Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pada tahun 1860, seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama William
Little pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu membingungkan
yang menyerang anak-anak pada usia tahun pertama, yang menyebabkan kekakuan
otot tungkai dan lengan. Anak-anak tersebut mengalami kesulitan memegang obyek,
merangkak dan berjalan. Penderita tersebut tidak bertambah membaik dengan
bertambahnya usia tetapi juga tidak bertambah memburuk. Kondisi tersebut disebut
little 's disease selama beberapa tahun, yang saat ini dikenal sebagai spastic diplegia.
Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit yang mengenai pengendalian fungsi
pergerakan dan digolongkan dalam terminologi cerebralpalsy atau umunya disingkat
CP.
Sebagian besar penderita tersebut lahir premature atau mengalami komplikasi
saat persalinan dan Little menyatakan kondisi tersebut merupakan hasil dari
kekurangan oksigen selama kelahiran. Kekurangan oksigen tersebut merusak
jaringan otak yang sensitif yang mengendalikan fungsi pergerakan. Tetapi pada tahun
1897, psikiatri terkenal Sigmund Freud tidak sependapat. Dalam penelitiannya,
banyak dijumpai pada anak-anak CP mempunyai masalah lain misalnya retardasi
mental, gangguan visual dan kejang, Freud menyatakan bahwa penyakit tersebut
mungkin sudah terjadi pada awal kehidupan, selama perkembangan otak janin.
Kesulitan persalinan hanya merupakan satu keadaan yang menimbulkan efek yang
lebih buruk dimana sangat mempengaruhi perkembangan fetus.
Disamping pengamatan oleh Freud, keyakinan yang menyatakan bahwa
komplikasi persalinan menyebabkan banyak kasus CP tersebar luas diantara dokter,
keluarga dan tenaga riset medis. Ditahun 1980, dianalisis data penelitian pemerintah
pada >35.000 persalinan dan hasilnya sangat mengejutkan dengan ditemukan kasus
komplikasi hanya <10%. Sebagian besar kasus CP sering dijumpai kasus tanpa faktor
resiko. Penemuan dari NINDS tersebut dapat mengubah teori medis mengenai CP
dan sangat memotivasi peneliti masa kini untuk mencari lebih lanjut penyebab lain
dari CP.
Pada saat yang sama, penelitian biomedis juga telah memulai penelitian
untuk lebih memahami perubahan pemahaman secara bermakna dalam diagnosis dan
penanganan penderita CP. Faktor resiko yang sebelumnya tidak diketahui mulai dapat
diidentifikasi, khususnya paparan intrauterine terhadap infeksi dan penyakit
koagulasi, dll. Identifikasi dini CP pada bayi akan memberikan kesempatan pada
penderita untuk mendapat penanganan optimal dalam upaya memperbaiki kecacatan
sensoris dan mencegah timbulnya kontraktur. Riset biomedis berhasil dalam
memperbaiki teknik diagnostik misalnya imaging cerebral canggih dan analisis gait
modern. Kondisi tertentu yang sudah diketahui menyebabkan CP, misalnya rubella
dan ikterus, pada saat ini sudah dapat diterapi dan dicegah. Terapi fisik, psikologis
dan perilaku yang optimal dengan metode khusus misalnya gerakan, bicara
membantu kematangan sosial dan emosional sangat penting untuk mencapai
kesuksesan. Terapi medikasi, pembedahan dan pemasangan braces banyak membatu
dalam hal perbaikan koordinasi saraf dan otot, sebagai terapi penyakit yang
berhubungan dengan CP, disamping mencegah atau mengoreksi deformitas.
