikroba Gram negatif
melalui kuku palsu petugas ICU, patogen yang ditularkan melalui sexual kontak.
Perlu perhatian khusus dalam pencegahan oleh keluarga dan petugas yaitu pada pasien
risiko tinggi seperti prematur, kelainan congenital, usila, penyakit berat/komplikasi,
memakai alat medis invasif, mengalami prosedur invasif.
Lingkungan khusus
Seperti barak militer, institusi penyakit kronik, center bedah ambulatoir, unit dialysis,
perawatan akut harus diupayakan pencegahan interaksi agent dan host yang spesial.

Penemuan masalah kesehatan

Penemuan masalah kesehatan dapat dilakukan dengan studi:


Studi epidemiologik yang klasik dilakukan adalah Observasional dan Eksperimental.
Observasional dapat dilakukan secara Deskriptif dan Analitik.
Analitik dapat dilakukan dengan Cohort studies,Case control studies,dan Cross sectional
studies.
Studi observasional dilakukan monitoring cara alami, pada penataan klinik; investigator
mengobservasi hasil yang tampak, tetapi tidak melakukan kontrol untuk lingkungan atau
populasi dalam risiko dan atau memberi intervensi

52
Studi Eksperimental , investigator mengontrol individu yang terekspos dalam populasi
terhadap suatu faktor yang dicurigai sebagai penyebab, ukuran pencegahan dan standar
terapi. Diminimalkan faktor confounding.
Studi Observasional Deskriptif dengan definisi kasus infeksi dengan data untuk
dianalisa berasal dari data primer medikal rekord, atau data sekunder dari surveilans
IC.Data menggambarkan Person ,Place, Time.Informasi dari studi diskriptif ini
menggambarkan hubungan antara faktor risiko dan infeksi.
Studi Observasional Analitik, untuk membuktikan suatu hipotesa yang dibuat
berdasarkan temuan studi diskriptif. Tujuannya adalah mengetahui penyebab dan efek dari
infeksi pada populasi dan menjawab mengapa suatu populasi mendapat infeksi tertentu.

Tergantung dari tujuan dan fasilitas yang dimiliki, dapat dilakukan studi diskriptif, a.l:
a. Sensus
Hampir tak pernah dilakukan,biasanya hanya untuk jumlah penduduk.diperlukan
dana dan tenaga yang besar

b. Survai khusus
Lebih praktis dari sensus karena tidak membutuhkan dana,tenaga,sarana dan waktu
yang lama.Dibedakan menjadi dua
1.Survai Insiden penyakit
Data kasus baru,tidak sepenuhnya menggambarkan keadaan kesehatan suatu
masyarakat karena kasus lama tidak tercatat.

2. Survai Prevalen penyakit


Data semua peristiwa penyakit , kasus baru dan lama. Data yang diperoleh lebih
lengkap, dapat menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat

53
Hasil survai Hospital Acquired Infection pada Rumah Sakit di dunia didapatkan berkisar
7 10%, diperkirakan 30% dapat dicegah, tergantung populasi pasien. SSI (Surgical Site
Infection ) pada operasi bersih harus < 5% mungkin bisa dicapai < 1 %.

Pencegahan dan Pengendalian


Perlu dilakukan pengukuran dan pengendalian infeksi yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan langsung pada berbagai rantai infeksi.
Pengendalian termasuk
a.Menghilangkan reservoir dari agent,hilangkan endemisitas mikroba pada lokasi tertentu
b.Atasi/ganggu transmisi dari infeksi
c.Lindungi host dari infeksi / penyakit
Catatan
Patogenisitas : Kemampuan agent menyebabkan suatu penyakit pada host
Patogenitas mikroba dapat meningkat pada host dengan pertahanan tubuh
yang menurun.
Infektivitas :karakteristik dari mikroba yang mengindikasikan kemampuan untuk
menginvasi dan berbiak dalam host.Sering menggambarkan proporsi
pasien yang ekspos dan menjadi infeksi
Virulensi : kemampuan intrinsik dari mikroba untuk menginfeksi host dan menyebabkan
penyakit. Digambarkan jumlah pasien yang sakit secara klinis dan
berkembang menjadi berat dan kematian,case fatality rate.

54
BAB VI
KEWASPADAAN ISOLASI
(ISOLATION PRECAUTION)

Pendahuluan

Kewaspadaan isolasi merupakan bagian dari pencegahan dan pengendaliann


infeksi rumah sakit/ HAIs, bertujuan untuk memutus mata rantai infeksi yaitu dari pasien
ke pasien lainnya, dari pasien ke petugas atau sebaliknya , dari pasien ke pengunjung atau
dari pengunjung ke pasien dari permukaaan lingkungan ke pasien atau petugas maupun
pengunjung.
Di Indonesia telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai upaya untuk memutus
siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan

55
masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.. Petugas kesehatan harus memahami, mematuhi dan
menerapkan Kewaspadaan Isolasi yang meliputi Kewaspadaan Standar, Kewaspadaan
Berdasarkan Transmisi agar tidak terinfeksi.

PERKEMBANGAN KEWASPADAAN

Kewaspadaan terhadap infeksi sudah diawali sejak tahun 1877 (US) yang disebut
sebagai Early Isolation Precaution, dimana dilakukan pemisahan pasien infeksi
dengan non infeksi namun infeksi berlangsung terus. Tahun 1890-1900 Early Isolation
Precaution diubah menjadi Early Isolation Precaution yaitu pemisahan pasien sesuai
jenis infeksi dan dilakukan teknik aseptik dan infeksi masih berlangsung terus. Tahun
1910 dilakukan sistem kubikel, menggunakan gaun,melakukan cuci tangan aseptik,
dan disinfeksi peralatan kesehatan pasien. Pada tahun 1950 Rumah Sakit Infeksi mulai
ditutup kecuali TB. Pada tahun 1960 Rumah Sakit TB ditutup pasien lebih
menyenangi berobat ke rumah sakit umum atau rawat jalan. Pasien penyakit TB di
rawat di RSU dengan teknik isolasi.
Pada tahun 1970 dibentuk Isolation Manual (CDC) yaitu dengan melakukan Teknik
Isolasi, namun pada tahun 1975 Isolasi Manual direvisi menjadi tujuh kategori isolasi
yaitu Strict Isolation, Respiratory Isolation, Protective Isolation, Enteric Precaution,
Wound and skin Precaution, Blood Precaution ,Discharge Precaution.
Pada tahun 1983 Rumah Sakit mengalami endemik & epidemik terhadap multi drug
resistance muncul patogen baru ( MRSA ) peningkatan Isolation Precaution pasien
dirawat di ruang intensif. Isolasi Manual direvisi menjadi Strict Isolation, Contact Isolatio,
Enteric Precaution, Drainage Secretion Protective, Blood and Body Fluid Precaution
Pada tahun 1985 timbul Epidemik HIV pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum bekas
pakai. Praktek Isolasi diubah secara dramatikal menjadi Universal Precaution (UP), yaitu
kewaspadaan terhadap Darah dan Cairan Tubuh, sehingga diterapkan penggunaan sarung
tangan, gaun, masker, pelindung mata jika kontak atau kemungkinan terkontak darah
maupun cairan tubuh pada semua pasien yang masuk rumah sakit, baik yang sudah
dianggap terinfeksi maupun tidak terinfeksi. Pada tahun 1988 Universal Precaution

56
menganggap bahwa darah merupakan sumber utama penularan HIV dan HBV, sehingga
harus waspada terhadap darah, cairan tubuh (semen dan vagina), cairan amniotic,
cerebrospinal, peritoneal, pleural, synovial bukan feses, urine, sekret hidung, sputum,
keringat, air mata, muntah, kecuali terkontaminasi darah ( harus mencuci tangan setelah
melepas sarung tangan ). Disisi lain pada tahun 1987 ada beberapa pendapat para ahli di
Seatle, Washington, San Diego, California;yang mengatakan bahwa Body Substance
Isolation (BSI) berfokus terhadap darah, feses, urine ,sputum, saliva, wound drainage,
cairan tubuh lainnya, permukaan tubuh yang basah dan lembab ditujukan kepada semua
pasien dengan menggunakan sarung tangan (tidak perlu cuci tangan setelah melepas
sarung tangan kecuali terkontaminasi) . Pendapat para ahli dari Universal Precaution dan
Body Substance Isolation berbeda, namun akhirnya diambil kesepakatan pada tahun 1990
kedua pendapat ini di satukan menjadi A new Isolation Guideline terdiri dari dua lapis
Standard Precaution ( gabungan UP dan BSI) dan Transmission Based Precaution dan
dipublikasikan pada tahun 1996.
Standard Precaution ditujukan kepada semua pasien tanpa mempertimbangkan infeksi
atau non infeksi . Standard Precaution meliputi kebersihan tangan, penggunaan alat
pelindung diri (sarung tangan,masker, pelindung mata/wajah. Gaun/apron),peralatan
perawatan pasien, pengendalian lingkungan , penanganan limbah, linen, kesehatan
karyawan, penempatan pasien
Transmission Based Precaution ditujukan pada pasien yang infeksi atau diduga infeksi
meliputi; Contact Precaution, Airborne Precaution, Droplet Precaution
Pada tahun 2007 terjadi perubahan dimana Standard Precaution ditambah dengan
Hygiene respirasi/ Etika batuk , Praktek menyuntik yang aman, Praktek pencegahan
untuk prosedur lumbal punksi . Kemudian Hospital Acquired Infection (HAI) menjadi
Healthcare Associated Infections ( HAIs) Cuci tangan menjadi kebersihan tangan

Kewaspadaan Standar dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada
petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.

Rekomendasi
Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut :

57
Kategori I A :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah didukung penelitian
dan studi epidemiologi.
Kategori I B :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan telah ditinjau efektif oleh
para ahli di lapangan.
Dan berdasar kesepakatan HICPAC (Hospital Infection Control Advisory
Committee) sesuai dengan bukti rasional walaupun mungkin belum dilaksanakan
suatu studi scientifik.
Kategori II :
Dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah sakit. Anjuran didukung studi klinis dan
epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan di beberapa rumah
sakit.
Tidak direkomendasi : Masalah yang belum ada penyelesaiannnya.
Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau belum ada kesepakatan mengenai
efikasinya.

KEWASPADAAN STANDAR
Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien. Kategori I meliputi
1. Kebersihan tangan/Hand hygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung),
face shield (pelindung wajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek pencegahan untuk prosedur lumbal punksi

58
1. Kebersihan Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan
tangan terhindar kontaminasi patogen dari dan ke permukaan.
(kategori I B)
Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein, cairan
tubuh, cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dengan air
mengalir. (kategori I A)
Bila tangan tidak tampak kotor, atau setelah membuang kotoran
dengan sabun biasa+air, dekontaminasi dengan alkohol handrub
(kategori I B)
Sebelum kontak langsung dengan pasien (kategori I B)
Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, kulit
yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai sarung
tangan (kategori I A) (10)
Setelah kontak dengan kulit pasien yang utuh. (kategori I B)
Bila tangan beralih dari area tubuh terkontaminasi menuju area
bersih (kategori II)
Segera setelah melepas sarung tangan. (kategori I B)
Setelah kontak dengan benda mati (termasuk alat medik) di area
pasien (kategori II )
Cuci tangan dengan sabun biasa dan air mengalir bila kontak
dengan diduga spora, karena alkohol, klorhexidin, iodofor
aktifitasnya lemah terhadap spora (kategori II)
Jangan memakai kuku palsu, saat kontak langsung dengan pasien
(kategori I A)
Cegah kontaminasi setelah melepas APD (kategori I B)
Sebelum keluar ruangan pasien, melepas APD, membuang APD
(kategori I B)
Sebelum menangani peralatan invasif yang tidak membutuhkan
tindakan bedah, termasuk kateter IV, urinary dan vaskuler
perifer(10)
Sebelum dan sesudah merawat pasien langsung
Saat berpindah dari sisi tubuh terkontaminasi kesisi bersih dari
pasien yang sama
Setelah menggunakan toilet
2. Alat Pendung Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi,
Diri (APD) : ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit
Sarung tangan yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi
Masker, Kaca (kategori I B)
mata Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan (kategori I B)
pelindung, Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung
Pelindung (kategori I B)
wajah, Gaun
Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk
membersihkan lingkungan (kategori I B)

59
Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum
menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi ,
sebelum beralih ke pasien lain (kategori I B)
Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang
berbeda (kategori I B)
Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh
terkontaminasi ke area bersih (kategori I B)
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus membran mata,
hidung, mulut selama melaksanakan prosedur dan aktifitas
perawatan pasien yang berisiko terjadi cipratan/semprotan dari
darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi (kategori I B)
Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan
Masker bedah dapat dipakai secara umum untuk petugas RS
untuk mencegah transmisi melalui partikel besar dari droplet saat
kontak erat (<3 m) dari pasien saat batuk/bersin.
Pakailah selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun
pada pasien tidak diduga infeksi (kategori I B)
Kenakan gaun ( bersih, tidak steril ) untuk melindungi kulit,
mencegah baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama
prosedur/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan/semprotan cairan tubuh pasien (kategori I B)
Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan
dikerjakan dan perkiraan jumlah cairan yang mungkin akan
dihadapi. Bila gaun tidak tembus cairan, perlu dilapisi apron
tahan cairan mengantisipasi semprotan/cipratan cairan
infeksius(10).
Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah
transmisi mikroba ke pasien lain ataupun ke lingkungan
(kategori I B)
Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik
penting, lepaskan saat akan keluar ruang pasien (kategori I B)
Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang
sama (kategori II)
Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang risiko tinggi
seperti ICU, NICU (kategori I B)
3. Peralatan Buat aturan dan prosedur untuk menampung, transportasi,
perawatan peralatan yang mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh
pasien (kategori IB)
( kategori IB ) Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi kritikal
dengan bahan pembersih sesuai dengan sebelum di DTT atau
sterilisasi (kategori IB)
Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi dengan benar sehingga kulit dan mukus

60
membran terlindungi, cegah baju terkontaminasi, cegah transfer
mikroba ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan peralatan yang
telah dipakai untuk pasien infeksius telah dibersihkan dan tidak
dipakai untuk pasien lain. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang
dan dihancurkan melalui cara yang benar dan peralatan pakai
ulang diproses dengan benar (kategori IB)
Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai.
Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi. Peralatan
kritikal harus didisinfeksi kemudian disterilkan (kategori IB)
Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan
detergen (kategori IB)
Bila tidak tampak kotor, lap permukaan peralatan yang besar
(USG, X ray) setelah keluar ruangan isolasi
Bersihkan dan disinfeksi yang benar peralatan terapi pernapasan
terutama setelah dipakai pasien infeksi saluran napas
Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik atau manual
dengan detergen tiap setelah makan. Benda disposable dibuang
ketempat sampah (10)
4. Pengendalian Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan prosedur
lingkungan rutin untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat
tidur, peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya,
permukaan yang sering tersentuh dan pastikan kegiatan ini
dimonitor (kategori IB)
RS harus mempunyai disinfektan standar untuk menghalau patogen
dan menurunkannya secara signifikan di permukaan terkontaminasi
sehingga memutuskan rantai penularan penyakit. Disinfeksi adalah
membunuh secara fisikal dan kimiawi mikroorganisme tidak
termasuk spora (10)
Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan permukaan
tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan dari bahan organik
(ekskresi, sekresi pasien, kotoran).(10 )
Pembersihan ditujukan untuk mencegah aerosolisasi, menurunkan
pencemaran lingkungan. Ikuti aturan pakai pabrik cairan
disinfektan, waktu kontak, dan cara pengencerannya(10)
Disinfektan yang biasa dipakai RS: (10)
Na hipoklorit (pemutih), alkohol, komponen fenol, komponen
ammonium quarternary, komponen peroksigen
Pembersihan area sekitar pasien:
Pembersihan permukaan horisontal sekitar pasien harus dilakukan
secara rutin dan tiap pasien pulang.
Untuk mencegah aerosolisasi patogen infeksi saluran napas, hindari
sapu, dengan cara basah (kain basah)
Ganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop setelah dipakai
(terkontaminasi)
Peralatan pembersihan harus dibersihkan, dikeringkan tiap kali

61
setelah pakai
Mop dilaundry, dikeringkan tiap hari sebelum disimpan dan dipakai
kembali.
Untuk mempermudah pembersihan bebaskan area pasien dari
benda-benda/peralatan yang tidak perlu(10)
Jangan fogging dengan disinfektan, tidak terbukti mengendalikan
infeksi, berbahaya
Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner (pakai filter,
HEPA). Jangan memakai karpet(10)
5.Penatalaksanaan Penanganan, transport dan proses linen yang terkena darah, cairan
Linen tubuh, sekresi, ekskresi dengan prosedur yang benar untuk
mencegah kulit, mukus membran terekspos dan terkontaminasi
linen, sehingga mencegah transfer mikroba ke pasien lain, petugas
dan lingkungan ( kategori IB )
Buang terlebih dahulu kotoran (misal: feses), ke toilet dan letakkan
linen dalam kantong linen.
Hindari menyortir linen di ruang rawat pasien. Jangan
memanipulasi linen terkontaminasi untuk hindari kontaminasi
terhadap udara, permukaan dan orang.
Cuci dan keringkan linen sesuai SOP. Dengan air panas 70oC,
minimal 25 menit. Bila dipakai suhu < 70oC pilih zat kimia yang
sesuai. (10)
Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi.
Kantong tidak perlu double.
Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD(10)
6. Kesehatan Berhati hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat menangani
karyawan jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai setelah prosedur, saat
membersihkan instrumen dan saat membuang jarum (kategori IB)
Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum dengan
tangan, menekuk jarum, mematahkan, melepas jarum dari spuit.
Buang jarum, spuit, pisau scalpel, dan peralatan tajam habis pakai
kedalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke insenerator
(kategori IB)
Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain
pengganti metoda resusitasi mulut ke mulut (kategori IB)
Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh selain
akan menyuntik.
7. Penempatan Tempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan atau
Pasien yang tidak dapat diharapkan menjaga kebersihan atau kontrol
lingkungan kedalam ruang rawat yang terpisah.
Bila ruang isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan
petugas PPI. (kategori IB)
Cara penempatan sesuai jenis kewaspadaan terhadap transmisi
infeksi

62
8. Hygiene Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi
respirasi/ untuk mencegah transmisi pathogen dalam droplet dan fomite
Etika batuk terutama selama musim / KLB virus respiratorik di masyarakat
(kategori I B)
Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasien dengan
individu dengan gejala klinik infeksi respirastorik, dimulai dari
unit emergensi (kategori I B)
Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa pasien
rajal atau pengunjung dengan gejala klinis infeksi saluran napas
harus menutup mulut dan hidung dengan tisu kemudian
membuangnya dan mencuci tangan (kategori II)
Sediakan tisu dan wadah untuk limbahnya (kategori IB)
Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci tangan pada ruang
tunggu pasien rajal, atau alcohol handrub (kategori I B)
Pada musim infeksi saluran napas, tawarkan masker pada pasien
dengan gejala infeksi saluran napas, juga pendampingnya.
Anjurkan untuk duduk berjarak > 1 m dari yang lain (kategori I
B)
Lakukan sebagai standar praktek (kategori I B)
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien
yang terinfeksi untuk transmisi kepada kontak yang tidak
terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melalui droplet
besar dan atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan
kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran
napas. Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran
napas harus:
Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
Pakai tisu, saputangan, masker kain/medis bila tersedia, buang
ke tempat sampah
Lakukan cuci tangan
Manajemen fasilitas kesehatan/RS harus promosi hygiene
respirasi/etika batuk:
Promosi kepada semua petugas, pasien, keluarga dengan
infeksi saluran napas dengan demam
Edukasi petugas, pasien, keluarga, pengunjung akan pentingnya
kandungan aerosol dan sekresi dari saluran napas dalam
mencegah transmisi penyakit saluran napas
Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alcohol handrub,
wastafel-antiseptik, tisu towel, terutama area tunggu harus
diprioritaskan (10)
9. Praktek Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk
menyuntik mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi
yang aman Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum
atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial

63
multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain
10. Praktek Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat
pencegahan kedalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal
untuk saat melakukan anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk
prosedur mencegah transmisi droplet flora orofaring
lumbal punksi

KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI.

Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat untuk
diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi
patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau
permukaan terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:
1. Kontak.
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (Airborne)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Catatan: Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.

Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun


kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun antiseptik
berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh,
gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan cairan tubuh,
memakai masker, goggle untuk melindungi wajah dari percikan cairan tubuh.

1. Kewaspadaan transmisi Kontak

Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan untuk
menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui

64
kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit
terluka/abrasi orang yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi.
Misal perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak,
dokter bedah dengan luka basah saat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan
merawat oral pasien HSV atau scabies.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda
yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen yang terkontaminasi,
jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak
diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak
dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau
benda mati dilingkungan pasien.

Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen infeksi saluran napas
misal: para influenza, RSV, SARS, H5N1.
Pada pedoman Isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan masker saat dalam radius 6-
10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen.

Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau
dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara epidemiologi mikrobanya dapat
ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung. (Kategori IB)

Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih memakai
sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan.
Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan
perawatan pasien misal: pegangan pintu, tombol lampu, telepon.

2. Kewaspadaan transmisi droplet

Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan infeksi


diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan melalui droplet ( >

65
m). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam
jarak 1-2m dari sumber.(10,11) Transmisi droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mucus
membrane hidung/mulut, orang rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba
berasal dari pasien pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara,
selama prosedur suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan
resipien < 3 kaki. Karena droplet tidak bertahan diudara maka tidak dibutuhkan
penanganan khusus udara atau ventilasi, Misal: Adenovirus.

Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau terinhalasi.
Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan
ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa membrane. Transmisi jenis ini lebih sering
terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal: commoncold, respiratory syncitial
virus (RSV).
Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotrakheal, batuk
akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

3. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions )

Kewaspadaan transmisi melalui udara (kategori IB) diterapkan sebagai tambahan


Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba
yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara. Seperti misalnya
transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara.

Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi baik yang
ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil < 5 m evaporasi dari droplet
yang bertahan lama di udara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab
infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi
oleh individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung
pada faktor lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam
pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka terkontaminasi (S.
aureus).

66
Kewaspadaan berbasis Transmisi
Kontak Droplet Udara/Airborne

Penempatan Tempatkan di ruang rawat Tempatkan pasien di ruang Tempatkan pasien di ruang
pasien terpisah, bila tidak mungkin terpisah, bila tidak mungkin terpisah yang mempunyai
kohorting. bila ke2nya tidak kohorting. Bila ke2nya tidak 1. tekanan negatif
mungkin maka pertimbang mungkin, buat pemisah 2. aliran udara 6-12 X /jam
kan epidemiologi mikroba nya dengan jarak >1 meter antar 3. pengeluaran udara terfiltrasi
dan populasi pasien. TT dan jarak dengan sebelum udara mengalir ke ruang
Bicarakan dengan petugas PPI pengunjung. atau tempat lain di RS.
(kategori IB) Pertahankan pintu terbuka, Usahakan pintu ruang pasien
Tempatkan dengan jarak >1 tidak perlu penanganan khusus tertutup. Bila ruang terpisah
meter antar TT thd udara dan ventilasi tidak memungkinkan, tempat
(kategori IB) kan pasien dengan pasien lain
yang mengidap mikroba yang
sama, jangan dicampur dengan
infeksi lain (kohorting) dengan
jarak >1 meter.
Konsultasikan dengan petugas
PPIRS sebelum menempatkan
pasien bila tidak ada ruang
isolasi dan kohorting tidak
memungkinkan. (kategori IB)

Transport Batasi gerak, transport pasien Batasi gerak dan transportasi Batasi gerakan dan transport
pasien hanya kalau perlu saja. Bila untuk batasi droplet dari pasien hanya kalau diperlukan
diperlukan pasien keluar pasien dengan mengenakan saja.
ruangan perlu kewaspadaan masker pada pasien (kategori Bila perlu untuk pemeriksaan
agar risiko minimal transmisi IB) dan menerapkan hygiene pasien dapat diberi masker bedah
ke pasien lain atau lingkungan respirasi dan etika batuk untuk cegah menyebarnya
(kategori IB) droplet nuklei (kategori IB)

Alat Pelindung Sarung tangan dan cuci Masker Perlindungan saluran napas
Diri tangan pakailah bila bekerja dalam kenakan masker respirator
memakai sarung tangan bersih radius 1 m terhadap pasien (N95/Kategori N pada efisiensi
non steril, lateks saat masuk (kategori IB), saat kontak erat. 95%) saat masuk ruang pasien
ke ruang pasien, ganti sarung masker seyogyanya atau suspek TB paru.
tangan setelah kontak dengan melindungi hidung dan mulut, Orang yang rentan seharusnya
bahan infeksius (feses, cairan dipakai saat memasuki ruang tidak boleh masuk ruang pasien
drain), lepaskan sarung tangan rawat pasien dengan infeksi yang diketahui atau suspek
sebelum keluar dari kamar saluran napas. campak, cacar air kecuali
pasien dan cuci tangan dengan petugas yang telah imun. Bila
antiseptik (kategori IB) terpaksa harus masuk maka
harus mengenakan masker
Gaun respirator untuk pencegahan.
pakai gaun bersih, tidak steril Orang yang telah pernah sakit
saat masuk ruang pasien untuk campak atau cacar air tidak perlu
melindungi baju dari kontak memakai masker (kategori IB)
dengan pasien, permukaan
lingkungan, barang diruang Masker bedah/prosedur (min)
pasien, cairan diare pasien, Sarung tangan
ileostomy, colostomy, luka Gaun
terbuka. Lepaskan gaun Goggel

67
sebelum keluar ruangan. Bila melakukan tindakan dengan
Jaga agar tidak ada kemungkinan timbul aerosol
kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien lain
(kategori IB)
Apron
Bila gaun permeable, untuk
mengurangi penetrasi cairan,
tidak dipakai sendiri

Bila memungkinkan peralatan


Peralatan nonkritikal dipakai untuk 1
untuk pasien atau pasien dengan
perawatan infeksi mikroba yang sama.
pasien Bersihkan dan disinfeksi
sebelum dipakai untuk pasien
lain (kategori IB)

MDRO, MRSA, VRSA, VISA, Transmisi pada TB


Contoh VRE, MDRSP (Strep Tidak perlu penanganan udara sesuai pedoman TB CDC
pneumoniae) secara khusus karena mikroba Guideline for Preventing of
tidak bergerak jarak jauh. Tuberculosis in Healthcare
Virus Herpes simplex, SARS, Facilities dan referensi nomor
RSV(indirek mel mainan), S. 10.
aureus, C. difficile, P.
aeruginosa, Influenza, B. pertussis, SARS, RSV MTB (obligat airborne)
Norovirus (juga makanan dan influenza, Adenovirus, campak, cacar air (kombinasi
air) Rhinovirus, N. meningitidis, transmisi) Norovirus (partikel
Streptococ grup A, feses, vomitus), Rotavirus
Mycoplasma pneumoniae, melalui partikel kecil aerosol

Penempatan pasien

Penempatan pasien seharusnya sesuai temuan klinis sambil menunggu hasil kultur
laboratorium.
Pertimbangan pada saat penempatan pasien :
Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misal:
luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol.
Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke
kontak, misal: luka dengan infeksi kuman gram positif.
Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke
area tidak ada orang lalu lalang, misal: TBC.
Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas,
misal: varicella

68
Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan
mental).
Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi dicampur
dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk
mencegah transmisi infeksi.

Transport pasien infeksius

Dibatasi, bila perlu saja


Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan:
1. pasien diberi APD (masker, gaun)
2. petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut
melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
3. pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi
transmisi kepada orang lain

Petugas, peralatan dan permukaan

Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap bersih.
Bersih diartikan :
Bebas dari kotoran
Telah dicuci setelah terakhir dipakai
Penjagaan kebersihan tangan personal
Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan

Disinfeksi tangan adalah kewaspadaan isolasi yang terpenting.

Peraturan untuk Kewaspadaan Isolasi

69
Harus dihindarkan transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas saat perawatan
pasien rawat inap. Perlu dijalankan hal berikut:
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari
seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi
2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera setelah melepas
sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urin, dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan
container pasien yang lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur.
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan dan
didisinfeksi dengan benar antar pasien.

BAB VII
KEBERSIHAN TANGAN

Pendahuluan

Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat di rumah sakit ketika pasien
masuk rawat atau pernah dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi setelah lebih
dari 48 jam hari rawat.
Kegagalan melakukan kebersihan tangan merupakan penyebab utama infeksi
nosokomial dan dapat menyebarkan multi resisten serta berkonstribusi terhadap timbulnya
wabah. (Boyke dan Pittet 2002)

70
Penelitian lain oleh Semmelweis (1861) dan peneliti peneliti lainnya
mengatakan bahawa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien terjadi melalui
tangan petugas kesehatan
Pada penelitian Philipp Semmelweis ia menemukan bawa kematian ibu ibu
bersalin yang ditolong oleh mahasiswa kedokteran yang tidak cuci tangan setelah
melakukan otopsi mayat jauh lebih tinggi dibandingkan ibu ibu bersalin yang ditolong
oleh bidan. Seorang temannya meninggal dunia setelah tertusuk jarum ketika melakukan
otopsi mayat dan kuman penyebab kematian temannya dan kematian ibu ibu bersalin yang
ditolong oleh mahasiswwa kedokteran tersebut adalah sama. Sehingga ia menyimpulkan
bahwa ada transmisi kontak melalui tangan, dialah orang pertama yang mengatakan
penyebarab penyakit melalui transmisi kontak.
Menjaga kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah penularan
mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial
(Boyce 1999, Larson 1995)

Pengertian
Kebersihan Tangan adalah suatu prosedur tindakan membersihkan tangan dengan
menggunakan air mengalir atau dengan menggunakan handrub berbasis alcohol.
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan di air mengalir menggunakan sabun/
antiseptic jika tangan terlihat kotor. Jika tangan tidak terlihat kotor dapat dilakukan
dengan menggunakan handrub berbasis alcohol.
Mencuci tangan di air mengalir adalah suatu prosedur tindakan membersihkan tangan
dengan menggunakan sabun/antiseptik dibawah air mengalir.

71
Kebersihan tangan

Merupakan salah satu prosedur yang paling penting dan efektif dalam mencegah
infeksi nasokomial bila dilakukan dengan baik dan benar
Idealnya mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan menggunakan sabun
yang digosok-gosokan selama 15 sampai 20 detik
Jika air mengalir/kran terkontaminasi, gunakan air yang telah dididihkan selama
10 menit dan kalau perlu disaring, atau mendisinfeksi air dengan larutan sodium
hipoklorit 0.001 %
Alternatif mencuci tangan dapat digunakan handrub berbasis alkohol 70 %, jika
fasilitas cuci angan tidak ada , namun harus diingat bahwwa tangan tidak terlihat
kotor/terkontaminasi
Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun
harus dilakukan, tidak ada alternatif lain.
Handscrub berbasis alkohol 70 %, digunakan terutama pada tempat dimana akses
wastafel dan air bersih terbatas
Handscrub berbasis alkohol 70 %,tidak mahal, mudah didapat dan mudah
dijangkau, dan dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml dengan 100 ml alkohol 70 %)
Mencuci tangan dengan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya
mencuci tangan dengan sabun antimikroba ( Pereira, Lee dan Wade 1997.
Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit
Mengeringkan tangan setelah mencuci tangan adalah satu hal yang sangat penting,
tidak ada gunanya mencuci tangan dengan baik dan benar tetapi ketika
mengeringkan tangan menggunakan handuk yang sudah terkontaminasi

72
Keringkan tangan dengan handuk kertas
Jika tidak ada handuk kertas gunakan handuk tangan sekali pakai
Handuk kertas harus tetap dalam kondisi bersih, tidak terkontaminasi,
penyimpanan handuk kertas dittempat yang kering dan tertutup/ dalam lemari

Tujuan kebersihan tangan

Untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah
mikroorganisme sementara.

Flora tangan
Flora transien
Mikroorganisme yang berada dalam lapisan kulit, diperoleh melalui kontak
dengan pasien, petugas kesehatan lain atau permukaan yang terkontaminasi
( mis; meja periksa, tempat tidur, dll) selama bekerja. Flora transien tinggal
dilapisan luar kulit dan terangkat sebagian dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air mengalir
Flora residen
Mikroorganisme yang tinggal dilapisan kulit yang lebih dalam serta didalam
folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, bahkan dengan
pencucianddddan pembilasan denngan sabun dan air bersih
Fasilitas kebersihan tangan
Tempat cuci tangan dengan air mengalir dan keran otomatis

Sabun atau anti septik dalam dispenser dengan pengontrol otomatis

Sikat kalau perlu

Kertas tissue/handuk kertas

73
Agen antiseptik atau antimikroba
Bahan kimia yang diaplikasikan diatas kulit atau jaringan hidup lain untuk
menghambat atau membunuh mikroorganisme transien maupun residen, sehingga
mengurangi jumlah hitung bakteri total
Contoh agen antiseptik
Alkohol 60 90 % ( etil dan isopropil atau metil alkohol)
Klorheksidin glukonat 2 4 % ( Hibiscrub,, Hibitane, Hibiclens)
Klorheksidin glukonat dan cetrimide ( savlon)
Yodium 3 %
Triklosan
Iodofor 7.5 10 % ( Betadine )
Air bersih
Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman untuk
diminum, serta untuk pemakaian lainnya seperti mencuci tangannnn dan
membersihkan instrumen medis

74
Air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan, tidak berbau,tidak berwarna,
jernih, tidak berkabut
Emolliet
Cairan organik seperti gliserol, propin glikol atau sorbitol yang ditambahkan pada
handsrub dan lotion tangan untuk melunakkan kulit dan membantu mencegah
kerusakan kulit ( kekeringan, iritasi, dermatitis, keretakan)
Sabun dan deterjen
Produk produk ( batang,cair,lembar, bubuk pembersih yang menurunkan
tegangan permukaan kulit sehingga membantu melepaskann kotoran, debris ddaan
mikroorganisme yang menempel pada tangan.
Handsrub antiseptik
Antikseptik handsrub yang bereaksi cepat untuk menghilangkan sementara atau
mengurangi mikroorganisme penghui tetap dan melindungi kulit tanpa
menggunakan air

Waktu penggunaan handsrub antiseptic jika tangan tidak terlihat kotor

Alternatif Fasilitas cuci tangan


Jika air mengalir dan kran otomatis tidak tersedia,, gunakan wadah air dengan kran atau
gunakan ember dan gayung, tampung air yang telah digunakan dalam sebuah ember dan
buang di dalam toilet
Alternatif mencuci tangan jika air mengalir tidak ada gunakan handsrub berbasis
alcohol, tapi tangan tidak terlihat kotor.
Handsrub antiseptik tidak meenghilangkan kotoran aatau zat organik,, sehingga
jika tangan kotor harus mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir

75
Setiap 5-10 kali aplikaassi handsrub harus mencucui tangan dengan sabun dan air
mengalir
Siapa yang wajib melakukan cuci tangan
Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti: dokter, perawat dan
petugas kesehatan lainnya( fisioterapi, teknisi)
Setiap orang yang tidak kontak langsung dengan pasien seperti : ahli gizi, farmasi
dan petugas laboratorium
Setiap personil yang berkonstribusi dengan prosedur yang dilakukan terhadap
pasien
Setiap orang yang bekerja di rumah sakit

Indikasi kebersihan tangan


o Segera setelah tiba di rumah sakit
o Sebelum masuk & tinggalkan ruangan pasien
o Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien atau benda yang
terkontaminasi cairan tubuh pasien
o Diantara kontak pasien satu dengan yang lain
o Sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien
o Sesudah ke kamar kecil
o Sesudah kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya
o Bila tangan kotor
o Sebelum meninggalkan rumah sakit
o Segera setelah melepaskan sarung tangan
o Segera setelah keluar dari toilet atau membersihkan sekresi hidung
o Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan

Jenis-jenis cuci tangan


Cuci tangan rutin/sosial
Cuci tangan prosedural

76
Cuci tangan pembedahan

Prosedur standar cuci tangan


1. Cuci tangan rutin
Lepas semua perhiasan tangan: cincin & jam tangan
Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir
Taruh cairan sabun/ sabun antiseptik ( sesuai petunjuk) di bagian telapak
tangan yang telah basah
Digosok telapak tangan ke telapak tangan, sehingga menghasikan busa
secukupnya selama 15-20 detik sesuai dengan 7 langkah cuci tangan
Bilas kembali dengan air bersih
Tutup kran dengan siku atau tissu
Keringkan tangan dengan tissu/ handuk kertas
Hindarkan menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan.

