You are on page 1of 66

LAPORAN KEGIATAN

FIELD SITE TEACHING (FST)


Manajemen Fasilitas Kesehatan di
RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Menyelesaikan Mata Kuliah
Manajemen Fasilitas Kesehatan Magister Manajemen Rumah Sakit

Disusun Oleh :
Dwi Yuliannisa Amri 20151030015
Rianita Nursanti 201510300

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

HALAMAN PENGESAHAN
1
Manajemen Fasilitas Kesehatan pada
Rumah Sakit Islam Kendal
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Menyelesaikan Mata Kuliah
Manajemen Fasilitas Kesehatan Magister Manajemen Rumah Sakit

Disusun Oleh:
Dwi Yuliannisa Amri 20151030015
Rianita Nursanti 201510300

Tempat & Waktu Pelaksanaan:


RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan , 11 Juni 2016

Telah disetujui pada tanggal


Juni 2016

Pembimbing Lapangan
dr. Maria Ulfa, MMR

2
BAB I
Tinjauan Pustaka

A. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah bagian yang amat penting dari suatu sistem
kesehatan. Dalam jejaring kerja pelayanan kesehatan, rumah sakit
menjadi simpul utama yang berfungsi sebagai pusat rujukan. Rumah
sakit adalah organisasi yang bersifat padat karya, padat modal, padat
teknologi, dan padat keterampilan1.
Menurut Depkes RI (1998), pengertian rumah sakit adalah sebagai
berikut:
1. Rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat,
pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.
2. Rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga
medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang
permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan
keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan
penyakit yang diderita oleh pasien.
3. Rumah sakit adalah dimana tempat orang sakit mencari dan
menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan
klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan tenaga profesi
kesehatan lainnya diselenggarakan.
4. Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk
pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian2.

