Professional Documents
Culture Documents
Jakarta, 2008
Assalammu'alaikum wr-wb.
Ungkapan puji dan syukur kepada Allah SWTselalu kica panjackart, karcna berkat rahmac
dan karunia-Nya, kita telah mendapatkan kesehacan dan kesempacan, sehingga buku Ajar
Respirologi Anak ini dapat dicerbitkan. Terima kasih yang cidak terhingga kami ucapkan
kepada para anggota UKK Respirologi PP IDAI atas berbagai usahanya untuk nlembuat
suatu buku ajar. Kami menyadari sepenuhnya betapa perjuangan ini memakan waktu-dan
pikiran yang sangat berharga serca melatui perdebatan yang cukup seru. Akan cetapi, berkat
dedikasi yang sangat tinggi dari para anggoca, akhirnya buku ajar ini dapac diterbickan.
Penerbican buku ajar ini diharapkan mampu nlenurunkan angka underlwerdiognosis
lnaupun under/overtreatmmt kasus respiracorik, sehingga anak mendapac pelayanan yang
prima. Dengan demikian, kualitas hidup anak dapat meningkat dan tun~buhkembang anak
dapat berlangsung secara optimal sesuai dengan porensi genetiknya.
Sesuai kata pepatah bahwa tidak ada gading yang tak retak, kami pun rnenyadari
nlasih cerdapat kekurangan dalam buku ini. OIeh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar penerbitan berikutnya lebih sempurna.
Akhirnya, sekaIi lagi kanli sampailian penghargaan dan rasa terima kasih yang
tidak cerhingga kepada para anggota UKK Respirologi PP IDAI dan semua pihak yang
telah menlbantu terbitnya buku ajar ini. Semoga amal dan budi baik sejawat nlendapackan
balasan yang sesuai dari Allah SW?; dan semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
~assalammu'alaikumwcwb.
Assalamuaiaikum wr.wb
I
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkac dan rahmatNya Buku
Ajar Respirologi Anak dapat terbic. Buku Ajar ini merupakan salah satu persentbahan
dari Unit Kerja Koordinasi(UKK) Respirologi Ika tan Dokter Anak Indonesia yang sangac
bermanfaat dalam upaya penanganan kasus respiratorik anak di Indonesia.
Pada kesempacan ini segenap jajaran Pengurus Pusat lkatan Dokcer Anak Indonesia
mengucapkan selamat kepada semua teman sejawat yang tergabung dalam UKK Respirologi
IDAI atas ke rja kens dan kesungguhan dalam menerbickan Bu ku Ajar Respirologi Anak
ini. Buku ini diharapkan akan menjadi referensi bagi peserta program studi Ilmu Kesehatan
Anak serta dokter spesialis anak di manapun mereka berada dalam upaya penanganan
kasus respiratorik anak sesuai dengan standar kompetensi serta rnenambah khasanah
ilmunya dalam rangka pendidikan kedokteran berkeIanju tan. Dengan cerbitnya buku ajar
ini berarti UKK Respirologi IDAI celah turut memberikan sumbangsihnya dalanl upaya
rnencapai salah satu tujuan IDAI itu sendiri, yakni turuc meningkatkan derajat kesehatan
dan kesejahteraan anak Indonesia.
kkhimya, terlepas dari berbagai ke kurangan yang ada, semoga bu ku ini berntanfaac
bagi teman-ceman sejawat demi masa depan anak-anak Indonesia.
Penyunting
Cissy B Karcasasmica, Prof, Dr, MSc, PhD, SpA(K) (Bandung)
Darfioes Basir, Prof, Dr, SpA(K) (Padang)
Dwi Wastoro Dadiyanco, Dr, SpA(K) (Semarang)
Heda Melinda D Nataprawira, Dr,MKes, SpA(K) (Bandung)
HMS Chandra Kusuma, DR, Dr, SpA(K) (Malang)
Imam Boediman, Dr, SpA(K) (Jakarta)
Landia Setiawati, Dr, SpA(K) (Surabaya)
Magdalena Sidhartani Zain, Dr, SpA(K) (Semarang)
Mardjanis Said, Prof, Dr,SpA(K) Oakarta)
Nastiti Kaswandani, Dr, SpA (Jakarta)
Noenoeng Rahajoe, Dr, SpA(K) (Jakarta)
Putu Siadi Purnici, Dr,SpA (Denpasar)
Ridwan M Daulay, Dr, SpA(K) (Medan)
Roni Naning, Dr, SpA(K) (Yogyakarta)
ASMA
Epidemiologi Asma Anak
Cissy B Kartasasmita
Prevalens
Faktor risiko
Pedalanan alamiah
Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak
Bambang Supriyatno, Bob Wahyudin
Perkembangan proses patogenesis
Inflamasi saluran rapiratori pada asma
Inflamasi akut dan kronis
Inflamasi alergi
Remodeling saluran respitatori
Patofisiologi Asma
Makrnuri MS
Obstruksi saluran respiratori
Hiperreaktivitas saIuran respiratori
Orot polas saIuran rapintori
Hipemekresi mucus . .
4. TUBERKULOSIS
Epiderniologi
Cissy B Kartasasmita, DarFioes Basir
Prevalens
Faktor risiko
Patogenesis dan Perjalanan Alamiah
Nastiti N Rahajce, Damawan Budi-Setyanto
Imunologi Infeksi Myco bacterium TsrbercuIosis
HMS Chandra Kusuma, Landia Setiawati
Respons humoral rerhadap kuman TB
Respons imun selular terhadap kuman lB -
Imunopamgenesis TB
Diagnosis Tuberkulosis pada Anak
Nastiti N Rahajoe, Darmawan Budi Setyanto
Manifestasi klinis
. Pemctiksaan penunjang
Penegakan diagnosis
5 . ZNFEKSI RESPIRATORLK
EpidemioIogi
J a n M Wancania, Roni Naning, Audrey Wahani
Insidens dan prevalens
Faktor risiko
Pertimbangan penggunaan antibiotik
Rinitis
Roni Naning, Rina Triasih, Amalia Setyati
Definisi
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Tatalaksana
Pencegahan
Faringitis, Tonsilitis, Tonsilofaringitis Akut
Roni Naning,Amalia Se tyati, Rina Triasih
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Tatalaksana
Komplikasi
Otitis Media
Dwi Wastoro Dadiyanto
Definisi
Epidemiologi
Patogel ~esis
Enologi
Faktor prcdisposisi
Diagnosis
Tatalaksana
Pe ncegahan
Komplikasi
Prognosis
EpigIotitis
Kiagus Yangtjik, Fatimah Arifin
Epiderniologi
Etiologi
Gejala klinis
Diagnosis
Tatalaksana
Prognosis
CROUP (Laringotrakeobronkitis Akut)
Kiagus Yangtjik, Dwi Wasroro Dadiyanto
Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Patogenesis
Manifesrasi klinis dan perjalanan penyakic
Diagnosis
Tatalaksana
Komplikasi
Prognais
Bronkitis Akut .