77
Diadaptasi dari WHO guidenlines on hand hygiene in health care (advanced draft) : A summary,
World Alliance for Patient Safety, World Health Organization, 2005.

78
Cuci tangan pembedahan
Pakailah tutup kepala dan masker
Lepas semua perhiasan yang ada ditangan (gelang,cincin, jam tangan)
Basahi tangan dengan air kran pada temperatur yang nyaman sampai rata
Teteskan desinfektan sebanyak 2 5 cc kemudian ratakan di kedua tangan
sampai berbusa agar kotoran bisa lepas
Usahakan posisi tangan lebih tinggi dari pada siku

79
Sikat kedua tangan satu persatu dimulai dari kuku, ujung jari sampai telapak
tangan termasuk lipatan-lipatan bagian tepi jari.
Sikat lengan bawah (pergelangan sampai dengan siku) dimulai salah satu tangan
dengan memakai desinfektan termasuk bagian tepi dan luar sampai bersih.
Bilas kedua tangan dan lengan sampai batas siku dalam secara berulang sampai
basah
Sambil menunggu kedua tangan kering posisi tangan tetap di atas siku dan biarkan
air yang menetes di bagian siku sampai habis. Usahakan kedua tangan terhindar
dari benda-benda yang tidak steril.
Keringkan kedua tangan dengan handuk steril, dimulai dari sel-sela jari sampai
kering lebih 5 cm diatas siku dengan cara memutar (tiap sisi handuk untuk satu
tangan)

80
BAB VIII
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Pendahuluan
Pelindung/ barrier, yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD),
telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya AIDS dan Hepatitis C, serta
meningkatnya kembali Tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi jsangat
penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu burung,
SARS dan penyakit infeksi lainnya (Emerging Infectious Diseases), pemakaian APD yang
tepat dan benar menjadi semakin penting.
Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara benar, misalnya, gaun dan duk
lobang telah terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya bila dalam keadaan yang kering.
Sedangkan dalam keadaan basah, kain beraksi sebagai spons yang menarik bakteri dari
kulit atau peralatan melalui bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi.

cairan

Transfer
kain bakteri

kulit

Gambar 4-1. Transfer Bakteri melalui kain

Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyelia dan para petugas kesehatan
harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi juga
peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan
secara efektif dan efisien.

81
Jenis Alat Pelindung Diri ( APD)
Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung
wajah dan kaca mata), topi, gaun, apron dan pelindung lainnya. Di banyak negara, topi,
masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain atau kertas, namun pelindung paling baik
adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air
atau cairan lain (darah atau cairan tubuh). Bahan yang tahan cairan ini tidak banyak
tersedia karena harganya mahal.
Di banyak negara, kain katun ringan (dengan jumlah benang 140/inci persegi) adalah
bahan yang paling umum digunakan untuk pakaian bedah (masker, topi dan gaun) serta
duk. Sayangnya, katun yang ringan tersebut tidak merupakan penghalang yang efektif,
karena cairan dapat tembus dengan mudah sehingga memungkinkan terjadinya
kontaminasi. Denim, kanvas dan bahan berat lainnya, di sisi lain, terlalu tebal untuk
ditembus oleh uap air pada waktu pengukusan sehingga tidak dapat disterilkan, sulit
dicuci dan memerlukan waktu terlalu lama untuk kering. Sebaiknya bahan kain yang
digunakan berwarna putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat dengan
mudah. Topi atau masker yang terbuat dari kertas tidak boleh digunakan ulang karena
tidak ada cara untuk membersihkanya dengan baik. Jika tidak dapat dicuci, jangan
digunakan lagi!

Pedoman Umum penggunaan APD


1. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD.
2. Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan kembali
yang sudah rusak atau sobek segera setelah Anda mengetahui APD tersebut tidak
berfungsi optimal.
3. Lepaskan semua APD sesegara mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan
hindari kontaminasi:
a. lingkungan di luar ruang isolasi
b. para pasien atau pekerja lain, dan
c. diri Anda sendiri.
4. Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan tangan.

82
Indikasi Penggunaan Alat Pelindung Diri

1. SARUNG TANGAN melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan


penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas
kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk
mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak
dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang.

Ingat: Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci


tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.

Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci


dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu
lingkungan bebas infeksi (Garner dan Favero 1986). Selain itu, pemahaman
mengenai kapan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan
kapan sarung tangan tidak perlu digunakan, penting untuk diketahui agar dapat
menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas .

Tiga saat petugas perlu memakai sarung tangan:


1. Perlu untuk menciptakan barier protektif dan cegah kontaminasi yang berat.
Disinfeksi tangan tidak cukup untuk memblok transmisi kontak bila kontaminasi
berat. misal menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi, mukus membran,
kulit yang tidak utuh.
2. Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas ke pada pasien
saat dilakukan tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mukus
membran.
3. Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien transmisi kepada
pasien lain. Perlu kepatuhan petugas untuk pemakaian sarung tangan sesuai
standar. Memakai sarung tangan tidak menggantikan perlunya cuci tangan, karena

83
sarung tangan dapat berlubang yang kecil, tidak nampak selama melepasnya
sehingga tangan terkontaminasi.

Pemakaianan Sarung Tangan

Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi dari


petugas kesehatan telah terbukti berulang kali (Tenorio et al. 2001) tetapi pemakaian
sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan. Sebab sarung
tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik sekalipun, mungkin mengalami kerusakan
kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau
tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan (Bagg, Jenkins dan Barker
1990; Davis 2001).

Ingat : Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan kebersihan
tangan menggunakan antiseptik cair atau handrub berbasis alkohol.

Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan oleh
semua petugas ketika:

Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain,
membran mukosa atau kulit yang terlepas.
Melakukan prosedur medis yang bersifat invasif misalnya menusukkan
sesuatu kedalam pembuluh darah, seperti memasang infus.
Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau
menyentuh permukaan yang tercemar.

Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui kontak


(yang diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui
atau dicurigai), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung
tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas kesehatan

84
harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan pasien dan
mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis alkohol.

Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya
menghindari kontaminasi silang (CDC,1987). Pemakaian sepasang sarung tangan
yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari
satu pasien ke pasien lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor
kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang
aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam jumlah bermakna
pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai
sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke
pasien lain.

Jenis-jenis Sarung Tangan


1. Sarung tangan bersih
2. Sarung tangan steril
3. Sarung tangan rumah tangga

85
TANPA SARUNG
Apakah kontak dengan Tidak
TANGAN
darah atau cairan
tubuh?
Y
a
SARUNG TANGAN
Apakah kontak dengan RUMAH TANGGA atau
Tidak
pasien? SARUNG TANGAN
BERSIH
Y
a

SARUNG TANGAN
Apakah kontak dengan Tidak
BERSIH
jaringan di bawah kulit?
Atau
SARUNG TANGAN DTT
Y
a

SARUNG TANGAN
STERIL
Atau
SARUNG TANGAN DTT

Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA PEMAKAIAN SARUNG


TANGAN

Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk


sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat
menggangu ketrampilan dan mudah robek.

Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan
robek.

Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika Anda memakainya) untuk
melindungi pergelangan tangan.

86
Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk
mencegah kulit tangan kering/berkerut.

Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak
sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.

Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena


dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu


panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat
pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena
dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai
pelindung

REAKSI ALERGI TERHADAP SARUNG TANGAN

Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai
petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium
dan dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks (nitril) atau sarung
tangan lateks rendah alergen harus digunakan, jika dicurigai terjadi alergi (reaksi
alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang). Selain itu, pemakaian sarung
tangan bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung tangan dengan bedak dapat
menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung tangan membawa
partikel lateks ke udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan
kain atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi
kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada
membran mukosa mata dan hidung. (Garner dan HICPAC 1996).

87
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada
kulit, hidung berair dan gatal-gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin
parah misalnya menyebabkan gangguan pernapasan seperti asma. Reaksi alergi
terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya
reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3-5 tahun, bahkan
sampai 15 tahun (Baumann, 1992), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada
terapi atau desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu-satunya pilihan adalah
menghindari kontak.

2. MASKER harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan
rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk
mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut
petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker
tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.

Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas
dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari
katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai
filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari
tetesan partikel berukuran besar (>5 m) yang tersebar melalui batuk atu bersin ke
orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik
sekalipun tidak dirancang untuk benar-benar menutup pas secara erat (menempel
sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya.
Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap.

Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel
mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.

88
Gambar 4-2. Masker

Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker
merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi (Rothrock, McEwen
dan Smith 2003).

Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang


direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada perawatan
seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau SARS.
Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N-95 melindungi dari partikel dengan ukuran
< 5 mikron yang dibawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan
penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran.
Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernapasan dan lebih mahal
daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai masker N-95 perlu dilakukan fit
test pada setiap pemakaiannya.

Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung atau SARS,
petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi. Pelindung ini
merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US National Institute for
Occupational Safety dan Health (NIOSH), disetujui oleh European CE, atau standard

89
nasional/regional yang sebanding dengan standar tersebut dari negara yang
memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat efisiensi lebih tinggi dapat
juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti khususnya N-95 harus diuji
pengepasannya (fit test) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut pas dengan benar
pada wajah pemakainya.

Gambar 4-3. Masker Efisiensi Tinggi N-95

Masker, gogel dan visor melindungi wajah dari percikan darah. Untuk melindungi
petugas dari infeksi saluran napas maka diwajibkan menggunakan masker sesuai
aturan standar. Pada fasilitas kesehatan yang memadai petugas dapat memakai
respirator sebagai pencegahan saat merawat pasien multi drug resistance (MDR) atau
extremely drug resistance (XDR) TB.

Pemakaian masker efisiensi tinggi

Petugas Kesehatan harus :

Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan
utuh dan tidak cacad. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker
tersebut. Selain itu, masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau, terlipat
pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan.

Memeriksa tali-tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali
harus menempel dengan baik di semua titik sambungan.

90
Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berada pada
tempatnya dan berfungsi dengan baik.

Fit test untuk masker efisiensi tinggi

Fungsi masker akan terganggu/tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat secara
sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :

Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah
atau adanya gagang kacamata.

Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan
bagian wajah masker.

Apabila klip hidung dari logam dipencet/dijepit, karena akan menyebabkan


kebocoran. Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah Anda memasang masker,
menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas
masker.

Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker
efisiensi tinggi.

Cara fit test respirator particulat

Langkah 1
- Genggamlah respirator dengan satu tangan,
posisikan sisi depan bagian hidung pada
ujung jari-jari Anda, biarkan tali pengikat
respirator menjuntai bebas di bawah tangan
Anda.

91
Langkah 2
- Posisikan respirator di bawah dagu Anda
dan sisi untuk hidung berada di atas.

Langkah 3
- Tariklah tali pengikat respirator yang atas
dan posisikan tali agak tinggi di belakang
kepala Anda di atas telinga.
- Tariklah tali pengikat respirator yang bawah
dan posisikan tali di bawah telinga.

Langkah 4
- Letakkan jari-jari kedua tangan Anda di atas
bagian hidung yang terbuat dati logam.
- Tekan sisi logam tersebut (Gunakan dua jari
dari masing-masing tangan) mengikuti
bentuk hidung Anda. Jangan menekan
respirator dengan satuy tangan karena dapat
mengakibatkan respirator bekerja kurang
efektif.

Langkah 5
- Tutup bagian depan respirator dengan kedua
tangan, dan hati-hati agar posisi respirator
tidak berubah.

Langkah 5.a) Pemeriksaan Segel positif


- Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif di dalam respitaror berarti
tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dan/atau ketegangan
tali. Uji kembali kerapatan respirator.

92
- Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar-benar tertutup rapat.

Langkah 5.b) Pemeriksaan Segel negatif


- Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan
membuat respirator menempel ke wajah.
- Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan negatif di dalam respirator
akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.

Kewaspadaan

Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh
individu ang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk
menggunakan dan mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien.

3. ALAT PELINDUNG MATA melindungi petugas dari percikan darah atau cairan
tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata
(goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata
koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika
ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan
masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang
memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak
tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung
atau kacamata biasa serta masker.

Pelindung Mata Pelindung Wajah

93
Gambar 4-4. Alat Pelindung Mata

4. TOPI digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk
menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan
pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah
atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

5. GAUN PELINDUNG digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet/airborne. Pemakaian gaun pelindung terutama
adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi.
Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot
darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.
Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian
yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya
organisme.

94
Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan 20-
100x dengan memakai gaun pelindung. Perawat yang memakai apron
plastik saat merawat pasien bedah abdomen dapat menurunkan transmisi
S.aureus 30x dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti
tiap hari.

6. APRON yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan (Gambar 4-5). Petugas kesehatan
harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan
langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada
risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung
tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas kesehatan.

Tali melewati
kepala

Tali diikat
melewati
lubang

Tali panjang
Tali dijahit

Bahan yang dapat dicuci

Gambar 4-5. Apron

7. PELINDUNG KAKI digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam
atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena
itu, sandal, sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak

95
perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau
tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu
yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan
seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung
tangan sehingga terjadi pencemaran (Summers et al. 1992).

Gambar 4-6. Pelindung kaki

PEMAKAIAN APD DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN: BAGAIMANA


MENGENAKAN, MENGGUNAKAN DAN MELEPAS APD1

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD

Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.
Gunakan dengan hati-hati - jangan menyebarkan kontaminasi.
Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat limbah infeksius yang telah disediakan di
ruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.
Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihankan tangan
sesuai pedoman.

96
Cara Mengenakan APD

Langkah-langkah mengenakan APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak dan Airborne
adalah sebagai berikut :

1. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.

2. Kenakan pelindung kaki.

3. Kenakan sepasang sarung tangan pertama.

4. Kenakan gaun luar.

5. Kenakan celemek plastik.

6. Kenakan sepasang sarung tangan kedua.


7. Kenakan masker.
8. Kenakan penutup kepala.
9. Kenakan pelindung mata.
.
Prinsip-prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada pemakaian APD

1. Gaun pelindung

Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan dan selubungkan ke belakang punggung.

Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.

2. Masker

Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher.

97
Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung.

Paskan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan baik.

Periksa ulang pengepasan masker.

3. Kacamata atau pelindung wajah


Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas.

4. Sarung tangan
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi.

98
Cara Melepas APD

Langkah-langkah melepaskan APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak dan Airborne
adalah sebagai berikut :

1. Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar.

2. Disinfeksi celemek dan pelindung kaki.

3. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar.

4. Lepaskan celemek.

5. Lepaskan gaun bagian luar.

6. Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan.

7. Lepaskan pelindung mata.

8. Lepaskan penutup kepala.

9. Lepaskan masker.

10. Lepaskan pelindung kaki.

11. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam.

12. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.

1. Sarung tangan

Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi!

Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan.

Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih
memakai sarung tangan.

Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan
yang belum dilepas di pergelangan tangan.

99
Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama.

Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.

2. Kacamata atau pelindung wajah


Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah terkontaminasi!
Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kacamata.
Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat
limbah infeksius.

3. Gaun pelindung

Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi!

Lepas tali.

Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja.

100
Balik gaun pelindung.

Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan
untuk diproses ulang atau buang di tempat limbah infeksius.

4. Masker
Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi JANGAN SENTUH!
Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas.
Buang ke tempat limbah infeksius.

101
BAB IX
PEMROSESAN PERALATAN PERAWATAN PASIEN
( PEMBERSIHAN, DISINFEKSI DAN STERILISASI)

PENDAHULUAN

Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan dengan inti


kegiatannya adalah pelayanan medis. Pelayanan medis tidak saja memberikan pelayanan
kuratif dan rehabilitatif tapi juga harus memberikan pelayanan preventif dan promotif.
Salah satu kegiatan pelayanan preventif adalah pencegahan terhadap terjadinya infeksi
nosokomial.
Infeksi nosokomial merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit, maupun
pasien, karena dapat menghambat proses penyembuhan, sehingga memperpanjang hari
rawat yang akan membebani pasien maupun rumah sakit. Kejadian infeksi nosokomial
berkisar 3-5 % ( Vincet, Jama 1995).
Individu penerima pelayanan kesehatan maupun pemberi pelayanan kesehatan
baik di rumah sakit maupun di klinik beresiko mendapatkan infeksi nosokomial, bila
petugas pelayanan kesehatan tidak melaksanakan tindakan tindakan untuk pencegahan
infeksi .
Untuk mencegah atau meminimalkan infeksi nosokomial harus didukung beberapa
unsur yang terkait satu sama lain dan merupakan suatu program pengendalain infeksi
nosokomial yang terstuktur.
Infeksi nosokomial dapat dicegah dengan beberapa strategi pencegahan infeksi. Strategi
pengendalian infeksi nosokomial harus tertuang dalam program pengendalian infeksi
nosokomial yang dikelola oleh suatu Tim Pengendali Infeksi Nosokomial. Salah satu
strategi pencegahan infeksi adalah dekontaminasi termasuk pembersihan , desinfeksi dan
sterilisasi.

102
TUJUAN
Adapun tujuan dari dekontaminasi ( pembersihan , disinfeksi dan sterilisasi) adalah
memutus mata rantai penularan infeksi dari peralatan medis kepada pasien, petugas
kesehatan, pengunjung, dan lingkungan rumah sakit

PENGERTIAN
Dekontaminasi:
Adalah suatu proses untuk menghilangkan atau memusnakan mikroorganisme dan kotoran
yang melekat pada peralatan medis/objek , sehingga aman bagi penggunaan selanjutnya
termauk pembersihan, disinfeksi, sterilisasi.
Pembersihan
Adalah suatu proses untuk menghilangkan kotoran yang terlihat atau tidak terlihat pada
peralatam medis/objek setelah dilakukan dekontaminasi dengan menggunakan air
mengalir, sikat dan detergen sehingga kotoran /bahan organik hilang dari permukaan.
Desinfeksi
Adalah suatu proses untuk menghilangkan/memusnakan mikroorganisme pada peralatan
medis/objek kecuali endospora dengan menggunakan cairan desinfektan.
Sterilisasi
Adalah suatu proses menghilangkan/memusnakan semua bentuk mikroorganisme pada
peralatan medis/objek termasuk endospora yang dapat dilakukan melalui proses fisika dan
kimiawi dengan menggunakan alat sterilisator.

KLASIFIKASI ALAT-ALAT MEDIS MENURUT DR. EARL SPAULDING


1. Peralatan Kritis
Perlatan medis yang masuk/kontak kedalam jaringan tubuh steril atau system
pembuluh darah.
Contoh: instrument bedah, kateter jantung, kateter intra vena.
Pegelolaan peralatan medis dengan Sterilisasi
2. Peralatan Semi Kritis
Peralatan medis yang masuk /kontak dengan membrana mucosa tubuh.
Contoh: endotracheal tube, endoscopi, nasogastric tube

103
Pengelolaan peralatan medis dengan desinfeksi tingkat tinggi
3. Peralatan Non Kritis
Peralatan medis yang kontak hanya dengan permukaan kulit yang utuh.
Contoh: tensimeter, bedpan, urinal,linen,stetoscope
Pengelolaan peralatan medis dengan desinfeksi intermediate/ tingkat rendah
PENGELOLAAN ALAT-ALAT MEDIS HABIS PAKAI
- Dekontaminasi
- Pembersihan
- Desinfeksi
- Sterilisasi
DEKONTAMINASI
Indikasi:
- Alat medis habis pakai,
- Permukaan meja/ permukaan lain yang tercemar/tumpahan darah atau cairan
tubuh pasien
- Linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh pasien

Prosedur dekontaminasi alat medis habis pakai


- Cuci tangan
- Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu
- Segera rendam peralatan medis setelah dipakai dalam larutan klorin 0.5 % selama
10-15 menit (desinfektan). Seluruh alat medis harus terendam dalam larutan
klorin.
- Lanjutkan dengan pembersihan
- Buka sarung tangan
- Cuci tangan

Prosedur dekontaminasi permukaan meja/permukaan lain yang


tercemar/tumpahan darah atau cairan tubuh pasien
- Cuci tangan
- Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu

104
- Serap darah/cairan tubuh sebanyak-banyaknya dengan kertas/koran bekas/tissue
- Buang kertas/tissue penyerap kedalam kantong sampah medis
- Bersihkan daerah bekas tumpahan dengan larutan klorin 0.5 % ( desinfektan)
- Buka sarung tangan
- Cuci tangan

Prosedur dekontaminasi linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh
pasien
- Cuci tangan
- Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu
- Segera rendam alat tenun yang terkontaminasi setelah dipakai dalam larutan
klorin 0.5 % selama 10-15 menit ( desinfektan). Alat tenun yang terkontaminasi
harus terendam semua
- Peras alat tenun dan masukkan dalam kantong alat tenun kotor
- Buka sarung tangan
- Cuci tangan

PEMBERSIHAN
Cara pembersihan
- Manual
- Mesin

Prosedur Pembersihan dengan cara manual


- Cuci tangan
- Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu
- Keluarkan alat-alat medis yang telah didekontaminasi, bilas dengan air mengalir
- Lepaskan/buka alat medis yang dapat dilepas pada saat dibersihkan
- Sikat perlahan-lahan alat medis dari setiap permukaan termasuk gerigi dan lekukan
- Bilas sampai bersih dalam air hangat
- Bersihkan sikat dan bak pencuci
- Keringkan alat medis dengan kain atau di udara

105
- Buka sarung tangan dan alat pelindung lanilla
- Cuci tangan

Mesin
- Ultrasonic Cleaning
o Proses pencucian ultrasonic dilakukan dengan menggunakan gelombang
ultrasonic.
- Washer- Sterilizer
o Washer-sterilizer merupakan alat pembersih dan pensteril sekaligus,
dimana pada mesin ini dilalui tahap pembilasan awal, pencucian dengan
detergen, pembilasan tahap dua, dan terakhir siklus sterilisasi uap. Larutan
detergen bertekanan tinggi diaplikasikan pada alat medis dan kemudian
diakhiri dengan pembilasan air deionisasi.

DESINFEKSI
Selain pengklasifikasian peralatan medis, Dr. Earl Spaulding juga mengklasifikasikan
desinfeksi menjadi tiga, yaitu:
1. High Level Desinfection (HDL)/ Desinfeksi Tingkat Tinggi( DTT)
Sterilisasi peralatan medis kritikal seharusnya disterilkan tetapi apabila tidak
memungkinkan HDL merupakan perlakuan minimun yang direkomendasikan oleh
CDC. HDL dapat membunuh semua mikroorganisme, kecuali endospora.
Cara: Merebus dalam air mendidih selama 20 menit
Rendam dalam larutan kimiawi: Glutaraldehyde, Hydrogen Peroksida
2. Intermediate Level Desinfection ( ILD)/Desinfeksi Tingkat Sedang
Desinfektan ini akan membunuh mikroorganisme bakteri, fungi, virus,
namun tidak mempunyai aktivitas membunuh spora.
Contoh: Ethyl atau isopropyl alkohol 70-90 % Mudah menguap dan terbakar
Natrium Hipoklorit Bersifat korosif terhadap metal
3. Low Level Desinfection ( LLD)/Desinfeksi Tingkat Rendah

106
Disinfektan ini tidak mempunyai daya untuk membunuh mikroorganisme
fungi, bakteri, virus,
Contoh: Formaldehid pada konsentrasi kurang dari 4 %, Ethyl atau isopropyl
alkohol 70-90 %, namun tidak mempunyai aktivitas membunuh spora.
PENGEMASAN

Pengemasan instrumen atau alat-alat medis lainnya merupakan kegiatan yang mempunyai
konstribusi paska sterilisai terutama dalam mempertahankan keamanan dan efektifitas
alat-alat medis pada saat digunakan untuk perawatan pasien . Pengemasan ini merupakan
bagian penting dan tanggung jawab dari unit pelayanan sterilisasi sentral, sehingga
beberapa pertimbangan harus diperhatikan dalam memilih yang paling sesuai dengan
tehnik pengemasan yang benar.

Tujuan dan fungsi pengemasan


Tujuan dan fungsi dari pengemasan pada proses sterilisasi adalah untuk membungkus
peralatan medis yang akan disterilkan baik dan benar sehingga sterilitas peralatan medis
tersebut dapat dipertahankan sampai waktu penggunaaan .

Untuk dapat memenuhi tujuan tersebut diatas bahan pengemas harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
- Bahan kemasan harus tahan terhadap kondisi fisik yang akan dialami pada saat
proses sterilisasi berlangsung, seperti suhu tinggi, kelembaban, tekanan dan
kondisi vakum
- Harus memungkinkan terjadinya penetrasi dan kontak langsung dari agen sterilan
baik steam (uap), ethylene oksida, maupun panas kering, terhadap setiap aspek
kemasan dan isinya.
- Harus memungkinkan pengeluaran dan pemindahan agen sterilan dari kemasan
pada akhir proses sterilisasi
- Memastikan bahwa sterilitas kemasan dapat terjamin sampai waktu kemasan
tersebut dibuka.

107
- Bahan pengemasan harus efisien untuk dapat digunakan pada semua prosedur
pengemasan.
- Harus mudah ditangani, dan cukup fleksibel terhadap ukuran alat yang akan
dikemas
- Bahan pengemas tidak boleh mengandung materi toksik atau zat pewarna toksik.

Penyegelan kemasaan
Penyegelan kemasan juga mempunyai andil memberikan proteksi terhadap isi kemasan.
Isi kemasan dalam pembungkus datar, dapat disegel dengan menggunakan tape indikator.
Kantong terbuat dari plastik, kombinasi kertas/dengan plastik, atau kertas dan harus
disegel secara rapat menggunakan segel panas atau segel kertas.
Segel harus dibuat sedemikian rupa sehingga apabila dibuka fungsi segel menjadi hilang,
hal ini untuk menjaga kepastian bahwa kemasan memang masih utuh dan belum dibuka
sebelum saatnya penggunaaan

Jenis bahan pengemasan


- Linen
- Plastik film
- Kertas
- Kombinasi plastik film dan kertas

Prosedur pengemasan
Linen merupakan pengemasan tradisionil, dan saat ini banyak sekali dipakai di Indonesia.
Keuntungan dari pengemas ini adalah dapat dipakai ulang, relatif murah, cukup kuat.
Namun ada beberapa kelemahannya antara lain kurang memberikan proteksi
mikroorganisme yang baik karena biasanya dapat menyerap air, pemanasan berlebihan
menyebabkan hilangnya daya rentang dan warna menjadi kecoklatan, linen bersih harus
diperiksa terhadap lubang, sobekan dan kerusakan lain yang menghilangkan daya
proteksinya. Sebaiknya linen yang digunakan tidak di bleach karena relatif lebih kuat,.
Jenis kain kanvas tidak semestinya digunakan karena menghambat penetrasi steam
Plastik tidak dapat ditembus oleh air baik dalam bentuk cair maupun dalam bentuk uap,
sehingga plastik tidak dapat digunakan untuk sterilisasi uap, kecuali dikombinasi dengan

108
kertas . Untuk sterilisasi ethyline oksida jenis plastik polyethelene dapat digunakan
karena dapat ditembus oleh molekul ethyline oksida.
Untuk jenis pengemas kertas perlu diperhatikan bahwa pemakaiannya adalah untuk satu
kali pakai.

Beberapa persyaratan kertas yang dapt digunakan sebagai pengemas kertas adalah:
- Harus bersifat menolak/tidak mengabsorpsi air
- Mempunyai daya rentang
- Harus mempunyai sifat penghalang bakteri yang baik
- Harus bebas dari materi toksik
Prosedur tertulis mengenai pengemasan harus disiapkan untuk dapat dimanfaatkan bagi
seluruh personil pengemasan. Prosedur pengemasan harus mencakup hal-hal berikut
seperti: nama alat yang akan dikemas, langkah-langkah penyiapan dan inspeksi alat,
metode sterilisasi yang digunakan, cara penempatan item secara benar dalam kemasan,
cara penempatan indikator kimia internal dan eksternal, metode penyegelan kemasan,
maupun cara penempatan kemasan dalam chamber dan cara penyimpanan yang benar.

STERILISASI
Pengelolaaan alat medis dengan dekontaminasi, pembersihan dan disinfeksi dapat
dilakukan diruangan, namun sterilisasi sebaiknya dilaksanakan disuatu unit tersendiri
yang disebut pelayanan sterilisasi sentral, walaupun di beberapa rumah sakit diluar negeri
bahwa dekontaminasi, pembersihan, dan disinfeksipun dilakukan di unit pelayana
sterilisasi sentral.
Pelayanan sterilisasi central merupakan suatu unit di rumah sakit yang memberikan
pelayanan sterilisasi semua kebutuhan rumah sakit seperti alat instrumen bedah, linen dan
bahan lain yang diperlukan dalam kondisi steril.

Tujuan Pelayanan Sterilisasi Sentral adalah:

- Menyediakan alat-alat medis yang steril


- Membantu mencegah terjadinya infeksi nosokomial

109
- Menjamin kualitas sterilisasi
- Efisiensi tenaga

Untuk mencapai tujuan pelayanan sterilisasi ini perlu adanya:

- Bagan organisasi yang jelas, menggambarkan alur tanggung jawab dan


komunikasi dengan unit-unit yang memerlukan pelayanan sterilisasi.
- Unit sterilisasi harus dipimpin oleh seorang yang memahami tentang
dekontaminasi, desinfeksi, pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi
- Ada prosedur tertulis mengenai proses dekontaminasi, pencucian, pengemasan dan
sterilisasi semua alat-alat medis
- Ada loket yang terpisah penerimaan alat-alat medis kotor dan loket penyerahan
alat-alat medis steril
- Ada ruangan tempat penyimpanan peralatan kotor, bersih dan peralatan steril yang
terpisah.
- Ruangan peralatan steril harus mempunyai tekanan positif dari ruangan lain,
aliran udara dari dalam ke luar. Kelembaban harus dijaga 20-23 C. Upayakan
tidak ada pipa, kabel yang menonjol untuk menghindari timbunan kuman. Hanya
petugas penyimpanan barang yang boleh masuk. Distribusi stok barang dengan
sistem FIFO.
- Ada meja kerja yang cukup memadai untuk memproses alat-alat medis dan alat-
alat tenun/linen
- Ruangan sterilisasi dirancang sedemikian rupa sehingga udara dari ruangan kotor
tidak mengalir ke ruangan bersih
- Lantai dan dindinh mudah dibersihkan
- Ada tempat cuci tangan dengan air mengalir
- Kualitas air baik
- Mesin sterilisator diperiksa secara teratur. Sebaiknya memiliki dua pintu depan dan
belakang.
- Tersedia alat-alat pelindung diri
- Ada pemeriksaan secara berkala dengan indikator fisik dan kimiawi serta secara
mikrobiologik terhadap alat-alat yang disterilkan

110
- Jadual dan tata kerja diatur sedemikian rupa agar unit sterilisasi dapat berfungsi di
luar jam kerja
- Pengorganisasian pelayanan sterilisasi sentral sebaiknya dibawah Direktur
Penunjang Medik. Dan merupakan anggota dari Sub Komite Pengendalian Infeksi
Nosokomial

PROSES STERILISASI
Proses sterilisasi terjadi dengan memaparkan energi thermal dalam bentuk panas
kering/basah, zat kimia dalam wujud cair/gas maupun bentuk radiasi terhadap suatu benda
dalam waktu tertentu. Sterilisasi adalah keadaan /kondisi bebas dari semua
mikroorganisme termasuk spora

METODE STERILISASI
1. Sterilisasi dengan suhu tinggi
a. Sterilisasi uap ( Steam Heat)
b. Sterilisasi panas kering (Dry heat)
2. Sterilisasi dengan suhu rendah
a. Ethylene Oxide
b. Hydrogen Peroxide
c. Paracetic Acid

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sterilisasi


- Suhu
- Tekanan
- Waktu

Sterilisasi Uap ( Steam heat)

Pemaparan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada auatu
objek, sehingga terjadi pembunuhan mikroorganisme secara irreversibel akibat dari
denaturasi atau koagulasi protein sel.

111
Sterilisasi uap adalah metode sterilisasi paling tua, aman, efektif, relatif tidak mahal,
bersifat non toksik, dan sangat dikenal untuk digunakan di sarana kesehatan. Temperatur
waktu 120 C dalam 30-45 menit untuk karet, 132 C dalam 35 menit untuk logam
/linen
Sterilisasi uap direkomendasikan untuk peralatan yang tahan panas dan tahan uap.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sterilisasi


- Suhu
- Tekanan
- Waktu
- Kejenuhan Uap, Kontak uap dengan objek

Sterilisasi Panas Kering


Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi pada benda padat,
konveksi pada cairan dan gas, dan radiasi yaitu transfer panas tanpa menyebabkan panas
didalamnya. Keuntungan steriliasi panas kering dapat mensterilkan bahan yang tidak
dapat ditembus steam, tidak bersifat korosi, mencapai seluruh permukaan alat. Namun
sterilisasi panas kering ini punya kelemahan penetrasi bahan, sangat lambat, waktu
pemaparan panas lama, perlu suhu tinggi, dan dapat merusak bahan karet.
Penggunaan sterilisasi panas kering : minyak, serbuk halus, syringe, kaca, gelas.Waktu
temperaturnya adalah 170 C selama 60 menit, 160 C selama 120 menit, 150 C selama
150 menit

Sterilisasi Suhu Rendah


Kriteria sterilan ideal
- Daya bunuh yang kuat
- Daya penetrasi yang baik
- Aman /tidak toksik
- Bisa digunakan untuk semua alatIndikator
- Proses cepat

112
Ethylene Oxide (ETO)
Proses sterilisasi suhu rendah /Ethylene Oxide (ETO) digunakan untuk sterilkan alat-alat
medis yang sensitif terhadap panas dan uap. ETO tidak berwarna, mudah terbakar, dan
tidak berbau. Suhu 37 C/55 C. Keuntungan dari ETO ini non korosi terhadap plastik,
metal , karet. Mempunyai kelemahan; waktunya lama 2.5 6 jam, biaya tinggi, bersifat
toksik, mutagenik, karsinogenik, iritasi saluran pernapasan, dalam konsentrasi tinggi dapat
menimbulkan pusing, mual, muntah.