B. Akreditasi rumah sakit


Menurut Depkes RI (2009) Akreditasi internasional rumah sakit
adalah akreditasi yang diberikan oleh pemerintah dan/atau Badan
Akreditasi Rumah Sakit taraf Internasional yang bersifat Independen
yang telah memenuhi standar dan kriteria yang ditentukan. Menurut
Joint Comission International (JCI) Tahun 2011, akreditasi adalah proses
penilaian organisasi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit
utamanya rumah sakit non pemerintah, oleh lembaga akreditasi
internasional berdasarkan standar internasional yang telah ditetapkan.
Akreditasi disusun untuk meningkatkan keamanan dan kualitas
pelayanan kesehatan. Akreditasi saat ini mendapat perhatian dari publik
internasional karena merupakan alat pengukuran dan evaluasi kualitas
pelayanan dan manajemen rumah sakit yang efektif. Dari definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa akreditasi internasional rumah sakit adalah
proses penilaian organisasi kesehatan oleh lembaga akreditasi
internasional berdasar standar dan kriteria yang ditetapkan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan kesehatan. 3
Permenkes RI No. 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,
disebutkan bahwa pengertian akreditasi adalah pengakuan terhadap
Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara
akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, setelah dinilai bahwa
Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku
untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara
berkesinambungan4. Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat
nasional maupun internasional sudah diatur oleh pemerintah melalui
Undang-Undang maupun peraturan tertulis lainnya, yaitu: UU No. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 40 ayat 1. dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi
secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali, ayat 2. Akreditasi Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu
lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri
berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Berdasarkan pemaparan
di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah memberikan dukungan
sepenuhnya terhadap rumah sakit untuk mengembangkan kualitas
pelayanan kesehatan sehingga mendapat akreditasi internasional.
Dengan demikian diharapkan setiap organisasi rumah sakit mampu
mengembangkan potensi dan kualitas pelayanan kesehatan dengan
semaksimal mungkin. Kementerian Kesehatan berupaya untuk menjaga
mutu layanan melalui kegiatan akreditasi rumah sakit baik rumah sakit
pemerintah maupun swasta. Dasar hukum pelaksanaan akreditasi rumah
sakit adalah UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 29
huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan
akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Dari Undang-
Undang tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Akreditasi
rumah sakit penting untuk dilakukan dengan alasan agar mutu/kualitas
diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di Rumah
Sakit. Sebagai salah satu subsistem dalam pelayanan kesehatan, rumah
sakit menjadi tempat rujukan bagi berbagai unit pelayanan kesehatan
dasar. Rumah sakit merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang
jasa dengan ciri-ciri padat karya, padat modal, padat teknologi, padat
masalah dan padat umpatan. Sejalan dengan lajunya pembangunan
nasional maka tuntutan akan mutu pelayanan kesehatan oleh rumah
sakit juga semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan berbagai kritikan
tentang ketidakpuasan terhadap pelayanan rumah sakit berbagai upaya
termasuk melalui jalur hukum. Oleh karena itu upaya untuk menjaga dan
meningkatkan mutu layanan rumah sakit baik untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat baik internal maupun eksternal rumah sakit perlu
dilaksanakan.5
Akreditasi Internasional oleh Joint Commission International (JCI)
Joint Commission International (JCI) merupakan lembaga akreditasi
internasional yang berwenang melakukan akreditasi. Kementerian
Kesehatan menetapkan JCI sebagai lembaga atau badan yang dapat
melakukan akreditasi rumah sakit bertaraf Internasional yang ditetapkan
dalam Keputusan Menkes No. 1195/MENKES/SK/VIII/2010. JCI didirikan
tahun 1998 sebagai perpanjangan tangan untuk kawasan internasional
dari The Joint Commission (United States). JCI bermarkas di Amerika
Serikat. JCI telah bekerja sama dengan 80 menteri kesehatan di seluruh
dunia. Fokusnya ialah peningkatan pengawasan terhadap keamanan
pasien dengan cara memberikan sertifikasi akreditasi dan pendidikan
untuk mengimplementasikan solusi berkelanjutan berbagai organisasi
pelayanan kesehatan. Organisasi pelayanan kesehatan itu meliputi
rumah sakit, klinik, laboratorium klinik dan sebagainya Pada tahun 2012
penilaian Akreditasi Rumah Sakit akan mengacu pada Standar JCI, yang
dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu, (1) kelompok sasaran yang
berfokus pada pasien, (2) kelompok standar manajemen rumah sakit, (3)
kelompok keselamatan pasien dan (4) sasaran MDGs.6
BAB II
PEMBAHASAN DAN HASIL

A. PROFIL RS PKU MUHAMMADIYAH Pekajangan7


1. Identitas
Nama rumah sakit : RSI PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Kelas rumah sakit : C.
Status Kepemilikan : Yayasan Muhammadiyah.
Alamat : Jalan Raya Ambokembang No. 42-44 Kedungwuni,
Pekalongan.
No. Telp : 0285-785133,785367.
No. Fax : 0285-785681.
Kecamatan : Kedungwuni.
Kabupaten : Pekalongan.
Provinsi : Jawa tengah.
Nama Direktur : dr. H. Maskuri,MKes
Jumlah tempat tidur : 154 tempat tidur.
Luas Tanah : 22.797 m2
Luas Bangunan : 14.410m2