Roni Naning, Hadianto Ismangoen, Arnalia Seryati
Bronkitis akuc virus
Bronkitis akut bakteri
Pejalanan dan prognosis
Bronkiolitis
MagdaIena Sidhartani Zain
Definisi
Etiologi
Epidemiologi
Patofisiologi
Diagnosis
Tatalaksana
Pencegahan
Prognosis
Pneumonia
Mardjanis Said
Eriologi
BUNGA RAMPAI
Kelainan Sistem Respiracorik akibat Refluks Gastroesofagus 384
Putu Suwendra, Putu Siadi Purniti, IB Subanada
Prevalens
Etiologi
Fisiologi rcflu ks
Refluks dan kelainan respiratorik
Kelainan respiracorik yang dapat menimbulkan refluks
Pcnyakit rcspiratorik akibat refluks ga'stroesofagus
Diagnosis
Tatalaksana
Laringotrakeomalasia
Noorleila Biran Affandi, Retno Widyaningsih
Patoffiiologi
Manifescasi klinis
Pemcriksaan penunjang
Diagnosis
TataIaksana
Prognosis
Obstructive Skzp Apnea Syndrome (OSAS) pada Anak
Bambang Supriyatno
Definisi
Epidemiologi
Patogencsis
Faktor rkiko
Pato fisioJogi
Manifestasi klinis
Diagnosis
Tatalaksana
Komplikasi
Simpulan -
PENJURUS
LAMPLRAN
xviii 6uk.uAjar
-.. .
Respirologi Anak
Respons inflamasi oleh sel fagosit terhadap aktivasi y ang ditimbulkan
ole h kuman TB.
Gambar 4.3.2 Sel T CD8+ terlibat dalam mengatasi infeksi kunlan TB melalui
me kanisme pelepasan sitokin, sitoeoksisicas melalui jalur gfanule.
dependent exoqtosir, sitotoksisi~asmelalui inreraksi Fas-Fas ligand, dan
aktivitas mikrobisidal langsung. l
. . ..
Gambar 7.7.2 Proses replikasi. .
1
Gambar 7.7.3 Bagan tata laksana kelainan pads' ana k hrsahgka terinfe'ksi HIV
Gambar 7.8.1 Gambaran normal timus pada' foto- roentgen dada, terlihat pelebaran
mediastinurn. Secara keseluruhan memberi kesan gambaran sail sign. -
25-HETE : 25-hydroxyeicotetr~icacid
AAP : American Academy of Pediatrics I
.Buku-Ajar ~espirologj.Anak
CAP :community acquired wmia
CAPS :childhood asthma prevention study
CCB :calcium channel blocker
CCR 5 :chemokine cell receptor 5
CD4+ :cluster of difjerentiatiun 4
CD8' : cluster oJ werentiation 8
CDC : center for diseases con trof
CF : fibrosis kistik
CFC : chlaro-fIuoro carbon
CFP : culture fillrate )rotein
CFR : case fatality rare
CFTR : cystic f i h s i s rransmembrane conduccnnce regulntor
CHARGE : Sindrorn coloborna, heart anomalies,choanai atresia,
retardation of growth and development, and genilal and ear
anmIies
CMI : cellular medialed immunity
CMV : cytomegalo uinu
CNS : central nervous system
CO : karbonmonoksida -
co2 : karbondioksida
COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease
CPAP : continuous positive airway pressure
CRP : C-reactive protein
CRS : resepcor komplemen
CS : cunle score
CSS : cairan serebrospina1
CT-scan : computed tomopaphy scanning
DAD : &fie alveolar damage
ddC : dideoksisitidin
ddI : dideoksiinosin
DHPG : Dihydroxyphenylglycol
DIC : dirsemimted in~ravascular coagulation
DIP : &quama tive interstitial pwumonitis
dkk. : dan kawan-kawan ..
DNA : deoxynbonucleotideacid
DOTS : directly observed treatment s hortcourse .
DPI : drj wh inhaler
DPL : darah perifer lengkap
DPT : Difteri Pertusis Tetanus
- DSS : Dengue shock syndrome
EBV : Epstein-Ban virus
ECM : extracellulir matrix ,.
. .
ECMO : extracorporeal m m branc oxygenation
EGF : epithelialgi-otuthfactor
Pzku ~ ) a Re5piM/ogi
r Anak xxiii
EIA engme irnmumsay
:
EIA Exercise-induced asthma
:
EKG : elektrokardiogram
ELISA : enryme-linked immunoabsorbentassay
ELIS poT TB : enryrne-linked immunospot interferongamma uncu k tu berkulosic
4
EMB : etamburol
EMTU : epithelial-mesench~ml~rokhicunil
EnaC : epithelial sodium channel
ERA : endothelin receptor antagorlist
ERV : expiratory reserve uolume
ESAT : early secreroly antigenic target
ETAC : early treatment of the atopic child
FDA : food and drug LzdminiStrasion
FDC : fixed dose combination
FEF : aliran ekspirasi punksi
FEV 1 : forced expiratoq volume in I second
FGF : fibroblast growth factor
FK UNSYIAH : Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
FKUI/RSCM : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Runlah Sa kit Cipro
Mangunkusumo --
K : kalium . ., -
K, : koefisien fillrasi
c
xxvi
- .
net : negative factor
NEJM : New England loun~al
of Medicine
N F-nB : nuclear factor-kB
NGT : nasogasiric tube
NHLBI : N a t i m I Heart, Lung, and B h d lmtiiute
<
NIH : N a r i m l Iwtirutes of Health
NK : natural killer
NKT cells : natural killer T cells
NNRTI : nonnucleostde reverse transcripme inhibitor
NO : nitric oxide
NRDS : neonatal respiratmy distress syndrome
NREM : nonrapid eye mwemmt
NRTI : nucleoside reverse tra-ptase inhibitor
NSAID : nomreroid antiinflammatoq drug
0, : oksigen
OAT : obac antituberkulosis
01 : obstmctive index
OR : odd ratio
OSAS : obstmctive sleep apneaasyndrome
OT : old tuberculin
PA : pacologi anatomi
PA : posteroanterior
PAP TB ' : Perokihse An ti Peroksidase
PAS : para-aminosalicyk acid
PBLD : polyckmd B ceU Iymphoproliferative disorder
PCA : postconceptual age usia pascakonseptual
PCD : prirna~ycitary dyskiwia
PCL : pericitiaq liquid hyer
PCR : polymerase chain reaction
PDA : patent ductus amriosus
PEEP : positive end t@iratory pessure
PEF : peak expiratory fiw; aliran puncak e kspirasi
PEFR : peak expi~atog fiw rate
PEP : positive expiratory pT+sure breathing
PFR : peakjbw rate
PGE2 : prostaglandin E2
PICU : pedratTic intensive care unit
PIV : parainluenza virus
PLH : Ctipetplasia limfoid paru -
PMN : polirnorfonuklear
PMO : pengawas menelan obat
PNAA. : Pedoman Masional Asma Anak
PNTA : Pedoman NasionaI Tuberkulosis Anak
PO , : pe; oral
VT : uentricubr tachycardia
WHO : World Health Organization
WSD :. water sealed drainage
YAPNAS : Yayasan Penyantung Anak Asma
- . . -
25-HETE . : 25-hyhxyeicotetraet10ic acid - ,
Perkembangan sistem respiratori terdiri dari tiga proses, yaitu rnorfogenzsis atau
pembencukan seluruh struktur yang diperlukan, adaptasi pernapasan pascanatal. d a n
pertumbuhan dimensiona1. Pada kebanyakan mamalia, n~orfogenesis dan adapcasi
pernapasan pascanatat terjadi rerutama sebelum atau tidak lama sesudah kelahiran-
Sebaliknya, pertumbuhan dimensional berlanjut sesudah kelahiran, dengall kectpacan
bergantung pada k e b u ~ han
u fungsional organ-organ lain dan aktivitas me tabolik.
Akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan (injury) sistem respiratori bergancung
pada tingka t keparahan, kronisitas, d a n waktu timbulnya kerusakan yang diksitkan
dengan masa ~ e r k e m b a n g a n n ~ aKerusakan
. yang timbul selama nlasa motiogcnesis
misalnya, cenderung menghasiIkan gangguan struktur dan fungsi respiracori yang be rat
d a n ireversibel, dan sering rnenurunkan kernarnpuan bercahan hidup (survival). -4kan
cetapi, kerusakan yang terjadi pada tahap lanjut pertumbuhan par" biasanya revceibel,
dan jika tidak, dapat dikompensasi oleh proses pertumbuhan icu sendiri.
1 Perkernbangan pranatal
1 .I.
Morfogenesis sistem respiratori pads manusia dibagi menjadi Iima periode sebagai kriku t
(Gambar 1.1.I).
Gambar 1.1 . I Perkembangan berbagai struktur paru pada lima tahap perkembangan
, paru pranatat.
Sumber: Haddad GG,Perez-Fonranjj. Dcvclopmcn~of rhe respiratory system. Dalnnr: Behrman RE,Kliegmx RM.Jcnson
HB. penyunring. Nclson texrbmk o f pediatrics. Philadelphia, WB Saunders Con~pany,2OOC.
sakular. Pada saat ini, saluran respiratori terminal terus rnelebar dan membentuk s t r u k t u ~
silindris yang disebut sakula. Permukaan dalam sakula yang awalnya halus, herkernbang
menjadi rigi-rigi atau krista-krista sekunder, yang berasal dari lipatan epitel dan mes&d&
peribronkial serta rnemiliki lapisan kapiler ganda. Jarak antara kapiler dan rongga-udara
potensiaI menjadi lebih sempit sampai akhirnya hanya dipisahkan oleh selapis membran - -
basal yang tipis. ~. . - .
Kapan tepatny a periode sakular berakhir dan periode alveo!ar dimulai, bergantung - pada.
definisi rnengenai struktur pernbentuk alveolus. Pernbentukan alveolus sebelum lahir
tidak dibutuhkan untuk bertahan hidup. Hal ini dituhjukkan dah hasil pehilitian pada
binatang rendah (seperti tikus atau kelinci), terlitlat bdhrva
.. alveolus &luF ada hihgga*
. - . ,
.
,
.
- .
pemberian glukokortikoid prana tai dapat mencegah sindrom gawat napas yang disebabkan
, . ., .
6 l o gk /
BvKu ~ i a r ~ ~ e s ~ i r oAna
oleh prematuritas: Harus terdapat jarak waktu yang cukup antara pemberian steroid dan
kelahiran, karena kerja steroid tersebut melibatkan gen apoprotein dan gen enzirn
fosfolipid, yang membutuhkan pembentukan messenger RNA. Hormon tiroid juga
n~eningkackansintesis fosfolipid melalui mekanisme yang diperantarai reseptor (receptot-
mediated), namun tidaldsedikic berpengaruh terhadap sintesis apoprotein surfaktan.
Sebaliknya, agonis P-adrenergik dan agen lainnya p n g meningkatkan
adenosinmonofosfat siklik selular, akan meningkatkan sintesis apoprotein dan sekresi
fosfatidilkolin ke dalam ruang udara, namun tidak memiliki efek terhadap sintesis
fosfolipid. Insulin, hiperglikernia, ketosis, dan androgen mungkin memiliki efek negatif
terhadap produksi protein surfaktan dan fosfolipid. Hal tersebut menjelaskan tingginya
insidens sindrom gawat napas pada bayi dari ibu diabetik, dan sedikit terlan~batnya
pematangan paru pada janin laki-laki jika dibandingkan dengan janin perempuan.
Protein surfaktan dan lipid juga memainkan peran penting dalam imuni tas paru,
walaupun rincian molekularnya belum diketahui. Protein surfaktan A dan D adalah lectin
(berikatan dengan karbohidrat) dan termasuk famili gen cokclin. Protein-protein yang
terdapat di dalam serum dan paru ini akan menstimulasi figosicosis dan kemoraksis,
menghasilkan spesies oksigen reaktif, dan mengatur produksi dan pelepasan simkin oleh
sel-sel imun. Sebaliknya, lipid surfaktan dapat menekan imuniras. Rasio ancara Iipid
surfaktan dan protein mungkin penting dalam pengaturan status imun paru. Hal ini
mungkin pencing pada bayi premacur dan neonatus yang kekurangan protein surfaktan;
pada penelitian binatang, tikus dengan defisiensi SP-A memiliki masalah infeksi yang
berat.
Paru janin merupakan organ sekretorik. SeIama kehamilan; cairan kaya ion Cl',
K', dan H+dihasilkan di daIam ruang udara paru dengan bantuan pompa CI'. Adanya
cairan ini tampaknya penting bagi perkembangan asinus, karena drainase kronik cairan
trakea pada binatang percobaan mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru. Yamun,
sekresi cairan tidak kompatibeVsesuai dengan pernapasan-udara. Oleh karena icu, untuk
mempersiapkan kelahiran, produksi cairan paru berkurang p-eriahan pada akhir
kehamilan. Penurunan ini dipercepat dengan dimulainya persalinan, yaitu terjadi
perubahan aktivitas transfer ion oleh epitel paru, dari sekresi C1- (dan air) menjadi
absorpsi Na+ (dan air). Pada binatang krcobaan, perubahan ini dapac dipercepac dengan
pemberian agonis P-adrenergik, dengan dosis yang menghasilkan kadar dalam serum
sebanding dengan kadar pada persalinan. Stimulasi reseptor P bukanlah satu-satunya.
rangsang yang berhubungan dengan persalinan, sebab pembersihan cairan di dalam paru
janin dapat diharnbat oleh Na-channel-block&nniiloride, retapi tidak oleh PMocker.
Setelah kelahiran, sisa cairan dalam paru diserap selama beberapa jam ke. d+am
sirkulasi, baik secara langsung melalui pembuluh-pembuluh paru, maupun tidak langsung -
rnelalui sistem limfatik. Elemen selular yang bertanggung jawab terhadap sekresi :dan -
absorpsi cairan dalam paru tidak sepenuhnya diketahui. Epitel alveolar .macur tidak.
berperan penting dalam sekresi cairan, sebab sekresi cairan tersebut- teIah terjadi sebelum
alveolus atau bahkan sakula terbentuk. Sebaliknya, sel-sel alveolar mungkin memainkan
peran protagonistik dalam absorpsi cairan. Pneumosit t i p 11 mungkin terlibat, karena sel-
sel ini meIiputi. norsi permukaan ruang. udara yang lebiti besar pada neonatus, daripada
percobaan yang tidak memiliki channel ini mengalami edema paru dan mati ridak lama .
setelah iahir.