Liquid Paracetic Acid


Keuntungan sterilisaasi ini adalah tidak merusak lingkungan/aman ( asetic, O2, H2O),
waktu cepat 30-45 menit, otomatis.

Hydrogen Peroxide
Sterilisasi Plasma Hydrogen Peroksida. Gas plasma sterilization (Sterrad)
Mengalami dua fase difusi H2O2 dan Plasma
Konsentrasi 58 %
Kekurangan nya : linen dan kertas tidak dapat disterilkan dengan metode ini.
Isu pengelolaan alat-alat medis
- Pembersihan tidak adekuat pada saat pembersihan
- Konsentrasi larutan disinfektan tidak tepat
- Penyimpanan tidak benar
- Penyimpanan basah setelah sterilisasi

113
BAB X
PENGENDALIAN LIMBAH DAN BENDA TAJAM
Pendahuluan
Limbah rumah sakit adalah limbah yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan rumah sakit.
Limbah terbanyak adalah limbah infeksius yang memerlukan penanganan khusus.
Diharapkan seluruh staf dan masyarakat rumah sakit mengetahui & menerapkan prosedur
penanganan dengan jelas & sesuai kaidah yang ditetapkan
Untuk menerapkan prosedur penanganan limbah perlu dukungan fihak manajemen RS
Limbah rumah sakit harus dikendalikan karena limbah merupakan sumber penularan
penyakit infeksi

Tujuan
Tujuan pengendalian limbah
Melindungi pengelola limbah dari cidera yang tidak disengaja
Tempat berkembang biak serangga/ tikus
Mencegah penyebaran infeksi ke pasien, personil rumah sakit, petugas pengelola
limbah dan masyarakat sekitar.
Dengan mengendalikan limbah yang baik dan benar akan meningkatkan citra rumah sakit
dan juga dapat mengurangi biaya yang tinggi dan pasien serta masyarakat sekitar rumah
sakit merasa aman dan nyaman.

Klasifikasi limbah :
Limbah klinis atau infeksius adalah limbah yang berasal dari pelayanan
medis, perawatan/ perawatan gigi, laboratorium, farmasi atau semua benda
yang sudah terkontaminasi dengan darah, cairan/ jaringan tubuh
Dresing bedah,kasa,verband,kateter, plester,masker,sarung tangan
dan semua sampah yang terkontaminasi dgn cairan tubuh pasien
Limbah laboratorium & kultur jaringan infeksi ,organ & jaringan
manusiaMaterial infeksi dari pasien yang diisolasi ,sampah sisa
dressing luka .

114
Limbah Domestik adalah limbah rumah tangga dan yang tidak
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh pasien.
Kertas,plastik,kardus,kayu,kaleng,sisa makanan atau sampah
yang tidak terkontaminasi dhn cairan tubuh pasien
Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan
tajam dan dapat melukai atau memotong jaringan permukaan kulit atau
bagian tubuh sehingga menyebabkan luka.
Jarum suntik, pisau cukur,stilet,pecahan ampul, objek gelas, sampah
yg memiliki permukaan/ujung yg tajam, Benda tajam yang
terkontaminasi cairan tubuh pasien mis: spuit dengan jarum,
surgikal blades, pecahan ampul
Limbah cair adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk cairan.

Penanganan limbah
Defenisi harus jelas
Perkiraan mutu limbah
Cara penyimpanan
Pengangkutan
Pembuangan limbah
Prosedur penanganan
Sarana yang digunakan
Training petugas
Pemisahan limbah dimulai dari tempat pertama penghasil limbah, pembuangan sementara
ditempatkan dalam kantong warna yang sudah ditetapkan dalam kontainer yang tertutup
diberi labelyaitu :
Kantong plastik kuning untuk limbah infeksius
Kantong plastik hitam untuk limbah non infeksius
Kontainer tahan tusuk dan tahan air ( plastik tebal atau karton tebal dilapisi plastik
tahan air ) untuk limbah benda tajam
Kontainer khusus untuk limbah cytotoksik dan radioaktif

115
Persyaratan tempat limbah/sampah
Tertutup & bersih
Terbuat dari bahan kuat, ringan,tahan karat, kedap air dan mempunyai
permukaan yang halus
Mempunyai tutup dan mudah dibuka tampa mengotori tangan
Jarak setiap radius 10- 20 meter
Tempat sampah infeksius dicuci dan di disinfeksi jika akan dipergunakan
kembali

Transportasi limbah menggunakan trolley /kereta dorong khusus tertutup, kokoh, kuat dan
mudah dibersihkan, kereta dorong transportasi harus dibersihkan setiap hari dan
didisinfeksi, jalurnya jika melewati lift harus tersendiri tidak boleh satu lift dengan lift
pasien.

Teknik pengumpulan limbah


Selalu menggunakan plastik sampah yang kuat & tidak mudah robek
Selalu dibuang setiap hari atau setelah 2/3 bagian terisi & diikat kuat pada
bagian atas menggunakan tali (Staples tidak diperbolehkan )
Tempat sampah diberi lebel tempat penghasil limbah yang jelas atau kode
departement
Mengangkat plastik sampah dengan memegang leher plastik dengan posisi
ikatan dibagian atas
TPS sementara harus di area terbuka, mudah dijangkau, aman, tdk menjadi
tempat berkumpulnya serangga/ tikus dan dibersihkan setiap hari atau jika
perlu serta selalu kering
Percikan limbah dilantai harus ditangani sesuai asal cairan ( air, darah, cairan
tubuh )

116
Petugas kebersihan
Semua petugas penanganan limbah harus pernah dilatih dalam Pencegahan
Pengendalian Infeksi dan di evaluasi.
Semua petugas yang menangani limbah harus menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD).
Semua kejadian kecelakaan dalam penanganan limbah harus di catat, di tindak
lanjuti & diketahui atasan ybs

Cara penanganan akhir limbah


Incenerator
Landfill
Disinfection
Combined steam treatment
Steam decontamination
Sampah infeksius dimusnahkan di insenerator
Sampah Domestik ke TPA milik PEMDA
Sampah farmasi dikembalikan ke distributor atau incenerator
Sampah bahan kimia berkonsuLtasi ke instansi berwenang atau di daur ulang

Tempat Penampungan sampah:


Tempat penampungan sementara ( TPS )
Tempat penampungan tidak permanet
Terletak pada lokasi mudah dijangkau
Dikosongka sekurang-kurangnya 24 jam.
Tempat pembuangan akhir ( TPA )

PenangananTPS (Tempat Penanganan Sementara) di RS


Penanganan TPA ( Tempat penanganan Akhir )oleh Pemda setempat atau Out soursing
pembakaran.

117
Sampah klinis yang memerlukan penanganan khusus di incinerator

Penanganan limbah cair


Cairan tubuh
Secreta : ke dalam wastafel/zink
Sisa Cairan Infus : Ke dalam Wastafel/zink
Sisa obat cair : kedalamwastafel/zink
Feces dan urine : ke dalam closet lalu gelontor dengan banyak air/ air
yang mengalir, hindari cipratan dengan menggunakan
jarak yang aman
Syarat penampung benda tajam
Tahan bocor dan tahan tusukan
Harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu tangan
Mempunyai penutup yang tidak bisa dibuka kembali
Ditutup dan diganti setelah teris 2/3 bagian limbah
Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

Strategi pencegahan resiko infeksi/ kecelakaan kerja


Gunakan baki bila memberikan benda tajam
Pendidikan & latihan
Gunakan APD sesuai jenis tindakan
Jangan memanipulasi jarum bekas pakai
Tidak menyarungkan kembali jarum yang telah dipakai
Segera buang jarum bekas pakai pada kontainer yang telah disediakan
Jangan pernah memberikan jarum bekas pakai kepada orang untuk dibuang
Buang kontainer jarum jika sudah penuh , jangan membiarkan jarum keluar
Segera buang sampah sesuai pada tempatnya
Jaga kebersihan lingkungan
Jaga permukaan lantai tetap kering dan tidak
Anda pakai anda buang
Lepaskan jarum memakai alat yang tepat,atau buang jarum bersama syringe

118
Buang jarum pada kontainer yang tahan tusuk dan tahan bocor
Gunakan sistem Vacutainer
Jangan tingalkan jarum sembarangan
Kontainer benda tajam tidak boleh terlalu penuh
Jangan membiarkan jarum menonjol ke permukaan
Menggunakan alat pelindung sesuai standart precautionPerlindungan petugas
Semua petugas pembersih menyadari & memahami tata cara penanganan limbah
Jika terjadi kontaminasi segera bersihkan dengan mencuci tangan menggunakan
sabun anti septik/ desinfektan
Adanya perlindungan immunisasi secara berkesinambungan
Pelatihan Pengendalian Infeksi Nosokomial secara berkala.

119
BAB XI
PENGENDALIAN LINGKUNGAN

Pendahuluan
Lingkungan sarana kesehatan jika tidak dipelihara dengan baik dan benar dengan kondisi
bersih dan sehat lingkungan akan dapat menimbulkan sarana transmisi penyakit,
khususnya pada individu yang immonokompromise

Tujuan Pengendalian lingkungan


o Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari
lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar
sarana kesehatan sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah
o Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman
o Mencegah terjadinya kecelakaan kerja

Aspek-aspek pengendalian lingkungan rumah sakit


Struktur Bangunan
Dinding dan langit-langit
Lantai
Furniture
Fixture & Fitting
Hordeng
- Lingkungan
Udara
Air
Permukaan lingkungan
Laundry dan bedding
Binatang
Penanganan sampah

120
Struktur Bangunan
Dinding & langit langit
Sebaiknya dinding dibuat rata dan kedap air sehingga mudah dibersihkan
secara periodik dengan jadwal yang tetap 3-6 bulan sekali
Lantai
Sebaiknya halus, kedap air, tidak bergelombang sehingga mudaah
dibersihkan secara rutin 2 kali sehari atau kalau perlu

Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien gunakan
disinfectan
Fixture & Fitting
Peralatan yang menetap di dinding hendaknya di disain sedemikian rupa
sehingga mudah di bersihkan
Horden
Dicuci secara periodik 1 -3 bulan sekali ddan tidak menyentuh lantai

Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan , diminimalkan dengan:


Melakukan pembersihan dan disinfeksi dengan pembersih dan disinfectan yang
tepat
Melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat
Mempertahankan mutu air bersih
Mempertahan ventilasi udara yang baik
Pengendalian lingkungan meliputi
Udara
Air
Permukaan lingkungan
Laundry ( Pakaian kotor) dan Bedding( Sprei, selimut, sarung bantal)
Binatang

121
Penanganan sampah

Udara
Pastikan bahwa ada struktur system ventilasi
Monitor system ventilasi
1. Pastikan bahwa heating, ventilatisi, air conditioning ( HVAC) filter,
pemasangan dan pemeliharaan tepat untuk mencegah kebocoran udara dan
debu berlebihan
2. Monitor area yang memerlukan ventilasi khusus seperti ruang operasi ,
(filtrasi dan perbedaan tekanan)
3. Rencanakan dan implementasikan jadual monitoring HVAC perbedaan
tekanan, filtrasi
4. Dukumentasikan parameternya, khususnya perbedaan tekanan
5. Kontrol system HVAC dan monitor untuk memastikan pembersihan uap
lembab adekuat
Incorporate steam humidifier, jika memungkinkan untuk mengurangi mikroba
proliferasi kedalam system dan hindari penggunaan cool- mist humidifier
Pastikan bahwa pengambilan udara dan pembuangan gas keluar ditempatkan
dengan tepat pada konstruksi
- lokasi exhaust outlets > 25 ft dari air-intake system
- lokasi outdoor air-intakes > 6 ft diatas tanah atau 3 ft diatas roof level
- lokasi exhaust outlets dari area kontaminasi diatas roof level untuk
meminimalkan recirculation
Maintain pengambilan udara dan periksa filter secara periodik untuk
pengoperasian yang tepat
Bag dust filled segera dibersihkan untuk mencegah dispersi debu dan jamur spora
sepanjang transport didalam fasilitas
Seal atau tutup bag kontainer pembuangan filter
Bersihkan bird roots dan nests dekat pengambilan udara untuk mencegah mites
dan jamur spora dari system masuknya ventilasi

122
Cegah terjadinya akumulasi debu dengan membersihkan saluran udara saat kamar
tidak di tempat pasien
Ukur output secara periodik untuk memonitor fungsi system,bersihkan saluran
ventilasi sebagai bagian rutin dari pemeliharaan HVAC untuk memastikan
penampilan yang optimal
Gunakan portable HEPA (High Efficiency Particulate Air ) filter rate 300- 800
ft3/min
1. Pilih portable HEPA filter yang dapat recirculate semua ruangan dengan
pertukaran udara > 12 kali
2. Tempatkan portable sedemikian rupa
3. Kondisi portable HEPA dengan anjuran ahli tehnik untuk memastikan bahwa
semua udara ruangan dapat di filtrasi
4. Pastikan bahwa udara segar yang diperlukan untuk area terpenuhi
Ikuti prosedur yang tepat pada area yang digunakan dengan through the wall
ventilation unit
1. Jangan digunakan seperti area sebagai PE room
2. Jangan gunakan ruangan dengan through the wall ventilation unit sebagai
ruangan AII room
Seal jendela dalam gedung dengan system sentral HVAC termasuk PE area
Keep emergency door dan exits dari PE room tertutup , kecuali kondisi darurat dan
ada tanda alarm
Jangan shut down HVAC system di area pasien kecuali saat pemeliharaan,
perbaikan , testing
HVAC system di perkantoran , administrasi boleh di tutup untuk hemat energy tapi
dengan tidak terjadi gangguan di area perawatan

Bila memungkinkan hindari inactiviting atau shutting down HVAC system


Bila memungkinkan buat backup untuk system ventilasi
Tidak ada rekomendasi pemeriksaan rutin mikrobiologi udara sebelum selama,
setelah bangunan

123
Tidak ada rekomendasi tekanan negatif atau isolasi pasien dengan Pneumocystis
Implementasikan pengendalian infeksi lingkungan dan tindakan ventilasi untuk
ruang operasi
Pertahankan tekanan positif
Pertahankan > 15 ACH
Filter all recirculated and fresh air through filter , providing 90 %
Udara segar dari ceiling dan exhaust dekat lantai
Tidak menggunkan UV lights untuk mencegah infeksi luka operasi
Senantiasa menutup pintu ruang operasi kecuali untuk arus keluar masuk petugas,
peralatan ,pasien
Batasi personil yang masuk , hanya petugas ruang operasi
Ikuti petunjuk prosedur untuk pasien TB yang memerlukan operasi emergensi
- Pakai masker N95
- Intubasi pasien di AII room atau di ruang operasi
Gunakan HEPA filter sementara untuk suplai udara bersih selama intubasi untuk
pasien TB yang memerlukan operasi
- Posisi alat sedemikian rupa sehingga udara lewat melalui filter
- Matikan portable unit sepanjang operasi
Jika memungkinkan jadual oparasi Pasien TB sebagai kasus operasi terakhir
Sistem ventilasi

Mikro organisme yang ada diudara merupakan salah satu sumber infeksi nosokomial
termasuk juga mesin pendingin ( AC ) misalnya : Myo bacterium tuberculosis,
aspergillus spp, virus measle dan varicella. Tipe sistem ini yang dibutuhkan tergantung
dari keadaan pasien yang dirawat dan kaulitas udara disekitarnya. Penangananan dan
perawatan mesin pendingin dilakukan minimal 1x setiap bulan dan kultur swab di
ruangan OK dan ICU minimal 6 bulan sekali kecuali bila diperlukan.

Ruang Operasi
Ruang operasi sebaiknya terpisah dari lalu lalang aliran udara rumah sakit .Ruangan
harus didesain sedemikian rupa sehingga kondisi dari pintu masuk hingga ke ruang
operasi dan ruang steril kualitasnya semakin steril.Aliran udara berasal dari ruangan

124
bersih ke ruangan yang kurang bersih. Masuknya udara melalui diffuser ( alat
penyebar ) pada ruangan melalui exhaust yang berada di dinding. Persyaratan ventilasi
:
Temperatur berkisar antara 20 24 oC
Kelembaban udara antara 50-60 %
Tekanan udara dijaga agar tetap positif di bagian dalam dan negatif dibagian luar
Alat yang menunjukan tekanan udara dalam ruangan . seluruh dinding, langit-
langit maupun lantai benar-benar tertutup agar tekanan udara tetap terjaga
Ada indikator kelembaban dan termometer yang mudah terlihat
Ada filter sekunder 2 um atau kurang dengan efisiensi 95 % diletakan di dalam
sebuah kisi kisi/ lubang masuk; terminal hepa filter 0,3 um dengan effisiensi 99,7
% untuk hasil sangat bersih
Suplai udara dari langit langit dan di buang atau dikembalikan melalui exhaust
yang letaknya 75 mm diatas lantai. Tipe diffuser sebaiknya tipe satu arah
Minimum udara diganti sebanyak 15 kali perjam untuk sistem udara bersih 100 %
dan 25 kali perjam untuk system udara sirkulasi
Kecepatan udara 0,1 0,3 m /detik
Tekanan udara positif pada area di sekitarnya.
Harus ada jadwal kontrol dan pemeliharaan rutin dan dikoordinasikanuntuk
menjamin dijalankanya standar perlindungan kesehatan.
Ruang perawatan khusus ( intensif)
Faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial terutama pasien, personil, lingkungan dan
prosedur penanganan pasien . Tidak ada standar untuk system ventilasi /AC penggantian
udara minimum 6 kali dalam satu jam juga menjamin udara bersih dan partikel. Jika
pengaturan ventilasi dengan AC tidak bisa dilakukan , perhatian harus ditekankan pada
dan prosedur penangan pasien yang sesuai dengan prinsip pencegahan infeksi

Ruang isolasi
Sistem ventilasi dengan tekanan negatif diperlukan untuk pasien yang terinfeksi virus,
tuberculosis, virus measles dan varicellla. Tekanan negatif diciptakan dengan memasang
Exhaust exceeding suply sekitar 15 % atau 50 feet 3/min udara dari ruangan langsung

125
dialirkan ke luar .Resirkulasi boleh dilakukan tetapi perlu filter HEPA sebelum masuk
kembali ke ruangan .Paling sedikit 6 12 kali dalam satu jam mengganti udara yang
menjamin udara bersih dari partikel, penggunaan sinar ultraviolet merupakan pilihan
tambahan untuk mengurangi kosentrasi bakteri di udara dan tidak untuk infeksi udara.

Pengunjung
Kunjungan tamu kepada pasien harus dibatasi jumlahnya ini untuk tindakan
pencegahan. Kebijakan harus menentukan bahwa tidak dibenarkan kehadiran lebih
dari 2 atau 3 tamu dalam waktu bersamaan
Pengunjung harus mengenakan pengenal (name tags)
Waktu berkunjung sebaiknya dibatasi sesuai dengan ketentuan tentang jam-jam
berkunjung yang diatur RS yaitu 11- 12 WIB dan 17 18.30 WIB sehingga tidak
mengganggu perawatan rutin dan gawat darurat pasien.
Untuk pasien tertentu dan unit tertentu, jam-jam kunjungan dapat diatur sesuai
keadaan dan kondisi pasien.
1. Pasien dalam proses kematian, keluarga mendampingi disamping tempat tidur
pasien
2. Pasien dalam keadaan gawat
3. Pasien anak, orang tua diijinkan satu orang untuk menunggu disamping tempat
tidur.
4. Pengunjung lain ( Seperti peserta pendidikan) harus mendapat izin dari fihak
rumah sakit dan penanggung jawab keperawatan.
5. Anak-anak dibawah 12 tahun sebaiknya tidak diizinkan berkunjung ke tempat atau
unit perawatan.

Perhatian:
Tidak diperkenankan ikut campur dalam kegiatan yang mengganggu kerja personil
rumah sakit
Tidak diperkenankan merokok disekitar area rumah sakit
Tidak diperkenankan berkerumun atau duduk/tidur di tempat tidur pasien.

126
Tidak diperkenankan membawa makanan dari luar kecuali sudah diizinkan oleh
dokter/perawat sepengetahuan petugas gizi.
Tidak diperkenankan membawa peralatan makan, alat keperluan tidur ( tiker,
selimut, bantal ) kedalam rumah sakit dan diperkenankan makan di tempat yang
telah ditentukan
Sedapat mungkin toilet pasien tidak dibenarkan untuk dipakai oleh pengunjung.
Membuang sampah pada tempatnya sesuai aturan yang telah ditetapkan.
Pengendalian Air
Yang dimaksud dengan mutu air bersih adalah suatu keadaan air yang dinyatakan bebas
dari bakteri, tidak berbau, berwarna jernih dengan nilai kandungan mineral tertentu

Syarat pemeriksaan air:

Dilakukan pemeriksaan air setiap 3 bulan sekali

Sampel pemeriksaan air dikirim ke Bapeldalda

Pengambilan sampel dikerjakan sesuai SOP

Penanganan air
Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
Batasi kontaminasi air atau sumber lingkungan cairan
Bersihkan dan disinfeksi sink dan cuci basin
Evaluasi untuk kemungkinan sumber air terkontaminasi
Hindari penempatan dekorasi air mancur dan kolam ikan di area perawatan
pasien
Pertahankan temperatur air, panas 51 C, dingin 20 C
Pertahankan recirculasi tetap panas air didistribusikan ke unit perawatan
Anjurkan pasien , keluarga, pengungjung dari air keran
Jangan memegang es langsung dengan tangan dan cuci tangan sebelum
mengambilnya
Gunakan scoop ketika mengambil es
Permukaan Lingkungan
Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan

127
Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
Pilih disinfectan yang tedaftar dan gunakan sesuai petunjuk pabrik
Jangan menggunakan high level disifectant / cairan khemikal untuk peralatan non
kritikal dan permukaan lingkungan
Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non kritikal
Jika tidak ada petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur tertentu
Bersihkan peralatan medikal non kritikal dengandetergen/ disinfectan
Jangan gunakan alkohol untuk disinfesi permukaann lingkungan yang luas
Gunakan sarung tangan untuk pembersihan/disinfeksi lingkungan
Jaga kebersihan lingkungan , lantai, dinding, permukaan meja
Gunakan detergen / disinfektsn yang terdaftar untuk pemebrsihan dan disifeksi
ruangan perawatan pasien
Gunakan detergen atau air untuk pembersihan permukaan non perawatan seperti
perkantoran administrasi
Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuk seperti pegangan pintu,
bed rails, light switch
bersihkan dinding, blinds dan jendela, curtain di area perawatan pasien
Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan
Hindari metode pembersihan permukaaan yang luas yang menghasilkan mist atau
aerosol
Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths and solution
- Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan , dan gunakan
cairan yang baru
- Ganti mop setiap hari
- Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan biarkan kering
sebelum dipakai lagi
Selesai operasi terk\akhir setiap hari wet vacum atao mop lantai dan dinding
dengan menggunakan kain pel sekali pakai dan cairan disinfectan ruang operasi
Jangan gunakan mats di pintu masuk ruang opaerasi
Gunakan metode pembersihan debu yang tepat untuk pasien yang
immonocompromised

128
Tutup pintu pasien immonocompromised saat vavum, waxing or buffing lantai
koridor untuk meminimalkan kontak debu udara
Segera bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang
potensial infeksi
Ikuti prosedur tepat untuk pembersihan dan dekontaminasi tumpahan darah atau
cairan yang terkontaminasi dengan darah
Gunakan APD, sarung tangan
Jika tumpahan darah banyak bersihkandengan material yang dapat meresap cairan
dan buang setelah digunakan dan beri label
Hapus area dengan kain atau handuk kertas dengan cairan disinfeksi dan biarkan
permukaan kering
Pakai disinfectan yang terdaftar dengan label
Gunakan EPA registered sodium hypochlorite product atau generic sodium
hypochlorite ( chlorine bleach)
Bunga dan tanaman pot tidak perlu dibatasi dari area pasien immonocompetent
Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot kepada petugas khusus bukan
yang merawat pasien
Jika tidak ada petugas khusus maka petugas memakai sarung tangan dan cuci
tangan setelah melepas sarung tangan
Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot di area perawatan
[pasien immonosuppressed
Lakukan pest control strategies di dapur, laundry, CSSD, Loading dock,
Pasang screens pada jendela
Contrac untuk rutin pest control
Pakai APD dan Isolation Precaution selama prosedur pembersihan dan disinfeksi.
Pakai standard protokol pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian
lingkungan yang terkontaminasi
Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan disinfeksi permukaan yang sering
disentuh di area perawatan seperti bed rails, carta, charts, bedside commode,
pegangan pintu
Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk pembersihan dan disinfeksi

129
Pakai cairan disinfectan yang sesuai
Kultur permukaan lingkungan dapat digunakan untuk klarifikasi dan effikasi polici
rumah sakit dan prosedur dilakukan sebelum dan sesudah pembersihan dan
diisnfeksi ruangan pasien dengan VRE
Pembersihan dan disinfeksi lingkungan permukaan peralatan medis secara regular.
Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang pentingnya kebersihan tangan
untuk meminimalkan penyebaran mikroorganisme
Jangan menggunakan high level disiinfektan
Jangan lukukan random tidak bertujuan pemeriksaan mikrobologi udara, air dan
permukaan lingkungan
Bila indikasi lakukan sampling mikrobiologi sebagai investigasi epidemiologi atau
sepanjang pengkajian kondisi lingkungan berbahaya untuk menditeksi atau
verifikasi adanya bahaya
Batasi samplinh mikrobiologi untuk maksud jaminan kualitas
Laundry dan Bedding
Tanggung jawab petugas
Petugas harus mencuci pakaiannya yang terkontaminasi darah atau material lain
yang terkontaminasi infeksius
Fasilitas dan peralatan laundry
- Pertahankan tekanan negatif pada ruangan kotor dibanding dengan
ruangan bersih
- Area laundry mempunyai sarana cuci tangan dan tersedia APD
Pakai dan pelihara peralatan laundry sesuai dengan instruksi pabrik
Jangan biarkan pakaian damp atau fabrics di mesin sepanjanjang malam
Tangani pakaian kontaminasi dengan tidak mengibaskan untuk menghindari
kontak udara, permukaan dan personal
Gunakan kantongan untuk menempatkan pakaian terkontaminasi, pakai label dan
kode warna
Penutup tidak perlu pada pakaian terkontaminasi di ruangan pasien
Proses pencucian : Panas 71 C , selama 25 menit
Pilih zat kimia yang sesuai

130
Simpan pakaian yang terhindar dari debu
Jika dalam transportasi harus di bungkus sehingga tidak kena debu
Jangan lakukan pemeriksaan kultur rutin untuk pakaian bersih
Lakukan pemeriksaan kultur selama outbreak jika ada epidemiologi evidence
Gunakan textil steril, surgical drapes dan gown untuk kondisi yang memerlukan
steril
Gunakan pakaian bersih pada perawatan neonatus
Jaga kasur tetap kering
Bersihkan dan disinfeksi tutup kasur dan bantal dengan menggunakan disinfectan
Bersihkan dan disinfeksi kasur dan bantal diantara pasien
Binatang
- Anjurkan pasien menghindari dari kotoran , air liur, urine binatang
- Jangan membiarkan binatang anjing kucing berkeliaran di sekitar rumah sakit
- Bersihkan lingkungan rumah sakit dari kotoran binatang
Penanganan Sampah
Segera buang sampah ke tempat yang sudah disediakan
Buang sampah sesuai dengan jenis sampah
Jangan meletakkan benda tajam bekas pakai di sembarang tempat
Buang bekas benda tajam ketempat yang sudah tersedia

131
BAB XII
MANAJEMEN LINEN DAN LAUNDRY

Pendahuluan
Salah satu usaha peningkatan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit adalah mencegah
terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit. Salah satu usaha pencegahan terjadinya
infeksi nosokomial di rumah sakit adalah penyehatan laundry dan linen.
Penyehatan laundry dan linen juga menambah kenyamanan bagi pasien untuk tinggal di
rumah sakit, sebab pasien hampir selama 24 jam berada di tempat tidurnya. Selain itu juga
dengan tersedianya linen yang baik dalam arti bebas kuman patogen, bersih dan rapi akan
menambah citra suatu rumah sakit.
Untuk menjaga kualitas linen yang baik sangat tergantung pada pengelolanya. Juga sangat
dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang ada pada suatu rumah sakit.
Oleh karena itu penyehatan laundry dan linen perlu ditangani secara profesional oleh
pengelolanya.

Tujuan
Penyehatan laundry dan linen bertujuan tidak terjadinya infeksi nosokomial melalui linen
yang kotor atau terkontaminasi kepada pasien maupun petugasnya dan pasien akan
merasa nyaman tinggal di tempat tidurnya.

Penanganan linen di ruang perawatan.

Penanganan linen kotor sudah harus dilakukan sejak dari ruangaperawatan.

Pemisahan linen kotor

Pakai alat pelingung diri: sarung tangan, masker kalau perlu


Segera setelah dilepas dari tempat tidur, pisahkan linen kotor infeksius, linen kotor
ternoda atau kontaminasi dan linen kotor tidak terinfeksi/ternoda.
Segera masukkan dalam kontainer : linen kotor infeksius kedalanm kantong
kuning dan diberi tanda infeksius, linen kotor ternoda/tercemar kedalam

132
kontainer dekontaminasi yang telah dibersihkan terlebih dahulu, linen kotor tidak
ternoda/kontaminasi dalam kontainer linen kotor atau masukkan ke dalam
keranjang linen kotor.
Setelah tiga perempat penuh ikat/tutup kirim ke laundry dengan menggunakan
trolley kain kotor tertutup

Penempatan linen kotor


Penempatan linen kotor harus dibedakan antara linen kotor terinfeksi dan yang
tidak terinfeksi.
Linen kotor harus dimasukkan kedalam kantong yang kedap air untuk mencegah
kebocoran , kontaminasi lingkungan dan petugas yang membawanya.
Linen terinfeksi dimasukkan kedalam kantong plastik kuning untuk mencegah
kontaminasi lingkungan dan petugas yang membawanya , kemudian diikat dan
linen yang tidak terinfeksi diletakkan dalam trolley yang ditutup.

Pengangkutan linen kotor

Pengangkutan linen kotor dilakukan dengan kereta dorong yang tertutup


Kereta dorong yang digunakan harus dibedakan dengan pengangkutan linen bersih
dan kotor untuk mencegah kontaminasi
Jangan menyeret linen di lantai
Jangan melindas linen dengan troley

Klasifikasi linen kotor


a. Linen Kotor ternoda/Infeksius
Linen yang terkontaminasi dengan pasien darah atau cairan tubuh pasien.
b. Linen kotor non infeksius
Linen kotor / yang sudah dipakai, berasal dari ruang perawatan, administrasi, apot
ruang tunggu, dapur , ruang pemeriksaan , ruang perawatan yang tidak
berpenyakit menular

133
Penanganan Linen Kotor Ternoda/infeksius

Bersihkan linen kotor bernoda / terkontaminasi dengan menggunakan air


mengalir diruang cuci ( Spoelhok )
Lakukan dekontaminasi dengan menggunakan desinfeksi, lamanya
tergantung dari disinfektan yang digunakan.
Angkat linen dari rendaman desinfeksi , masukkan dalam kantong plastik
kuning dan ikat rapat jangan sampai ada kebocoran .

Penanganan Linen Infeksius

Pakai sarung tangan non steril


Segera setelah dilepas dari tempat tidur, masukkan dalam kantong kuning beri
tanda infeksius
Pisahkan dari linen kotor
Kirim ke laundry dalam keadaan tertutup dengan menggunakan trolley kain kotor

Pengiriman Linen kotor ke laundry

Petugas ruangan mengantar linen kotor ke laundry


Petugas ruangan masuk dari pintu ruang cucian dan tidak boleh masuk ke ruangan
linen bersih
Penerimaan linen kotor di laundry harus di bedakan antara linen kotor infeksius
dan non infeksius.
Bagian penerimaan di laundry melakukan pencatatan jumlah linen, kedua belah
pihak pengirim dan penerima harus memaraf pada buku expedisi.

Penanganan Linen di Laundry

Penilaian Linen kotor

134
o Tingkat kotoran ( berat atau ringan )
o Jenis linen ( tebal, tipis , berwarna atau tidak berwarna , wool atau katun )
o Infeksius atau non infeksius
Pengumpulan /Pemisahan linen kotor

Pengumpulan / pemisahan linen kotor harus menggunakan alat pelindung diri


(sarung tangan , masker dan gaun ).
Pisahkan jenis linen kotor antara linen terkontaminasi dan yang tidak
terkontaminasi.
Linen kotor dipegang dengan menggunakan sarung tangan dan digerak-gerakkan
sesedikit mungkin untuk mencegah kontaminasi udara dan petugas.
Bila linen kena darah atau cairan tubuh linen harus diirendam dahulu dalam
cairan disinfektans sampai noda pudar, kemudian cairan perendam dibuang dan
linen ditiriskan / diperas dan dimasukan kedalam kantong plastik kuning diikat dan
diberi label infeksi .
Tuliskan juga jenis linen dan jumlahnya .

Proses Pencucian

Dekontaminasi
Lakukan penimbangan linen
Masukkan linen kotor ke dalam mesin cuci
Gunakan detergent berdasarkan tingkat cucian :
infeksius,berat,sedang, ringan , khusus dan linen berwarna
Waktu pencucian 45 menit ( tergantung mesin cuci )
Proses pengeringan
Periksa linen yang perlu di cuci ulang sebelum pengeringan
Keluarkan linen, pres sebelum pengeringan
Jangan meletakkan linen panas di troley

Proses Penyeterikaan

135
Pada proses penyeterikaan dikelompokkan linen yang lembaran dan bukan lembaran.
Penyeterikaan dilakukan dengan menggunakan Roll Press dan Rotary Press.

Roll Press digunakan untuk jenis lenen lembaran, sedangkan Rotary Press untuk linen
yang bukan lembaran seperti piyama, baju pasien, gordyn.

Pada proses penyeterikaan petugas harus dalam keadaan bersih.

Proses Pelipatan

Pada proses pelipatan, dilakukan pensortiran terhadap linen yang rusak. Tempat pelipatan
harus bersih dan jauh dari daerah kotor agar linen tidak terkontaminasi. Pelipatan
dilakukan sesuai yang sudah ditentukan.

Proses Penyimpanan

Pada proses penyimpanan linen yang sudah rapi disimpan ke dalam rak-rak sesuai dengan
jenis linen. Sebaiknya pengelolaan linen dilakukan secara sentralisasi. Tapi bila
pengelolaan belum sentralisasi maka linen disimpan ke dalam rak-rak sesuai dengan
ruangan dan sertakan kartu tanda terima jenis linen. Dilarang memasuki ruang gudang
penyimpanan linen bersih, kecuali oleh petugas laundry.