2. Sejarah Rumah Sakit


RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan pada awal berdirinya yaitu
tahun 1963, didirikan sebagai Rumah Bersalin Aisyiyah, Seiring dengan
perkembangannya di tahun 1967 Rumah Bersalin Aisyiyah berganti
menjadi Balai Pengobatan Aisyiyah yang pengelolaanya diserahkan
kepada Muhammadiyah Cabang Pekajangan dan atas bimbingan dari
RSI Muhammadiyah Roemani Semarang, Balai Pengobatan Aisyiyah
dikembangkan menjadi Rumah Sakit sejak 17 Juni 1988 hingga
sekarang.
RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan ialah satu dari sekian RS milik
Organisasi Sosial Pekalongan yang bermodel RSU, dinaungi oleh
Yayasan Muhammadiyah. RS ini telah teregistrasi mulai 12/12/2015
dengan Nomor Surat Izin 445/128 tahun 2011 dan Tanggal Surat Izin
25/04/2011 dari Bupati dengan Sifat Tetap, dan berlaku sampai 5
Tahun. Setelah menjalani Proses AKREDITASI Rumah sakit Seluruh
Indonesia dengan proses Pentahapan I ( 5 Pelayanan) akhirnya
ditetapkan status Tingkat Paripurna Akreditasi Rumah Sakit.
3. Visi, Misi, Dan Tujuan RS PKU Muhammadiyah Pekajangan
a. Motto
Bersih Ramah Ihsan
b. Visi
Menjadi rumah sakit yang terpercaya dan menjadi pilihan utama
masyarakat Pekalongan dan sekitarnya dengan selalu mengedepankan
Patient Safety
c. Misi
Memberikan pelayanan yang Islami, unggul, dan tepat dengan
fokus utama pada keamanan dan kenyamanan
pasienMenyelenggarakan pelatihan, penelitian, dan
pengembangan SDM yang profesional dan berkomitmen.
Melaksanakan fungsi sosial, syiar, dan dakwah.
Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan yang tepat
mengikuti perkembangan teknologi.
d. Budaya Organisasi
RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, sebagai salah satu
Rumah Sakit Amal Usaha Muhammadiyah, memiliki budaya organisasi,
yaitu :
1. Salam
2. Keamanan dan Kenyamanan
3. Kecepatan Layanan
4. Keunggulan
5. Kebersamaan
6. Komitmen

4. Fasilitas Pelayanan
Pelayanan Medis
UGD 24 jam
Rawat Jalan
o Klinik Spesialis / Sub Spesialis
Bedah Umum
Bedah Onkologi
Bedah Orthopedi
Bedah Urologi
Penyakit Dalam
Anak
Kandungan & kebidanan
Syaraf
Mata
THT
Kulit & Kelamin
o Klinik Umum
o Klinik Gigi
o Klinik Kesehatan Ibu & Anak
Rawat Inap:
Kelas III : 54 tempat tidur
Kelas II : 23 tempat tidur
Kelas I : 28 tempat tidur
Kelas Utama : 11 tempat tidur
Kelas VIP : 24 tempat tidur
Kelas VVIP : 2 tempat tidur
Perinatologi : 6 tempat tidur
Perawatan intensif : 6 tempat tidur
Kamar Operasi
One Day Care
Persalinan
Klinik Kemoterapi
Klinik DOTs
Medical Check Up
Pelayanan Penunjang
Penunjang Medis
o Farmasi 24 jam
o Laboratorium
o Fisioterapi
o Radiologi
X-ray
USG (2D, 3D)
HSG
Penunjang Non Medis
o Informasi (Customer Service)
o Gizi
o Laundry
o Ambulance
o Kamar jenazah & Pemulasan Jenazah
o IPAL
Pelayanan Umum
o Bank ATM
o Musholla
o Hotspot