Pada saat Iahir, sirkulasi paru berubah dari sistem dengan resistensi-tinggi menjadi
resistensi-rendah, sehingga aliran darah paru dapat mengakomodasi aliran balik vena '-
sistemik. Perubahan resistensi ini terjadi akibac kombinasi gaya mekanis pada dinding i
vaskular paru yang disebabkan oleh ekspansi jaringan paru, dan relaksasi otot plos arceri
pulmonal akibat peningkatan konsentrasi oksigen alveolar serta mungkin karena
pelepasan vasodilator endogen. Selanjutnya, terjadi penutupan foramen ovaIe dan duktus
arteriosus yang akan mernisahkan sirkulasi paru dengan sirkulasi sisternik. Tekanan
oksigen arterial kemudian meningkat secara tajam dan menjadi homogen Ji seluruh
tubuh. Resistensi vaskular paru terus nlenurun secara bertahap selama beberap minggu
pertama se telah kelahiran, melalui proses-remodeling s tru ktural otot-otot pembulu h dara h
paru.
Perkembangan paru pascanaral dapar dibagi menjadi 2 fase, bergantung pada laju relacif
perkembangan berbagai komponen paru. Selama h s e pertama yang terjadi tiingga 18
'buIan pertama setelah kelahiran, terdapat per tambahan yang tidak proporsional pada
permukaan dan volume komparcemen yang terlibat dalam ~ e r t karan u gas. Volun~e
kapilerra bertambah lebih cepat daripada volume ruang udara-yang nand akan
meningkat lebih cepat daripada volume jaringan padat. Per ubahan ini terjadi terutama
melalui proses pembentukan septum alveolar. Proses ini terutama aktif pada awal nlasa
bayi dan, berlawanan dengan yang di~akinisebelumnya, menjadi lengkap dalam 2 tahun
pertama kehidupan, bukan 8 tahun pertama. Konfigurasi r uang udzra mcnjadi semakin
kompleks, bukan hanya karena perkembangan septum baru, tetapi juga karena
pemznjangan dan pelipatan struktur-struktur alveolar yang sudah ada. Segera setelah
keIahiran, sistem kapiIer ganda yang ada di septum 'alveolar janin berfusi menjadi satu
sistem yang lebih padat. Pada waktu yang sama, cabang-cabang arteri dan 1-ena baru
berkembang di dalam sistem sirkulasi asinus dan otot-otot mulai muncul di dalam lapisan
medial arteri intraasinus.
Selama fase kedua, seluruh kompartemen berkembang lebih proporsional satu
sama lainnya. Walaupun terdapat sedikit pertany aan mengenai apakah alveolus baru
masih dapat dibentuk, sebagian besar pertumbuhan terjadi melalui pertambahan volun~e
alveolus yang sudah ada. Permukaan alveolus dan kapiler membesar secara pardel dengan ;
pertumbuhan somatik. Sebagai akibatny a, individu yang tubohnya lebih tinggi cenderung
memiliki yang Iebih b-sar. Namun, ukuran akhi: paru dan ukuran ssinui individu
i
' - Buku Ajar Hespirologi Anak. . . ,:
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor certentu, seperti tingkat aktivitas individu dan derajat
oksigenasi (altitude), yang memungkinkan adaptasi struktur dan fungsi paru yang lebih
baik. Faktor yang sama mungkin juga berperan dalam respons kompensasi terhadap
penyakit dan cedera pada paru.
Daftar pustaka
1. Haddad GG,Perez-Fontan JJ. Development of the respiratory system. Dalam: Behnnan RE, Kliegrnan
RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke- 16. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2000. h. 1235-8.
2. Sadler W . Sistem pernapasan. Dalam: Sadler TW, penyunting. Ernbriologi kedokteran Langman. Edisi
ke-7. Alih bahasa Joko Suyono.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000. h. 233.
Siscenl respiracorik pada rnanusia dibagi menjadi dua yaitu iespiratorik atas dan
respiratorik bawah. Respiratorik acas mulai dari lubang hidung sampai dengan faring dan
respiratorik bawah mulai dari laring sarnpai alveolus.
Hidung merupakan organ yang percama kali dilewati oleh udara. Hidung memberikan
kelembaban dan pemanasan udara pernapasan sebelunl masuk ke nasofaring. . Hidung
Iuar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari acas sampai bawah: pangkal hidung,
dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung. Hidung luar dibencuk
oIeh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kuIit, jaringan ikat dan beberapa
ococ kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan rnenyempitkan lubang hidung. Kerangka
culang cerdiri dari tuIang hidung (0s nasalis), prosesus frontalis os nlaksila dan prosesus
nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terlecak di, bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis laceralis
superior, sepasang kar tilago nasalis la~eralisinferior yang disebuc kar tilago alar mayor dan
beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung merupakan kavum nasi yang dipisahkan oleh septum. Lubang
depan disebut sebagai nares anterior dan tubang belakang merupakan koana yang
mernisahkan antara kavum nasi dengan nasofaring. Septum dilapisi oleh perikondrium
pada bagian rulang rawan dan periosteum pada bagian tulang sedangkan bagian luar
dilapisi oleh rnukosa hidung. Bagian dari kavum nasi yang tepat berada di belakang nares
anterior disebut vestibulum, yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambuc
panjang. Dasar rongga hidung melekat dengan palatum durum dan sebagian besar dari
acap hidung dibentu k oleh epitel olfaktorius dan 'lamina kribitormis os ethmoidaIis, yang
memisahkannya dengan rongga tengkorak.
Rongga hidung rnemiliki 4 dinding dan pada dinding lateralnya terdapat 3 buah
konka yaitu konka superior, konka media dan konka inferior (Gambar 1.2.1). rongga yang
cerlecak diantara konka disebut sebagai meatus. Bergantung pada Ietaknya, meatus dibagi
menjadi 3 yaitu meatus inferior, medius d'an superior. Meatus inferior terletak di antara
konka inferior dan dasar hidung dengan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus
inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di bawah konka
medius dan merupakan saluran yarig penting karena hampir seluruh sinus bermuara. di
saluran ini, yang kemudian membentuk ostko-rneatal kompleks. Adanya kelainan pada
daerab ini dapat mengganggu venkilasi dan bersihan rnukosiliar sehingga rnernpermudah
te rjadinya rinosinusiris. Meatus supehor rnerupakan muara dari sinus spenoidalis.
Rongga hidung merupakan saluran respiratoti primer pada saat bernapas. Saat
bernapas dengan menggunakan per napasan hidung, terdapat tahanan sebesar lebih dari
50%, dari seluruh tahanan pada saiuran respiratori. Tahanan rersebuc dua kali lipat lebih
banyak bila dibandingkan dengan pernapasan mulut.
1..2.2 Faring
Faring rnemiliki 3 bagian yang terdiri dari nasofaring yaitu bagian yang langsung
berhubungan dengan rongga hidung, kemudian dilanjutkan dengan orofaring dan cerakhir
adalah Iaringofaring (gambar 1.2.2).
Laring terletak setinggi servikaf ke-6, berperan pada proses fonasi dan sebagai k2r-l~
uncck
n~elindungisaluran respiratori bawah (gambar 1.2.3). Organ ini cerdiri dari tc:lng dzn
'
kumpulan tulang rawan yang disatukan olah ligamen dan ditutupi oleh ocot dan :\embrzn
i mukosa.