Pendistribusian

Dalam pendistribusiannya tergantung pad asistem pengelolaannya. Aspabila pengelolaan


linen sistem sentralisasi, maka pendistribusiannya di sesuaikan dengan permintaan/
kebutuhan ruangan berdasarkan bon permintaan. Akan tetapi bila pengelolaan linen belum
sistem sentralisasi, maka pendistribusiannya, maka pendistribusiannya berdasarkan kartu
pengiriman.

Pencegahan terhadap penanganan Linen kotor


Menyediakan fasilitas alat pelindung diri ( sarung tangan rumah tangga, masker , gaun
pelindung dan alas kaki ) untuk mencegah kontaminasi pada petugas.
Gunakan kantong yang berbeda untuk linen terinfeksi dan yang tidak terinfeksi

136
Jangan menyeret linen di lantai
Jangan meletakkan linen diareal yang lembab

Penanganan Linen Bersih


Penyimpanan Linen
Linen bersih selama dalam pengangkutan dari laundry ke tempat penyimpanan harus
dibawa dengan kereta yang tertutup atau diberi penutup / dibungkus untuk mencegah
kontaminasi .
Cuci tangan sebelum memegang linen
Pastikan semua permukaan dalam keadaan bersih / kering
Jangan mencampur linen bersih dengan linen steril
Jangan menyimpan peralatan / bahan kimia di ruang linen
Linen dalam penyimpanannya hendaknya diberi pelindung sampai dengan digunakan
oleh pasien.

Pemakaian Linen
Cuci tangan sebelum memegang linen
Gunakan linen pertama masuk ( FIFO= First in First out )
Pastikan semua peralatan dalam keadaan bersih / kering
Jaga linen jangan sampai jatuh ke lantai
Jangan meletakkan linen bersih pada permukaan kotor / berdebu

Persyaratan Pengelolaan Linen

Sesuai dengan Permenkes 986/ Menkes/Per/1992 tentang persyaratan Kesling Rumah


Sakit dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.6.44 tentang Petunjuk Teknis Tata
Cara Pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Tata cara pelaksanaannya sebagai berikut:

137
o Lokasi tempat pencucian umum atau laundry hendaknya pada lokasi yang mudah
dijangkau oleh unit yang memerlukan. Penempatan laundry jauh dari ruangan
pasien dan tidak berada di jalan lintas.
o Lantai harus terbuat dari beton atau plester yang kuat, rata, dan tidak licin dengan
kemiringan memadai ( 2-3 %)
o Harus disediakan saluran pembuangan air kotor sistem tertutupdengan ukuran,
bahan dan kemiringan yang memadai ( 2-3 %)
o Disediakan kran air bersih dengan kualitas dan tekanan yang memadai.
o Untuk laundry perlu disediakan jugaair panas ( steam) untuk keperluan disinfeksi.
o Peralatan cuci dipasang permanan dan dibuat saluran pembuangan air kotor.
o Apabila memungkinkan laundry dilengkapi dengan perlengkapan disinfeksi
lainnya
o Perlu disediakan ruang sarana/ pengeringan untuk alat-alat yang telah dicuci
o Tempat cucian harus selalu dijaga kebersihannya.
o Bangunan laundry perlu disediakan ventilasi dan pencahayaan minimal 200 lux

Pada laundry harus disediakan ruang-ruang yang terpisah sesuai dengan kegunaannya:
- Ruang linen kotor
- Ruang linen bersih
- Gudang kereta linen
- Kamar mandi / WC tersendiri untuk petugas pencucian umum
- Ruang cuci hendaknya dilengkapi dengan alat cuci yang mampu
bekerjasatu hari habis
Ruang-ruang diatur penempatannya sehingga perjalanan linen kotor sampai menjadi linen
bersih terhindar dari kontaminasi ulang
Hendaknya disediakan mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis linen berbeda yang
dipergunakan di rumah sakit. Dibedakan mesin pencuci infeksius dengan non infeksius
Harus disediakan tempat cuci tangan dengan air yang mengalir bagi petugas untuk
mencegah dekontaminasi linen bersih
Dalam melakukan proses pencucian harus dihindari tumpahan air

138
Bak-bak air yang ada harus selalu dibersihkan minimal sekali seminggu, untuk mencegah
berkembang biaknya serangga.

Standarisasi Laundry
1. Bangunan laundry harus terpisah dari bagian pengolaan makanan
2. Loket penerimaan linen kotor dengan loket pendistribusian linen bersih harus
dibedakan
3. Mesin pencuci linen infeksi dengan non infeksi harus di bedakan
4. Ruang pengolaan linen bersih dan kotor harus dibedakan
5. Tekanan udara pada ruang penatalaksanaan linen kotor harus negatif untuk
mencegah sirkulasi udara menuju ruang linen bersih
6. Pencahayaan harus cukup, sirkulasi udara harus baik
7. Sanitasi lingkungan yang baik / bersih
8. Petugas pengolaan linen kotor di ruangan pelayanan dan di ruangan laundry harus
menggunakan alat pelindung diri seperti tutup kepala, masker, kaca mata, sarung
tangan rumah tangga, sepatu boat, apron
9. Linen kotor tidak boleh di kibas-kibaskan atau diletakkan di lantai
10. Dilarang memasuki gudang penyimpanan linen bersih kecuali oleh petugas
laundry
11. Kain kotor diantar setiap hari ke laundry
12. Kereta dorong harus di pisaahkan antara linen kotor infeksius dengan non
infeksius.

139
BAB XIII
PENCEGAHAN INFEKSI LUKA OPERASI

Pendahuluan

Setiap tindakan pembedahan beresiko terjadinya infeksi luka operasi, yang saat ini
disebut sebagai Healthcare Associated Infection. Kejadian Infeksi luka operasi menurut
data NNIS ( National Nosocomial Infection Surveillance ) tahun 2004 sekitar 2.2 %, data
di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita tahun 2006 sekitar 2.5 %. Faktor faktor
penyebab terjadinya infeksi luka opeasi adalah dari pasien sendiri atau luar tubuh pasien ,
Sumbernya beasal dari personil kesehatan , lingkungan dan pasien dan peralatan yang
tidak steril. Oleh karena itu perlu dilaksanakan pencegahan infeksi luka operasi yang
baik dan benar sesuai dengan standar.

Pengendalian Infeksi luka Operasi ( ILO )


Klasifikasi infeksi luka operasi Insisional :

- Superfisial

- Deep

- Organ/ rongga

Resiko infeksi luka operasi = Jumlah bakteri yang masuk X Virulensi


Resistensi pasien
Paling banyak infeksi luka operasi bersumber dari pathogen flora endogenous kulit pasien,
membrane mukosa. Bila membrane mukosa atau kulit di insisi, jaringan terekxpose resiko
dengan flora endogenous.
Sumber exogenous dari infeksi luka operasi adalah:

140
- Tim bedah
- Lingkungan ruang operasi
- Peralatan, instrumen dan alat kesehatan
- Kolonisasi mikroorganisme
- Daya tahan tubuh lemah
- Lama rawat inap pra bedah
Flora exogenous terutama aerob khususnya gram negatif staphylococcus dan
streptococcus
Faktor-faktor resiko infeksi luka operasi:
1. Karakteristik pasien
- Usia( bayi, anak-nak, lanjut usia)
- Status gizi buruk
- DM
- Gula darah rendah
- Merokok
- Obesity
- Kolonisasi mikroorganisme
- Daya tahan tubuh lemah
- Lama rawat inap pra bedah
2. Karakteristik operasi
a. Pre operasi
Skin antisepsis
Pencukuran rambut
Antisepsis kulit di ruang operasi
Surgical scrub/ cuci tangan bedah; tipe antiseptik, lamanya scrub, kuku
Tim bedah terinfeksi atau kolonisasi
Profilaksis antibody
b. Intra operasi
Lingkungan ruang operasi
Ventilasi ruang operasi

141
Permukaan lingkungan ruang operasi
Inadekuat sterilisasi instrumen
Tehnik bedah dan asepsis; pasang drain dan suture dengan tepat
(pemasangan drain terpisah dari luka insisi)
Jahitan bedah dan perban
Lamanya operasi

c. Post operasi
Perawatan luka operasi

Kreteria Infeksi luka operasi

1. Infeksi Luka Operasi Superficial


Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini:
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca bedah dan
hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia
Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:
o Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia
o Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang
diambil secara aseptik
o Terdapat tanda tanda peradangan ( paling sedikit terdapat satu dari
tanda-tanda infeksi berikut: nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan
hangat lokal), kecuali jika hasil biakan negatif.
o Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.
2. Infeksi Luka Operasi Profunda/ Deep Incisional
Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini:
a. Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca bedah atau
sampai satu tahun pasca bedah( bila ada implant berupa non human derived
implant yang dipasang permanan) dan meliputi jaringan lunak yang dalam ( mis,
lapisan fascia dan otot) dari insisi
b. Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:

142
Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari komponen
organ/rongga dari daerah pembedahan.
Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja
dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari
tanda-tanda atau gejala gejala berikut: demam ( > 38derajat C), atau
nyeri lokal, terkecuali biakan insisi negatif
Diketemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi
dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau
dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis
Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
3 Infeksi Luka Operasi Organ/Rongga
Infeksi Luka Operasi Organ/ Rongga memiliki kriteria bsebagai berikut:
Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan, bila tidak
dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila dipasang implant dan
infeksi tampaknya ada hubungannya dengan prosedur pembedahan
Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit, fascia atau
lapisan lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi selama prosedur
pembedahan
Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut:
Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk ke dalam organ/rongga
Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari cairan atau jaringan dari
dalam organ atau rongga :
- Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ/rongga yang
ditemukan pada pemeriksaan langsung waktu pembedahan ulang atau
dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis
- Dokter menyatakan sebagai ILO organ/rongga.

Pencegahan Infeksi Luka Operasi ( Rekomendasi CDC 1999)

143
Pra Bedah
A. Persiapan pasien sebelum operasi
1. Jika ditemukan ada tanda-tanda infeksi, sembuhkan terlebih dahulu infeksi nya
sebelum hari operasi elektif, dan jika perlu tunda hari operasi sampai infeksi
tersebut sembuh. ( Kategori I)
2. Jangan mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada sekitar daerah operasi
dan atau akan menggangu jalanya operasi ( Kategori I )
3. Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan di kamar bedah beberapa saat sebelum
operasi dan sebaiknya menggunakan pencukur listrik ( Bila tidakada pencukur
listrik gunakan silet baru) ( Kategoroi I)
4. Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan hindari kadar gula darah
yang terlalu rendah sebelum operasi. ( Kategori II)
5. Sarankan pasien untuk berhenti merokok, minimun 30 hari sebelum hari elektif
operasi. ( Kategori II)
6. Mandikan pasien dengan zat antiseptik malam hari sebelum hari operasi (Kategori
II)
7. Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya untuk menghilangkan
kontaminasi sebelum mengadakan persiapan kulit dengan anti septik (Kategori II)
8. Gunakan zat anti septic kulit yang sesuai untuk persiapan kulit ( Kategori II)
9. Oleskan zat antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari bagian
tengah menuju ke arah luar. Daerah yang dipersiapkan haruslah cukup luas untuk
memperbesar insisi, jika diperlukan membuat insisi baru atau memasang drain bila
diperlukan.( Kategori III)
10. Masa rawat inap sebelum operasi diusahakan sesingkat mungkin dan cukup waktu
untuk persiapan operasi yang memadai ( Katergori III)
11. Tidak ada rekomendasi mengenai penghentian atau pengurangan steroid sistemik
sebelum operasi
12. Tidak ada rekomendasi mengenai makanan tambahan yang berhubungan dengan
pencegahan infeksi untuk pra bedah
13. Tidak ada rekomendasi untuk memberikan mupirocin melalui lubang hidung untuk
mencegah ILO

144
14. Tidak ada rekomendasi untuk mengusaahakan oksigenisasi pada luka untuk
mencegah ILO.

B. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah


1. Jaga agar kuku selalu pendek dan jangan memakai kuku palsu ( Kategori I )
2. Lakukan cuci tangan bedah (surgical Scrub) dengan antiseptik yang sesuai. Cuci
tangan dan lengan sampai ke siku. ( Kategori II)
3. Setelah cuci tangan , lengan harus tetap mengarah ke atas dan di jauhkan dari
tubuh supaya air mengalir dari ujung jari ke siku. Keringkan tangan dengan
handuk steril dan kemudian pakailah gaun dan sarung tangan ( Kategori II)
4. Bersihkan sela-sela dibawah kuku sseetiap hari sebelum cuci tangan bedah yang
pertama. (Kategori III)
5. Jangan memakai perhiasan di tangan atau lengan . ( Kategori III)
6. Tidak adarekomendasi mengenai pemakaian cat kuku, namun sebaiknya tidak
memakai.

C. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi


1. Didiklah dan biasakan anggota tim bedah agar melapor jika mempunyai tanda dan
gejala penyakit infeksi dan segera melapor kepada petugas pelayan kesehatan
karyawan. ( Kategori II)
2. Susun satu kebijakan mengenai perawatan pasien bila karyawan mengidap infeksi
yang kemungkinan dapat menular. ( Kategori II) Kebijakan ini mencakup:
- Tanggung jawab karyawan untuk menggunakan jasa pelayanan medis
karyawan dan melaporkan penyakitnya.
- Pelarangan bekerja
- Ijin untuk kembali bekerja setelah sembuh penyakitnya.
- Petugas yang berwewenang untuk melakukan pelarangan bekerja
3. Ambil sample untuk kultur dan berikan larangan bekerja untuk anggota tim bedah
yang memiliki luka pada kulit, hingga infeksi sembuh atau menerima terapi yang
memadai.
4. Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi mikro organisme seperti S. Aureus
Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi mikro organisme seperti S. Aureus atau

145
Stertococcus grup A tidak perlu dilarang bekerja, kecuali bila ada hubungan
epidemiologis dengan penyebaran mikroorganisme tersebut di rumah sakit
(Kategori II)

D. Profilaksis Anti mikroba


1. Pemberian profilaksis antimikroba hanya bila di indikasikan, dan pilihlah jenis
antimikroba yang paling efektif terhadap patogen yang umum menyebabkan ILO
pada operasi jenis tersebut atau sesuai dengan rekomendasi. (Kategori I)

2. Berikan dosis propilaksis awal melalui intravena pada saat yang sesuai sehingga
pada saat operasi dimulai konsentrasi bakterida pada serum dan jaringan
maksimal konsentrasinya. Pertahankan kadarnya dalam serum dan jaringan selama
berlangsungnya operasi dan maksimum sampai beberapajam setelah insisi ditutup.
(Kategori I0

3. Pada operasi Caesar beresiko tinggi, berikan propilaksis sesaat setelah tali pusar
dipotong. Kategori I

4. Jangan menggunakan vancomycin secara rutin untuk profilaksis antimikroba.


Kategori II

Selama operasi berlangsung

A. Ventilasi
1. Pertahankan tekanan lebih positif dalam kamar bedah dibandingkan dengan
koridor dan ruangan di sekitarnya ( Kategori II )
2. Pertahankan minimun 15 kali pergantian udara per jam , dengan minimun 3 di
antaranya adalah udara segar ( Kategori II)
3. Semua udara harus disaring, baik udara segar maupun udara hasil resirkulasi
(Kategori I )
4. Semua udara masuk harus melalui langit-langit dan keluar melalui dekat lantai.
(Kategori II)

146
5. Jangan menggunakan Fogging dan sinar ultra violet di kamar bedah untuk
mencegah infeksi ILO( Katgori II)
6. Pintu kamar bedah harus selalu tertutup, kecuali bila di butuhkan untuk lewatnya
peralatan, petugas dan pasien. ( Kategori II)
7. Batasi jumlah orang yang masuk dalam kamar bedah ( Kategorik III)

B. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan


1. Bila tampak kotoran atau darah atau cairan tubuh lainnya pada permukaan benda
atau peralatan, gunakan desinfektant untuk membersihkannya sebelum operasi
dimulai.( Kategori II)
2. Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus atau penutupan kamar bedah setelah
selesai operasi kotor ( Kategori II)
3. Jangan menggunakan keset berserabut untuk kamar bedah ataupun daerah
sekitarnya ( Kategori II)
4. Pel dan keringkan lantai kamar bedah dan desinfeksi permukaan lingkungan atau
peralatan dalam kamar bedah setelah selesai operasi terakhir setiap harinya
dengan desinfektant( Kateegori III)
5. Tidak ada rekomendasi mengenai desinfeksi permukaan lingkungan atau peralatan
dalam kamar bedah di antara dua operasi bila tidak tampak adanya kotoran.

C. Sterilisasi Instrumen kamar bedah


1. Sterilkan semua instrumen bedah sesuai petunjuk ( Kategori II)
2. Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus segera digunakan
seperti instrumen yang jatuh tidak sengaja saat opersi berlangsung. Jangan
melaksanakan sterilisasi kilat dengan alas an kepraktisan, untuk menghemat
pembelian instrumen baru atau untuk menghemat waktu.( Kategori II)

D. Pakaian bedah dan drape


1. Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung secara menyeluruh bila
memasuki kamar bedah saat operasi akan di mulai atau sedang berjalan, atau
instrumen steril sedang dalam keadaan terbuka. Pakai masker bedah selama
operasi berlangsung. ( Kategori II)

147
2. Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut di kepala dan wajah secara menyeluruh
bila memasuki kamar bedah ( semua rambut yang ada di kepala dan wajah harus
tertutup ( Kategori II)
3. Jangan menggunakan pembungkus sepatu untuk mencegah ILO ( Kategori II)
4. Bagi anggota tim bedah yang telah cuci tangan bedah, pakailah sarung tangan
steril. Sarung tangan dipakai setelah memakai gaun steril ( Kategori II)
5. Gunakan gaun dan drape yang kedap air ( Kategori II)
6. Gantilah gaun bila tampak kotor, terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.(
Kategori II)
7. Sebaiknya gunakan gaun yang disposible

E. Tehnik aseptik dan bedah


1. Lakukan tehnik aseptic saat memasukkan peralatan intravaskuler( CVP), kateter
anastesi spinal atau epidural, atau bila menuang atau menyiapkan obat-obatan intra
vena,
2. Siapkan peralatan dan larutan steril sesaat sebelum penggunaan ( Kategori II)
3. Perlakukan jaringan denganlembut, lakukan hemostatis yang efektif, minimalkan
jaringan mati atau ruang kosong( dead space) pada lokasi operasi ( Kategori II)
4. Biarkan luka operasi terbuka aatau tertutup dengan tidak rapat, bila ahli bedah
menganggap luka operasi tersebut sangat kotor atau terkontaminasi ( Kategori II)
5. Bila diperlukan drainase, gunakan drain penghisap tertutup, Letakkan drain pada
insisi yang terpisah dari insisi bedah. Lepas drain sesegera mungkin bila drain
sudah tidak dibutuhkan lagi ( Kategori II)

F. Merawat luka operasi


1. Lindungi luka yang sudah di jahit dengan perban steril selama 24 sampai 48 jam
paska bedah ( Kategori II)
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti perban atau bersentuhan dengan luka
operasi .( Kategori II)
3. Bila perban harus diganti gunakan tehnik aseptic ( Kategori III)

148
4. Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai perawatan luka operasi
yang benar, gejala-gejal ILO dan pentingnya melaporkan gejala tersebut.
Tidak ada rekomendasi mengenai perlunya menutup luka operasi yang sudah dijahit lebih
dari 48 jam ataupun kapan waktu yang tepat untuk mulai di perbolehkan mandi dengan
luka tanpa tutup. Sebaiknya boleh mandi bila luka sudah kering

Catatan:
1. Beberapa dokter membiarkan luka insisi operasi yang bersih terbuka tanpa kasa ,
ternyata dari sudut penyembuhan hasilnya baik
2. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa luka insisi operasi yang bersih
dapat pulih dengan baik walaupun tanpa kasa.
3. Belum ada terbukti tertulis yang mengatakan bertambahnya tingkat kemungkinan
terjadinya infeksi bila luka dibiarkan terbuka tanpa kasa.
4. Namun demikian masih banyak dokter tetap menutup luka operasi dengan kasa
steril sesuia dengan prosedur pembedahan, dengan tujuan :
- menutupi luka terhadap mikroorganisme yang dari tangan
- Menyerap cairan yang meleleh keluar agar luka cepat kering
- Mmeberikan tekanan pada luka supaya dapat menahan perdarahan
perdarahan superficial
- Melindungi ujung luka dari trauma lainnya.

149
BAB XIV
PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN KEMIH ( I.S.K )

Pendahuluan

Saluran kemih adalah tempat yang paling sering timbul infeksi nosokomial.. Lebih kurang
600.000 pasien per tahun atau lebih dari 40 % dari total infeksi nosokomial di Amerika
Serikat yang terkena infeksi tersebut (CDC`81). Infeksi saluran kemih sebagian besar
terjadi dalam perawatan pasien di Rumah Sakit, karena kebanyakan terjadi setelah
dilakukan tindakan pemasangan kateter . Dari penelitian terjadi resiko infeksi 1-5 %
setelah satu kali pemasangan dalam waktu singkat, dan resiko sekitar 100 % setelah
empat hari pemasangan sistem terbuka. Mikroorganisme yang paling sering adalah E.
Coli, Klebsiella, Proteus, Enterococus, Pseudomonas, Serratia, Candida

Sumber infeksi
Penyebaran ISK terbesar bersumber dari luar tubuh pasien atau kontaminasi silang.:
- Personil yang tidak cuci tangan
- Cairan kontaminasi
- Peralatan medis yang tidak steril

Faktor resiko terjadinya ISK


- Metode kateterisasi
- Lamanya kateterisasi
- Jenis kateter
- Kualitas pemeliharaan kateter

150
- Status immunologi pasien
o Pasien tua
o Debil
o Post partum

Patogenesis

- Kuman di meatus uretra bagian distal dapat langsung masuk ke saluran/ kandung
kemih ketika kateter dimasukkan
- Pada indwelling kateter mikroorganisme bermigrasi sepanjang permukaan luar
kateter di mukosa periuretra atau sepanjang permukaan dalam kateter setelah
terjadi kontaminasi pada kantong penampung urine atau sambungan antara
kantong penampung dengan pipa drainase.

Klasifikasi dan Definisi ISK

Klasifikasi :
1. Infeksi Saluran Kemih Simptomatis
2. Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis
3. Infeksi Saluran Kemih lainnya
Definisi :
1. ISK Simptomatis harus memenuhi kriteria berikut ini :
a Ditemukan paling sedikit satu dari tanda tanda berikut tanpa ada penyebab lain:
Demam ( > 38 C )
Anyang anyangan ( nikuri )
Polakisuri
Disuri
Nyeri Supra Pubik

151
Hasil biakan urin aliran tengah ( midstream ) > 10 kuman per ml urin dengan
jumlah kuman tidak dari 2 spesies. ( kriteria 1)

b. Selain dari tanda tanda diatas juga ditemukan paling sedikit satu dari tanda
berikut :
Tes carik celup ( dipstick ) positf untuk lekosit esterase dan / atau nitrit.
Piuri ( terdapat 10 lekosit per ml atau terdapat 3 lekosit per LPB dari urin
tanpa dilakukan sentrifugasi).

Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak disentrifugasi.

Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut memperlihatkan jenis kuman
yang sama, ( kuman gram negatif atau S. Saphophyticus ) dengan jumlah >
100 koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter.

Biakan urin menunjukkan satu jenis uro patogen dengan jumlah > 10 per ml
pada pasien yang telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai.

Didiagnosis Infeksi Saluran Kemih oleh dokter yang menangani dan telah
mendapat obat antimikroba yang sesuai. (kriteria II )

c. Pada pasien berumur 1 tahun didapatkan paling sedikit satu dari tanda
tanda / gejala berikut tanpa penyebab lain :
Demam > 38 C
Hipotermi ( < 37 C )

Apnea
Bradicardia < 100 x / menit
Letargia
Muntah muntah
Hasil biakan urin 10 kuman per ml urin dengan tidak lebih dari 2 jenis kuman.
( kriteria II )

d. Pada pasien berumur 1 tahun , selain satu tanda tanda diatas juga ditemukan
paling sedikit satu dari tanda berikut

152
Tes carik celup positif untuk lekosit esterase dan / nitrit.

Piuria ( terdapat 10 lekosit per ml urin atau 3 lekosit per LPB dari urin
yang tidak disentrifuge.
Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak dicentrifuge.
Hasil biakan urine paling sedikit 2 x berturut-turut menunjukkan jenis kuman
yang sama.( kuman gramnegatif atau S.Saphrophyticus ) dengan jumlah > 100
koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter.
Biakan urine menunjukkan satu jenis uropatogen dengan jumlah > 10 per ml
pada penderita yang telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai.
Didiagnosa ISK oleh dokter yang menangani dan telah mendapat pengobatan
antimikroba yang sesuai. ( kriteria II )
2. ISK Asimtomatik
ISK asimtomatik harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
Pasien pernah memakai kateter urine dalam waktu tujuh hari sebelum biakan urine.
Ditemukan dalam biakan > 10 kuman per ml urine dengan kuman maksimal dua
jenis
Tidak terdapat gejala gejala / keluhan demam, suhu > 38 C , polakisuria, nikuria
, diuria dan nyeri supra pubik. ( Kriteria I )
Pasien tanpa kateter urine menetap dalam 7 hari sebelum biakan pertama positif.
Kultur urine 2 x berturut turut ditemukan tidak > 2 jenis kuman yang sama dengan
jumlah < 10 per ml .
Tidak terdapat gejala / keluhan demam, suhu > 38 C , polakisuria, nikuria,diuria
dan nyeri supra pubik. ( Kriteria II )

3. Infeksi Saluran Kemih Yang Lain


Harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :
Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin atau jaringan yang
diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi. ( kriteria I )
Ada abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, secara pemeriksaan langsung
selama pembedahan atau melalui pemerikasaan histopatologis.( kriteria II )

153
Terdapat dua dari tanda berikut :
Demam ( > 38 C )
Nyeri lokal
Nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi
Dan terdapat paling sedikit satu gejala berikut :
Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai terinfeksi.
Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat yang dicurigai
Pemeriksaan radiology, misalnya ultrasound, CT Scan, MRI, radiolabel scan
(gallium, technetium abnormal, memperlihatkan gambar infeksi.
Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani.
Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang sesuai
(kriteria III )
Pada pasien berumur 1 tahun ditemukan sedikit satu tanda tanda berikut tanpa
ada penyebab lainnya:
Demam ( > 38 C )
Hipotermi ( < 37 C )

Apnea
Bradikardia ( < 100 x / Menit )
Letargi
Muntah muntah
Dan paling sedikit satu dari gejala berikut:
Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai infeksi
Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat yang dicurigai
Pemeriksaan radiology, misalnya ultrasound, CT scan, MRI, radiolabel scan
(gallium,technetium ) abnormal, memperlihatkan gambar infeksi.
Didiagnosis infeksi oleh dokter yang menangani.
Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang sesuai.
(kriteria IV )

154
Rekomendasi Pencegahan ISK
1. Personil
Pemasangan kateter hanya dilakukan oleh personil yang trampil dan
memahami dan tehnik pemasangan kateter secara aseptik dan perawatan
kateter yang benar. ( kategori I )
Tenaga yang memberikan asuhan keperawatan pasien dengan kateter urin
sudah mendapatkan pelatihan secara berkala dengan tehnik yang benar
mengenai prosedur pemasangan kateter urin dan kompilaksi potensi yang
mungkin terjadi pada kateter urin. ( kategori II )
2. Penggunaan Kateter
Pemasangan kateter urin dilakukan hanya kalau diperlukan saja dan segera
dilepas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter bukan karena
untuk mempermudah personil dalam memberikan asuhan pada pasien.
( kategori I )
Segera dilepas jika tidak perlu lagi ( Kategori I )
Untuk pasein pasien tertentu dapat digunakan alternatif dari kateter
menetap ,seperti: drainase dengan kondom kateter, kateter supra pubik,
kateter selang seling ( kategori II )
3. Cuci tangan
Cuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah manipulasi lokasi
kateter atau peralatannya. ( kategori I )
4. Pemasangan Kateter
Pemasangan kateter harus menggunaka tehnik aseptik dan peralatan steril.(
kategori I )
Untuk membersihkan daerah sekitar uretra harus menggunakan sarung
tangan ,kapas dan larutan antiseptik yang sesuai dan pakai jelly pelumas
sekali pakai.( Karegori II )
Gunakan kateter sekecil mungkin dengan laju drainase yang konsisten
untuk meminimalkan trauma uretra. ( kategori II )

155
Kateter menetap harus terpasang dengan baik dan menempel pada badan
untuk mencegah pergerakan dan tegangan pada uretra.( kategori I )
5. Drainase sistem tertutup dan steril
Sistem drainase yang tertutup dan steril harus dipertahankan ( kategori I )
Kateter dan selang / tube drainase tidak boleh dielepas sambungannya
kecuali bila kateter akan dilakukan irigasi.( kategori I )
Bila tehnik aseptik terganggu, sambungan terlepas atau terjadi kebocoran,
sistem penampungan harus diganti dengan sistem tehnik aseptic setelah
sambungan antara kateter dan pipa didesinfeksi.( kategori II )
Tidak ada kontak antara urine bag dengan lantai ( kategori I )

6. Laju Aliran Urine


Laju aliran yang tidak terhambat harus dipertahankan. ( kategori I )
Untuk memperoleh aliran lancar :
Jaga kateter dan pipa drainase dari lekukan
Kantong drainase harus dikosongkan secara teratur dengan
menggunakan kontainer terpisah untuk setiap pasien (jangan ada
kontak antara lubang pengosong pada kantong penampung dengan
kontainer non steril.
Kateter yang berfungsi kurang baik atau tersumbat harus dirigasi atau
kalau perlu diganti.
Kantong penampung diletakkan lebih rendah dari kantong kemih /
bladder.
7. Pengambilan spesimen
Jika kebutuhan urine sedikit dan baru untuk pemeriksaan, diambil dari
akhir distal kateter atau lebih baik dari sampling port jika ada, dan
dibersihkan dengan disinfektan, kemudian urine diaspirasi dengan syringe
steril ( kategori I)

156
Jika kebutuhan urine banyak untuk analisis dengan tehnik aseptik diambil
dari kantong urine (Kategori I )
8. Perawatan Meatus
Bersihkan dua kali sehari dengan antiseptik dan setiap hari bersihkan
dengan sabun dan air ( Kategori I)
9. Monitoring bakteriologi
Monitoring bakteriologi secara rutin pada pasien dengan kateter urine tidak
dianjurkan ( Kategori II)
10. Pemisahan pasien infeksi
Untuk mengurangi kemungkinan infeksi silang, pasien dengan kateter yang
terinfeksi tidak boleh bersebelahan tempat tidur atau sama dalam satu
kamar dengan pasien berkateter yang tidak terinfeksi. ( kategori II )

BAB XV
PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER ( IADP)

Pendahuluan
Penggunaan peralatan intravaskuler di masa modern ini tidak dapat dihindari. Pemakaian
keteter intravena bertujuan memasukkan cairan intra vena, obat , komponen darah,
parentral nutrisi dan memonitor status hemodinamis pasien -pasien dalam kondisi kritis.
Penggunaan intra vena sering menjadi penyebab komplikasi infeksi lokal atau sistemik ,
termasuk septik thrombophlebitis , endokarditis, infeksi aliran darah dan infeksi
metastetik (osteomyelitis , endophthalmitis, arthritis) yang diakibatkan oleh terinfeksinya
bagian tubuh tertentu karena kateter yang terkolonisasi.
Lebih kurang 200.000 kasus infeksi bakterimia nosokomial terjadi setiap tahunnya di AS.
Sebagian besar nosokomial infeksi bakterimia yang terjadi disebabkan oleh pemakaian
alat intravaskuler . Dari tahun 1986 hingga 1990 , rumah sakit yang memakai sistem
NNIS ( National Nosocomial Infection Surveillance ) , melaksanakan surveilens terhadap
infeksi bakterimia yang berhubungan dengan kateter intravena sentral dan menghasilkan
angka antara 2.1 - 30.2 kasus infeksi bakterimia per 1000 hari kateter vena sentral.

157
Sedangkan angka infeksi bakterimia yang kateter vena perifer lebih rendah yaitu dari 0 -
2.0. kasus infeksi bakterimia per 1000 hari pemakaian vena perifer.
Infeksi bakterimia yang berhubungan dengan kateter dapat menaikkan angka morbiditas
dan mortalitas hingga 10 % - 20 % , menambah hari perawatan ( rata rata 7 hari ) dan
menambah biaya pengobatan.

Infeksi Aliran Darah Nosokomial dibagi menjadi dua kategori:


kategori:
Infeksi Aliran Darah Primer
Infeksi Aliran Darah Sekunder

Infeksi aliran darah primer


Infeksi aliran darah primer terjadi tanpa adanya fokus infeksi pada lokasi anatomis lain
pada waktu kultur darah dinyatakan positif . Episode infeksi aliran darah, sekunder
terhadap kanul IV atau arteri, adalah khas dalam klasifikasi infeksi aliran darah primer
(definisi CDC).
Infeksi Aliran Darah Sekunder
Infeksi Aliran Darah Sekunder terjadi setelah ditemukannya infeksi dengan
mikroorganisme yang sama pada lokasi tubuh lainnya.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan flebitis akibat infus pada pasien dengan kateter vena
perifer:
Bahan kateter
Ukuran kateter
Lokasi insersi kateter
Pengalaman personil yang memasang kateter
Lama kateterisasi
Komposisi cairan infus
Frekuensi penggantian bahan penutup
Infeksi terkait kateter
Pembersihan kulit lokasi insersi
Faktor host

158
Pemasangan di ruang gawat darurat

Kejadian infeksi bergantung dari jenis kateter, perawatan dan penyakit pasien.
Sebagian besar Infeksi Aliran Darah akibat kateter(CR-BSI
kateter(CR-BSI)) terjadi di ICU
Lamanya pemakaian kateter meningkatkan risiko terjadinya CR-BSI (lepaskan kateter
sesuai perbaikan klinis)
Pendidikan,pelatihan dan pengawasan terhadap pemasangan dan pemeliharaan kateter
penting untuk mencegah CR-BSI
Kebersihan tangan terutama dengan alkohol harus dilakukan sebelum memasang kateter
Lama infus untuk cairan lipid tidak melebihi 24 jam, dan darah tidak lebih dari 4 jam

Faktor Resiko IADP

Perawatan di rumah sakit yang lama sebelum dilakukan insersi kateter.