8
B. DENAH DAN LOKASI RUMAH SAKIT
1. Prinsip dan kriteria lokasi rumah sakit
Pemilihan lokasi.
a. Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi.
Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke
jalan raya dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah,
misalnya tersedia pedestrian, aksesibel untuk penyandang cacat .
b. Kontur Tanah
Kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan
struktur, dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat
dimulai. Selain itu kontur tanah juga berpengaruh terhadap
perencanaan sistem drainase, kondisi jalan terhadap tapak
bangunan dan lain-lain.
c. Fasilitas parkir
Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat
penting, karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan
akan menyita banyak lahan. Perhitungan kebutuhan lahan parkir
pada RS idealnya adalah 1,5 s/d 2 kendaraan/tempat tidur
(37,5m2 s/d 50m2 per tempat tidur) atau menyesuaikan dengan
kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Tempat parkir harus
dilengkapi dengan rambu parkir. Perhitungan kebutuhan lahan
parkir RS idealnya pada RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan
yaitu berkisar 5775 m2 s/d 7700 m2 , dan RSI PKU Muhammadiyah
Pekajangan memiliki luas parkir 4500 m2 yang dikelolah oleh
perusahaan jasa parkir (outsoursing).
d. Tersedianya utilitas publik.
Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air
kotor/limbah, listrik, dan jalur telepon. Pengembang harus
membuat utilitas tersebut selalu tersedia.
e. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Setiap RS harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian
dampak lingkungan antara lain :
1) Studi Kelayakan Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh RS
terhadap lingkungan disekitarnya, hendaknya dibuat dalam
bentuk implementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), yang selanjutnya
dilaporkan setiap 6 (enam) bulan (KepmenKLH/08/2006).
2) Fasilitas pengelolaan limbah padat infeksius dan noninfeksius
(sampah domestik). Fasilitas pengolahan limbah cair (Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL); Sewage Treatment Plan (STP);
Hospital Waste Water Treatment Plant (HWWTP)). Untuk limbah
cair yang mengandung logam berat dan radioaktif disimpan
dalam kontainer khusus kemudian dikirim ke tempat
pembuangan limbah khusus daerah setempat yang telah
mendapatkan izin dari pemerintah.
3) Fasilitas Pengelolaan Limbah Cair ataupun Padat dari Instalasi
Radiologi.
4) Fasilitas Pengolahan Air Bersih (Water Treatment Plant) yang
menjamin keamanan konsumsi air bersih rumah sakit,
terutama pada daerah yang kesulitan dalam menyediakan air
bersih.
f. Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain.
1) Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan
lingkungan yang tenang.
2) Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak
semestinya dan polusi atmosfer yang datang dari berbagai
sumber.
g. Master Plan dan Pengembangannya.
Setiap rumah sakit harus menyusun master plan pengembangan
kedepan. Hal ini sebaiknya dipertimbangkan apabila ada rencana
pembangunan bangunan baru. Review master plan dilaksanakan
setiap 5 tahun
Gambar 1. Denah Rumah Sakit Islam Muhammadiyah Pekajangan
Gambar 2. Halaman Rumah Sakit (Tampak Depan gedung
II)

Gambar 3. Halaman Rumah Sakit (Tampak Depan gedung I)


2. Massa Bangunan.
a. Intensitas antar Bangunan Gedung di RS harus memperhitungkan
jarak antara massa bangunan dalam RS dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
1) Keselamatan terhadap bahaya kebakaran;
2) Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan;
3) Kenyamanan;
4) Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan;
b. Perencanaan RS harus mengikuti Rencana Tata Bangunan &
Lingkungan (RTBL), yaitu :
1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah
setempat. Misalkan Ketentuan KDB suatu daerah adalah
maksimum 60% maka area yang dapat didirikan bangunan
adalah 60% dari luas total area/ tanah. RSI PKU
Muhammadiyah Pekalongan ini memiliki luas tanah 22.797
dengan luas bangunan 14.410 sekitar 63% dari luas tanah.
2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah
setempat. KLB menentukan luas total lantai bangunan yang
boleh dibangun. Misalkan Ketentuan KLB suatu daerah adalah
maksimum 3 dengan KDB maksimum 60% maka luas total
lantai yang dapat dibangun adalah 3 kali luas total area
area/tanah dengan luas lantai dasar adalah 60%.
3) Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil
bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan daerah setempat tentang bangunan
gedung, harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan
a) daerah resapan air
b) ruang terbuka hijau kabupaten/kota
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari
40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%.
4) Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Pagar
(GSP) Ketentuan besarnya GSB dan GSP harus mengikuti
ketentuan yang diatur dalam RTBL atau peraturan daerah
setempat.
c. Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota
yang berlaku).
d. Pengembangan RS pola vertikal dan horizontal Penentuan pola
pembangunan RS baik secara vertikal maupun horisontal,
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
diinginkan RS (health needs), kebudayaan daerah setempat
(cultures), kondisi alam daerah setempat (climate), lahan yang
tersedia (sites) dan kondisi keuangan manajemen RS (budget).