BAB II
CEREBRAL PALSY
I. DEFINISI
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal
dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta
merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah
selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai
kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan
serebelum juga kelainan mental. 1
Terminology ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok penyakit
kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis
yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak
akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada
kedua belahan otak, atau hemisfer dan palsi mendeskripsikan bermacam penyakit
yang mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh. Jadi penyakit tersebut tidak
disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi
perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak yang akan
mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara
adekuat. 2
Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi
beratnya penyakit. Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala kesulitan
dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah
keseimbangan dalam berjalan atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak
dapat mengontrol gerakan menulis. Gejala dapat berbeda pada setiap penderita,
dan dapat berubah pada seorang penderita. Penderita CP derajat berat akan
mengakibatkan tidak dapat berjalan atau membutuhkan perawatan yang ekstensif
dan jangka panjang, sedangkan CP derajat ringan mungkin hanya sedikit
canggung dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan
penyakit menular atau bersifat herediter.
II. EPIDEMIOLOGI
Asosiasi CP dunia memperkirakan > 500.000 pendertia CP di Amerika.
Disamping peningkatan dalam prevensi dan terapi penyakit penyebab CP, jumlah
anak anak dan dewasa yang terkena CP tampaknya masih tidak banyak berubah
atau mungkin lebih meningkat sedikit selam 30 tahun terakhir. Angka harapan
hidup penderita CP tergantung dari tipe CP dan beratnya kecacatan motorik 2
III. KLASIFIKASI KLINIS
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis.
Spastic diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little (1860),
merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai CP.
Hingga saat ini, CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi
dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu : 2
1. CP Spastik
Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami
kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua
tungkai mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua
tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini
membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan
gait gunting (scissor gait) (Bryers, 1941).
Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis,
dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada
satu sisi tubuh.
3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk,
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,
meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan
dalam melakukan gerkan cepat dan tepat, misalnya menulis atau
mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai
dengan gerakan volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan
gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru akan
digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat pendertia akan
menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10%
penderita CP. 4
4. CP Campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu
bentuk CP yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering
dijumpai adalah spastic dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga
mungkin dijumpai.
Gambar 2. Tipe Cerebral Palsy dan Area Kelainan
IV. PATOFISIOLOGI
CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan
grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai
penyabab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai
hal : bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit. 2
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan
degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak
rendah. CP digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang
disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu
presentasi CP dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (struktural otak : awal
sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka / kerugian setelah kelahiran dalam
kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi). 1
Di USA, sekitar 10 20% CP disebabkan oleh karena penyakit setelah
lahir. Dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan bulan pertama
atau tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa infeksi otak, misalnya
meningitis bakteri atau ensefalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala
yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak.
Penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi
kejadian spesifik pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi
kerusakan pusat motorik pada otak yang sedang berkembang. Beberapa penyebab
CP kongenital adalah :
1. Infeksi pada kehamilan
Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan
menyebabkan kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang. Infeksi
lain yang dapat menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus
dan toxoplasmosis.
2. Ikterus neonatorum
Pada keadaan Rh/ABO inkompatibilitas, terjadi kerusakan eritrosit dalam
waktu singkat, sehingga bilirubin indirek akan menngkat dan
menyebabkan ikterus. Ikterus berat dan tidak diterapi dapat merusak sel
otak secara permanen. 6
3. Kekurangan oksigen berat pada otak atau trauma kepala selama proses
persalinan.
Asfiksia sering dijumpai pada bayi bayi dengan kesulitan persalinan.
Asfiksia menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi dalam
periode lama, anak tersebut akan mengalami kerusakan otak yang dikenal
dengan hipoksik iskemik ensefalopati. Angka mortalitas meningkat pada
kondisi asfiksia berat, dimana daat bersama dengan gangguan mental dan
kejang. 6
Kriteria yang digunakan untuk memastikan hipoksik intrapartum sebagai
penyebab CP : 4
1. Metabolik asidosis pada janin dengan pemeriksaan darah arteri tali pusat
janin, atau neonatal dini pH=7 dan BE=12mmol/L
2. Neonatal encephalopathy dini berat sampai sedang pada bayi >34minggu
gestasi
3. Tipe CP spastik quadriplegia atau diskinetik
4. Tanda hipoksik pada bayi segera setelah lahir atau selama persalinan
5. Penurunan detak jantung janin cepat, segera dan cepat memburuk segera
setelah tanda hipoksik terjadi dimana sebelumnya diketahui dalam batas
normal
6. Apgar score 0-6 = 5 menit
7. Multi sistim tubuh terganggu segera setelah hipoksik
8. Imaging dini abnormalitas cerebral
4. Stroke
Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada fetus atau
bayi baru
lahir. Stroke ini menyebabkan kerusakan jaringan otak dan menyebabkan
terjasinya masalah
neurologis.