Durasi pemasangan kateter yang lama
Kolonisasi hebat pada tempat tusukan kateter
Kolonisasi hebat pada tempat tusukan kateter
Tusukan pada vena Jugularis
Penggunaan antibiotik selama kateterisasi
Perlindungan yang tidak cukup diperhatikan selama pemasangan kateter

Kriteria Penentuan Diagnosis


Kolonisasi kateter terlokalisasi
Terdapatnya pertumbuhan mikroorganisme yang
signifikan yaitu 15 CFU (colony forming Unit)
dari segmen kateter ( CVC) tanpa disertai gejala infeksi
Infeksi lokal
Terdapatnya pertumbuhan mikroorganisme > 15 CFU
dengan disertai gejala lokal hanya eritema, pembengkakan,

159
nyeri tekan dalam batas 2 cm dari tempat insersi kateter
dan purelensi ( pus)
Infeksi aliran darah
Terdapatnya mikroorganisme >15 CFU, kultur darah positip mengandung jenis kuman
yang sama dengan organisme penyebab kolonisasi dan disertai gejala infeksi aliran darah (
bakterimia ). Darah yang diambil untuk kultur sebaiknya darah vena perifer

Pada tempat penusukan kateter, organisme di kulit berimigrasi masuk ke dalam kulit
kateter (sebelah luar kateter)
Kontaminasi tempat sambungan (hub) yang kemudian menyebabkan kolonisasi
intraluminal pada pemasangan kateter dalam jangka waktu lama
Kadang-kadang kateter terinfeksi oleh penyebaran dari fokus infeksi di tempat lain
Jarang sekali kontaminasi cairan infus (infusate) berlanjut pada infeksi aliran darah
akibat pemasangan kateter

Determinan patogen pada infeksi aliran darah

1. Bahan Pembuat kateter


polyvinyl chloride atau polythyline < resisten
dibanding teflon, silicon elastomer / polyurethane
2. Faktor virulensi internal dari
mikroorganisme yang menginfeksi

160
*Staphylococcus aureus
*Coagulase negative staphylococci

Material Kateter
Polyethylene

Polyvinyl chloride (PVC)

Teflon

Polyurethanes

Diagnosis infeksi lokal


Dari tempat masuknya kateter terdapat eritema, pembengkakan, nyeri tekan, indurasi atau
purelensi dengan jarak 2 cm dari tempat ujung kateter
Adanya tunnel infection dengan gejala eritema, nyeri tekan, indurasi di dalam jaringan di
atas kateter dan 2 cm dari tempat ujung kateter

Diagnosis infeksi sistemik


Thrombophlebitis septik: pus didalam lumen vena
CRBSI: isolasi organisme dari segmen kateter dan Darah ( dianjurkan darah dari vena
perifer) dengan gejala bakterimia dan tidak ada infeksi lain

Diagnosis infeksi aliran darah (blood stream infection = BSI)


Yang bberhubungan dengan infusate: isolasi organisme dari infusate maupun kultur darah
yang diambil perkutaneus, tanpa ada infeksi di tempat lain

Pathogens

161
NNIS surveillance between January 1990 and March 1996 (14.424 infections) :
Coagulase-negative staphylococci 31%
Staphylococcus aureus 16%
Enterococci 9%
Escherichia coli 5%
Candida albicans 5%
Klebsiella pneumonia 5%
Enterobacter sp. - 4%
Other pathogens 25%

Patogenesis infeksi aliran darah primer


Kateter intra vena sering menjadi sumber infeksi
Kejadian infeksi bergantung dari jenis kateter, ruang perawatan, serta penyakit pasien.
Kateter Polyurethane atau silikon berisiko kecil terjadi komplikasi.
Pada 2 minggu pertama pemasangan kateter, terjadi kolonisasi bakteri di lokasi insersi
kateter,yang kemudian berpindah dari permukaan luar ke ujung kateter.
Setelah 2 minggu, terjadi kolonisasi bakteri di hub(sambungan antara kateter dan slang
infus) kemudian pindah ke permukaan dalam kateter

Pencegahan IADP ( Rekomendasi CDC )


Surveilens
Melakukan pengawasan terhadap populasi infeksi (CRBSI) pada pasien ICU dan tempat
lainnya, memantau kejadian infeksi dan mengindentifikasi perubahan yang terjadi dalam
praktek pengawasan/pengendalian infeksi
Melakukan pendataan pasien ICU, baik dewasa maupun anak-anak, tentang jumlah infeksi
yang dihubungkan dengan per 1000 hari kateter dan membagi dalam tingkat kategori
bobot lahir untuk neonatus ICU, yang dapat dibandingkan dengan data nasional dan
pelayanan kesehatan

162
Memeriksa kejadian yang mengarah ke kejadian fatal atau mengancam kehidupan yang
tidak diharapkan, dimana mencakup setiap variasi proses relaps yang mungkin
memberikan akibat yang merugikan
Pemasangan kateter, sebaiknya menggunakan kateter dengan lumen kanula tunggal dalam
perawatan kecuali pintu kanula multipel diperlukan

Strategi lain untuk mengurangi terjadinya infeksi harus mencakup 3 komponen sbb:
Mendidik staf medik yg memasang dan merawat kateter
Menggunakan alat-alat steril pada waktu pemasangan
Menggunakan chlorhexidine 2% sebagai antiseptik kulit pada waktu pemasangan
kateter

Mempertimbangkan risiko dan keuntungan dari pemasangan kateter pada lokasi yang
direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi infeksi dan mekanik (mis.
Pneumothorax, ruptur arteri subklavia, laserasi vena subklavia, stenosis vena subklavia,
hemothoraxs, trombosi, emboli udara dan salah penempatan kateter
Pada pasien dewasa pemasangan nontunnel CVC hanya pada daerah subklavia agar dapat
mengurangi resiko infeksi dibandingkan dengan daerah jugularis atau femolaris.

Lokasi pemasangan kateter hemodialisa sebaiknya pada daerah femoralis atau jugularis
dari pada subklavia untuk mencegah terjadinya stenosis vena

Rekomendasi dalam Pemakaian Alat Intravaskuler


Pendidikan dan Pelatihan Petugas Medis
Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas medis yang
materinya menyangkut indikasi pemakaian alat intravaskuler, prosedur pemasangan
kateter, pemeliharaan peralatan intravaskuler dan pencegahan infeksi saluran darah

163
sehubungan dengan pemakaian kateter. Metode audio visual dapat digunakan
sebagai alat bantu yang baik dalam pendidikan (Kategori I )

Surveilans infeksi saluran darah


Laksnakan surveilans untuk menentukan angka infeksi masing-masing jenis
alat, untuk memonitor kecendrungan angka-angka tersebut dan untuk
mengetahui kekurangan -kekurangan dalam praktek pengendalian infeksi.
(Kategori II )
Raba dengan tangan ( palpasi ) setiap hari lokasi pemasangan kateter melalui
perban untuk mengetahui adanya pembengkakan ( Kategori II )
Periksa secara visual lokasi pemasangan kateter untuk mengetahui apakah ada
pembengkakan , demam tanpa adanya penyebab yang jelas, atau gejala infeksi
lokal atau infeksi bakterimia ( Kategori II )
Pada pasein yang memakai perban tebal sehingga sehinggasusah diraba atau
dilihat, lepas perban terlebih dahulu ,periksa secara visual setiap hari dan
pasang perban baru ( kategori III )
Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang dapat dilihat
dengan jelas ( Kategori II )
Kebersihan Tangan
Cuci tangan sebelum dan sesudah palpasi, pemasangan alat intravaskule, penggantian
alat intravaskuler, atau memasang perban .( Kategori I )
Penggunaan Barrier Pada Pemasangan dan Perawatan Kateter .
Gunakan sarung tangan pada saat memasang alat intravaskuler seperti dalam
standart Bloodborne Pathogens yang dikeluarkan oleh Occupational Safety and
Health Administration ( OSHA ) .( Kategori II )
Gunakan sarung tangan saat mengganti perban alat intravaskuler ( Kat. II )
Tidak ada rekomendasi mengenai pemilihan sarung tangan untuk mengganti
perban .Belum Terjawab
Pemasangan Kateter
Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan (Kategori)

164
Perawatan Luka Kateterisasi
Antiseptik Kulit
Bersihkan kulit di lokasi dengan antiseptik yang sesuai,sebelum pemasangan
kateter.Biarkan antiseptik mengering pada lokasi sebelum memasang .
Kategori I)
Bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum pemasangan
kateter ,maka harus dibilas dengan alkohol . ( Kategori III )
Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan dengan
antiseptik (lokasi dianggap daerah ( . ( Kategori I )
Perban Kateter

- Gunakan kasa steril atau perban transparan untuk menutup lokasi


pemasangan kateter. ( Kategori I )

- Ganti perban bila alat dilepas atau diganti, atau bila perban basah, longgar
atau kotor. ganti perban lebih sering bagi pasien diaphoretic. ( Kategori II )

- Hindari sentuhan yang mengkontaminasi lokasikateter saat mengganti


perban.( Kategori I )
Pemilihan dan Penggantian Alat Intravaskuler
- Pilih alat yang resiko komplikasinya relatif rendah dan harganya paling murah
yang dapat digunakan untuk terapi intravena dengan jenis dan jangka waktu
yang sesuai . Keberuntungan penggantian alat sesuai dengan jadwal yang
direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi infeksiharus dipertimbangkan
dengan mengingat komplikasi mekanis dan keterbatasan alternatif lokasi
pemasangan . Keputusan yang diambil mengenai jenis alat dan frekuensi
penggantiannya harus melihat kasus per kasus. ( Kategori. I)
- Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila sudah tidak ada indikasi klinis (
Kategori I )

Pengganti perlengkapan dan cairan intravena


a. Set Perlengkapan

165
- Secara umum , set perlengkapan intravaskuler terdiri atas seluruh bagian
mulai dari ujung selang yang masuk ke kontainer cairan infus sampai ke
hubungan alat vaskuler.Namun kadang-kadang dapat dipasang selang
penghubung pendek pada kateter dan dianggap sebagai bagian dari kateter
untuk memudahkan dijalankannya tehnik saat mengganti set
perlengkapan.Ganti selang penghubung tersebut bila alat vaskuler diganti.
(Kategori III )

- Ganti selang IV, termasuk selang piggyback dan stopcock, dengan interval
yang tidak kurang dari 72 jam, kecuali bila ada indikasi klinis .( Kategori I)

- Tidak ada rekomendasi mengenai frekuensi penggantian selang IV yang


digunakan untuk infus intermttent. Belum Terjawab

- Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah, komponen darah atau
emulsi lemak dalam 24 jam dari diawalinya infus. ( Kategori II )
b. Cairan Parentral

- Tidak ada rekomendasi tentang waktu pemakaian cairan IV, termasuk juga
cairan nutrisi parentral yang tidak mengandung lemak. Belum Terjawab

- Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol cairan parentral
yang mengandung lemak. ( Kategori II )

- Bila hanya emulsi lemak yang diberikan, selesaikan infus dalam 12 jam
setelah botol emulsi mulai digunakan . ( Kategori II )
Port Injeksi Intravena
Bersihkan port injeksi dengan alkohol 70 % atau povidone -iodine sebelum mengakses
sistem . ( Kategori I )

Persiapan dan Pengendalian Mutu campuran Larutan Intravena


a. Campurkan seluruh cairan perentral di bagian farmasi dalam Laminar flow hood
menggunakan tehnik aseptik . ( Kategori II )
b. Periksa semua kontainer cairan parentral , apakah ada kekeruhan, kebocoran,
keretakan,partikel dan tanggal kadaluarsa dari pabrik sebelum penggunaan.

166
( Kategori I )
c. Pakai vial dosis tunggal aditifperentralatau obata-obatan bilamana mungkin.
(Kategori III )
Bila harus menggunakan vial multi dosis
Dinginkan dalam kulkas vial multi dosis yang dibuka, bila direkomendasikan
oleh pabrik . ( Kategori I )
Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan alkohol sebelum
menusukkan alat ke vial ( Kategori I )
Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari vial multi dosis, dan
hindari kontaminasi alat sebelum menembus karet vial. ( Kategori I )
Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau terlihat adanya
kontaminasi, atau bila telah mencapai tanggal kadaluarsa. (Kategori I )
Filtre In Line
Jangan digunakan secara rutin untuk pengendalian infeksi. ( Kategori I )
Petugas Terapi Intravena
Tugaskan personel yang telah untuk pemasangan dan pemeliharaan peralatan
intravaskuler. ( Kategori II )
Alat Intravaskuler Tanpa Jarum
Tidak ada rekomendasi mengenai pemakaian, pemeliharaan atau frekuensi
penggantian IV tanpa jarum. Belum Terjawab
Profilaksis Antimikroba
Jangan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan atau
selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau infeksi
bakterimia .( Kategori II )

BAB XVI

167
PENCEGAHAN INFEKSI PNEUMONIA
Pendahuluan

Infeksi pneumonia yang didapat di rumah sakit tercatat 5- 10 pasien pada setiap 1000
pasien masuk rawat di rumah sakit.
Penyebab infeksi pneumonia adalah bakteri gram negatif 67 %, bakteri gram positif 25 %,
virus 5 %, dan Anaerob, TB,Clamydia, Jamur, Parasit sebanyak 3 %.
Sangat penting dilakukan usaha-usaha pencegahan infeksi Pneumonia.

Faktor-faktor Resiko Infeksi Pneumonia

Instrumentasi sistem saluran napas, misalnya pada pemasangan pipa


endotrakhealtube, ventilasi mekanik, trakheostomi
Tindakan operasi, terutama operasi thoraks dan abdomen
Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi misalnya pemasangan pipa
lambung,, penurunan kesadaran dan disfagia
Usia tua
Obesitas
Penyakit obstruksi paru menahun
Riwayat rokok
Test fungsi paru abnormal
Intubasi waktu lama
Gangguan fungsi immologi

Kriteria Klinis

168
Infeksi Saluran Pernafasan Atas ( ISPA ) ( pharyngitis, laryngitis, epiglotis )

Pasien dinyatakan ISPA harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut ini :

1. Terdapat paling sedikit dua dari tanda tanda berikut tanpa ada penyebab lainnya :
Demam ( 38 C )
Eritema
Nyeri pharyng
Batuk
Suara serak
Dan paling sedikit satu dari berikut:
Terdapat kuman pada pembiakan dari tempat yang spesifik
Terdapat kuman dari biakan darah
Tes antigen pada darah atau sekresi saluran nafas positif
Kenaikan titer diagnostik antibodi tunggal (
IgM)sebanyakempat kali pada kadar serum ( IgG ) untuk
kuman patogen
Dokter mendiagnosa infeksi saluran nafas atas
2. Terdapat abses yang terlihat pada pemeriksaan langsung, selama pembedahan, atau
pemeriksaan histopatologi.
3. Pada pasien berumur 1tahun terdapat dua tanda tanda berikut tanpa ada penyebab
lainnya:
Deama ( > 38 C )
Hipotermi ( < 37 C )
Apneu
Bradikardi
Ingusan ( nasal discharge )
Eksudat purulen di tenggorok

169
Dan paling sedikit satu dari berikut :
Terdapat kuman pada pembiakan dari tempat yang spesifik
Terdapat kuman dari biakan darah
Tes antigen pada darah atau sekresi saluran nafas positif
Kenaikan titer diagnostik antibodi tunggal ( IgM ) sebanyak empat kali
kadar serum ( IgG ) untuk kuman patogen.
Dokter mendiagnosa infeksi saluran nafas atas

Sinusitis
Pasien yang dinyatakan sinusitis harus memenuhi kriteria sedikitnya satu dari kriteria
berikut :
1. Terdapat kuman patogen yang dibiakkan dari bahan purulen dari rongga sinus.
2. Terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda berikut tanpa penyebab lainnya :
Demam ( > 38 C )
Nyeri atau nyeri tekan pada daerah sinus yang terserang
Sakit kepala
Eksudat purulen
Tersumbatnya lubang hidung
Dan paling sedikit satu dari berikut:
Transiluminasi positif
Pemeriksaan radiografi positif

Bronchitis
Pembahasan kriteria bronchitis mencakup : bronchitis, trachebronchitis, bronchiolis dan
tracheitis, tanpa bukti adanya pneumoni.

Kriteria pasien yang dinyatakan tracheobronchial bilaa memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut:
1. Tidak terdapat pneumoni baik secara klinis maupun radiolografik dan pasien
mengalami paling sedikit dua dari tanda tanda berikut tanpa ada penyebab lain
yang diketahui:

170
Demam ( > 38 C )
Batuk
Produksi sputum baru atau meningkat
Rhonchi
Wheezing
Dan paling sedikit satu dari berikut:
Biakan positif dari aspiat trachea dalam atau
bronchoscopy
Tes antigen positif dari sekresi saluran nafas
. Pasien berumur < 1 tahun yang tidak terdapat pneumoni
baik secara klinis maupun rsdiografik dan mengalami
paling sedikit dua dari tanda- tanda ini tanpa penyebab
lainnya yang diketahui:
Demam ( > 38 C)
Batuk
Produksi sputum baru atau meningkat
Ronchi
Wheezing
Respiratori distres
Apneu
Bradikardi
Dan paling sedikit satu dari keadaan berikut:
Biakan positif dari aspirat trachea dalam atau bronchoscopy
Tes antigen positif dari sekresi saluran nafas
Kenaikan titer antibodi tunggal ( IgM) atau kenaikan kadar serum (IgG)
empat kali lipat dari dua kali pemeriksaan.

171
Pneumonia
Pasien dikatakan menderita pneumoni bila memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut:
1. Pada pemeriksaan fisik terdapat ronchi basah atau pekak ( dullness ) pada perkusi
dan salah satu diantara keadaan berikut :
Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahab sifat
sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
Isolasi kuman patogen positif dar aspirasi trakhea,sikatan/cuc bronchus
atau biopsi
2. Foto thorax menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitasi, efusi pleura baru
atau progresif dan sa;lah satu di antara keadaan berikut :
Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat
sputum.
Isolasi kuman positif pada biakan darah
Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan / cuci bronkus
atau biopsi.
Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas
Titer IgM atau IgG spesifik meningkat empaat kali lipat dalam dua kali
pemeriksaan
Terdapat tanda-tamda pneumoni pada pemeriksaan histopatolog
3. Pasien berumur 1 tahun didapatkan dua di antara keadaan berikut:
Apneu
Takipneu
Bradikardi
Wheezing
Ronchi basah
Batuk
Dan paling sedikit satu di antara keadaan berikut:

172
Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat
Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat
sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea,sikatan/ cuci bronkus atau
sputum
Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen vvirus dalam sekresi saluran nafas
Terdapat tanda-tanda pneumoni pada pemeriksaan histopatologi
4. Gambaran radilogi torak serial pada pasien berumur 1tahun menunjukkan infiltrat
baru atau progresif,konsolidasi,kavitasi atau efusi pleura dan paling sedikit satu di
antara keadaan berikut:
Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat
Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat
sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
Isolasi kuman paaatogen positif dari aspirasi trakea, sikatan /cuci bronkus
atau biaopsi
Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas
Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi

INFEKSI LAIN PADA SALURAN PERNAFASAN BAWAH


Pasien dinyatakan menderita ISP bawah lainnya haruslah memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut :
1. Ditemukan kuman pada hapusan atau biakan jaringan paru atau cairan paru,
termasuk cairan pleura pasien.
2. Terdapat abses paru-paru atau empisema yang terlihat waktu pembedahan atau
pemeriksaan histopatologi .
3. Terdapat rongga abses yang terlihat pada pemeriksaan radiografis.

173
Rekomendasi Pencegahan Infeksi Pneumonia sesuai CDC (1994)
a. Pendidikan staf
Memberikan pendididkan kepada staf mengenai infeksi pneumonia dan prosedur
pengendalian infeksi
b. Surveilens
Melaksanakan surveilens pneumonia bagi pasien ICU yang beresiko Masukan data
tentang mikroorganisme yang menyebabkannya dan pola ketahanannya terhadap
antimikroba.. Data disajikan berupa jumlah pasien yang terinfeksi perseratus hari
rawat ICU atau perseribu hari pemakaian ventilator.
c. Menghentikan penyebarab infeksi
d. Pengurangan resiko infeksi

174
BAB XVII
PENCEGAHAN PNEUMONIA BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN
VENTILATOR
(VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA)

Pendahuluan
Pengaruh pneumonia nosokomial (PN) terhadap perjalanan penyakit dan biaya
menjadikannya sebagai topik yang penting untuk epidemiologi rumah sakit. Dari data
surveilans yang ada, terlihat pneumonia menduduki urutan kedua dari seluruh infeksi
nosokomial dan merupakan penyebab infeksi tersering di unit rawat intensif serta erat
hubungannya dengan penyebab kematian terbesar diantara infeksi nosokomial, disamping
itu juga meningkatkan biaya perawatan.
Penggunaan intubasi endotraheal dan ventilasi mekanik pada pasien-pasien sakit kritis
telah diketahui sebagai kelompok dengan risiko tinggi mengalami pneumonia nosokomial.
Sayangnya pencegahan pneumonia nosokomial sulit dibuktikan sulit dan insidennya
meningkat.
1. Batasan Pneumonia
Pneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah (ISPB). Seorang
pasien dikatakan menderita pneumonia bila ditemukan satu diantara kriteria berikut :
Untuk dewasa dan anak > 12 bulan.
a) Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah atau pekak (dullnes) pada perkusi dan
salah satu diantara keadaan berikut :
Baru timbulnya sputum purulen atau terjadinya perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci bronkus atau
biopsi
b) Foto rontgen dada menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitasi, evusi
pleura baru atau progresif dan salah satu diantara keadaan berikut :
Baru timbulnya sputum purulen atau terjadinya perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif dan biakan darah

175
Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci bronkus atau
biopsi
Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas
Titer IgM atau IgG spesifik meningkat pada pemeriksaan histopatologi
Untuk pasien umur 12 bulan didapatkan 2 diantara keadaan berikut : apnea,
takipnea, bradikardia, mengi (wheezing), ronki basah atau batuk dan salah satu
diantara keadaan berikut :
Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat
Baru timbul sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci bronkus atau
biopsi
Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas
Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 x lipat dalam dua pemeriksaan
Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi
Atau gambaran radiologi torak serial pada penderita umur < 12 bulan
menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konsolidasi, kavitasi, atau efusi pleura
dan salah satu diantara keadaan berikut :
Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat
Baru timbul sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci bronkus atau
biopsi
Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen dalam virus sekresi saluran nafas
Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 x lipat dalam dua kali pemeriksaan
Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi
2. Mekanisme Terjadinya Pneumonia Nosokomial
Tindakan pada saluran nafas seperti intubasi endotrakeal, suction, dan ventilasi
mekanik mempermudah memindahkan mikroorganisme dari alat (humidifier,

176
nebulizer, ventilator, yang terkontaminasi) kepada pasien dan memindahkan
mikroorganisme pada tangan petugas kesehatan dari pasien ke pasien lain.
Pneumonia nosokomial paling sering terjadi karena aspirasi koloni bakteri dari
orofaring atau saluran cerna bagian atas pasien. Intubasi dan ventilasi mekanik
meningkatkan risiko terbesar terjadinya infeksi karena :
a. mengubah lapis pertama mekanisme pertahanan tubuh seperti : batuk, bersin, gag
reflex, dan gerakan membersihkan oleh silia dan mukus.
b. menciptakan hubungan langsung ke paru-paru.
Pneumonia yang disebabkan oleh Legiolla sp., Aspergillus sp., dan virus influenza
sering disebabkan oleh karena inhalasi aerosol yang terkontaminasi. Respiratory
septial virus ditularkan melalui inokulasi virus pada konjungtiva atau mukosa nasal
oleh tangan terkontaminasi. Basilus gram negatif patogen dengan Staphylococcus
aureus cukup tinggi di rumah sakit, terutama di Unit Perawatan Intensif. Penularan
pada pasien seringkali terjadi melalui tangan petugas yang terkontaminasi atau
mengandung koloni mikroorganisme. Mikroorganisme penyebab infeksi pneumonia
berasal dari endogen atau eksogen seperti alat atau cairan obat terkontaminasi,
kurangnya teknis aseptik atau organisme yang terbawa tangan petugas kesehatan.

3. Faktor Risiko Pneumonia


a). Instrumentasi sistem saluran nafas misalnya pada pemasangan pipa endotrakea,
ventilasi mekanis, dan trakeostomi
b). Tindakan operasi terutama operasi torak dan abdomen
c). Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi misalnya pada pemasangan pipa
lambung (nasogastric tube), penurunan kesadaran dan disfagia
d). Usia tua
e). Obesitas
f). Penyakit obstruksi paru menahun
g). Uji fungsi paru abnormal (terutama dengan penurunan kecepatan ekspirasi)
h). Intubasi dalam waktu lama
i). Gangguan fungsi imunologi

177
PENULARAN Perawatan pasien
INFEKSI pernafasan :
DICEGAH Terapi O2
Suction endotrakeal
Ventilator, selang,
kantong saringan

Perubahan mekanisme
pertahanan by pass :
(melewati) silia dan selaput
Strategi Pengendalian
mukosa
Infeksi : Ekspleksi : batuk, gag bersin
Cuci tangan Flora endogen
Teknik aseptik, Penyakit dasar
Pembersihan alat, desinfeksi
Sterilisasi produk steril

INGAT !
Cara Penularan :
Langsung : tangan, sekret Agen Infeksi :
pernafasan Stafilokokus aureus
Tidak langsung : humidifiers, Pseudomonas sp.
nebulizer, selang, ambu bags, Legionella sp.
selang endotrakeal, selang Non tuberkulosis
suction, cairan tubuh Mikobakteria
Vehicle : cairan Aspergillus sp.
Respiratory syncytial
Candida albicans

Reservoir : cairan tubuh


(mukus, pus, darah)
Alat : humidifier, nebulizer,
ventilator selang, ambu bag,
selang endotrakeal, selang
suction, cairan

178
4. Petunjuk Pengembangan Surveilans Pneumonia
a). Semua faktor risiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter,
perawat, atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien (kategori I)
b). Pelaksana surveilans harus menghitung rate menurut faktor risiko spesifik minimal
jenis operasi torako dan abdomen dan ventilator serta melaporkannya kepada
komite pengendalian infeksi rumah sakit minimal 6 bulan sekali dan sekaligus
menyebarluaskannya melalui buletin rumah sakit (kategori II)
c). Pelaksana surveilans membuat laporan rate pneumonia kasar pada buletin rumah
sakit minimal setiap tiga bulan sekali (kategori I)

5. Pencegahan Pneumonia
Pencegahan pneumonia nosokomial dilakukan dengan cara berikut :
Pencegahan Pneumonia Pasca Bedah
a). Pengelolaan pra dan pasca bedah ditujukan pada :
Pasien yang akan mendapat pembiusan dan menjalani pembedahan torak dan
abdomen
Disfungsi paru berat
Kelainan paru-paru
Pengelolaan pra dan pasca bedah meliputi pengobatan dan instruksi medis dan
keperawatan
b). Pengelolaan pra bedah meliputi :
Pengobatan atau resolusi infeksi paru
Mempermudah pengeluaran sekret saluran nafas (bronkodilator, drainase
postural, perkusi)
Berhenti merokok (kategori I)
c). Instruksi pra bedah meliputi :
Diskusi dengan pasien mengenai pentingnya sering batuk, nafas dalam dan
mobilitasi pasca bedah

179
Pasien memperagakan cara batuk dan nafas dalam pra dan pasca bedah
(kategori III)
d). Pengobatan dan instruksi pasca bedah ditujukan untuk mendorong pasien sering
batuk, nafas dalam dan ambulasi jika ada kontraindikasi secara medis (kategori I)
e). Bila cara konservatif di atas gagal untuk mengeluarkan sekret saluran nafas dapat
dikerjakan drainase postural dan perkusi (kategori II)
f). Nyeri akibat batuk dan nafas dalam dapat diatasi dengan analgetik dan menopang
luka di daerah perut (misalnya dengan meletakkan bantal kecil dan ringan diatas
perut) serta memberi obat penghambat syaraf lokal (kategori I)
g). Antibiotika sistemik tidak dianjurkan untuk dipakai secara rutin (kategori I)

Cuci Tangan
Cuci tangan dilakukan setiap kali kontak dengan sekret saluran nafas baik dengan atau
tanpa sarung tangan. Cuci tangan juga dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien yang mendapat intubasi dan trakeostomi (kategori I)

Cairan dan Obat


a). Nebulasi dan humidifikasi hanya boleh menggunakan cairan steril yang diberikan
secara aseptik. Cairan tersebut tidak boleh digunakan pada alat yang
terkontaminasi (kategori I). Sisa cairan dalam botol yang sudah dibuka harus
dibuang dalam waktu 24 jam (kategori II)
b). Bila flakon multidose digunakan untuk terapi harus disimpan dalam lemari es atau
suhu kamar sesuai aturan pakai dan tidak melewati tanggal kadaluarsa (kategori II)

Pemeliharaan Alat Terapi Pernafasan yang Sedang Dipakai


a). - Penampung cairan harus diisi segera sebelum dipakai. Bila cairan hendak
ditambahkan
maka sisa cairan harus dibuang terlebih dahulu (kategori II)
- Air yang telah mengembun dalam pipa harus dibuang dan tidak boleh dialirkan
balik ke dalam penampung (kategori I)

180
b). - Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti secara rutin setiap 24
jam dengan yang steril atau didesinfeksi (kategori I)
- Alat nebulisasi lain dan penampungnya harus diganti dengan yang steril atau
sudah didesinfeksi setiap 24 jam (kategori II)
- Alat pelembab udara ruangan yang dapat menimbulkan tetesan tidak boleh
digunakan (kategori I)
c). Alat penampung pelembab udara oksigen dinding yang dapat dipakai ulang harus
dibersihkan, dicuci dan dikeringkan setiap hari (kategori II)
d). Setiap pipa dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada
setiap pasien (kategori I)
e). Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub ekshalasi) harus secara rutin
diganti dengan yang steril atau sudah didesinfeksi setiap 24 jam (kategori II)
f). Bila mesin respirator digunakan untuk beberapa pasien maka pada setiap
pergantian pasien semua sirkuit alat bantu nafas harus diganti dengan yang steril
atau sudah didesinfeksi (kategori II)

Penanganan Peralatan yang Dipakai Ulang


a). Setiap peralatan yang akan disterilkan atau didesinfeksi harus dibersihkan dengan
seksama untuk menghilangkan darah, jaringan, makanan atau residu lainnya.
Peralatan harus didekontaminasi sebelum atau selama proses pembersihan, bila
alat tersebut ditandai terkontaminasi dan berasal dari pasien dengan jenis isolasi
tertentu (kategori I)
b). Alat terapi pernafasan yang menyentuh selaput lendir harus disterilkan sebelum
dipakai pada pasien lain. Jika hal ini tidak memungkinkan alat tersebut harus
didesinfeksi kuat (high level disenfection) (kategori I)
c). Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa & katup ekshaklasi) dan semua alat yang
berhubungan dengan terapi pernafasan harus disterilisasi atau didesinfeksi kuat
(kategori I)
d). Ruang pendingin pada alat nebulisasi ultrasonik sulit didesinfeksi secara adekuat
karena itu harus disterilkan dengan gas (etilin oksida) atau didesinfeksi kuat paling
sedikit selama 30 menit (kategori I)

181
e). Bagian dalam mesin ventilator dan mesin pernafasan tidak perlu disterilkan atau
didesinfeksikan secara rutin untuk setiap pemakaian kecuali setelah alat tersebut
potensial terkontaminasi dengan mikroorganisme berbahaya (kategori I)
f). Respirometer dan alat lain yang digunakan untuk memantau beberapa pasien
secara bergantian, tidak boleh langsung menyentuh bagian sirkuit alat bantu nafas,
kedua alat tersebut penghubung dan alat penghubung ini harus diganti pada setiap
pemakaian pada pasien lain. Jika tidak menggunakan penghubung dan alat
pemantau langsung berhubungan dengan alat yang terkontaminasi, maka alat
pemantau tersebut harus disterilkan atau didesinfeksi kuat sebelum dipakai pasien
lain (kategori I)
g). Kantong alat resusitasi manual harus disterilkan atau didesinfeksi kuat setiap habis
dipakai (kategori I)

Pemantauan Mikroorganisme
a). Jika tidak ada kejadian luar biasa (KLB) atau rate endemik infeksi paru
nosokomial tidak tinggi maka proses disinfeksi alat terapi pernafasan tidak perlu
dipantau dengan biakan sampel dari alat tersebut. Dengan kata lain sampel rutin
tidak perlu dilakukan (kategori I)
b). Interpretasi hasil pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan karena itu sampel
mikrobiologik rutin alat bantu nafas yang sedang dipakai pasien tidak dianjurkan
(kategori I)

Pasien Dengan Trakeostomi


a). Tindakan trakeostomi harus dilakukan di kamar operasi, secara aseptik kecuali
dalam keadaan darurat dapat dilakukan di ruang perawatan (kategori I)
b).Kecuali luka trakeostomi sudah mulai sembuh atau membentuk jaringan granulasi
sekitar pipa maka tidak boleh disentuh dengan tangan langsung, atau setiap
manipulasi kedua tangan menggunakan sarung tangan steril (kategori II)
c). Bila diperlukan penggantian pipa trakeostomi, maka pipa pengganti harus steril
atau didesinfeksi kuat (kategori I)

182
d).Sewaktu mengganti pipa harus digunakan teknik aseptik termasuk penggunaan
sarung tangan dan penutup (duk) steril (kategori II)

Pengisapan Sekret Saluran Nafas


a). Pengisapan sekret saluran pernafasan dilakukan hanya bila diperlukan, karena
pengisapan yang terus menerus akan meningkatkan risiko kontaminasi silang
dan trauma (kategori I)
b). Pengisapan sekret saluran nafas tidak boleh dilakukan dengan tangan langsung
melainkan menggunakan sarung tangan steril (kategori II)
c). Setiap kali mengisap sekret saluran nafas, gunakan kateter yang steril atau kalau
pemakaian hanya dalam waktu singkat maka kateter dapat dipakai ulang setelah
dibilas serta dibersihkan (kategori I)
d). Bila terdapat sekret yang kental dan kateter pengisap memerlukan bilasan, maka
untuk membilas gunakan cairan steril (kategori I)

Penggunaan pipa dan tabung pengisap adalah sebagai berikut :


Pemakaian pipa pengisap sampai batas tabung harus diganti untuk setiap
pasien.
Tabung pengisap yang digunakan untuk satu pasien tidak perlu diganti atau
dikosongkan secara rutin (kategori III)
Tabung pengisap harus diganti setiap pasien kecuali pada unit perawatan
jangka pendek (tidak > 24 jam) (kategori II)
Pada unit perawatan jangka pendek tabung perlu diganti setiap hari tetapi tidak
perlu diganti untuk setiap pasien (kategori II)
Setiap kali tabung pengisap diganti harus disterilkan atau didesinfeksi kuat
(kategori II)
e). Untuk pengisap sekret saluran nafas portabel yang kemungkinan mengisap
aerosol terkontaminasi maka digunakan filter bakteri yang baik antara tabung
penampung dan pipa pengisap (kategori III)

183
Perlindungan Pasien dari Pasien Lain dan Personil

a). Lakukan isolasi pada pasien yang mungkin menyebarkan infeksi saluran nafas.
Isolasi sesuai dengan teknik mutakhir
b). Personil yang terkena infeksi saluran nafas tidak boleh memberi asuhan langsung
pada pasien dengan risiko tinggi (misal neonatal, bayi, pasien dengan obstruksi
paru kronis, dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun (kategori III)
c). Bila diperkirakan ada KLB influenza lakukan pencegahan untuk semua pasien dan
petugas yang memberi asuhan langsung dengan menggunakan teknis isolasi
pernafasan.