3. Bentuk Dan Karakteristik Rumah Sakit


a. Prinsip dan orientasi bentuk bangunan
1) Intensitas antar bangunan gedung di RSI Pekajangan
memperhitungkan jarak antara massa bangunan dalam RS dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut ini :1
a. Keselamatan baik pasien ataupun bangunan seperti letak
masing-masing unit yang disesuaikan dengan fungsi
keselamatan seperti IGD terletak diarea depan RS memudahkan
jangkauan pasien gawat kemudian radiologi terletak dibagian
yang mudah dijangkau oleh IGD, intensif care, kamar bedah dan
ruang lainnya. Keselamatan bangunan masih belum ideal,
karena jarak antar ruangan masih terlalu dekat terutama di
ruangan rawat jalan, sehingga bahaya akan kebakaran belum
dapat dihindarkan. Tetapi RS ini masih dalam tahap
pembangunan, sehingga ketika bangunan yang dibangun sudah
jadi, maka keselamatan pasien akan lebih menigkat.
b. Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan bisa
dilihat pada setiap bad kamar pasien diberikan area sirkulasi
seperti jendelah kaca sebagai sirkulasi cahaya serta ventilasi
sebagai sirkulasi udara.
c. Kenyamanan didapat dari bentuk bangunan yang memiliki space
sempit, selain itu karna dalam proses pembangunan dan
renovasi maka sedikit mengganggu kenyamanan pasien. Area
rawat inap terletak di atas dan dibelakang, sehingga tidak
terganggu dengan kebisingan dimana tidak terletak berdekatan
dengan kantin, pendaftaran dan lain-lainnya.
d. Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan yang bisa
dilihat dari RS suasana hijau serta alami dilingkungan RS
memungkinkan keterjangkauan udara sehat.
2) Perencanaan RS harus mengikuti Rencana Tata Bangunan &
Lingkungan (RTBL), yaitu :9
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah
setempat. KDB merupakan angka persentase perbandingan
antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas
lahan/tanahperpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan
lingkungan.RSI PKU MuhammadiyahPekajangan terletak di daerah
pemukiman sehingga bangunan gedung di lokasi sedang (KDB
45%-60%).
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)1
Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah
setempat. KLB menentukan luas total lantai bangunan yang boleh
dibangun. KLB merupakan angka persentase perbandingan antara
luas seluruh lantai bangunan gedung danluas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencanatata
ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Persyaratan
ketinggian bangunan gedung ditetapkan dalam bentuk KLB
dan/atau jumlah lantai bangunan. Penetapan KLB dan/atau jumlah
lantai bangunan gedung didasarkan pada peruntukan lahan, lokasi
lahan, daya dukung lingkungan, keselamatan dan pertimbangan
arsitektur kota
1
c. Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil
bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung, harus
diperhitungkan dengan mempertimbangkan:
1. Daerah resapan air
2. Ruang terbuka hijau kabupaten/kota.
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari
40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%. RSI PKU
MuhammadiyahPekajangan telah memenuhi peraturan bangunan
gedung misalnya sesuai dengan KDB, KLB serta memiliki ruang
terbuka hijau / RTH.

B. Karakteristik
RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan yaitu sebagai rumah sakit Islam
yang memberikan pelayanan kesehatan yang berlandaskan nilai
Islami, selain itu RS ini juga mempunyai bimbingan rohani bagi
karyawan yang didalamnya. RS ini juga sebagai sarana pendidikan
2
kesehatan yang Islami, aman profesional, nyaman dan bermutu.

Alur Sirkulasi Pasien dalam Rumah Sakit adalah sebagai


berikut:1
1. Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/admisi pada
instalasi rawat jalan (poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat
apabila pasien dalam kondisi gawat darurat yang membutuhkan
pertolongan medis segera.
2. Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan
pelayanan medis pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan
penyakit/kondisi pasien.
a. Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah
diberikanpelayanan medis selanjutnya dapat langsung
pulang.
b. Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetailakan
dirujuk ke instalasi radiologi dan/atau laboratorium. Setelah
mendapatkan hasil foto radiologi dan/atau laboratorium,
pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat jalan sebagai
pasien lama.
c. Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim keruang