Epiglotis
0 s Hioid
Lipatan Ariepiglotika
Tuberkulum Epiglotis
Kartilago Tiroid
Pita suara
Ventrikel laring
Kartilago Krikoid
.
Gambar 1.2.3 Anatomi laring.
Sumbcr: Rajagopal, Paul J. AppIied anatomy and physiologyofthe airwayand breaching. Irtdian J. Ameirh 23:1:$9(4)::! :.
256.
- -.
1. Dorsum tidah
2. Lipatan glosoepiglotika
3. Epiglotis
4. Pita suara
5. tipatan Vestibular
6. Lipatan Ariepigloti ka
7. Tuberkulum kuneiforrnis
8. Tuberkulum Kornikulata
9. Cincing trakea
1 Pada bagian dalam laling terdapat 2 Iipatan yang menyatu pada bagian depan
i serta memiliki mukosa yang berwarna n~erah.Lipatan ini disebuc sebagai pita suara paIsu.
Pada bagian bawah lipatan terdapat ruangan yang disebut sebagai ventrikel. Bibir bawah
ventrikel dibentuk oleh otot yang disebut: sebagai pita suara asli. Bagian anterior pita suara
asli melekat pada garis tengah sampai pennukaan posterior kartilago Tiroid dan bagian
posterior pita suara melekat pada kartilago aritenoid. Pada bagian bawah pita suara
terdapat bagian tersempit dari laring yaitu celah subglotis yang membentang pada
membran krikotiroid.
. .
Trakea rnerupakan bagian dari saluran respiratori yang bentukny a meny&upai pipa, serta
memanjang mulai dari bagian inferior laring, yaitu setinggi servikal 6 sampai daerah
percabangannya (bifurkasio) yaitu ar.tara torakaI 5-7. Panjangnya sekitar 9-15 cm. Trakea
Bronkus utma
Brmkus utma
k A
- . - auku Ajar, Respirolagi Anak
Gambar 1.2.6 Skema anatomi bronkus dan bronkiolus
Sunlbcr: Clinical anatomy and physiology of lhc chest and lung. l~cc~:llwcb.u~its.nc.zn~Wr~~o11Ivres/C~9@6C-D6L'F-
4C44.8 185-914B4B1818CFfl1Rcs~ir;lto~~.df
1.2.5 Alveolus
Bronkiolus berakhir. pada suatu struktur yang menyerupai kantung, yang dikenal dengan
nama alveolus.' Alveolus terdiri dari lapisan epitet dan matriks ekstraselular yang
dikelilingi oIeh pembuluh darah kapiler. Alveo1,usmengandung 2 tipe sel utama, yaitu sel
tipe 1 yang membentuk struktur dinding alveolus dan seI tipe 2 yang yang rnenghasilakn
surfa ktan. Aleveolus memiliki kecenderungan untuk ko!aps karena ukurannya yang kecil,
bentuknya yang sferikal dan adanya tegangan permukaan. Namun ha1 tersebuc dapat
dicegah dengan adanya fosfolipid, yang dikenai dengan nama surfakcan, dan pori-pori
pada dindingnya.
Alveolus berdiameter 0,I mm dengan keteba'lan dinding hanya 0.1 pm.
Pertukaran gas terjadi secata difusi pasif dengan bergantung pada gradient konsentrasi.
Setiap paru rnengandung lebih dari 300 juta alveolus. Setiap alveolus dikelilingi ole h
sebuah pembuluh darah.
. -
Daftar pustaka
1. Beyorld the basics of respintow care: Pulmonary anatomy, Physiology, Evaluation and Intervention.
Orlando regional health care, educarion and development. 2Wj.
http://www.orlandohealth.com/~f%2Ofo1derfiyond%2OBasi~%2OResp.~f-
2. Clinical anatomy and physiology of the ches~and lung. http://web.wics.ac.za/NRIrdonlYres/C2479DBC-
. D60F-4C44-8 I B5-9 14B4B18 18CF/O/ReSpiratoryrypdf
3. Picard J. Anatomy. Cambridge University Press. www.cambridge.org.
4. hjagopal, Paul J. Applied anatomy and physiology o l the ainvay and breathing. Indian 1. Anaesrh
2005;49(4):251-256.
Catatan:
GERAKAN RUSUK dan VOLUME RONGGA DADA
Dalam keadaan istirahat, yaitu pada saat tidak ada
kontrabi otot, rusuk AB dan DC lunglai ke bawah
dan volume rongga dada sebanding dengan luas
ABCD.
Pada saat inspirasi terjadi kontraksi otot inspir'asi .
- ,
Tekanan pleura
Tekanan pleura adalah cekanan cairan di dalam rongga ancara pleura viseral dan pleura
parietal. Tekanan pleura pada awal inspirasi adalah cekanan subatn~osfersebesar kira-kira
-5 cmHzO. Angka ini adalah nilai yang dibutuhkan untuk menjaga agar paru recap
cerbuka pada keadaan iscirahac (default). _Kemudian, pada inspirasi normal, cerangkatnya
tulang-tulang rusuk juga akan meningkatkan tekanan negatif n~enjadisebesar kira-kira .
7,s cmH20. Perubahan tekanan pleura dari -5 menjadi -7,5cmHIO ini menyebabkan
peningkatan volume paru sebesar 0,5 liter. Pada saat ekspirasi, cerjadi peristiwa yang
sebaliknya.
Tekanan alveolar
Te kanan alveolar adalah tekanan udara di dalam alveolus paru. Dalam keadaan pica suara
terbuka dan tidak ada udara yang keluar masuk paru, tekanan di seluruh saluran
respiratori (terrnasuk alveolus) sama dengan tekanan atmosfer, yaitu dianggap rnerupakan
nilai dasar (nol) tekanan di dalam saturan napas. Nilai tekanan ini adaIah 0 cmH20. Agar
udara dapat masuk ke dalam alveolus pada saat inspirasi, tekanan alveolar harus sedikit
lebih rendah daripada tekanan atmosfer (di bawah 0, subarmosfer). Pada saat inspirasi
normal, tekanan alveolar turun rnenjadi -1 crnH20. Perubahan tekanan ini cukup untuk
menyebabkan masuknya udara ke dalam paru sebanyak 0,5 liter dalam wzktu 2 detik
(waktu yang dibutu hkan untuk melakukan inspirasi pada pernapasan normal). Pada saat
ekspirasi, terjadi perubahan sebaliknya. Tekanan alveolar meningkat menjadi 1 cmHzO +
dan menyebabkan keluarnya 0,5liter udara paru selama 2-3 detik ekspirasi. Jelas di sini,
dalam keadaan norrnaI, memerIukan waktu yang lebih lama untuk mengeluarkan
sejumlah udara dari paru dibandingkan dengan memasukkan udara ke dalam paru dalam
jumlah - yang s a q . Hal ini te rjadi akibat perbedaan diameter jalan napas, yaicu diameter
jalan napas Iebih besar pada saat inspirasi daripada ekspirasi.