b. Pemeriksaan fisik
Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan kemampuan
motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat kehamilan,
persalinan dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan refleks dan
mengukur perkembangan lingkar kepala anak. 4
Perlu juga memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk
menggunakan tangan kanan atau kiri. Jika dokter memegang obyek didepan dan pada
sisi dari bayi, bayi akan mengambil benda tersebut dengan tangan yang cenderung
dipakai, walaupun obyek didekatkan pada tangan yang sebelahnya. Sampai usia 12
bulan, bayi masih belum menunjukkan kecenderungan menggunakan tangan yang
dipilih. Tetapi bayi dengan spastik hemiplegia, akan menunjukkan perkembangan
pemilihan tangan lebih dini, sejak tangan pada sisi yang tidak terkena menjadi lebih
kuat dan banyak digunakan.
Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan penyakit lain
yang menyebabkan masalah pergerakan. Yang terpenting, harus ditentukan bahwa
kondisi anak tidak bertambah memburuk. Walaupun gejala dapat berubah bersama
waktu, CP sesuai dengan definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika anak secara
progresif kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat masalah yang
berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit muskuler, kelainan
metabolik, tumor SSP. Penelitian metabolik dan genetik tidak rutin dilakukan dalam
evaluasi anak dengan CP. Riwayat medis anak, pemeriksaan diagnostik khusus, dan,
pada sebagian kasus, pengulangan pemeriksaan akan sangat berguna untuk
konfirmasi diagnostik dimana penyakit lain dapat disingkirkan.
PEMERIKSAAN NEURORADIOLOGIK
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan penyebab
CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan kepala, yang merupakan
pemeriksaan imaging untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT scan dapat
menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal, atau kelainan
lainnya. Dengan informasi dari CT Scan, dokter dapat menentukan prognosis
penderita CP.
MRI kepala, merupakan tehnik imaging yang canggih, menghasilkan gambar
yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat dengan
tulang dibanding dengan CT scan kepala.
Dikatakan bahwa neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak CP
jika etiologi tidak dapat ditemukan.
Pemeriksaan ketiga yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan otak
adalah USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala
mengeras dan UUB tertutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding CT dan
MRI, tehnik tersebut dapat mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak
membutuhkan periode lama pemeriksaannya.
PEMERIKSAAN LAIN 7
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang
berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental, dan visus atau masalah
pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
Jika dokter menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan (Level A,
Class I-II evidence. EEG akan membantu dokter untuk melihat aktivitas elektrik otak
dimana akan menunjukkan penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus
dikerjakan untuk menentukan derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak
sulit ditentukan dengan sebenarnya karena keterbatasan pergerakan, sensasi atau
bicara, sehingga anak CP mengalami kesulitan melakukan tes dengan baik.
Jika diduga ada masalah visus, dokter harus merujuk ke optalmologis untuk
dilakukan pemeriksaan; jika terdapat gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke dokter
THT. Identifikasi kelainan penyerta sangat penting sehingga diagnosis dini akan lebih
mudah ditegakkan. Banyak kondisi diatas dapat diperbaiki dengan terapi spesifik,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup penderita CP.
3. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga
kontraksi otot tidak bekerja.
Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari
Baclofen Intratekal
Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara intratekal melalui
pompa yang ditanam akan sangat membantu penderita dalam mengatasi kekakuan
otot berat yang sangat mengganggu fungsi normal tubuh. Karena Baclofen tidak
dapat menembus BBB secara efektif, obat oral dalam dosis tinggi diperlukan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan jika dibandingkan dengan cara pemberian
intratekal. Dijumpai penderita dengan baclofen oral akan tampak letargik.
Baclofen intratekal diberikan pertama kali sejak tahun 1980 sebagai obat
untuk mengendalikan spasme otot berat akibat trauma pada tulang belakang. Sejak
tahun 1990, metode pengobatan ini mulai digunakan untuk koreksi pada penderita CP
dan menunjukkan efikasi yang baik.
VII.2.3. Terapi Bedah 2
Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan
menyebabkan masalah pergerakan berat. Dokter bedah akan mengukur panjang otot
dan tendon, menentukan dengan tepat otot mana yang bermasalah. Menentukan otot
yang bermasalah merupakan hal yang sulit, berjalan dengan cara berjalan yang benar,
membutuhkan lebih dari 30 otot utama yang bekerja secara tepat pada waktu yang
tepat dan dengan kekuatan yang tepat. Masalah pada satu otot dapat menyebabkan
cara berjalan abnormal. Lebih jauh lagi, penyesuaian tubuh terhadap otot yang
bermasalah dapat tidak tepat. Alat baru yang dapat memungkinkan dokter untuk
melakukan analisis gait. Analisis gait menggunakan kamera yang merekam saat
penderita berjalan, komputer akan menganalisis tiap bagian gait penderita. Dengan
menggunakan data tersebut, dokter akan lebih baik dalam melakukan upaya
intervensi dan mengkoreksi masalah yang sesungguhnya. Mereka juga menggunakan
analisis gait untuk memeriksa hasil operasi.
Oleh karena pemanjangan otot akan menyebabkan otot tersebut lebih lemah,
pembedahan untuk koreksi kontraktur selalu diamati selama beberapa bulan setelah
operasi. Karena hal tersebut, dokter berusaha untuk menentukan semua otot yang
terkena pada satu waktu jika memungkinkan atau jika lebih dari satu produser
pembedahan tidak dapat dihindarkan, mereka dapat mencopba untuk menjadwalkan
operasi yang terkait secara bersama-sama.
Teknik kedua pembedahan, yang dikenal dengan selektif dorsal root
rhizotomy, ditujukan untuk menurunkan spastisitas pada otot tungkai dengan
menurunkan jumlah stimulasi yang mencapai otot tungkai melalui saraf. Dalam
prosedur tersebut, dokter berupaya melokalisir dan memilih untuk memotong saraf
yang terlalu dominan yang mengontrol otot tungkai. walaupun disini terdapat
kontroversi dalam pelaksanaannya.
Teknik pembedahan eksperimental meliputi stimulasi kronik cerebellar dan
stereotaxic thalamotomy. Pada stimulasi kronik cerebelar, elektroda ditanam pada
permukaan cerebelum yang merupakan bagian otak yang bertanggung jawab dalam
koordinasi gerakan, dan digunakan untuk menstimulasi saraf-saraf cerebellar, dengan
harapan bahwa teknik tersebut dapat menurunkan spastisitas dan memperbaiki fungsi
motorik, hasil dari prosedur invasif tersebut masih belum jelas. Beberapa penelitan
melaporkan perbaikan spastisitas dan fungsi, sedang lainnya melaporkan hasil
sebaliknya (Pape et al, 1993).
Stereotaxic thalamotomy meliputi memotong bagian thalamus, yang
merupakan bagian yang melayani penyaluran pesan dari otot dan organ sensoris. Hal
ini efektif hanya untuk menurunkan tremor hemiparesis.
21
Tingkat kognisi sulit ditentukan pada anak kecil dengan gangguan motorik, tetapi
masih mungkin diukur (McCarthy et al, 1986). Tingkat kognisi sangat berhubungan
dengan tingkat fungsi mental yang akan sangat menentukan kualitas hidup seseorang.
Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama lainnya
selalu dapat berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya dibutuhkan
sementara saja. Adanya tangan yang kecil pada sisi yang hemiplegi, dengan kuku ibu
jari yang lebih runcing dibanding dengan kuku lainnya, dapat diasosiasikan dengan
disfungsi sensoris parietalis dan defek sensori tersebut akan membatasi kemampuan
fungsi motorik halus pada tangan tersebut. 25% anak dengan hemiplegia akan
mengalami hemianopsia, karena hal ini anak sebaiknya diberi tempat duduk dikelas
untuk memaksimalkan fungsi visus. Kejang dapat merupakan masalah yang terjadi
pada anak yang hemiplegik. 10
Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar berjalan
tesering pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal, dan beberapa
kasus membutuhkan alat bantu, misalnya kruk. Aktivitas tangan secara umum akan
terkena dengan derajat yang berbeda, walaupun kerusakan yang terjadi minimal.
Abnormal gerakan ekstraokuler relatif sering dijumpai.
Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan total;
paling banyak hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun. Fungsi
intelektual sering seiring dengan derajat CP dan terkenanya otot bulbar akan
menambah kesulitan yang sudah ada.
Hipotonia trunkus, dengan refleks patologis atau kekakuan yang persisten
merupakan gambaran yang menunjukkan buruknya keadaan. Mayoritas anak-anak
tersebut memiliki limitasi intelektual.
Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius yang
berhubungan dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat berjalan.
Keseimbangan dan penggunaan kemampuan tangan tampaknya masih sulit. Sebagian
besar anak-anak yang baru duduk pada usia 2 tahun dapat belajar berjalan.
Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro refleks, tonik neck refleks
asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak menunjukkan refleks parasut tidak
mungkin dapat belajar berjalan; sebagian dari mereka yang tidak dapat duduk pada
usia 4 tahun dapat belajar berjalan.
22
2. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru
lahir dengan fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi
tukar. Inkompatibilitas faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan
pemeriksaan darah rutin ibu dan bapak. Inkompatibilitas tersebut tidak selalu
menimbulkan masalah pada kehamilan pertama, karena secara umum tubuh
ibu hamil tersebut belum memproduksi antibodi yang tidak diinginkan hingga
saat persalinan. Pada sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang
diberikan setelah kelahiran dapat mencegah produksi antibodi tersebut. Pada
kasus yang jarang, misalnya jika pada ibu hamil antibodi tersebut
berkembang selama kehamilan pertama atau produksi antibodi tidak dicegah,
maka perlu pengamatan secara cermat perkembangan bayi dan jika perlu
dilakukan transfusi ke bayi selama dalam kandungan atau melakukan
transfusi tukar setelah lahir.
3. Rubella, atau campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan
imunisasi sebelum
hamil.
23
BAB III
KESIMPULAN
24
perkembangan motorik tidak normal. Bayidengan cerebral palsy sering
mengalami kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk,
merangkak, tersenyum atau berjalan.Beberapa program dalam
penatalaksanaan penderita cerebral palsy seperti kerjasama tim t e r a p i
medis dan fisioterapi, terapi p e mb e d a h a n , serta p e mb e r i a n
medikamentosa dapatm e m b a n t u penderita cerebral palsy
d a l a m m e l a k u k a n a k t i v i t a s n y a s e h a r i h a r i , d a n pentingnya
terapi psikologis untuk memberikan semangat dan dorongan kepada
penderitaserta keluarga untuk menghadapi permasalahan sosial yang terjadi.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.cerebralpalsy.org/about-cerebral-palsy/definition
2. http://www.nhs.uk/conditions/Cerebral
palsy/Pages/Introduction.aspx
3. https://www.scope.org.uk/support/families/diagnosis/cerebral-palsy
26
27