rawat inap. Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke
instalasi radiologi dan/atau laboratorium. Kemudian jika
pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan dijadwalkan
ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya
belum stabil akan dikirim ke ruang Dokteran Intensif, pasien
yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap.
Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi
pemulasaraan jenazah. Pasien sehat dapat pulang.
d. Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkatlanjut akan
dirujuk ke instalasi kebidanan dan penyakit kandungan.
Apabila harus ditindak bedah, maka pasien akan dikirim ke
ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya
belum stabil akan dikirim ke ruang Dokteran Intensif, pasien
yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap
kebidanan. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke
instalasi pemulasaraan jenazah. Pasien sehat dapat pulang.
3. Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayan an
medis sesuai dengan kondisi kegawatdaruratan pasien.
a. Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan
setelahdiberikan pelayanan medis dapat langsung pulang.
b. Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetailakan
dirujuk ke instalasi radiologi dan/atau laboratorium.
Selanjutnya apabila harus ditindak bedah, maka pasien akan
dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang
kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Dokteran
Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang
rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke
instalasi pemulasaraan jenazah, pasien sehat dapat pulang.
4. Area Publik Dan Komersil Rumah Sakit8, 11

a. Tinjauan dan implementasi area Entrance dan Lobby rumah sakit

Elemen sirkulasi yang berada di luar bangunan adalah entrance,


jalan dan pedestriant. Entrance atau lebih dikenal dengan pintu masuk
di rumah sakit dapat di bagi sesuai dengan penggunanya yaitu pasien
(reguler dan emergency), pengguna internal serta service. Masing
masing jenis tersebut diletakkan dengan lokasi yang berbeda beda,
entrance untuk pasien di letakkan di lokasi yang sangat terekspose atau
di depan, untuk pengguna internal bisa di tempatkan di lokasi yang
paling dekat dengan parkir karywan dan area kerja, sedangkan service
diletakkan di dekat area service tentunya. Bila terdapat beberapa
gerbang masuk maka harus dibuat sedemikian hingga dapat dibedakan
satu dengan yang lainnya. Pembedaan ini bisa dari letaknya maupun
bentuknya. Permasalahan pada RSI yang sering terjadi adalah tidak ada
pembedaan ataupun tanda yang jelas untuk entrance pasien reguler
maupun entrance pasien emergency, hal ini yang sering menyebabkan
ketidak teraturan dan membuat kebingungan bagi pasien baru. Hal ini
disebakan oleh terbaginya gedung RSI menjadi 2, yaitu gedung I yang
terletak di depan jalan raya diisi oleh IGD, kamar operasi, dan rawat inap
kelas III, sedangkan gedung II yang merupakan gedung baru memiliki
pelayanan rawat inap dan rawat jalan.

Elemen sirkulasi luar bangunan selain entrance adalah pedestrian


dan jalan di dalam area rumah sakit. Jalan diperuntukan untuk pengguna
kendaraan baik mobil, motor maupun sepeda. Jalan ini ada di rumah
sakit sangat tergantung pada luasan area rumah sakit itu sendiri, Untuk
rumah sakit yang sangat luas jelas di perlukan jalan di areanya
sedangkan untuk rumah sakit berskala menengah dan kecil hanya
membutuhkan pedestrian saja. Pedestriant biasanya diperlukan untuk
menghubungkan dari tempat parkir ke gedung untuk menjaga
keamanan penggunanya, pedestriant mempunyai bentuk yang
dibedakan dengan jalan mobil dan kendaraan. Untuk area entrance
penghubung gedung I dan gedung II masih belum spesifikasi, terutama
halnya bagi pejalan kaki, area entrancenya menjadi satu dengan
pengendara motor/ mobil hal ini perlu diperhatikan karena mengganggu
kenyamanan serta keamanan pasien. Area entrance penghubung
gedung I dan gedung II dibatasi oleh jalan kecil yang dilalui banyak
kendaraan dan berdekatan dengan area keluar parkir morbil. Untuk area
entrance dalam RS yang paling inti yaitu area lobby yaitu daerah pintu
utama depan masuk RS yang berada sebelah IGD pada gedung I serta
poli klinik dimana tempat area ruang daftar rawat jalan pasien pada
gedung II.