Tekanari transpulrnonal adalah perbe+an tekanan anrara tekanan alveolar dan rekanan
pleura. Tklihhiri ini meiepresentasikan perbedaan tekanan di dalam alveolus dengan
Compliance paru
Derajat nrengembangnya paru setiap unit kenaikan tekanan ;ranspulmonal disebut
compliance. CompIiance total kedua paru pada manusia dewasa normal, rata-rata adalah
200 ml udara setiap cm H20tekanan transpulmonal. Berarti, setiap kenaikan tekanan
~ranspuln~onal sebesar 1 cm H20, volume paru bertambah sebesar 200 mi.
Compliance paru dipengaruhi oleh gaya-gaya elastisitas paru, yang cerdiri dari: 1)
gaya elastisitas jaringan paru, dan 2) gaya elastisitas yang ditimbulkan oleh tegangan
pernrukaan cairan yang melapisi bagian dalam alveolus dan rongga udara lainnya.
Gaya elastisitas jaringan paru terutama ditimbulkan oleh serat elastin dan kolagen
yang berjalinan di dalanl jaringan paru. Gaya elastisitas yang ditimbulkan oleh tegangan
pern~ukaanjauh lebih kornpleks, dan merupakan 213 dari seturuh gaya elastisitas paru
tlornral. Hal ini dibukcikan dengan percobaan yang nlenunjukkan bahwa tekanan pleura
yang dibutuhkan untuk mengembangkan paru yang terisi udara adaiah ~ i g akali lebih
besar daripada cekanan yang dibutuhkan untuk mengembangkan paru yang terisi larutan
salin. Berarti dapat disimpulkan bahwa ga,ya elastisitas jaringan paru yang cendetung
nlenyebabkan kolapsnya paru, hanya merupakan 113 dari total gaya elastisicas paru,
sedangkan gaya tegangan permukaan di dalam alveolus merepresentasikan 213-nya.
Berarti, makin kecil ukuran alveolus, makin besar tekanan yailg dicin~bulkan
oleh tegangan permukaan. Hal ini penting dikecahui untuk men~ahamimengapa bavi
premarur yang kecil cenderung mengalami kolaps paru. Bay i prenla tur kecil. denga n
ukuran alveolus yang sangat kecil serta surfaktan yang belum ada atau sangat sedikir,
. sangat mudah mengalami kolaps paw. Hal ini menyebabkan suatu kondisi yang
disebut sindrom gawat napas neonatus. Keadaan ini sangat fatal jika cidak diatasi
dengan tindakan tertentu, misalnya pemberian bantuan pernapasan dengan rekanan
positif secara kontinyu.
ditimbulkan oleh regangan permukaan dan elastisicas jaringan paru. Pada bagian ini aksn
dibahas tentang kondisi dinamis pada saat paru mengembang. Resiscensi dinan$ cerdii
dari: 1) resistensi saluran napas terhadap~aliranudara yang masuk ke dalam paru. J a n II
resistensi jaringan paru (visk.ositas), yaitu resistensi yang timbul pada saat terjadi
pergeseran ,antara satu bagian- jaringan dengan bagian yang lain. resist ens^ jaringn
merupa kan 20% dari seluruh resistcgsi dinamis.
, . .
. Resistensi saluran napas
Jika ;tau =airan mengalir rnelalii sebuah pipahaluran (saluran napar arau pxnbulu h
darah), terdapat prbedaan tekanan di antara kedua ujung saluran. Perbedaan teksnan hi
berganrung pada besar pan jenis aliran yang tirnbul. Pada aliran yang kecil, ams alir2-n
akan berjalan paraIel dengan dinding pipa (Gambar 1.3.2A).Dengan bertambahnys besar
aliran, aliran mulai menjadi tidak stabil dan membentuk pusaran kecil, terutama di daerah
percabangan (Gambar 1.3.20). Akhimya, pada aliran yang lebih besar la&, tirnbul aliran
yang tidak teratur yang disebut aliran turbulen (Gambar 1.3.2C).
Terbentuknya kedua jenis aliran ini ditentukan oleh kecepatan aliran, sifat fisis
gas acau cairan, serta ukuran pipa yang dilewati. Hal ini dapac dilihat pada persamaan
I
yang dibuac oleh Reynolds, yaitu sebagai beriku t:
Keterangan:
d = densitas
r = radius
v = kecepatan (velocity)
n = viskositas
LAMINAR TURBULEN
Gambar 1.3.2 Pola aliran gaslcairan di da!am pipa. A. Aliran laminar; 0. Aliran
transisional dengan pembentukan pusaran pada percabangan; C. Aliran turbulen.
Surnbcc West JB. Ventilation. Dalam: Respim~oryphysiology-thc esentials. Edisi ke-5. Raltimore, William & WilLiw,
1995.
Aliran laminar biasanya terjadi jika Re c1500, sedangkan aliran turbulen biasanya
terjadi pada Re >2000. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aliran curbulen
biasanya timbul pada kecepatan aliran yang ringgi, diameter saluran respiratori yang besar,
viskositas gaslcairan yang rendah, dan densitas gaslcairan yang tinggi.
Pada paru, dengan banyaknya saluran respiratori yang beicabang, aliran ' ~ a m h a r
murni mungkin hanya te jadi pada saluran respiratori yang sa'ngat kecil (nilai Re saniat
kecil). Aliran turbulen murni biasanya- timbuI di trakea terutama pada wakcu aktivitas,
yaitu ketika kecepatan aliran udara tinggi. Namun pada kebanyakanmcabangbronkiolur,
aliran yang timbul adalah transisionai.
Keterangan:
F = besar aliran (flow)
P = perbedaan cekanan di kedua ujung pipa/saluran
r = radius pipalsaluran
q = viskositas gaslcairan
L = panjang pipalsaluran
~ e k ~ rnernasukkan
a n persarnaan Poiseuille, didapatkan rurnus se bagai berikuc
Jika terdapat kelainan atau penyakit paru, ketiga nlacanl kerja inspirasi tersebut
dapat menjadi sangat meningkat. Compliance work dan tissue resisrance work akan
meningkat jika terdapat fibrosis paru, sedangkan airway resistance work akan nleningkac
pada penyakit yang menirnbulkan obstruksi jalan napas.
Pada pernapasan yang beradsulit akibat adanya penyakit paru, resistensi jalan
napas dan resistensi jaringan paru meningkat se hingga dibu tuhkan upaya e kspirasi
(kontraksi o tot-otot ekspirasi). Upaya ekspirasi ini kadang-kadang dapac lebih besar
daripada upaya inspirasi, misalnya pada asma, yang nlenyebabkan peningkacan resiscensi
jalan napas betkali-kali lipat pada waktu ekspirasi.
Pada keadaan normal, energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya ventilasi
paru hanya 3-5% dari energi total yang diperlukan oleh cubuh. Namun pada aktiviras
berat, jurnlah energi yang dibutuhkan dapat rneningkat ' hingga 50 kali lipar, rerurama
pada orang yang mengalami peningkatan resistensi jalan napas acau penu runan co~npliancr
paru.
Oksigen
Silinder oerekam
Air
Garnbar 1.3.4 Diagram yang menggambarkan perubahan volume udara paru pada
pernapasan normal, inspirasi maksimal, dan ekspirasi maksirnal.
Sumkr: Guyton AC, Hall JE. Pulmonary ventilation. Dalan~:Guycon AC, HaIl JE, pnyunting. T e x r b k >! medicai
physiology. Edisi kc- 10. PhiladcIphia,WB Saunders Company, 2000.