184
BAB XVIII
SURVEILENS INFEKSI NOSOKOMIAL

Pendahuluan
Pengendalian infesksi nosokomial merupakan suatu upaya kegiatan untuk
meminimalkan atau mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu program dari
pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan surveilens. Kegiatan surveilens infeksi
nosokomial merupakan salah satu aktifitas yang penting dan luas dalam program
pengendalian infeksi nosokomial, dan suatu hal yang harus dilakukan untuk mencapai
keberhasilan dari program pengendalian infeksi nosokomial.
Kegiatan surveilens infeksi nosokomial ini merupakan suatu proses yang dinamis,
komprehensif dalam mengumpulkan , mengidentifikasi, menganalisa data kejadian yang
terjadi dalam suatu populasi yang spesifik dan melaporkannya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Dengan adanya kegiatan surveilens pada program pengendalian infeksi nosokomial akan
dapat menurunkan rate infeksi nosokomial.
Di AS dengan adanya kegiatan surveilens pada program pengendalian infeksi nosokomial
dapat menurunkan rate infeksi sekitar 32 % sementara tanpa melakukan kegiatan
surveilens pada program pengendalian infeksi nosokomial dapat meningkatkan rate
infeksi nosokomial sebanyak 18 %.
Di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dengan adanya kegiatan surveilens sejak mulai
tahun 2001 sampai tahun 2004 telah berhasil menurunkan rate infeksi nosokomial
sebanyak 50 % .
National Nosocomial Infection Surveillance System (NNIS), dimulai pada tahun 1970
oLeh CDC (Centers for Disease Control), dimana beberapa rumah sakit di US melaporkan
secara rutin data infeksi nosokomial mereka kepada CDC untuk di agregasi sebagai data
nasional.

185
Pengertian

Surveilens
Surveilens infeksi nosokomial adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus
menerus, dalam pengumpulan , identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan
yang penting pada suatu populasi spesifik untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan
dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan yang di desiminasikan
secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.

Populasi
Populasi adalah sekelompok masyarakat yang beresiko mendapatkan infeksi/ penyakit.
Misalnya populasi untuk infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah semua pasien yang
terpasang kateter urine.

Kejadian luar biasa


Kejadian luar biasa adalah timbulnya kejadian penyakit tertentu pada area & geograpis
tertentu secara bermakna dan dampak yang nyata dari insiden normal (endemik ) penyakit
infeksi tersebut.

Insiden
Insiden adalah kejadian kasus baru yang terjadi di kalangan sekelompok penduduk secara
periodik pada waktu tertentu

Rumus:
Jumlah penderita baru
Insiden rate = ------------------------------------ X 100% (1000 )
Jumlah penduduk yang beresiko terkena
penyakit tsb

Ratio
Ratio adalah perbandingan suatu frekuensi kejadian dibandingkan dengan kejadian yang
lain, misalnya : Insiden rate ILO di ruang perawatan anak dibandingkan dengan ILO di
ruang perawatan dewasa.

Rumus:

186
Jumlah peristiwa A
Ratio = -----------------------
Jumlah peristiwa B

Proporsi
Proporsi adalah presentase suatu kejadian dari seluruh jumlah kejadian dari suatu seri
data.

Prevalensi
Prevalensi adalah mengukur proporsi orang yang menderita sakit lama dan baru pada
suatu saat tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Prevalensi adalah

Tujuan
Adapun tujuan dari surveilens infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:
Memperoleh data dasar infeksi nosokomial di suatu rumah sakit
Untuk kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa
Menilai standard mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis
Sebagai sarana mengidentifikasi terjadinya malpraktek
Menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial
Meyakinkan para klinisi tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan
Sebagai suatu tolak ukur akreditasi

Methode Surveilans

1. Hospital wide, traditional surveillance

Hospital wide , traditional surveilance yaitu surveilens yang prospektif dan terus menerus
mensurvei semua area perawatan, untuk mengidentifikasi pasien yang terjadi infeksi
selama di rumah sakit. Data dikumpulkan dari catatan medis, catatan keperawatan,
laboratorium, perawat ruangan. Metode surveilens ini cukup mahal dan memerlukan
banyak waktu. Rate infeksi , pola mikroorganisme dihitung setiap bulan. Metode
surveilens ini adalah metode pertama yang dilakukan oleh CDC pada tahun 1972

187
2.

Periodic Surveillance
Ada beberapa cara dalam periodic Surveilens. Salah satunya mengikuti cara metode
Hospital Wide Traditional Surveillance, tetapi pada periodic surveilens hanya dilakukan
secara interval seperti satu bulan dalam satu semester. Namur yang paling sering dipakai
pada periodik surveilens adalah mengikuti metode Target Surveillance. Metode lain
melakukan survei pada satu atau beberapa unit pada masa periode tertentu kemudian
pindah lagi ke unit lain.

3. Prevalence Surveillance

Prevalence Surveillance adalah menghitung jumlah aktif infeksi selama periode tertentu.
Aktif infeksi dihitung semua jumlah infeksi baik yang lama maupun yang baru
ketika dilakukan survei. Jumlah aktif infeksi dibagi jumlah pasien yang ada pada
waktu dilakukan survei. Oleh karena semua aktif infeksi dihitung yang lama dan
baru maka rate infeksi biasanya lebih tinggi dari rate insiden. Prevalence
Surveillance dapat digunakan pada populasi khusus seperti infeksi mikroorganisme
khusus : Methicillin- Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin
Resistant Enterococci (VRE)

4. Target Surveillance
Metode survei ini terfokus pada area spesifik seperti critical care; pasien dengan
transplantasi , pasien hemodialisa atau infeksi khusus: SSI, BSI,VAP

5.
Outbreak threshold
Survei dilakukan ketika terjadi out break atau kejadian luar biasa seperti peningkatan hasil
kultur positif, jumlah isolasi meningkat.

188
Tahapan pelaksanaan surveilens

1. Identifikasi Populasi
2. Seleksi out come atau Process surveilens
3. Gunakan definisi surveilens
4. Mengumpulkan data
5. Menghitung dan menganalisa data infeksi
6. Stratifikasi
7. Laporan & Rekomendasi tindak lanjut serta diseminasi

1. Identifikasi populasi
Setiap rumah sakit memiliki karakteristik pasien yang berbeda-beda, serta resiko yang
bervariasi.
Pertama harus diidentifikasi kejadian dan populasi yang akan disurvei. Sistem surveilens
sebaiknya didasarkan pada evaluasi dari populasi yang spesifik. Pasien pasien yang
berada di ruang intensif, neonatus, pediatrik adalah sumber yang dapat di targetkan pada
populasi yang beresiko tinggi terjadinya infeksi nosokomial.
Untuk mencapai informasi dan mengerti karakterisrtik populasi dapat dikaji beberapa hal
seperti : tipe pasien yang dilayani, diagnosa yang paling sering, tindakan yang sering
dilakukan, operasi atau tindakan invasive. Sumber informasi ini dapat di ambil dari
catatan medik, catatan keperawatan, data operasi, hasil laboratorium

2. Seleksi out come untuk surveilens


Suatu rumah sakit jarang melakukan surveilens untuk seluruh area perawatan. Metode
surveilens adalah suatu hal yang prioritas. Out come atau proses menjadi ukuran untuk
melakukan surveilens. Out come dari pelayanan, bisa negatif seperti infeksi, injuri, lama
hari rawat meningkat atau positif seperti sembuh /pasien puas Process adalah merupakan
tahapan/ langkah-langkah yang diambil untuk mencapai outcome seperti immunisasi,
kepatuhan terhadap policy/prosedur. Out come dan Proses termasuk didalam perencanaan
surveilens, hal ini penting untuk menentukan populasi yang akan diambil. Pemilihan
populasi boleh juga berdasarkan morbiditas, mortalitas atau parameter yang lain.

189
3. Using surveillance definitions

Pada surveilens semua unsur-unsur data harus di definisikan dengan jelas, termasuk
outcome/.infeksi, process, populasi, faktor resiko. Definisi valid, konsisten, akurat. Pada
umumnya definisi infeksi nosokomial merujuk kepada definisi yang dikembangkan oleh
CDC (Centers for Disease Control ), namun ada beberapa rumah sakit yang
memodifikasinya.

Suatu infeksi diklasifikasikan sebagai infeksi nosokomial jika tidak ada infeksi atau tidak
dalam masa inkubasi ketika pasien baru masuk rumah sakit Umumnya infeksi nosokomial
terjadi setelah 48 jam pasien masuk rawat rumah sakit dan 10 hari setelah pasien pulang
rawat. Tetapi dapat berbeda sesuai dengan masa inkubasi dari penyakit tersebut. Bisa lebih
pendek dari 48 jam seperti gastro enteritis yang disebabkan Norwalk Virus, atau lebih dari
10 hari seperti Hepatitis A , B. Infeksi Luka Operasi dapat terjadi dalam 30 hari paska
operasi tanpa implant, jika ada implant sampai satu tahun paska operasi. Infeksi
nosokomial harus dipertimbangkan sebagai nosokomial jika ada hubungan dengan
prosedur tindakan dan pemakaian alat alat medis.

4. Pengumpulan data

Proses pengumpulan data sebaiknya dilakukan oleh orang-orang yang sudah


mempunyai pengetahuan , pengalaman dan berkualitas. Personil surveilens mencari
informasi dari sumber-sumber yang tepat, mengaplikasikan dan mencatat data
dengan metode yang tepat

Format pengumpulan data dapat dientry dikomputer dan atau formulir kertas.
Pengumpulan data dapat dilakukan seara concurrently (Prospective dan atau
retrospective tergantung pada sumber sumber yang ada. Concurrent surveillance
pengumpulan data diawali ketika pasien masih dirawat. Keuntungannya informasi data
dapat diambil pada saat kejadian, interview kepada petugas kesehatan, interaktif dapat
dicapai , informasi dapat di ketahui bila tidak dicatat di catatan medical. Surveilens

190
setelah pasien pulang dilakukan pada pasien paska operasi. Pasien operasi didata
sampai 30 hari setelah operasi, jika ada implant sampai satu tahun setelah operasi.
Sumber data diperoleh dari data dasar administratif, catatan medical, komunikasi
dengan petugas/perawat,dokter, mengkaji pasien, laboratory, pharmasi, radiology,.
Surveilens pasif bisa bias, karena data tidak di reporting. Harus hati- hati menganalisa
dan menginterpretasikan data surveilens pasif.
Data-data yang harus dikumpulkan yaitu data demografi, infeksi, laboratorium, faktor
resiko spesifik seperti pemasangan kateter urine untuk infeksi saluran kemih/Urinary
Tractus Infection (UTI) pemasangan central vena line untuk infeksi aliran darah/
Bloodstream Infection(BSI), pemasangan ventilator mekanik untuk pneumonia
sehubungan dengan pemakaian ventilator/Ventilator-Associated Pneumonia (VAP).
Untuk faktor resiko infeksi luka operasi/Surgical Side Infection (SSI) di data tanggal
operasi, lama operasi, kelas luka, ASA Score, emergensi atau elektif. Data
dikumpulkan setiap hari pada waktu yang sama dicatat pada formulir yang sudah
disediakan.

Di kumpulkan data Nominator dan Denominador. Data nominator yaitu jumlah yang
terinfeksi pada pasien yang beresiko, sedangkan data Denominator adalah tabulasi dari
kohort pasien yang beresiko infeksi nosokomial. Menurut NNISS ( National
Nosocomial Infection Surveillance System) denominator adalah jumlah pasien, dan
jumlah hari rawat pasien, total jumlah hari pemakaian ventilator, central line, kateter
urine.

5. Menghitung dan menganaslisa data infeksi


Data dicatat pada formulir yang sudah dibuat, kemudian diorganisasikan sesuai pola yang
mengandung arti.Data surveilens dicatat secara sistematis di formulir. Sebaiknya di entry
di data base computer. Jika data dimasukkan dalam data base computer maka dengan
mudah dapat dilakukan plot jumlah atau rate infeksi setiap saat untuk mengidentifikasi
trend yang ada.
Numerator dihitung angka kejadian infeksi, sedangkan denominator dihitung populasi
yang beresiko. Menghitung dan menganalisa data pakai metode statistical.

191
Data harus dianalisa dengan cepat dan tepat, untuk mendapatkan informasi apakah ada
masalah infeksi nosokomial, yang memerlukan penanggulangan atau investigasi lebih
lanjut. Interpretasi yang dibuat harus menunjukkan informasi tentang penyimpangan yang
terjadi. Bandingkan angka infeksi nosokomial apakah ada penyimpangan , dimana terjadi
kenaikkan atau penurunan yang cukup tajam. Perhatikan dan bandingkan kecenderungan
menurut jenis infeksi, ruang perawatan dan patogen penyebab bila ada.. Perlu dijelaskan
sebab-sebab peningkatan atau penurunan angka infeksi nosokomial, jika ada data yang
mendukung relevan dengan masalah yang dimaksud.

Populasi yang beresiko Surgical Site Infection (SSI) atau Infeksi Luka Operasi (ILO)
adalah semua pasien yang dilakukan operasi. Populasi Ventilator Associated Pneumonia
(VAP) adalah semua pasien yang memakai ventilator. Populasi Urinary Tractus Infection
(UTI) atau Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah semua pasien yang memakai kateter urine.
Untuk menghitung surveilens yang dipakai adalah insiden rate. Insiden Rate infeksi luka
operasi adalah jumlah pasien infeksi luka operasi dibagi jumlah total kasus operasi dikali
100 % . Sedangkan Rate VAP adalah jumlah VAP dibagi total jumlah hari pemakaian alat
ventilator dikali 1000
Contoh:
Pada bulan Januari 2002 jumlah pasien terpasang kateter urine 15 orang dengan
total hari pemasangan 75 hari. Jumlah yang terkena ISK dua orang, maka Rate ISK
adalah: 2/75 X 1000 = 26.6 .
Pada bulan Februari 2002 jumlah pasien terpasang intra vena line 10 orang dengan
total hari pemasangan 60 hari. Jumlah yang terkena Bakteremia satu orang, maka
insiden rate infeksi bakteremia 1/ 60 X 1000 = 16.6
Pada bulan Januari 2002 jumlah pasien operasi 50 orang, terkena infeksi luka
operasi dua orang, maka infeksi rate ILO adalah 2/ 50 X 100 = 4 %.

6. Stratifikasi
Dalam suatu studi populasi sering lemah homogen, seharusnya dibedakan umur,
gender, severity , dilakukan stratifikasi.

192
Pasien Infeksi luka operasi dibagi dalam jenis operasi, usia, jenis luka, dan
sebagainya. Infeksi saluran kemih dibagi menurut jenis kelamin, pada pasien
neonatus, dibagi kedalam kategori berat badan

Central/umbilical line associated bloodstream infection rate stratified by birthweight


category.
No Central line/umbilical Infection rate per 1000
Birth weight( g) Central line days line associated BSIs central line days
< 1000 412 8 19.4
1001-1500 322 4 12.4
1501-2500 269 2 7.4
> 2500 363 2 5.5
Stratifikasi Infeksi Luka Operasi dengan kategori resiko
Kategori Resiko Jumlah kasus operasi Jumlah infeksi Infeksi rate per 100
kasus
1 40 1 2.5
2 50 4 8
3 20 5 25

7. Laporan & Rekomendasi tindak lanjut serta diseminasi


Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informatif
Data dapat disajikan dalam berbagai bentuk, yang penting mudah dianalisa dan di
interpretasi. Penyajian data harus jelas, sederhana, dapat dijelaskan diri sendiri. Bisa
dibuat dalam bentuk table, grafik, pie . Pelaporan dengan narasi singkat.

Tujuan untuk:
Memperlihatkan pola infeksi nosokomial dan perubahan yang terjadi
( trend)
Memudahkan analisis dan interpretasi data

Laporan dibuat secara periodik, tergantung institusi bisa setiap bulan, triwulan, tahunan

Laporan dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak terkait dengan
peningkatan infeksi. Laporan didesiminasikan kepadsa pihak-pihak terkait

193
Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian infeksi nosokomial. Laporan disampaikan pada seluruh
anggota komite, direktur rumah sakit, ruangan atau unit terkait.
Laporan didesiminasikan secara periodik bulanan, triwulan , tahunan. Bentuk
penyampaian boleh lisan dalam pertemuan, tertulis, papan buletin.

Grafik: Rate infeksi nosokomial periode thn 2001- 2004 di RS X

Rate infeksi nosokomial periode thn 2001- 2004 di RS X

60

50
Incidence Rate

40

30

20

10

0
`01 `02 `03 `04
Tahun

194
Contoh Formulir Surveilens
Data Pasien:
Nama Pasien : No Med Rec :
Tanggal lahir : No For.Sur :
Jenis Kelamin : Cara dirawat : emergency/ elektif
Tempat Dirawat:
Ruang tgls/d.
Ruang .tgls/d
Tanggal keluar :
Sebab keluar :
Diagnosa akhir :
Faktor resiko:
Operasi Ahli bedah: Scrub Nurse:
Jenis operasi : Apendik/ CABG/ Hernia/ dll
Tipe operasi : terbuka/ tertutup
Jenis luka :bersih/ bersih kontaminasi/ kontaminasi/ kotor
Lama operasi : 1jam, 2jam, 5 jam
ASA Score :
Risk score :
Pemasangan alat
Intra vena cateter perifer : tgl........s/d........
Intra vena cateter sentral : tgl.........s/d
Kateter urine : tgl........s/d........
Ventilasi mekanik: tgl.......s/d.........
Pemakaian antibiotika : Ada / tidak ada Profilaksis / Pengobatan
Nama /jenis obat :
Pemeriksaan kultu : Darah / Urine / Sputum / Pus luka Temp:
Hasil Kultur :
Infeksi nosokomial yang terjadi:
Bakteremia/sepsis :
VAP :

195
Infeksi Saluran Kemih :
Infeksi luka operasi :
Dekubitus :
Plebitis : Infeksi lain: HIV, HBV,HCV
Contoh :
Infeksi Luka operasi

Jumlah CABG Jumlah infeksi luka operasi Rate infeksi (%)

122 2 1.6

Ventilator Associated Pneumonia ( VAP)


Jumlah hari pemakaian ventilator Jumlah VAP Rate per 1000 hari
ventilator

801 5 6.2

Bakteremia

Jumlah hari pemakaian Jumlah bakteremia Rate per 1000 hari


kateter intra vena pemakaian kateter

412 8 19.4

196
BAB XIX
PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL SPECIMEN

Pengambilan Sampel
- Nama pasien dan sampel harus sesuai
- Kondisi/jumlah sampel harus memadai/mencukupi
- Lakukan pencegahan standar dalam pengumpulan sampel
- Lakukan tehnik aseptik bila diperlukan
- Gunakan penampung yang memadai/sesuai
- Tutup rapat penutupnya untuk mencegah terjadinya tumpahan
- Jangan sampai terjadi kontaminasi permukaan

Penolakan Sampel
Tidak ada data pada formulir pasien
Sampel tanpa formulir permintaan
Sampel tanpa label
Asal sampai tidak jelas
Nama pada formulir permintaan tidak sama dengan yang di label sampel
Darah beku atau lisis untuk pemeriksaan tertentu
Keadaan sampel tidak sesuai untuk tes yang diminta
Sampel tumpah/berceceran

Macam-macam sampel
1. Sampel Darah
a. Darah dengan antikoagulan K3. DTA (tabung dengan tutup warna ungu), umumnya
untuk pemeriksaan hematologi glikohemoglobin

197
b. Darah dengan antikoagulan Na. Sitras (tabung dengan tutup warna biru). Umumnya
untuk pemeriksaan hemostasis
c. Darah dengan antikoagulan heparin (biasanya pada spuit 1 CC), umumnya untuk
pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)
d. Darah tanpa koagulan (tabung dengan tutup warna merah atau pada spuit 3 CC atau
5 CC atau 10 CC). Umumnya untuk pemeriksaan parameter kimia dan
imunoserologi.
e. Darah untuk pemeriksaan kultur. Biasanya pada spuit 5 CC atau 10 CC

2. Sampel Urin

a. Urin dalam botol atau cup steril untuk pemeriksaan kultur urin
b. Urin dalam botol atau cup biasa. Untuk pemeriksaan urin rutin

3. Sampel Feses

a. Feses dalam wadah steril, untuk pemeriksaan kultur feses


b. Feses dalam wadah bersih, biasanya untuk pemeriksaan feses rutin

4. Sampel cairan tubuh lainnya (cairan asites, perikard, pleura, sendi dan cairan otak/LCS)

5. Sampel lain

Misalnya sampel hapusan luka, pus, dari kateter urin-kateter, intravaskular, slang
endotrakheal atau dari luka dekubitus.

Pengiriman sampel
Sebaiknya sampel dikirim dalam tempat khusus sehingga tidak terkontaminasi atau
tercemar. Transportasi untuk kultur dan tes resistensi media thioglikolat yang ditambahkan
vit. K dan haemin untuk kultur anaerobik.
Transwap yaitu sistem transportasi komersil untuk bakteri aerobik maupun anaerobik

198
Setiap unit berisi pack peel steril yang mengandung batang swap steril dengan ujung
dacron/rayon yang akan dimasukkan ke dalam media transport Amies (mengandung Na.
Thioglikolat) setelah sampel di ambil.

Macam-macam Kultur
Kultur Darah
Mengambil sampel dengan menggunakan sarung tangan steril. Bersihkan daerah punksi
vena atau swap kluit melingkar dengan arah dari dalam keluar dengan menggunakan
alkohol 70%. Biarkan kering menguap, selanjutnya ambil 5 10 CC darah, langsung
kirim ke laboratorium, dilaboratorium jarum spuit diganti jarum steril baru dan darah
dimasukkan ke dalam botol media secara aseptik, kemudian diinkubasi lakukan 2-4 kali
kultur darah dalam waktu 24 36 jam.

Kultur Kateter Intravaskular


Bersihkan kulit sekitar kateter dengan alkohol 70%, keluarkan kateter secara aseptik
gunting 5 cm dari ujung distal dan masukkan ke dalam penampung steril yang disediakan
dari laboratorium dan segera kirim ke laboratorium untuk mencegah pengeringan.
Dilaboratorium akan dimasukkan ke tabung kaldu brain heart infusion (BHI) secara
aseptik kemudian akan diinkubasikan.

Kultur Urin
- Tampung urin porsi tengah (mid-stream clean-catch urine)
- Pada wanita bersihkan sekitar ujung uretra dan vestibula vagina dengan air dan
sabun
- Jumlah urin 20 cc atau kurang untuk pasien payah ginjal atau pada anak-anak
- Masukkan ke dalam wadah steril yang disediakan oleh laboratorium kirim sample
ke laboratorium dalam 2 jam untuk dimasukkan ke dalam urotube secara aseptic
yang kemudian akan diinkubasi.
- Yang paling baik adalah urin pagi pertama.

Cara mengumpulkan urin porsi tengah

199
- Cuci tangan dengan sabun, bilas dan keringkan
- Bersihkan daerah sekitar ujung uretra, vestibula vagina dengan air sabun dengan
arah dari depan ke belakang. Pada laki-laki bersihkan penis dan lipatan kulit
diujungnya
- Saat mixi pada wanita pegang kedua labia dipisahkan, pada laki-laki hindari
lipatan kulit ujung penis
- Biarkan beberapa mililiter urin keluar kemudian tampung aliran urin porsi tengah
dalam penampung steril.

Kultur urin dari kateter urin


Bersihkan tempat kateter dengan alkohol 70 % ambil urin secara aseptik ke penampung
steril.

Kultur Sputum
- Bahan terbaik adalah sputum pagi sewaktu bangun tidur.
- Untuk anak kecil yang tidak dapat mengeluarkan sputum dapat diambil dari cairan
lambung (khusus untuk isolasi TB)
- Sputum dapat pula diambil secara aspirasi melalui ETT atau transtrakheal.
- Bila memungkinkan mintalah pasien berkumur dan membilas mulut dengan air
sebelum menampung sputum
- Sputum dari batuk yang dalam ditampung ke penampung steril jangan mengambil
saliva.
- Langsung dikirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan
- Sputum untuk kultur dan tes respirasi kurang bermakna bila pasien telah mendapat
antibiotik atau batuknya kering tidak produktif.

Kultur dari Endotrakheal Tube


- Gunting ujungnya dan masukkan ke dalam wadah steril yang disediakan dari
laboratorium

200
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diikubasikan
Kultur Dari Luka Dalam, Abses
- Lakukan disinfeksi permukaan luka dengan alkohol 70% kemudian dengan larutan
iodine
- Bila memungkinkan aspirasi pus dari bagian terdalam luka dengan spuit steril dan
tutup ujung jarum dengan tutup botol karet atau bengkokkan jarum atau swap luka
bagian dalam
- Bila pengambila sampel pada saat operasi, dinding abses sebaiknya juga diambil
untuk kultur dan tes resistensi
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan.

Kultur dari luka superfisial


- Mengambil sampel dengan aspirasi lebih baik daripada dengan swap
- Lakukan disinfeksi permukaan luka dan biarkan disinfektannya mengering
- Aspirasi bagian terdalam lesi
- Bila aspirasi gagal mendapatkan sampel, suntikan saline steril

Kultur dan test resistensi pus dari ulkus


- Bersihkan daerah tersebut dengan alkohol 70 % atau iodine
- Angkat debris diatasnya
- Pus diambil dengan spuit atau kapas lidi steril secara aseptik
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan

Kultur dan test resistensi untuk dekubitus


- Bersihkan permukaan dengan saline steril
- Bila tidak dapat dilakukan biopsi, maka swab dasar lesi

201
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan

Kultur dari Pressure monitoring devices


- Diafragma di swab dengan kapas lidi steril
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan untuk kultur di laboratorium

Kultur dari jarum infus


- Potong ujung jarung infus yang masuk ke vena pasien (2-3 cm) dan masukkan ke
dalam wadah steril yang disediakan dari laboratorium
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan

Kultur tinja
- Bahan diambil saat diare akut
- Jumlah yang diambil kira-kira 15 cc yang mengandung mukus, nanah atau darah,
tempatkan pada penampungan steril
- Jika tidak ada, tinja dapat diambil dengan kapas lidi steril dari rektum. Langsung
kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara aseptik yang
kemudian akan diinkubasikan

Kultur dari Liquor Cerebrospinalis


- Dalam keadaan normal bahan liquor steril
- Bahan harus diperiksa secepatnya karena penundaan pemeriksaan akan
mengurangi keberhasilan isolasi
- Pengambilan melalui pungsi lumbal harus aseptik
- Jumlah bahan 1 2 cc untuk kultur dan 2-3 cc untuk pemeriksaan lain.

Kultur anaerobik

202
- Jumlah volume sampel yang besar/banyak jaringan dapat menjaga keadaan tetap
anaerobik. Tempatkan sebagian kecil sampel atau swab ke dalam media anaerobik
- Cairan tubuh mungkin dapat diinokulasikan ke dalam media kultur darah
anaerobik.
- Jangan menempatkan sampel pada refrigeratorkarena oksigen lebih mudah
berdifusi pada temperatur rendah
BAB XX
KESEHATAN KARYAWAN / PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN

Petugas kesehatan berisiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga dapat
mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan yang lain.
Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi bagi
petugas kesehatan. Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa
riwayat pernah infeksi apa saja, status imunisasinya.
Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila
memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, rubella. Mantoux test untuk melihat
adakah infeksi TB sebelumnya, sebagai data awal. Pada kasus khusus, dapat diberikan
varicella.
Alur paska pajanan harus dibuat dan pastikan dipatuhi untuk HIV, HBV, HCV, Neisseria
meningitidis, MTB, Hepatitis A, Difteri, Varicella zoster, Bordetella pertusis, Rabies.

Pajanan terhadap virus H5N1

Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivir 2x75mg selama 5 hari. Monitor
kesehatan petugas yang terpajan sesuai dengan formulir yang tersedia.

Pajanan terhadap virus HIV

Risiko terpajan 0,2 0,4% per injuri


Upaya menurunkan risiko terpajan patogen melalui darah dapat melalui:
Rutin menjalankan Kewaspadaan Standar, memakai APD yang sesuai

203
Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam.

Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan:


Tusukan yang dalam
Tampak darah pada alat penimbul pajanan
Tusukan masuk ke pembuluh darah
Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
Jarum berlubang ditengah.

Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluruh petugas. Peraturannya harus


termasuk memeriksa sumber pajanan, penatalaksanaan jarum dan alat tajam yang benar,
alat pelindung diri, penatalaksanaan luka tusuk, sterilisasi dan disinfeksi.

Alur penatalaksanaan pajanan di rumah sakit harus termasuk pemeriksaan laboratorium


yang harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah diberikan dalam waktu 4 jam
paska pajanan, dianjurkan pemberian antiretroviral (ARV) kombinasi AZT (zidovudine),
3TC (lamivudine) dan Indinavir atau sesuai pedoman lokal.

Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV serologi dan dicatat sampai
jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinan serokonversi. Petugas
terinformasi tentang sindroma ARV akut, mononukleosis akut pada 70-90% infeksi HIV
akut, melaporkan semua gejala sakit yang dialami dalam 3 bulan.

Kemungkinan risiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksaan
laboratorium dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam 24 jam. Penelusuran paska
pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap tiga bulan sampai sembilan
bulan ataupun 1 tahun.

204
Pajanan terhadap virus Hepatitis B

Probabilitas infeksi Hepatitis B paska pajanan antara 1,9 40% per pajanan. Segera paska
pajanan harus dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi infeksi bila sumber pajanan
positif HBsAg atau HbeAg.
Profilaksis Paska Pajanan

Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung Anti HBs lebih dari 10mIU/ml.
HB imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 48 jam dan >1 minggu PP, dan 1
seri vaksinasi Hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologik.

Hepatitis D timbul pada individu dengan Hepatitis B, ditransmisikan dengan cara yang
sama demikian dengan cara memonitornya.

Pajanan terhadap virus Hepatitis C

Transmisi sama dengan Hepatitis B. Belum ada terapi profilaksis paska pajanan yang
dapat diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan adakah serokonversi dan
didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa.

Segala pajanan patogen yang terjadi saat okupasi harus dilakukan konseling, pemeriksaan
klinis dan harus dimonitor dengan pemeriksaan serologis.

Infeksi Neisseria meningitidis

N meningitidis dapat ditransmisikan lewat sekresi respiratorik, jarang terjadi saat okupasi.
Perlu terapi profilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas dengan pasien misal saat
resusitasi mulut ke mulut, diberikan Rifampisin 2 X 600 mg selama 2 hari atau dosis
tunggal Cyprofloxasin 500 mg atau Cefriaxon 250 mg IM.

Mycobacterium tuberculosis

205
Transmisi kepada petugas lewat airborne droplet nuclei biasanya dari pasien TB paru.
Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, Infeksi HIV dan MDR TB. Petugas yang
paska terekspos perlu di tes Mantoux bila indurasinya > 10 mm perlu diberikan
profilaksis INH sesuai rekomendasi lokal.

Infeksi lain (Varicella, Hepatitis A, Hepatitis E, Influensa, Pertusis, Difteria dan


Rabies)

Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat penatalaksanaan untuk petugas. Dianjurkan
vaksinasi untuk petugas terhadap Varicella dan Hepatitis A, Rabies untuk daerah yang
endemis.