Anatomi dan.~isiafogi-SistehHespiratori 25
Volume paru
Pada Gambar 1.3.4, di sebelah kiri, dapat dilihac empat macam volume paru, yang jika
semuanya dijumlahkan hasilnya sama dengan volume maksimum paru yang
mengembang. Keempat volume paru tersebut adalah sebagai berikut.
I . Volume tidal (lidnl volume): volume udara yang diinspirasi da? diekspirasi pada setiap
pernapasan normal; jumla hnya kira-kira 500 ml.
2. Volume cadangan inspirasi (inspiratoq reserve uolume) : volunle udara t a n ~ bhan
a yang
masih dapat masuk ke paru pada saat inspirasi maksimum; jumlahnya biasanya sekitar
3000 ml. ,
3. Volume cadangan e kspirasi (expiratoq reserve volume): volunle udara cambahan yang
dapat dikeluarkan dari paru setelah ekspirasi maksimum; jumla hnya biasanya Lira- kira
I100 mI.
4. Volume residu (residual volume): volume udara yang rersisa di d a l a n ~paru setelall
ekspirasi pa ksa; jumlahnya sekitar 1ZOO ml.
Kapasitas paru
Untuk nlenguraikan berbagai kejadian dalam suatu siklus paru, biasanya dua atau lebih
volume paru dijumlahkan. Hasil penjumlahan volume paru ini disebut kapasicas paru.
Pada Gambar 1.3.3, di sebelah kanan, dap_at dilihac berbagai kapasitas paru yang penting-
Uraiannya adalah sebagai berikut.
I. Kapasitas inspirasi (inspisatory capacity) : Ilasil penjumlahan volume tidal dengan
volume cadangan inspirasi. Jumlahnya kira-kira 3500 ml, nlerupakan jumIah udara
yang 'dapat diinspirasi seteIah ekpirasi normal, dan nlenyebabkan mengembangny a
paru sampai maksimum.
2, Kapasitas residu fungsional finctional residual capacity) : hasil penjumlahan volu~ne
cadangan ekspirasi dengan volume residu. Fapasicas ini merupakan jumla h udara
yang tersisa di paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 ml).
3. Kapasitas vital (viral capacity): volume cadangzn inspirasi ditambah volume cidal dan
volume cadangan ekspirasi. Kapasitas ini merupakan jumlah maksimum udara yang
dapat dikeluarkan dari paru oleh seseorang yang melakukan ekspirasi maksimal
setelah meIakukan inspirasi maksimal (jumIahnya kira-kira 4600 mI).
4. Kapasitas paru total ( t o ~ llung capacity): kapasitas vital ditarnbah volume rzsidu.
merupakan volume maksimurn udara dalam paru yang dikembangkan dengan upaya
.sebesar mungkin.
-- Pada perempuan, seluruh- voluAL d a n kapasitas paru ini 20-25% lebih kecil 'i
daripada laki-laki. Pada orang' yang ukurannya tubu hnya lebih besar clan atlet is, niIai
voIume dan kapasitas paru juga Iebih besar.
- .
Penentuan kapasitas residu f ~ n g s i o n a l'(FRc), volume residu (RV), dan
'
kapasitas paru total (TLC)-metode dilusi helium I
Kapasitas residu fungsional, yaitu voIume udara yang tersisa di dalam paru pada akhir
ekspirasi normal, merupakan parameter fungsi paru yang penring untuk diketahui , karena
I
n
nilainya berubah secara bermakna pada beberapa peny akit par u. Spirome ter tida k dapat E
1
:. .. . . Buku-Ajar Respir~logiAnak
mengukur kapasitas ini secara Iangsung karena volume residu tidak dapat diekspirasi ke
dalam spirometer. Padahal, RV merupa kan setengah dari FRC.
Pengukuran FRC secara tidak langsung dengan spirometer biasanya dilakukan
dengan nletode dilusi helium. Caranya adalah sebagai berikuc. Spirometer dengan volume
yang telah diketahui diisi dengan udara dan dicampur dengan helium yang konsen~rasin~a
juga ceIah ditentukan. Sebelum bernapas dengan spirometer,' pasien diminca untuk
bernapas secara normal. Pada akhir ekspirasi, volume yang cersisa di dalam paru nilainya
sama dengan FRC.Pada akhir ekspirasi normal ini, pasien diminta uncuk segera bemapas
dengan spirometer, sehingga gas dalam spirometer mulai bercampur dengan gas dari
dalam paru. Akibatnya, helium mengalami dilusi oleh udara yang berasal dari FRC. dan
volume FRC ini dapat dihitung melalui derajat pengenceran helium Jengan
nlenggunakan rumus berikut:
Keterangan:
FRC = kapasicas residu fungsional
Ci = konsentrasi awal (initial) helium di spirometer
Cf , = konsencrasi akhir (fiml) heIium di spiiomerer
Vi s,,= volume awal (initial) spirome ter
Plethysmography
Pleehysmogr&y adalah metode pengu k,uran kapasitas residu fungsional dengai cara
rnerekam perubahan tekanan udardgas. Pasien ditempatkan di dalam sebuah ruangan
(box) khusus yang tertutup. Pasien dud uk di dalam sebuah .ruangan teltutup yang dibuac
sedemikian rupa sehingga pasien hanya dapat bernapas melalui sebuah pipa yang
dihubungkan ke muluc. MelaIui pipa tersebut dapat diukur tekanan gas di daIam paw.
Ruangan juga- dihubungkan dengan alac yang dap,at mengukur tekanan gas di- daIam
ruangan (Gambar 1.3.5). ,. - . . . .- ...
. . .
. .
. ,
Gambar 1.3.5 Plethysmography. Tekanan di dalam mulut dianggap sama dengan
tekanan di-dalam paru.
Sumber: JcffcriesA, Turtey A. Ventilation and gas exchange. Dalam: ]emeries A, Turley A, pn!.untin,o. Mo_ri*.'i
crash
course: respintory sysrcm. London, EIsevier Science Limited, 2002.
.-;.-.
*-
:
-!
saat inspirasi, ada sebagian udara yang hanya mengisi ruang rugi tersebut. Udark ini
dikenal sebagai udara ruang rugi (dead space a i ~ )karena tidak berguna untuk pertukaran
gas. Vo1,ume udara ruang rugi pada laki-laki dewasa rnuda adalah 150 hI. Volume ini
bertambah seiring meningkatnya usia. 1 -. . .
Kadang-kadang, beberapa alveolus tidak berfu;l'&i dengan baik kareda tidak ada -
atau sedikitnya aIiran darah yang memperdarahinya:- Alveolui y a G ieperti ini dianggap - . I
sebagai ruang rugi. Ruang rugi anatomis bersama dengan ruang rugi alveolus~disebut
sebagai ruang rugi fisiologis. Pada orang normal, ruang rugi anatomis dan fisiologis ini
hampir sama, karena harnpir selurub alveolus pada paru normal berfungsi dengan baik.
I
Ke terangan:
V, = volume ventilasi alveolar senlenit
Frek = frekuensi pernapasan per nlenit
VT = volume tidal
VD = volume ruang rugi fisiologis
Berarti, jika volume tidal adalah _500 ml, ruang rugi normal adalah 150 ml, dan
frekuensi respirasi lix/mer.it, rnaka vencilasi alveolar = 12 x (500-150)= 4200 mllmenit.
Venrilasi alveolar rnerupakan salah satu parameter u tama untu k nlenentu kan
konsentrasi oksigen dan karbondioksida di dalanl alveolus. Tidak semua bagian
paru memiliki fungsi ventilasi yang sama. Bagian bawah paru memiliki fungsi vencilasi I'
yang lebih baik daripada bagian atas.
berikut.
!:
- - Difusi terjadi dari tempat yang memiliki konsentrasi rendah ke ternpat yang nlemiliki
1.:
konsentrasi tinggi.
- Difusi akan terjadi sampai konsentrasi di kedua tempat tersebut sama. Gerakan acak
,
partikel akan terus berkngsung dan ha1 ini disebut keseirnbangan dinamis (dynamic
equilibrium).
I1;
- .
~ i f k rnelnlui
i rnembran diljra'ikan perrarna kali oleh Fick. Menuru t hukurn Fick, 1:
kecepatan difusi'wux, J)' ~ a t ' ku t niklalui nkrnbran sebanding dengan area permukaan I
rriembrai (AY, kelarutari (solubility) ;at dalam membran (S), dan perbedaan konsentrasi 1:
- antara kedua sisi membran, namun beibanding terbalik dengan ketebalan rnembran ( t )
'
I// /
dal;' k d r kiiadrat berat rnolekul z i t (dmol). Ringkasnya dapar dilihat pada persarnaan !
.. . .
berikut: . !
I
!I
i
S
J= dengan K =-
T m
Karena gas dalam alveolus berdifusi melalui membran dan kemudian larur di
dalanl darah, gaya yang mendorong perpindahan tersebuc adalah tekanan parsial gas.
Dengan demikian, kecepatan difusi gas melalui mernbran alveolus bergantung pada
pcrbedaan tekanan parsial gas di dalam aiveolus (PA)dan di dalam darah (P,),bukan
perbedaan konsencrasi. Maka persamaannya nlenjadi se bagai berikut:
cepat. Akibatnya, terjadi penurunan gradien tekanan parsial gas antarial$iolus dan
darah, sehingga gaya ya,ng diperlukan untuk berlan&ungny a difusi jb& menurun. ,.Oleh
-karena itu, jumlah ambilan N 2 0 oleh darah hampir seluruhnya bergantung pads
kecepatan aliran-darahdi dalarn kapiler paru. N 2 0 merupakan ialah-satu c o n t ~ h - gyang
q
perpindahannya ditentukan oleh perfusinya (pe4fiion limited ).
Gambar 1.3.6 Grafik hubungan tekanan parsial gas pernapasan dengan waktu di
dalam kapiler paru. Perpindahan N,O dipengaruhi oleh perfusi, perpindahan CO
dipengaruhi oleh difusi, sedangkan perpindahan 0,biasanya dipengaruhi oleh perfusi,
namun dapat berubah jika terdapat penyakit.
Sumbcr: Jelferie; A, Turley A. Ventilation and gds exchange. Dalam: Jcffcries A, Turlcy A, penyunting. !.:osby's crash
course: respiratory system. London, Ekevier Science Limited, 2002.
Waktu ya-ng dibutuhkan agar tekanan parsial oksigen mencapai nilai hla teat 1
adaIah kira-kira 0,25 detik. Volume kapiler paru pada keadaan istirahat adalah sekitar 75
ml, yaitu . kira-kira sama dengan voIiime sekuncup (sr~okevolume) ventrikel kanan.
Dengan demikian, darah di kapiler p-aru akan diganti setiap kali jantung berdenyuc, yaitu
kirarkira setiap 0,75 detik. Wak'tu -ini jauh 'melebihi waktu yang dibutuhkan untuk
rnernindahkan ok+igendaii alveolus ke dalarn pembuluh darah.
' '
Akan terapi, pada daat berolahraga, curah jantung (cardiac output) n~eningkatdan
kecepataa aliran- darah di dalam kapiler paru juga meningkat. Karena paru memiliki
kemampuan untuk merekrut kapiler baru dan memperlebar kapiler yang sudah ada, e fe k
Perpindahan karbondioksida
Difusi gas diuraikan di dalam hukum Graham, yang menyatakan bahwa keceparan difusi
dua gas yang berbeda, yang berada pada temperatur dan tekanan yang sama, berbanding
terbalik dengan akar kuadrac berat molekulnya. Rumusannya adalah sebagai berikut:
Akan tetapi, difusi gas di dalanl cairan bergantung pada kelarutan gas dalarn
cairan dan berbanding terbalik dengan akar kuadrar berat molekul. Karbondioksida dapat
berdifusi 20 kali lebih cepat daripada oksigen, padahal berat nlolekulnya sama. Berarti,
perbedaan keceparan difusi ini disebabkan oleh tingginya kelarutan karbondioksida.
Pada keadaan normal, perpindahan karbon dioksida ditentukan oleh perfusinya
(pefiion limited).
Kapasitas'difusigas
Telah diuraikan bahwa kecepatan difusi U) dapat dihitung dengan runlus J =
K.A. (PA-P,)/c. Namun, karena area pertukaran gas dan ke tebalan sawar gas-darah tidak
dapat diukur, kecepstan dihsi dihitung dengan rumus berikut:
DLadalah kapasitas difusi paru, yaitu kemudahan difusi gas ke dalam darah (kecepatan
ambilan gas dibagi dengan perbedaan tekanan parsial alveolus dengan darah).
- -
menarik napas sebanyak satu kali rnenggunakan- udara yang dicampur dengan
karbonmoniksida, lalu pasien menahan napas selarna kira-kira 10 detik. Setelah itu,
konsentrasi karbondioksida pada udara inspirasi dibandingkan dengan konsentrasi pada
Rasio ventilasi-perfusi
Rasio ventilasi-perfusi adalah perbandingan antara ventilasi alveolar semenit (V,) dan
aliran darah paru (a. V, biasanya adalah 4,2 Vmenit, sedangkan Q biasanya adalah 5,O
I/rr~enit.Maka, rasio venrilasi-perhsi normalnya adalah sebagai benkut:
#
Gambar 1.3.7 VentiIasi dan perfusi pada bagian basal paru (A) dan apeks paru (8).
Surnber:JelleriesA,Turley A. Perfusionand gas transport. Dalam: jcffcferies A. Turley A, penyunring. Mosby's crash coursc:
respiratory system. London, Elsevier Sciencc Limited, 2002.
penurunan PO2 arteri. Selain itu, terjadi pkningkatari ventilasi pada areaxi& deniari'nilai
.rasioventilasi-perfusi sampai dengan 10. Namun, area, paru d e w a n rasio ventilasi-perfusi .
yang tinggi ini tidak efisien bntu k membuang CO,. ~ i i i e inin akanmengalaini' hipoksernia .
arteri, rneskipun PCO, arteri normal. ~ a d ajenis penyakit' .
p a p lain,
- . .
polanpa dapat
berbeda.
,. ,.
. . ,
- .
Hubungan ventllasl-perfusi
Rasio ventilasi-perfusi
Rasio ventilasi-perfusi