Kesehatan petugas dan pencegahan HAIs

Penyakit Masa Menular Cara transmisi Kewaspadaan Masa petugas


inkubasi selama/virus yang perlu diliburkan /
shedding dijalankan Rekomendasi
Abses Selama luka Kontak Kontak
mengeluarkan
cairan tubuh
Acinetobacter Luka bakar Flora N kulit manusia, Standar dan
baumanii yg di mukus membran dan kontak
hydroterapi tanah. Bertahan
ditempat lembab dan
kering sampai
berbulan, menular
melalui peralatan rawat
respirasi, tangan
petugas, humidifier,
stetoscop, termometer,
matras, bantal, prmk
TT, mop, gorden,
tempat mandi luka
terbuka
Adenovirus 6 9 hr Sekret Droplet,
type 1 - 7 saluran kontak
napas
Aspergilosis Infeksi jar Inhalasi stadium Kontak dan
luas dg airborne, conidia Airborne
cairan
berlebihan
Candidiasis Standar,
kontak

206
Chlamidia Standar,
C trachomatis kontak
langsung
termasuk
seksual
Congenital Sampai Kontak dg bahan Standar,
Rubella umur1 tahun nasofaring dan urin Kontak
Conjungtivitis 5-12 hari 14 hr stl Kontak dg tangan, alat Kontak Sampai mata tidak
*adenovirus onset terkontaminasi Standar keluar kotoran
type 8
Campak 5-21 hr 3-4 hr stl Droplet yang besar Transmisi Restriksi 7 hari
bercak timbul (kontak dekat) & udara udara setelah bercak
mel merah timbul (yg
nasofaring imun)
5hr stl ekspos -21
hr stl ekspos
Campilobacter Standar
Clostridium Kontak
difficile
Cytomegaloviru Tidak Tahan Kontak dg sekresi & Standar, Tidak perlu
s diketahui dilingkungan ekskresi : saliva dan hand hygiene
dlm wkt urin
pendek
Difteria Sekresi dr mulut Droplet, Sampai terapi
mengandung c difteriae kontak antibiotika telah
lengkap dan
sampai 2 kultur
berjarak 24 jam
dinyatakan negatif,
Perlu imunisasi tiap
10 th
Gastroenteritis Kontak Px, Konsumsi Standar atau Tidak mengolah
*salmonella makanan/air Kontak makanan sp 2x
*shigella terkontaminasi jarak 24 jam kultur
*y feses negatif
enterocolitica
Giardia lamblia Feses Kontak
Hepatitis A 15-50 hr 2 mgg, Fekal oral, melalui Standar Libur di area
kadang2 sp 6 feses perawatan/
bulan pengolahan
(prematur) makanan, 1 mg stl
sakit kuning
imunisasi paska
ekspos
Hepatitis B,D B:6-24 Akut atau Perkutaneus, mukosa, Standar Tidak perlu dibatasi
mgg kronik dg kulit yg tidak utuh Sampai HbeAg
D:3-7 HbsAg positif kontak dg darah, negatif
mgg semen, cairan vagina,
cairan tubuh yg lain
Hepatitis C,F,G Perkutaneus, mukosa, Standar
kulit yg tidak utuh
kontak dg darah,
semen, cairan vagina,
cairan tubuh yg lain
Herpes simplex 2-14 hr Asimptomatik Kontak dg ludah karier Standar, Restriksi tidak

207
dpt mengand virus kontak perlu, tp batasi
mengeluarka langsung/lwt sekresi tangan kontak dg Px
n virus luka aberasi/cairan
vesikel
HIV Perkutaneus, mukosa, Standar
kulit yg tidak utuh
kontak dg darah,
semen, cairan vagina,
cairan tubuh yg lain
Helicobacter Standar
pylori
MDRO Kontak luka Kontak
(MRSA,VRE,
VISA, ESBL,
Strep
pneumonia
Influenza 1-5 hr Infeksius pd Airborne, kontak kontak Vaksinasi pd
3 hr pertama langsung atau droplet petugas yg rentan.
sakit. Virus dg sekresi sal napas Amantadin unt
dapat kontak dg Influenza
dikeluarkan A
sebelum
gejala timbul
sp 7 hr
setelah mulai
sakit, lebih
panjang pd
anak dan
orang
immunokomp
romais
Hemophilus
Influenzae Standar
dewasa Droplet
*anak
Human Batuk non Droplet sekret respirasi Kontak,
Metapneumovir produktif, Droplet
us (HMPV) kongesti
nasal
wheezine,
bronkhiolitis,
pneumonia
pada anak +
11,5 tahun
Norovirus 12-48 Diare, KLB Makanan, air Kontak,
jam terkontaminasi feses makanan, air

N meningitidis 2-10 hr Kontak dg sekret sal Transmisi Libur sp 24 jam stl


napas mel droplet terapi paska
ekspos. Rifampin
2x600mg,2 hr;
Ciprofloxacin
1x500mg atau
Ceftriaxon 250mg
IM

208
Parotitis/Mump 16-18hr Community Kontak dg droplet atau Transmisi Vaksinasi
s (12-25hr) acquired, langsung dg sekret sal droplet efektif,MMR
virus berada napas, yi saliva, hidung Restriksi sp 9 hr
dlm saliva 6- &mulut setelah onset
7hr sbl parotitis. Petugas
parotitis sp 9 rentan : 12 hr
hr stl onset paska ekspos
Px pertama sp 25 hr stl
ekspos terakhir
Parvovirus/B19 6-10 hr Menular sblm Kontak dg droplet Transmisi Tidak perlu restriksi
bercak merah besar, muntahan droplet
sp 7 hr stl
onset
Pertusis 7-10 hr F catarrhal Kontak dg sekresi sal Transmisi Vaksin direkomen
sangat napas, droplet besar droplet sp 5 umur 11-64 th
menular kontak dekat hr menerima Petugas dg
antibiotik pertusis: Restriksi
fase catarrhal sp
mg 3 stl onst atau 5
hr stl tx antibiotik
Kontak saja tidak
perlu restriksi

Poliomyelitis Nonparali Sal napas 1 Kontak cairan sal Transmisi Imunisasi


tik:3-6hr; mgg stlgejala napas, benda kontak direkomendasikan
paralitik muncul, dlm terkontaminasi feses
7-21 hr feses bbrp
mgg-bulan stl
gejala
muncul
Rubella 12-23 hr , Sangat Kontak dg droplet Transmisi 5 hr setelah bintik
bintik menular saat nasofaring Px droplet keluar; petugas
merah bintik merah dan kontak rentan 7hr stl
timbul keluar, virus dg cairan sal ekspos pertama sp
14-16hr dilepas 1 napas 21 hr stl ekspos
stl mgg sebelum terakhir
ekspos sp 5-7hr stl
onset,
congenital
rubella bisa
melepas
virus
berbulan-
bertahun2
RSV (infeksi 2-8 hr Orang sakit Tangan terkontaminasi Transmisi Batasi kontak
virus (tersering dapat saat merawat pasien kontak erat dengan pasien
respiratorik) 4-6 hr) mengeluarka atau menyentuh benda dg droplet rawat dan
n virus mati, transmisi RSV atau aerosol lingkungan bilaada
selama 3-8 bila menyentuh mata partikel kecil KLB RSV Restriksi
hr, tp pd bisa atau hidung sampai gejala akut
anak 3-4 hilang
mgg
MRSA Kontak Standar, Restriksi perawatan
tangan transmisi pasien dan
petugas, kontak, dapat pengolahan
mungkin airborne makanan bila

209
karier nares petugas dg lesi kulit
anterior, basah. Tidak perlu
tangan, restriksi bila
axilla, kolonisasi
perineum,
nasofaring,
orofaring
Streptococ A Kontak sisi Kulit, faring, rektum, Standar, Restriksi perawatan
terinfeksi & vagina berdasar pasien &
mensekresi transmisi pengolahan
makanan sp 24 jam
stl mendpt terapi
antibiotik. Tidak
perlu restriksi
petugas dg
kolonisasi
Salmonella, Orang-orang lewat
Shigella fekal oral, air /makanan
terkontaminasi
Syphilis Kontak langsung dg lesi Kontak
primer atau sekunder
syphilis
Tuberkulosis Sp 1 bl Inhalasi droplet nuklei Airborne, Sampai terbukti
minum OAT Kontak non infectius
(mengeluar
kan c tubuh
infeksius)
Varicella Sp lesi kering Airborne, 8 hr paska kontak
& ber krusta kontak, sp 21 hr paska
Standar kontak,beri
Imunoglobulin IV
paska
kontak,imunisasi
petugas
paskapajanan
dalam 4 hari.
Vibrio kolera Kontak feses Standar
Zoster
*lokal Tutupi Restriksi sampai
lesi,jangan lesi mengering dan
kontak dg mengelupas
pasien rawat
*menyeluruh Jangan Restriksi sampai
atau orang kontak dg semua lesi kering
immunokompro pasien dan mengelupas
mais
*paska pajanan Jangan Dari hr ke 10 paska
(person yang kontak dg pajanan pertama sp
rentan) pasien rawat hr ke 21, atau hr 28
bila diberi Ig atau
sampai lesi kering
dan mengelupas

Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh

210
Pada mata : Bilas dengan air mengalir 15 menit
Pada kulit : Bilas dengan air mengalir 1 menit
Pada mulut : Segera kumur-kumur 1 menit
Lapor ke Komite PPI, panitia K3RS atau ke dokter karyawan
Program kesehatan pada petugas kesehatan

Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat ditransmisikan
dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain:
Monitoring dan support kesehatan petugas
Vaksinasi bila dibutuhkan
Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan
Menyediakan antivirus profilaksis
Surveilans ILI membantu mengenal tanda awal transmisi infeksi salaluran napas
akut dari manusia-manusia
Terapi dan follow up epi/pandemic infeksi saluran napas akut pada petugas
Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila terkena
infeksi
Upayakan support psikososial.

Tujuannya
Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit
Memelihara kesehatan petugas kesehatan
Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan
medikolegal dan KLB.

Unsur yang dibutuhkan


Petugas yang berdedikasi
SOP yang jelas dan tersosialisasi
Administrasi yang menunjang

211
Koordinasi yang baik antar instalasi/unit
Penanganan paska pajanan infeksius
Pelayanan konseling
Perawatan dan kerahasiaan medikal rekord

Evaluasi sebelum dan setelah penempatan


Meliputi :
Status imunisasi
Riwayat kesehatan yang lalu
Terapi saat ini
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi

Edukasi
Sosialisasi SOP pencegahan dan pengendalian infeksi misal: Kewaspadaan Isolasi,
Kewaspadaan standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan Departemen
Kesehatan tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.

Program imunisasi
Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada:
Risiko ekspos petugas
Kontak petugas dengan pasien
Karakteristik pasien Rumah Sakit
Dana Rumah Sakit

Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan apakah seorang petugas
memerlukan booster atau tidak. Imunisasi Influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang
ada.

Penyakit akibat kerja dan penyakit paska pajanan

212
Seyogyanya rumah sakit memiliki tata cara pelaporan dan manajemen yang mudah serta
difahami semua petugas.
Dapat berupa pedoman, alur, yang diinformasikan kepada petugas secara detail hingga
berapa lama meliburkan petugas paska pajanan serta membantu petugas dalam kecemasan
atau rasa takut. Tata cara dapat meliputi:
1. Informasi risiko ekspos
2. Alur manajemen dan tindak lanjut
3. Penyimpanan data

Pengetrapan program

Perlu suatu pengukuran sebelum program diimplementasikan. Pelaksanaannya harus


merupakan cara yang paling efisien dan cost-efektif dimulai dengan survei dengan
memakai kuesioner tingkat imunitas suatu penyakit yang akan dicegah. Hasil survei dapat
dipakai untuk perencanaan dana termasuk pemeriksaan serologi dan vaksin yang
dibutuhkan.

Strategi program

Langkah demi langkah pengetrapan program harus dikalkulasi, sehingga budget dapat
disiapkan, didiskusikan. Prosedur dijalankan setelah pemikiran, identifikasi kasus,
peraturan pelayanan, langkah pencegahan, manajemen paska pajanan menjamin
kesuksesan implementasi program. Hal ini juga mencegah terjadinya dana yang terbuang
percuma.

Jalinan kinerja

Jalinan kinerja yang baik diantara petugas dan manajemen membantu pelaksanaan
program. Kepercayaan pihak manajemen kepada Tim PPI berupa dukungan moral dan
finansial akan membantu program terlaksana efektif. Komunikasi dan kolaborasi yang

213
berkesinambungan dari Tim PPI dan seluruh Unit/Departemen akan penting bagi upaya
deteksi dini masalah PPI serta ketidak patuhan sehingga kesalahan dapat segera diperbaiki
dan mencegah kegagalan program PPI.

Pelaksanaan Program dengan dana minimal

Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi Hepatitis B, imunisasi masal
dan diulang tiap 5 tahun paska imunisasi, disertai dengan program manajemen paska
pajanan tusukan tajam dan percikan bagi petugas, meliputi:

Tes pada pasien sebagai sumber pajanan


Tes HBsAg dan AntiHBs petugas
Tes serologi yang tepat
Penanganan yang tepat paska pajanan, dalam 48 jam diberi imunoglobulin hepatitis B
Bila perlu diberi booster
Penelitian dan pencegahan harus melingkupi seluruh petugas.

214
BAB XXI
MIKROBIOLOGI

Mikrobiologi meliputi
- Bakteriologi
- Imunologi
- Virologi
- Mikologi
- Parasitologi
Klasifikasi dan Taksonomi Kuman
Bakteri disebut Prokariot dengan ciri-ciri:
Mempunyai inti primitif, terdiri dari DNA yang terbuka dan tidak terbungkus dalam
selaput atau membran dan berkembang biak secara amitosis menjadi 2 bagian
Prokariot bersel tunggal (uniselular), sedangkan eukariot mempunyai inti yang sebenarnya
dan mengalami mitosis.

Struktur, Morfologi dan Pewarnaan Kuman.


Struktur
Inti/nukleus:
Pewarnaan feulgen (sebetulnya untuk mewarnai molekul DNA).
Dengan mikroskop elektron akan tampak badan inti yang tidak mempunyai dinding inti
atau membran inti.
Sitoplasma: membran sitoplasma (=membran sel) terdiri dari fosfolipid dan protein yang
berfungsi sebagai tempat transport bahan makanan.
Dinding sel yang berfungsi menjaga tekanan osmotik terdiri dari lapisan peptidoglikan
(=lapisan murein/mukopeptida).
Kapsul tahan terhadap fagositosis
Flagel adalah alat untuk bergerak.
Pili (=fimbriae) melekat pada epitel
Spora yang tahan terhadap panas, kekeringan dan zat kimia.

215
Morfologi Kuman
1. Kokus (berbentuk bulat)
- Mikrokokus (sendiri)
- Diplokokus (berpasangan dua-dua)
- Pneumokokus (diplokokus berbentuk lanset)
- Gonokokus (diplokokus berbentuk biji kopi)
- Tetrade (tersusun dalam kelompok 4 sel)
- Sarsina (kelompok 8 sel berbentuk kubus)
- Streptokokus (tersusun seperti rantai)
- Stafilokokus (tersusun seperti buah anggur)
2. Basilus (Berbentuk batang)
- Kokobasilus (batang sangat pendek mirip kokus)
- Fusiformis (kedua ujung batang meruncing)
- Streptobasilus (sel-sel bergandengan membentuk filament)

3. Spiral
- Vibrio (batang bengkok)
- Spirilium (spiral kasar dan kaku, dapat bergerak dengan flagel)
- Spirokhaeta (spiral halus, fleksibel dan dapat bergerak denganflagel)
- Borelia (berbentuk gelombang)
- Treponema (spiral halus dan teratur)
- Leptospiral (spiral dengan kaitan pada ujungnya)

Pewarnaan kuman

1. Pewarnaan negatif
Kuman tidak diwarnai dan tampak sebagai benda-benda terang dengan latar belakang
hitam. Suspensi kuman dibuat dalam zat warna tinta bak. Pewarnaan ini untuk kuman
yang sulit diwarnai, misalnya treponema, leptospira dan borrelia.

216
2. Pewarnaan sederhana
Hanya menggunakan satu macam zat warna, misalnya biru metilen, air fuksin atau
kristal ungu.

3. Pewarnaan diferensial
Menggunakan lebih dari satu macam zat warna, misalnya pewarnaan gram, pewarnaan
tahan asam (ziehl Nielsen, Kinyoun-Gabett atau Tan Thiam Hok)

PERBEDAAN SIFAT KUMAN GRAM-POSITIF & GRAM NEGATIF

Dinding Sel:
- Lapisan peptidoglikan Lebih tebal 1-4% Lebih tipis 11 22%
- Kadar lipid
Resistensi terhadap alkali
Tidak larut Larut
(KOH 1%)
Kepekaan terhadap yodium Labih peka Kurang peka
Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin
Resistensi terhadap tellurit Lebih tahan Lebih peka
Sifat tahan asam Ada yang tahan asam Tidak ada yang tahan asam

BERDASARKAN KEPERLUAN AKAN OKSIGEN, KUMAN DIBAGI DALAM 2


DUA GOLONGAN
1. Kuman anaerob obligat
Hidup tanpa O2
O2 toksik terhadap kuman golongan ini
2. Kuman anaerob aero-toleran:
Tidak mati dengan adanya O2
3. Kuman anaerob fakultatif:
Mampu tumbuh, baik dalam suasana dengan atau tanpa O2
4. Kuman aerob obligat:
Tumbuh subur bila ada O2 dalam jumlah besar
5. Kuman mikro-aerofilik: Hanya tumbuh dalam suasana tekanan O2 yang rendah

217
HABITAT ALAM MIKROORGANISME
1. Tanah:
- Umumnya mikroorganisme disini bersifat apatogen bagi manusia
- Bakteri patogen yang terdapat di tahanh, misalnya clostridium tetani, clostridium
perfringens, clostridium botulinum, bacillus anthracis
2. Air
- Umumnya bakteri patogen tidak ada, kecuali air yang tercemar oleh urin dan feses
manusia dan binatang
- Bakteri patogen di air, misalnya Salmonella dan Shigella speciaes, Vibrio cholerae,
Legionella, virus hepatitis, virus polio
- Indeks pencemaran air oleh feses: Escherechia coli karena ia bertahan hidup di
air relatif lebih lama
3. Udara
Mikroorganisme ditemukan di udara, tetapi tidak berkembang biak.
Udara dalam ruangan mengandung bakteri dan virus patogen yang berasal dari
kulit, tangan, pakaian dan terutama saluran pernapasan atas manusia.
4. Makanan (Susu)
Susu dari sapi normal yang diperah secara asepsis masih mengandung 100 1000
mikroorganisme non-patogen per ml.
Mikroorganisme patogen (misalnya Mycobacterium tuberculosis, Salmonella,
Streptococcus, Corynebacterium dyphteriae, Shigella, Brucella &
Staphylococcus) mungkin berasal dari sapi yang sakit atau dari proses
pemerahan. Pencegahannya adalah dengan pasteurisasi susu.

Hubungan Hospes dan Kuman


Adanya kuman dalam tubuh manusia tidak selalu diikuti dengan keadaan sakit, hal ini
ditentukan oleh keseimbangan antara virulensi kuman dan daya tahan hospes.
Virulensi kuman adalah derajat patogenitas yang dinyatakan dengan jumlah
mikroorganisme atau mikroorgram toksin yang dibutuhkan untuk membunuh binatang
percobaan dengan syarat-syarat tertentu.
Patogenitas adalah kemampuan suatu mikroorganisme untuk menyebabkan penyakit.

218
Daya tahan tubuh dapat berupa kekebalan spesifik dan non-spesifik. Bila daya tahan
tubuh menurun , organisme yang tidak patogen dapat menimbulkan penyakit, hal ini
disebut oportunisme dan organismenya disebut oportunis.

Mikroorganisme pada tubuh manusia


Flora pada manusia dapat menetap atau transient.
Kuman normal yang menetap:
- Tidak menyebabkan penyakit dan mungkin menguntungkan bila ia berada dilokasi
yang sebenarnya dan tidak adanya keadaan abnormal
- Misalnya flora normal dalam saluran cerna berperan dalam sintesa vitamin K &
membantu absorbsi zat makanan tertentu
- Misalnya flora normal pada mucosa dan kulit dapat mencegah kolonisasi bakteri
patogen melalui bacterial interferente
Flora normal mulut dan traktus respiratorius:
- Bagian yang mengandung mikroorganisme dalah:
* Mulut
* Nsofaring
* Orofaring
* Tonsil
- Laring, trakhea, bronkhus, bronkhiolus, alveolus dan sinus hidung biasanya steril.
- Flora normal mulut dan farings hdala bakteri gram-positif maupun negatif

Flora normal traktus digestivus:


Daerah saluran pencernaan yang mengandung mikroorganisme adalah:
- Esofagus dan lambung kecuali saat penelanan makanan, umunya steril atau
mengandung < 103 kuman/ml, karena gerakan makanan yang cepat ke usus kecil
serta adanya asam lambung.
- Duodenum dan jejenum(kadang-kadang) ditemukan Streptococcus, Lactobacillus,
Candida albicans dalam jumlah kecil.
- 20 % masa feses berisi bakteri (104 kuman/gr berat basah)
- > 90% flora feses adalah bakteri anaerob obligat: Bifidobacteria dan Bacteroides

219
- Kuman yang ada di kolon/usus besar Bifidobacteria, Lactobacillus,
Streptococcus, bakteri coliform, yeast, Clostridium.
- Eradikasi flora normal dengan AB overgrowth Clostridium difficile
menghasilkan enterotoksin kolitis
- Pada neonatus, flora usus terbentuk dalam 24 jam setelah lahir
- Flora usus bayi yang mendapat ASI Lactobacillus bifidus (dominan),
Enterococcus, Stapdylococcus dan bakteri coliform
- Feses bayi yang minum susu buatan Lactobacillus acidophilus, bakteri
coliform, Enterococcus, Clostridium spp.

Flora saluran cerna berperan dalam:


- Sintesa vitamin K
- Konversi pigmen empedu dan asam empedu
- Absorbsi zat makanan
- Antagonis mikroba pathogen

Flora normal traktus genito-urinaria:


- Organisme dapat ditemukan di genitalia eksterna, uretra anterior dan vagina
- Orifisium uretra pria dan wanita terdapat: Mycobacterium smegmatis (pria yang
tidak di sirkumsisi), difteroid, Streptococcus non hemolitik, Staphylococcus
epidermidis dan Bacillus Doderlein.
- Vulva vagina neonatus steril sampai 24 jam kehidupan, kemudian berkembang
kuman non-patogen seperti difteroid, mikrokokus dan streptococcus non-
hemolitik. 3 Hari kemudian estrogen ibu menginduksi deposit glikogen di epitel
vagina, meningkat pertumbuhan Lactobacillus, estrogen menurun, Lactobacillus
menghilang dan pH menjadi basa.
- Saat Pubertas Lactobacillus muncul kembali
- Flora normal yang menetap setelah dewasa adalah difteroid, Lactobacillus,
Micrococcus, Staphylococcus, epidermidis, Streptococcus faecalis, Ureoplasma
dan yeast.

220
- Pada wanita hamil: 15 20% dijumpai Streptococcus agalactiae (Streptococcus
grup B)
- Flora post-menopause menyerupai masa pra-pubertas

Flora normal kulit, hidung dan telinga


- Bakteri yang sering ditemukan di kulit adalah Staphylococcus epidermidis,
Micrococcus, Streptococcus viridans, diteroid & Sarcinae
- Staphylococcus aureus hanya menetap di hidung, perineum dan transient di kulit
- Cuci tangan akan mengurangi jumlah kuman di kulit sampai 90 % dan jumlah
semula akan kembali dalam 8 jam
- Flora liang telinga luar = kulit & dapat pula dijumpai Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus aureus, batang Gram-negatif.
- Telinga bagian tengah dan dalam biasanya steril.

Bakteri di darah dan jaringan


Normal darah dan jaringan adalah steril. Mengunyah, sikat gigi, ekstraksi gigi dapat
menyebabkan flora komensal mulutmasuk kedalam darah atau jaringan.
Dalam keadaan abnormal seperti adanya katup jantung buatan, katup jantung abnormal,
protesa bakteremia di atas dapat mengalami kolonisasi dan infeksi.

KLASIFIKASI BAKTERI

GRUP SPESIES TERPENTING


Staphylococcus spp
Kokus Streptococcus spp
Anterococcus spp
Bacillus spp
Batang Listeria spp
Positif-gram Corynebacterium spp
Coliform Eschericia spp
(Enterobacteriacae) Klebsiella spp
Proteus spp
Salmonella spp
Shigella spp
Batang aerob Vibrio Vibrio spp
negatif-gram Campylobacter Campylobacter spp

221
Helicobacter spp
Pseudomonas Pseudomonas spp
Negatif-gram Haemophilus spp
(fastidious) Neisseria spp
Legionella spp
Bordetella spp
Bentuk spora Clostridium spp
Bentuk non-spora Bacteriodes spp
Fusobacterium spp
Spirochaetes Treponema spp
Borrelia spp
Leptospira spp
Anaerob
Mikobakteri Mikobakteri spp
Mikoplasma Mikoplasma spp
Ureaplasma spp
Khlamidia Chlamydia spp
Riketsia Rikettsia spp
Coxiela spp

Staphylococcus aureus

- Menimbulkan penyakit dengan tanda-tanda yang khas yaitu peradangan, nekrosis


dan pembentukan abses.
- Menghasilkan metabolit yang non-toksin, eksotoksin dan enterotoksin.
- Enterotoksinnya merupakan penyebab keracunan makan (mual, muntah dan diare)
- Kolonisasi di nares anterior, aksila dan perineal
- Penyakit yang ditimbulkan: impetigo, selulitis, bakteremia (sepsis, endokarditis,
meningitis, pneumonia, dll), furunkulosis, osteomielitis
- Pengobatannya adalah penisilin, sefalosporin, eritromisin, klindamisin dll + drein
abses.

Staphylococcus epidermidis/albus

- Penyebab infeksi kulit ringan yang disertai pembentukan abses


- Flora normal pada kulit, nasofarings dan saluran urogenital bawah.
- Penyakit : infeksi benda asing (seperti kateter iv, pacu jantung, katup jantung
buatan, hemodialisa shunt, CSF shunt, CAPD kateter dan joint protheses)

222
- Isolasi dari tempat mana saja tanpa adanya implat kemungkinan karena suatu
kontaminasi.
- Disebut juga coagulase negative staphylococcus (CNS)
- Pengobatannya: penisilin, amoksilin dll + angkat benda asing

Berdasarkan sifat hemolitiknya pada lempeng agar darah, streptococcus dibagi


dalam:

Hemolisis tipe alfa


- Hemolisis warna-warna kehijauan disekeliling koloni
- Disebut juga stretococcus viridans

Hemolisis tipe beta


- Zona hemolisis berwarna bening
- Disebut juga streptococcus hemolyticus

Hemolisis tipe gamma


- Tidak menyebabkan hemolisis
- Disebut juga streptococcus anhemolyticus

Streptokokus
- Adanya Krbohidrat C dalam dinding sel, oleh Lancefield dipakai sebagai dasar
untuk membagi streptokokus dalam grup-grup A T.
- Untuk membedakan dengan staphylococcus katalase pada streptokokus (-)
- Yang menjadi penyebab penyakit pada manusia terutama berasal dari grup dan D
- Grup B menyebabkan sepsis puerperalis dan pada anak-anak menyebabkan
meningitis, bakteremia, osteomielitis dll.
- Streptococcus viridans da streptococcus anaerob tidak mempunyai karbohidrat C,
sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam grup Lancefield

Streptococcus pyogenes (Streptococcus beta hemolitikus grup A)

Penyakit yang ditimbulkan adalah:


- Erisipelas

223
- Radang tenggorokan
- Impetigo
- Endokarditis bakterialis akut
- Paska infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A (GNA, demam rheuma/jantung
rheuma), bukan merupakan akibat langsung dari penyebaran bakteri, melainkan
merupakan reaksi hipersensitif daripada organ terhadap zat anti strepkokus.
- Endokarditis bakterialis:
Akut:
Akibat bakteremia oleh Streptococcus beta hemolyticus, pneumococcus,
staphylococcus dan Batang Gram-negatif
Pada pecandu narkotik penyebabnya adalah kandida dan staphylococcus
Dapat mengenai katup jantung yang normal maupun abnormal.

- Subakut:
Terutama mengenai katup jantung abnormal, lesi rematik, klasifikasi
ataupun penyakit jantung kongenital
Penyebab utama adalah Streptococcus viridans (Setelah ekstraksi gigi) dan
Staphylococcus faecalis, Staphylococcus dan jamur.
Pengobatan: dengan penisilin G.

Streptococcus Pneuoniae (Pneumokokus)


- Merupakan flora normal di saluran pernafasan bagian atas
- Koloninya dikelilingi zona hijau ~ Streptococcus viridans beda: optokhin tes
(+) untuk Streptococcus pneumoniae.
- Dapat hidup beberapa bulan pada sputum yang kering
- Penyakit: pneumonia lobaris, sinusitis, otitis media, meningitis, dll.
- Pengobatan: Penisilin (drug of choice)

Bacillus Anthracis

224
Pada manusia kuman anthrax dapat menyebabkan:

1. Infeksi kulit
* Malignant pustule yang dapat berkembang menjadi toksemia
* Biasanya terjadi pada peternak atau pekerja rumah pemotongan hewan.

2. Infeksi paru-paru
*wool sorters disease karena inhalasi spora dari bulu domba
* Biasanya fatal

3. Infeksi pada usus


* Infeksi usus halus ditambah dengan gangren, akbat makan daging yang terinfeksi
anthrax

4. Infeksi selaput otak setelah bakteremia


PengobatanNya: penisilin, tetrasiklin/doksisiklin, siprofloksasin.

Clostridium
- Flagel: peritrikh, spora(+) dan anaerob
- Spesies penting: Clostridium tetani, Clostridium perfringens, Clostridium
botulinum dan Clostridium difficile

- Clostridium tetani:
Penyebab tetanus
Banyak terdapat di alam, tanah, feses kuda/binatang lain
Clostridium tetani bersifat invasive, kumannya tetap ada di luka.
Suasana anaerob terjadi karena adanya:
= Jaringan nekrotik
= Adanya garam kalsium
= Adanya kuman piogenik lain

225
Pada SSP toksin mengikat diri pada ganglion di batang otak dan sumsum tulang
belakang
Masa inkubasi 4 5 hari sampai berminggu-minggu
Gejala: Kejang otot mulai dari tempat infeksi, kemudian ke otot mulut (risus
sardonicus), hingga seluruh tubuh (Opistotonus), kesadaran tetap ada dan
kematian dapat terjadi akibat gangguan pernapasan.
Pencegahan: pembersihan luka, imunisasi aktif dengan toksoid, imunisasi pasif
dengan ATS dan pemberian antibiotika.

Clostridium perfringens
- Menyebabkan keracunan makanan (enterotoksin), gangrene gas.
- Dulu dikenal dengan Clostridium welchii.
- Pengobatannya: pembersihan luka dan penisilin

Clostridium botulinum

Menyebabkan keracunan makanan (makanan kaleng, makanan di asap dan


makanan berbumbu).
Gejalanya: sulit menelan dan sulit berbicara akibat dari kelumpuhan otot oleh
toksin yang dikeluarkan memblok pelepasan/pembentukan acetylcholin).
Pengobatannya adalah antitoksin polivalen (tipe A, B, C)
Pencegahannya adalah makanan harus dimasak sebelum dimakan.

Corynebacterium diphteriae

- Penyakit difteri terutama menyerang anak umur 1 9 tahun yang tidak


divaksinasi/ neonatus.
- Lesi primer pseudomembran pada nasofaring (berwarna keabuan)
- Pewarnaan: Neisser spesifik
- Biakan: agar darah telurit/Mc Leod koloni kuman berwarna hitam
- Eksotoksin efeknya terutama ke jantung dan saraf perifer.

226
- Pseudomembran terdiri dari bakteri, sel-sel epitel yang mengalami nekrotik, sel-sel
fagosit dan fibrin.
- Pengobatan: ADS(penting untuk mencegah ikatan antara toksin dengan sel
jaringan yang masih utuh), penisilin/tetrasiklin/eritromisin (untuk mencegah
infeksi sekuner)

Neisseriaceae

Neisseriaceae meningitis = meningokokus:


- Kokus gram-negatif
- Penyebab meningitis epidemik
- Pengobatan: penisilin

Neisseriaceae gonorrhaeae
- Diplokokus bentuk ginjal
- Penyakit: gonore
- Penularan: melalui kontak seksual
- Gejala: disuria, pus/getah
- Komplikasi:
* Pada pria: striktur uretra, epididimitis, protatitis
* Pada wanita: radang pelvis, kemandulan
* Pada neonatus: blenorrhoeae (opthalmia neonatorum)

Enterobacteriaceae
Batang Gram-negatif
Disebut juga kuman enterik
Pemberian zat khlor pada air dapat mebncegah penyebaran kuman enterik, terutama
S.typhi, dll
Penyakit:
- Infeksi pada usus: GE, kolitis hemoragik, disentri basiler, dst
- Infeksi diluar usus: sistitis, infeksi saluran kemih (ISK), infeksi saluran napas bagian
atas/bawah (ISPA)/B, bakteremia, sepsis, meningitis, dll.

227
- Genus yang penting: Escherichia, Shigella, Salmonela, Vibrio, Pseudomonas,
Haemophilus, Bordetella, Brucella, dll.

Escherechia coli
Merupakan flora normal usus.
Tipe Escherechia coli dihubungkan dengan diare pada manusia
- EPEC (enteropathogenic E. Coli) diare pada bayi dan anak-anak
- ETEC (enterotoxigenic E.coli) secretory diarrhea seperti kolera
- EIEC (enteroinvasive E.coli) diare dengan tinja mengandung darah, mukus dan pus
(seperti disentri oleh Shigella)
- EHEC (enterohemorrhagic E.coli) penyebab kolitis hemoragik (tipe 0157 : H7)
tinja bercapur darah lebih banyak
Penyakit lain : ISK, Hospital Acquired Pneumoniae, neonatal meningitis
Pengobatan: mudah diatasi dengan berbagai antibiotik

Shigella

Ada 4 spesies: Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Shigella boydii dan Shigella
sonnei.
Penyebab disentri basiler = Sgigellosis ada 3 bentuk diare:
1. Disentri klasik: tinja lembek berdarah, mucus dan pus
2. Watery diarrhea
3. Kombinasi keduanya
Enterotoksin LT: pengumpulan cairan di ileum watery diarrhea
Orang sehat diperlukan 200 kuman untuk menyebabkan sakit
Gejala: demam, nyeri perut, tenesmus ani.

Salmonella
Ada 3 spesies: Salmonella choleraesuis, Salmonella typhi dan Salmonella enteritis
(paratyphi A, paratyphi B dan paratyphi C)
Antigen: O (somatic)) antibody yang dibentuk IgM, H dan Vi (flagel) IgG

228
Kuman yang mempunyai antigen Vi lebih virulen dan antigen Vi dipakai untuk
diagnosis cepat kuman S.typhi (agglutination slide tes)
Kemampuan kuman salmonella untuk hidup intraseluler disebabkan adanya antigen
permukaan Vi
Endotoksin merangsang pelepasan zat pirogen dari makrofag dan PMN demam
dan syok
Salmonellosis )infeksi oleh salmonella) pada manusia dapat dibagi 4 sindrom:
1. Gastroenteritis/keracunan makanan
2. Demam tifoid
3. Bakteremia-septikemia
4. Carrier yang asimtomatik (bisa ditemukan dalam tinja selama lebih dari 1 tahun)

Demam tifoid
Etiologi : Salmonella typhi.
Port dentre: usus orang sehat menjadi sakit bila menelan kuman ini sebanyak 105.
Invasi kuman ke dalam kantong empedu dapat menyebabkan terjadinya carrier kronik
Gejala klinik: demam, bradikardia relatif, hepato-splenomegali, rose spot disekitar
umbilikus
Diagnosa:
- Mikrobiologipembiakan kuman darah minggu I, urin minggu II, feses minggu III)
- Serologi widal
- Klinik
Widal:
- Titer O mencapai puncaknya pada minggu III & IV sakit menurun setelah 9 12
bulan.
- Titer O 1/200 atau kenaikan titer 4 x positif infeksi akut
- Hasil dipengaruhi oleh: stadium penyakit, vaksinasi, daerah endemik dan pengobatan
Pengobatan:
- Kloramfenikol (standar), ampisilin/amoksilin, trimetoprin-sulfametoksasole
- Carrier + tanpa batu empedu ampisilin/amoksilin + probenesid
- Carrier + batu empedu kolesistektomi

229
Vibrio cholerae
Normal hanya patogen untuk manusia
Tidak invasif (tidak pernah masuk dalam sirkulasi darah) terlokalisasi dalam usus
Menyebabkan diare (rice water stool)
Diagnosis: pemeriksaan tinja dan muntahan
Terapi: rehidrasi + tetrasiklin (untuk mempersiapkan masa pemberian cairan/rehidrasi)
Penyebaran: kapal laut, pengungsi
Penularan: melalui air, makanan, lalat
Dalam air kuman dapat bertahan selama 3 minggu
Pseudomonas aeruginosa
Penyebab 10 20 % infeksi nosokomial, terutama dengan pertahanan tubuh yang
menurun, menggunakan alat bantu kedokteran (kateter, iv line, sabun dll)
Sering diisolasi pada penderita keganasan, luka bakar, ISK, ISNB, mata dll.
P. Aeruginosa lebih resisten terhadap disinfektan daripada kuman lain.
Senang dalam suasana lembab seperti pada peralatan pernapasan, air dingin, lantai,
kamar mandi dan temap air.
Dapat dibunuh oleh air mendidih, disinfektan seperti fenol dan beta glutaraldehid.
Pemindahan dari penderita ke penderita melalui pegawai rumah sakit.
Pseudomonas lain
P. Mallei patogen bagi binatang
P. Cepacia
- Sering diisolasi dari lingkungan rumah sakit dan bahan klinik
- Dihubungkan dengan penyakit endokarditis, septikemia, ISK, infeksi luka
- Sering resisten dengan antibiotik
P. Maltophilia
- Sering diisolasi dari orofarings dan sputum
- Menyebabkan infeksi luka, septikemia, ISK infeksi nosokomial
P. Pseudomallei
- Menyebabkan mmeliodosis (penyakit kelejar pada manusia)
- Masuk ke tubuh melalui inhalasi , kulit lecet

230
Spesies lain: P. Putida, P. Alkaligenes, dll
Kuman tahan asam (Mycobacterium)
Sebagian kecil patogen bagi manusia: M. Tuberculosis, M. lepare menyebabkan
infeksi kronis.
Sebagian besar saprofit = atipik
Sifat tahan asam karena dinding sel yang tebal, terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak
mikolat
M. Tuberculosis (basil Koch)
- Pada sputum kering yang melekat pada debu dapat bertahan hidup 8 10 hari
- Tumbuh intra sel pada monosit, sel RES menyulitkan pengobatan
- Tes tuberkulosis (PPD5TU) negatif pada orang sehat, anergi (kelompok yang beresiko
mendapat TBC dikemudian hari)
- Diagnosa pasti: isolasi kuman dari sputum, urin, cairan lambung, cairan pleura, cairan
otak, dll.
- Hasil pemeriksaan mikroskopik yang negatif belum tentu tidak ada kuman
M. leprae merupakan penyebab penyakit kusta
Penyakit kusta dianggap istimewa karena
- Kumannya tumbuh lambat, masa inkubasi lama dan perkembangan penyakit lama
- Kumannya Belum dapat ditumbuhkan pada prevenan artificial
- Kumannya berpredileksi pada jeringan saraf
- Infeksi baru dan lama tidak dapat dibedakan, klinis tidak jelas
- Penyakit kusta hanya terdapat pada manusia
Bentuk klinis: tipe LL (Leprom), tipe TT (tuberkuloid), tipe BB (borderline) dan tipe
BT/BL
Pada bentuk LL ditemukan: kuman >>, antibodi >> dan tes lepromin (-)
Pada bentuk TT ditemukan: kuman <<, antibodi << dan tes Lepromin (+)

Perbedaan diantara mikroorganisme


Pembiakan Pembiakan Kepekaan Kepekaan
Mikro Asam
Pada media dengan Ribosom Terhadap Terhadap
organisme Nukleat
mati pembelahan interferon antibiotik
Bakteri + + DNA&RNA + - +
Miko + + DNA&RNA + - +

231
plasma
Riketsia - + DNA&RNA + - +
Klamidia - + DNA&RNA + - +
Virus DNA atau
- - - + -
RNA

Penggolongan virus
Nama famili virus ditandai dengan akhiran viridae, misalnya Herpesviridae, poxriridae,
dll
Nama genus virus ditandai dengan akhiran virus
Penamaan virus tidak mengikuti penamaan binomial seperti pada penamaan bakteri
Kriteria dasar penggolongan virus:
1. Jenis asam nukleat RNA atau DNA
2. Simetri kapsid
3. Ada tidaknya selubung
4. Untuk virus ikosahedral banyaknya kapsomer
5. Untuk virus helikoidal diameter nukleokapsid

Virus RNA Virus DNA


Picornaviridae Adenoviridae
Caliciviridae Hepadnaviridae
Togaviridae Poxviridae
Flaviviridae Herpesviridae
Bunyaviridae Papovaviridae
Arenaviridae Parvoviridae
Coronaviridae
Rhabdoviridae
Filoviridae
Paramyxoviridae
Orthomyxoviridae
Reoviridae
Retroviridae

Virus patogen bagi manusia

Adenoviridae: adenovirus 1 49.


Herpesviridae:virus herpe simplek virus Epstein-Barr, cytomegalovirus, virus
varicella-zoster
Hepadnaviridae: virus hepatitis B

232
Papovaviridae: papilomavirus
Poxviridae: virus variola, virus vaccinia, virus cacar monyet, virus cacar sapi
Togaviridae: virus chikungunya, virus Rubella
Flaviviridae: virus dengue 1 4, virus demam kuning
Rhabdoviridae: virus rabies
Orthomyxovirus: virus influenza A & B
Paramyxoviridae: virus morbili, virus parotitis, virus parainfluenza j
Atrovirus
Penyebab ensefalopati spongiformis.

233
BAB XXII
PENGENDALIAN INFEKSI DI RUANG ICU

Pendahuluan
Kondisi ruang ICU
Pasien dalam keadaan kritis dengan daya tahan tubuh yang menurun terpasang alat-alat
baik invasif maupun noninvasif mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadi infeksi
strategi meminimalkan terjadinya infeksi nosokomial.

Prevalensi
- Prevalensi infeksi nosokomial di Rumah Sakit 6 %
- 20 % terjadi di ruang ICU, walaupun ruang ICU hanya memiliki 5 % dari seluruh
tempat tidur di Rumah Sakit, angka kejadian infeksi nosokomial 5 sampai 10 kali
lebih besar terjadi di ruang ICU dibandingkan dengan ruangan umum (general
ward).

Biaya
Perkiraan biaya antara $ 5 billion sampai $10 billion. Lebih dari 80.000,0 kematian setiap
tahun terjadi akibat infeksi nosokomial. Walaupun sudah ada upaya-upaya pencegahan
infeksi nosokomial tetapi infeksi nosokomial masih saja dapat terjadi. Sepertiga infeksi
nosokomial dapat dicegah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan Penaggulangan Infeksi Nosokomial
adalah:
- Struktur organisasi
- Peran dan fungsi PIN
- Dukungan dari manajemen
- Otoritas Tim PIN
- Tersedianya fasilitas
- Program masuk dalam RKAP
- Komitmen individu

234
Tempat Infeksi
- Sistem respirasi (Pneumonia) 31 %
- Traktus urinaria (UTI) 24 %
- Darah-Blood stream (Septikemia) 16 %

Epidemiologi
Kennedy menggambarkan bahwa ICU epidemiological jungle
- Pseudomonas aeruginosa 13 %
- Staphylococcus aureus 12 %
- Coagulase negative staphylococci 10 %
- Candida 10 %
- Enterococci 9 %
- Enterobacter 8 %

Faktor-faktor Kontribusi
Hal-hal yang berkontribusi terjadinya Infeksi Nosokomial adalah
- Beratnya penyakit
- Stres physiological dan psikologikal
- Umur
- Penggunaan antibiotika
- Profilaksis stres ulcer
- Sleep deprivation
- Malnutrisi
- Under staffing

Pencegahan Nosokomial Pneumonia


- Pendidikan staf
- Secara rutin kaji perubahan suara paru pasien, warna dan jumlah produksi sputum
- Cuci tangan sebelum dan setelah merawat mulut dan suctioning

235
- Gunakan air steril untuk perawatan mulut pada pasien yang immunocompromise
atau jika air terkontaminasi
- Gunakan kantong resusitasi manual (Resuscitator bag) yang bersih untuk setiap
pasien
- Lakukan suctioning seperlunya
- Gunakan tehnik steril saat intubasi atau suctioning
- Lakukan desinfeksi blade laringoskop sebelum melakukan intubasi

Pencegahan Nosokomial Infeksi Saluran Kemih


- Hindari pemasangan kateter urine ( pemasangan berdasarkan indikasi )
- Mengurangi masa pemakaian kateter
- Masukkan kateter dengan tehnik steril
- Cuci tangan dan pasang sarung tangan
- Pengambilan sampling dengan tehnik steril
- Pakai drainage dengan sistem tertutup
- Tidak ada kontak antara kantong penampung urin dengan lantai, dinding atau
furniture.
- Gunakan kondom kateter untuk pasien yang kooperatif
- Pisahkan pasien dan yang bukan infeksi
- Tempatkan kantong urine tetap dibawah bladder

Pencegahan Nosokomial Aliran Darah Primer


- Pendidikan dan pelatihan
- Surveilens
- Pasang kateter dengan tehnik aseptik
- Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter
- Lakukan perawatan luka kateter dengan tehnik aseptik
- Lepas semua jenis peralatan intravaskular bila sudah tidak dibutuhkan.

STRATEGI PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU

236
Engineering control Design and layout
Administrative control
- Cuci tangan dan kebersihan tangan
- Alat-alat medis
- Tenaga kesehatan
- Pasien dan keluarga
- Lingkungan
- Isolation precaution
* Sarung tangan
* Gaun
* Masker, pelindung mata dan wajah
* Penempatan pasien
Penggunaan antibiotic
Surveilens infeksi nosokomial

Design and layout


Luas ruangan memadai, minimal 20 m2
Idealnya setiap pasien ditempatkan di kamar terpisah
Fasilitas cuci tangan dan pengering tangan yang memadai
Minimal ada satu ruang isolasi/enam pasien dengan fasilitas negative dan positif
tekanan udara ventilasi
Ada akses ke ruang operasi dan CSSD
Sharp container ditempatkan disetiap tempat tidur
Terpisah ruang bersih dan ruang kotor
Jika memungkinkan setiap tempat tidur ada cairan handrub

Hand Washing & Hand Hygiene


Merupakan hal yang sangat penting
Merupakan cara yang murah, sederhana dan mudah dilaksanakan
Menggunakan sabun atau detergen
Alternatif cuci tangan/handrub

237
Mencuci tangan di bawah air mengalir
Menggunakan sabun atau detergen 3 5 ml dan didistribusikan keseluruh permukaan
tangan termasuk jari-jari dan kuku
Lakukan cuci tangan selama 10 15 detik
Keringkan tangan dengan kertas atau handuk

Waktu Cuci Tangan


Saat tiba di ruangan
Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Sebelum meninggalkan ruangan
Setelah melepaskan sarung tangan

Alat-alat medis
Segera lakukan dekontaminasi peralatan yang sudah dipakai/terkontaminasi
Segera buang peralatan yang sekali paki sesuai prosedur
Segera bersihkan permukaan troly setelah selesai melakukan tindakan

Pemberi pelayanan kesehatan


Sehat, tidak dalam kondisi sakit yang memungkinkan penularan kepada pasien
Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa memakai pakaian khusus menurunkan
angka kejadian infeksi nosokomial
Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa menggunakan sepatu khusus menurunkan
kejadian infeksi nosokomial
Jaga agar kuku tetap pendek
Hindari pemakaian cincin dan gelang
Lotion dapat digunakan untuk menghindari dermatitis dari pemakaian detergen atau
sarung tangan

Pasien dan Keluarga


Ajarkan pasien dan keluarga tentang infeksi nosokomial secara umum
Ajarkan kepada pasien pentingnya cuci tangan

238
Kelaurga pasien tidak diijinkan menunggu di ruang ICU
Anjurkan keluarga pasien untuk cuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung
Pengunjung yang dalam keadaan kondisi sakit tidak diperkenankan berkunjung

Lingkungan
Tidak dianjurkan melakukan fogging desinfektan
Segera bersihkan permukaan lingkungan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh
pasien
Pertahankan udara lingkungan memadai
Batasi jumlah personil di rungan
Batasi jumlah pengunjung, maksimum 2 orang sekali berkunjung

Kewaspadaan Standar
Gloves (Penggunaan sarung tangan)
Dipakai sebelum tindakan invasive, menyentuh darah, cairan, mencuci peralatan yang
terkontaminasi
Segera dilepas jika telah selesai melakukan tindakan

Penggunaan Gaun
Dipakai sebelum melakukan tindakan yang memungkinkan terkena percikan cairan
tubuh pasien.
Tidak perlu memakai gaun jika tidak kontak dengan pasien
Segera lepaska gaun setelah selesai tindakan

Masker, Pelindung mata dan wajah


Dipakai selama tindakan yang memungkinkan mata dan wajah terkena percikan cairan
tubuh pasien
Dilepas segera setelah tindakan selesai dilakukan.
Isolasi Pasien
Dilakukan pada pasien yang dapat menularkan kepada pasien lain
Daya tahan tubuh yang menurun

239
Pasien tidak dapat menjaga kebersihan lingkungan
Pasien yang dapat mengkontaminasikan ke lingkungan

Kontrol Antibiotik
Batasi pemilihan antibiotic
Terapi berdasarkan hasil kultur
Kontrol kualitas dari antibiotic
Ganti ke terapi oral selekas mungkin
Antibiotik yang rasional

Surveilens Infeksi Nosokomial


Concurrent
Aktif
BSI, SSI, UTI dan VAP
Pola kuman
Antibiotik
Microorganisme : MRSA. VRE dan MRB

240
BAB XXIII
PENGENDALIAN INFEKSI DI INSTALASI GIZI

Pendahuluan
Instalasi gizi merupakan unit penunjang di Rumah Sakit yang menyediakan makanan yang
enak, sehat dan aman bagi pasien. Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia dan
harus memenuhi standar kesehatan yang higenis .dan sanitasi ( KepMenKes No
715/MenKes/SK/V/2003 tentang persyaratan sanitasi Jasaboga.
Dapur Instalasi Gizi memegang peranan penting dalam mencegah menyebarya infeksi.
Tanpa sanitas idan keamanan yang tepat untuk makanan dan peralatan, kejadian luar biasa
untuk penyakit yang dibawa oleh makanan dapat terjadi.

Tiga pilar tanggung jawab keamanan makanan di Instalasi Gizi

Pemerintah
Menyusun standar dan persyaratan makanan di Instalasi Gizi
Melakukan penilaian terhadap mutu makanan
Menyediakan informasi dan penyuluhan di Instalasi Gizi

Pengusaha makanan
Menyusun standar dan prosedur kerja di instalasi gizi
Mengawasi proses kerja di instalasi gizi
Meningkatkan ketrampilan petugas di instalasi gizi

Masyarakat dan konsumen


Memilih dan menggunakan makanan yang aman
Melaporkan kasus keamanan makanan
Membentuk organisasi konsumen

241
Makanan yang sehat menurut WHO
Memenuhi kebutuhan gizi
Bebas dari hazard/bahaya kesehatan seperti: bahan kimia, benda-benda fisik dan
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit

Fasilitas yang diperlukan


Daerah kerja yang cukup luas
Kompor yang tidak berasap
Peralatan masak yang memadai
Sumber air panas dan dingin
Bahan pembersih

Penyakit yang disebabkan karena tercemarnya makanan


Keracunan Toxin
Infeksi jasad Renik
Parasit
Bahan Kimia
Racun Alamiah

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran makanan


Proses pengolahan makanan yang tidak maksimal
Prosedur pengolahan yang tidak dijalankan
Peralatan makanan tidak bersih dan kering
Penggunaan bahan makanan yang tercemar
Penggunaan air yang terkontaminasi
Kurangnya sarana dan prasarana
Perilaku penjamah makanan yang tidak bersih dan sehat

242
PENCEGAHAN KONTAMINASI
Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menghidangkan makanan
Cuci panci, wajan, peralatan masak dan baki dengan seksama menggunakan air
dan sabun setelah digunakan
Segera hidangkan makanan setelah siap masak
Hindari kontak dengan makanan
Sediakan tempat yang cukup untuk menyimpan makanan. Sisakan 10 sampai 15
cm diatas lantai agar bisa dibersihkan
Ciptakan prosedur pembersihan yang baik untuk daerah penyimpanan makanan
dan bahan untuk mencegah kontaminasi tikus, serangga dan kelembaban
Jangan gunakan telur yang retak atau busuk untuk menghindari salmonela
Atur jadual untuk pemeriksaaan karyawan yang bekerja didapur
Tidak perlu penanganan baki dan peralatan pasien penyakit menular terpisah.
Gunakan detergen dengan air panas untuk mencuci peralatan
Buang semua sisa makanan dalam kantong plastik hitam
Gunakan kompor yang tidak berasap
Jangan biarkan karyawan yang mengidap penyakit menular seperti infeksi kulit
menangani makanan dan peralatan

Proses persiapan
Proses pembersihan makanan sebelum proses pengolahan
Pengupasan, menyiangi, memotong, mencuci
Tempat persiapan, meja peracikan dan alat harus higienis

Penyimpanan
Penerimaan barang diperiksa secara organoleptic

243
Penempatan barang terpisah menurut jenisnya
Tempat rapi, tidak padat dan ada sirkulasi udara
Pintu tidak boleh sering dibuka
Bahan makanan yang berbau tajam harus tertutup
Sistem FIFO
Pengolahan Makanan
Tempat pengolahan/dapur yang bersih, bebas dari asap/panas/hama
Peralatan masak dan perabotan bersih, utuh dan mempunyai fungsi yang berbeda-
beda
Tempat sampah tertutup
Tempat pencucian tangan, bahan makanan dan perabotan berbeda
Petugas menggunakan alat pelindung diri
Prosedur peracikan bahan makanan yang benar
Prioritas dalam memasak

Penyimpanan makanan matang


Wadah/tempat yang terpisah dan tertutup
Suhu penyimpanan harus sesuai
Waktu tunggu singkat

Distribusi makanan
Distribusi makanan tidak bersamaan dengan bahan yang berbahaya
Kendaraan makanan tidak dipergunakan untuk mengangkat bahan lainnya
Kebersihan kendaraan pengangkut terjaga
Kendaraan pengangkut harus dikonstruksi khusus dan higienis untuk makanan
Penggangkutan makanan harus tertutup dan disertai lubang ventilasi udara

Penyajian makanan
Masing-masing ditempatkan terpisah & tertutup

244
Pencampuran masakan yang mengandung air pada makanan saat dihidangkan
Hindari menyajikan dengan klip, tusuk gigi dan bunga plastik
Hidangkan makanan sesuai dengan syarat menghidangkan
Peralatan harus dalam keadaan bersih dan baik
Penanganan makanan harus higienis
Penyajian harus sesuai dengan menu, waktu, volume dan tata hidang

Pencucian alat
Alat makan dan bekas masak setiap kali digunakan
Buang sisa makanan
Bila perlu rendam air panas
Gunakan Sabun, bilas dan keringkan

Pembersihan dapur
Segera setelah proses pengolahan makanan dan distribusi makan
Pembersihan lantai, meja persiapan, meja pembagian
Penanganan alat makan pasien penyakit menular seperti biasa
Tempat sampah selalu tertutup

Prinsip-prinsip kebersihan perorangan


Berpakaian bersih dan rapi
Kuku tangan tidak panjang dan bersih
Rambut ditata rapi dan tertutup
Pakai alat pelindung diri
Cuci tangan
Tidak merokok
Kulit bebas luka
Tidak mencicipi makanan dengan tangan/jari/sendok masak

245
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Cuci tangan sebelum menyiapkan dan menghidangkan makanan
Cuci panci, wajan, peralatan masak dan baki dengan seksama menggunakan air
dan detergen setelah digunakan
Segera hidangkan makanan setelah siap dimasak
Hindari kontak dengan makanan, harus menggunakan peralatan yang sesuai
untuk menyiapkan makanan dengan menyajikan
Jangan biarkan karyawan yang mengindap penyakit menular seperti
pernafasan, infeksi kulit menangani makanan dan peralatan.
Atur jadwal untuk pemeriksaan karyawan yang bekerja di dapur.
Sediakan tempat yang cukup untuk menyimpan makanan. Sisakan 10 sampai
15 cm di atas lantai agar bisa dibersihkan.
Ciptakan prosedur pembersihan yang baik untuk daerah penyimpanan
makanan dan bahan untuk mencegah kontaminasi oleh tikus, serangga dan
kelembaban
Jangan gunakan telur yang retak atau busuk untuk menghindari kontaminasi
salmonela
Penanganan baki dan peralatan dari pasien yang punya penyakit menular harus
dilakukan terpisah. Gunakan desinfektan yang mengandung klorin bebas
sebagai perendam.
Buang semua sisa makanan dlam kantong plastik hitam
Gunakan kompor yang tidak berasap untuk mencegah karyawan terkena
komplikasi pernafasan

246
BAB XXIV
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LAINNYA

Katagori infeksi nosokomial lainnya yang memerlukan penanganan dalam perawatan


pasien yaitu :
a. Infeksi ulkus dekubitus
b. Infeksi pleblitis

Infeksi ulkus dekubitus


Infeksi kulit dapat terjadi akibat pajanan sejumlah prosedur di rumah sakit akibat : tirah
baring lama, kurang nutrisi, kurang jaringan lemak, usia lanjut, kelainan pembuluh darah
perifer, inkontenensia urin atau feses, gula darah yang tinggi .

Kriteria Infeksi Ulkus Dekubitus


Ulkus dekubitus mencakup ulkus dangkal dan dalam: Pasien mengalami minimal 2 gejala
atau tanda tanpa sebab yang jelas yaitu kemerahan, nyeri, pembengkakan tepi dekubitus
dan minimal salah satu dari:
a. Kultur organisme positif dari cairan atau jaringan
b. Kultur organisme dari darah
c. Pus saja tidak memastikan adanya infeksi
d. Kultur organisme dari permukaan ulkus decubitus belum cukup
membuktikan bahwa telah terjadi infeksi. Cara pengumpulan spesimen

247
yang benar adalah aspirasi jarum cairan atau biopsi jaringan dari bagian
tepi ulkus
Penanggulangan :
- Cuci tangan
- Kewaspadaan Standard
- Lakukan perawatan luka decubitus sesuai standar prosedur baku
- Pembuangan sampah/ bekas perawatan luka sesuai standar prosedur
- Bila ditemukan tanda-tanda infeksi, segera tulis pada form nosokomial dan
beri tahu ke Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi

Plebitis :
adalah tanda-tanda peradangan pada daerah sekitar insersi pemasungan intra vena kanula
perifer

Jenis-jenis pleblitis:

1. Mechanical plebitis
Penyebab: - iritasi akibat penggunaan kanula yang terlalu panjang/besar untuk ukuran
pembuluh yang diinsersi
- Terjadinya pergerakan kanula
- Manipulasi kateter yang terlalu sering
2. Chemical plebitis
Penyebab : - Larutan infus yang bersifat asam atau basa
- Penambahan zat aktif aditif untuk meningkatkan tonisitas dapat
meningkatkan resiko phlebitis
- Partikulat larutan infus menyebabkan penyumbatan kapiler pada tunika
intima pembuluh darah
3. Bacterial plebitis
Penyebab: - larutan infus terkontaminasi karena tehnik aseptik yang kurang baik
pada saat pencampuran larutan
- Penyiapan kulit pasien yang tidak memadai

248
- Kemasan larutan infus rusak atau bocor
- Pembersihan sisi injeksi yang kurang baik

Kriteria Plebitis
Pasien mengalami minimal 2 gejala atau tanda tanpa sebab yang jelas yaitu kemerahan,
nyeri, panas, pembengkakan pada daerah penusukkan.
Stadium pblebitis :
1+ adalah nyeri pada daerah insersi, eritema/edema, namun belum teramati
pembentukan streak maupun palpable cord.
2+ adalah nyeri pada daerah insersi,eritema/edema, teramatinya pembentukan
streak namun tampa palpable cord
3 + adalah nyeri pada daerah insersi, eritema/ edema, teramatinya pembentukan
streak dan palpable cord

Penanganan Infeksi Pleblitis


Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik yang memadai untuk penyiapan larutan dan
insersi kanula
Infusat yang berupa larutan hipertonik diberikan melalui pembuluh darah yang
besar atau central venous
Lakukan prosedur penggantian kanula pada sisi insersi sesuai dengan ketentuan
Intra venous Nurse Society Practise ( dalam 72-92 jam)
Pilih ukuran kanule yang terkecil dan terpendek sesuai kebutuhan terapi
Lakukan stabilisasi dengan menggunakan plester yang memadai

Lakukan perawatan dekubitus dan plebitis sesuai standar keperawatan, bila ditemukan
tanda-tanda infeksi dan dekubitus, segera tulis pada form nosokomial dan beri tahu ke Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

249
BAB XXV

KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Pendahuluan

Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Institusi Rumah Sakit selalu meningkatkan mutu pada struktur, proses dan hasil, namun
dirumah sakit selalu saja ada kejadian tidak diharapkan ( KTD )
Di Rumah Sakit terdapat dua komponen governance yaitu Corporate Governance dan
Clinical Governance
Pelaksanaan Corporaate menimbulkan risiko perusahaan seperti risiko asset, risiko
tuntutan hukum, risiko kelalaian karyawan, risiko akibat kesel;amatan sistem operasional,
risiko korupsi, tindakan kriminal
Pelaksanaan klinis menyebabkan risiko klinis seperti risiko kesalahan medis, risiko
komplain pasien, risiko klaim pasien, risiko infeksi nosokomial.
Keselamatan Pasien Rumah Sakit /KPRS ( Patient Safety )
Merupakan suatu sistem dimana Rumah Sakit membuaat asuhan pasien lebih aman, hal ini
termasuk assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungaan dengan

250
risiko pasien,, pelaporan & analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjut
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yaang seharusnya diambil.

Rumah Sakit merupakan institusi dengaan kerumitan/ komplesitas yaang padat dan
Kejadiaan Tak Diharapkan mudah terjadi, WHO menyimpulkan Kejadian Tak Diharapkan
di Rumah Sakit adalaah masalah yang serius, dan Keselamatan Pasien sudah merupakan
gerakan global.
Sistem KP-RS merupakan integrasi dari semua komponen asuhan keperawatan pasien dan
merupakan bagian dari penerapan manajemen mutu Pelayanan serta manajemen rIsiko
dengan tujuan menekan /mencegah KTD.
Paradigma baru adalah keterbukaan, Pelaporan Insiden, Analisis dan Belajar,
Kembangkan solusi, Kembangkan Komunikasi dengan pasien. Dokter merupakan ujung
tombak Patient Safety .

Pengertian
Keselamatan pasien (Patient Safety ) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman.

Manfaat Penerapan Ssistem Keselamatan Pasien


Budaya Safety meningkat dan berkembang
Komunikasi dengan pasien berkembang
KTD menurun
RIsiko Klinik menurun
Keluhan dan Ligitasi berkurang
Mutu pelayanan meningkat
Citra dan kepercayaaan masyarakat meningkkat, diikuti dengan
kepercayaan diri meningkat

251
Upaya Umum ( Klasik ) Keselamatan Pasien
Organisasi/manajemen
1. Regulasi Rumah Sakit
2. Regulasi Profesi
3. Standard Pelayanan
4. Standard Profesi
5. Good Corporate Governance, Komite Etik Rumah Sakit
6. Konsep dan evaluasi mutu
7. dan lai-lain

Pelayanan
1. Pengenddaalian Infeksi
2. Safe Blood Transfusi
3. Hospital Pharmasi
4. Pelayaanan Laboratorium, Radiologi

Upaya Khusus Keselamatan Pasien


Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit
1. Bangun Kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien
2. Pimpin ddan dukung staf anda
3. Integrasikan aktifitas risiko
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar ddan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien
7. Cegah cedera melealui implementasi sistem Keselamatan Passien

Standar keselamatan Pasien RS & Akreditasi Yan KPRS


I. Hak Pasien
II. Mendidik pasien dan keluarga

252
III. Keselamatan pasien ddan asuhan berkesinambungan
IV. Penggunaaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi
dan meningkatkan keselamatan pasien
V. Peran kepemimpinan daalam meningkatkann keselamatan Pasien
VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasienn
VII. Komunikasi mmerupakan kunci bagi staf untuk mencapai kkeselamatan pasien

TUJUAN PELAKSANAAN PROGRAM KPRS


Umum
Meningkatkan mutu layanan
Meningkatkan kepercayaan & kepuasan pelanggan

Khusus
Meningkatkan budaya melapor KTD
Meningkatkan keterbukaan pelayanan
Menurunkan angka KTD
Melaksanakan program pencegahan timbulnya KTD
Mengurangi kesalahan identifikasi pasien
Meningkatkan komunikasi yang efektif
Mengurangi angka kejadian pasien jatuh dari tempat tidur
Menekan kesalahan pemberian obat
Membudayakan kebersihan tangan
Mengurangi kesalahan dalam tindakan operasi

253
Masalah masalah yang ditemukan dilapangan
Masih ada budaya saling menyalahkan.
Masih takut melapor KTD
Masih ada pelaksana yang belum transparan
Sumber Daya Manusia belum ada
Sosialisasi ke pelaksana belum tercapai
Sarana prasarana pendukung program

PROGRAM PATIENT SAFETY


Pelatihan program Patient Safety
Membuat struktur organisasi Patient Safety
Membuat buku saku, poster, alert
Survey budaya Patient Safety (PS)
Membuat laporan kejadian
Sosialisasi hasil survey budaya Patient Safety & laporan Kejadian
Pelatihan manajemen resiko
Membuat 6 Goals PS
Presentasi hasil kegiatan PS
Lomba penerapan PS

Implementasi Program PS lainnya antara lainnya:


Mencetak buku saku PS
Pembuatan Pin PS
Mencetak alert untuk 6 Goals
Membuat poster-poster
Memasang breaket cuci tangan di setiap ruangan & poliklinik
Memasang gelang utk identifikasi pasien
Memasang segitiga sesuai warna utk pencegahan pasien jatuh

254
PROTAP ALUR PELAPORAN KEJADIAN
1. Karyawan/i, medis/non medis yang mengalami/mengetahui/melihat KTD
(kejadian Tak Diharapkan) KNC (Kejadian Nyaris Cedera) melaporkan kepada
atasan langsung (Ka.Ruangan/Ka.Instalasi/Ka.SMF/Ka.Bidang/Ka.Bagian)
mengisi formulir laporan kejadian .
2. Form laporan kejadian ditulis tangan dengan rapi, dilarang
fotokopi/digandakan/disimpan sebagai arsip
3. Form ditandatangani oleh pelapor & atasan langsung kemudian diserahkan kepada
Tim Keselamatan RS & Keselamatan Pasien (Tim KRS & KP) pada waktu pulang,
dalam waktu 2 x 24 jam.
4. Setelah menerima laporan kejadian, atasan langsung menetapkan tingkat resiko
kejadian :
a.Hijau & biru, atasan langsung akan segera melakukan investigasi, paling lama 1
minggu untuk tingkat resiko hijau dan 2 minggu untuk tingkat resiko biru.
b.Kuning & merah, langsung melaporkan kepada tim KRS & KP & segera
menginformasikan kepada Direktur terkait.
5. Tim KRS & KP akan menelaah laporan kejadian & laporan investigasi sederhana
kemudian sesuai bidang lain, K3 & keselamatan pasien
6. Berdasarkan hasil screening, kejadian akan dibahas di masing-masing bidang
untuk kemudian dilakukan Analisis Akar Masalah (AAM/RCA) paling lama 45
hari, kecuali bila sangat diperlukan untuk menjawab komplain pelanggan, Tim
KRS & KP hrs memberikan jawaban analisa/investigasi paling lama dalam waktu 5
hari kerja.
7. Untuk keperluan analisis, tim investigator berhak meminta/meminjam
data/SOP/berkas yang berhubungan dengan kasus yang akan dianalisa.
8. Tim KRS akan melakukan hal-hal sbb:
a. Memberikan feed back ke unit yang melaporkan setelah proses telaah/
regrading.
b. Melaporkan hasil telaah kejadian/AAM kepada Waka Komite KRS & KP
RS.

255
c. Melaporkan ke KKP RS PERSI degan mengisi form laporan kejadian KKP
RS PERSI dengan sepengetahuan Ka.Komite KRS & KP.
d. Membuat solusi/ perbaikan improvement untuk pembelajaran di seluruh
jajaran RSP.
e. Mengevaluasi & mengedit ulang penerapan solusi di unit terkait, bila sdh
ada hasil dilakukan standarisasi & di sebarluaskan ke unit-unit.

Langkah-langkah Penerapan Keselamatan Pasien Rumah Sakit


1. Tetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola KPRS
2. Susun Program KPRS jangka pendek 1-2 tahun
3. Sosialisasi Konsep dan Program KPRS
4. Adakan pelatihan KPRS bagi jajaran Manajemen dan Staf
5. Tetapkan Sistem Pelaporan Insiden ( Peristiwa Keselamatan Pasien)
6. Terapkan tujuh langkah menuju KPRS
7. Terapkan Standar KPRS dan lakukan Self Asesment dengan Instrumen Akreditasi
Pelayanan KPRS
8. Program Khusus KPRS
9. Evaluasi Peiodik Pelaksanaan Program KPRS KTD

Tetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola KPRS


Nama dan kedudukan /posisi ditetapkan sesuai kondisi rumah sakit
Sumber Daya Manusia: Dokter, Perawat, Farmasi
Tugas: mengelola program KPRS
Pilih pengerak di unit-unit
Siapkan dukungan sarana administrasinya

Susun Program KPRS jangka pendek 1-2 tahun


Konsep dan program KPRS bersifat dinamis, banyak hal baru akan timbul
dalam jangka pendek
Sebaiknya program disusun setelah sosialisasi umum dan staf mendapat
pelatihan KPRS

256
Sosialisasi Konsep dan Program KPRS
Sosialisasikan konsep dan program KPRS kepada seluruh staf rumah sakit

Adakan pelatihan KPRS bagi jajaran Manajemen dan Staf


Pelatihan KPRS ddapat dilakukan dengan inhouse training, pelatihan staf
diluar ddalam group besar atau kecil

Tetapkan Sistem Pelaporan Insiden ( Peristiwa Keselamatan Pasien)


Buat formulir laporan insiden dan SOP
Formulir laporann dapat bersifat anonim, namun untuk analisis yang
memadai dibutuhkan nama terkait dan insiden
Laporan harus dalam waktu 24-48 jam. Laporaan tidak boleh difotocopy,
haanya disimpan dikantor TIM KPRS, tidak disimpan dalam file status
pasien
Contoh hal yaang perlu dilaporkaan: salah diagnosa ddan berakibat buruk
pada pasien, kejadiaan yaang terkait pembedahan, kejadian yang terkait
dengaan pengobatan & prosedur, kesalahan obat, folow up yang tidak
memadai, pasien jatuh, benda asing tertinggal pada pasien, kejadian lain
berakibat pasien cidera

Terapkan tujuh langkah menuju KPRS


Pelajari dan diskusikan secara kelompok Tujuh Langkah menuju KP
Awali langkah-langkah yang paling strategis dan yang dapat dijangkau

Terapkan Standar KPRS dan lakukan Self Asesment dengan Instrumen Akreditasi
Pelayanan KPRS
Pelajari struktur-Proses- hasil KPRS pada standard KPRS
Terapkan standar tersebut dengan bantuan menerapkan Instrumen
Akreditasi Pelayanan KPRS

257
Secara periodik lakukan asesmen dengan Instrumen Akreditasi Yan KPRS

Program Khusus KPRS


Beberapa program praktis KPRS dapat bermanfaat bagi tahap awal
peneraapan KPRS
Contoh: Program Hand Hygiene

Evaluasi Peiodik Pelaksanaan Program KPRS KTD


Metode & frekuensi evaluasi perlu ditetapkan agar proses pembelajaran
berjalan intensif, sehingga perbaikan/perubahan terlksana secaara
berkesinambungan

Kedudukaan Keselamatan Pasien rumaah Sakit


Alternatif kedudukan Keselamatan Pasien di rumah ssssaakit
Dalam satu Komite/Unit/Tim:Keselamatan Pasien-Mutu Pelayanan-
Manajemen Resiko,dibawah Direktur Utama
Dalam satu Komite/Unit/Tim: Keselamatan Pasien-Mutu Pelayanan,
dibawah Direktur Utama
Dalam satu Komite/Unit/Tim: Keselamatan Pasien- Manajemen Resiko
dibawah Direktur Utama, Manejemen mutu terpisah
Dalam satu Komite/Unit/Tim: dibawah Direktur Utama
SubKomite/Unit/Tim Keselamatan Pasien, dibawah Komite Medik

258
DAFTAR PUSTAKA

1. Barbara M. Soule. The APIC curriculum for Infection Control Practice


Volume 1, Kendal/Hunt Publishing Company. 2004

2. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Manejerial Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
lainnya. 2007

3. Graham AJ. Ayliffee.et.al. Control of Hospital Infection A Practical Hand


Book . Fourth Edition; Arnold London, 2000

4. LingMoi Ling. et.al.Handbook Infection Control for Health Care Worker,


Excerpta Medica Asia Ltd, Hongkong . 2004.

5. Horan Murphy E.et al. APIC/CHICA-CANADA infection controland


epidemiology: Professional and Practice Standards. www. Apic. 2004

259
6. International Federation of Infection Control, Basic Concepts of Infection
Control IFIC ,2007.

260

You might also like