Standar Fisik Elemen Sirkulasi


Menurut Neuvert (1999) standart atau ukuran yang telah di
standarisasi secara internasional mengatur

ELEMEN URAIAN UKURAN


SIRKULASI
Jalan keluar Pemisahan sirkulasi untuk Kapasitas 2 mobil
masuk pejalan kaki 4,1 m 5, 5 m
dan kendaraan bermotor Kapasitas 1 mobil
kecuali jalan Minimal 3 m
buntu.
Untuk jalan yang digunakan
bersama,
diberi pembedaan tekstur agar
terjadi
pengurangan kecepatan
Pencahayaan cukup
Membatasi jumlah
kendaraan yang
masuk
Bebas halangan pandangan
Jalan Aman, nyaman terlindung Tiap pejalan kaki 0,6-
setapak dari angin 0,75 m
dan hujan Dengan kereta
dorong
/ kursi roda 1,7 1,8 m
Parkir Terlihat jelas Untuk sudut 45, jarak
Ada daerah bebas parkir antar mobil 3,4 m.
untuk putar dan sirkulasi Lebar mobil 2,4 m dan
panjang mobil 5,5 m
Kapasitas parkir 1,5
2 kendaraan / TT

Pintu masuk Bisa di lalui penyandang Lebar pintu1,2 1,8


cacat erkursi roda m
Membuka ke luar Luasan area putar 1,5
Mempunyai daerah putar x 1,5 m2
Pintu Melindungi dari api dan asap Jarak antara 1 jalur ke
Darurat Berhubungan dengan dunia jalur lain minimal 64 m
luar
Tangga Bebas api dan asap Jarak antar tangga
darurat maksimal 45 m
Lebar min 2,8 m
Lebar bordes >1,95
m
Lebar anak tangga
Bawah dengan pintu>
1,95 m
Lebar anak tangga >
1,2 m
Tinggi antar bordes 2
m
Jarak anak tangga
ujung ke ujung < 45
Jarak capai Harus sesingkat mungkin Antar TT dengan
jalan KM/WC maks 12 m
kaki Antara TT dgn Nurse
station 20 m

Kebisingan Memberikan kenyamanan Kebisangan 40 45


dan suhu dB unt siang dan 35
40 dB unt malam
Suhu 21 C
Koridor Sudut mengurangi Lebar min 2,4 m
pandangan lebih
baik di beri tumpul
lingkaran atau
digunakan cermin
Dropping Disediakan atap minimal di Ruang bebas belok
area pintu 15,25 m

Halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit dan halaman


yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan
kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan
kegiatan rumah sakit. Standar lingkungan rumah sakit:

1) Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas


yang kelas, dilengkapi dengan agar yang kuat dan tidak
memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan
bebas.
2) Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan
dengan luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat
parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir.
3) Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika
berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi
untuk mengatasinya.
4) Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok.
5) Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan
dengan intensitas cahaya yang cukup.
6) Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak
becek, atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landai
menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang
penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman.
7) Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup
dan terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan
instalasi pengolahan limbah.
8) Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat
tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat
sampah.
9) Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam
keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan
kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga
tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan
berkembang biaknya serangga, binatang pengerat, danbinatang
pengganggu lainnya.

b. Tinjauan dan implementasi area komersial dan ibadah rumah sakit


RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan yang bernuansa islami
menyediakan area ibadah menyediakan ruang ibadah yang berukuran
4x4 m2 yang terletak di gedung II. Ruang ibadah ini cukup kecil unuk
menampung karyawan serta pengunjung RSI. Untuk area komersial
terdiri dari satu kantin yang terdapat di lingkungan eksterna RS. Kantin
ini susah dijangkau dikarenakan terletak di belakang bangunan gedung II
RSI yang menjual seperti kebutuhan yaitu nasi, aneka sayuran, lauk
serta kebutuhan minuman dan berbagai snack dengan sedikit variasi.
Selain itu, terdapat kantin yang terletak di gedung II yang menjual
makanan ringan, untuk kebutuhan sehari-hari seperti peralatan mandi
dan lain-lain tidak disediakan di temapt ini, sehingga sanggat susah
untuk pengunjung atau penunggu pasien untuk mendapatkan
kebutuhannya. Kantin ini disatukan dengan photocopy dengan 1 unit
mesin photocopy. Terdapat 2 ATM di RS ini yang berada di depan IGD.
Kekurangan dari are komersial di RS ini adalah tidak ada fasilitas masjid
untuk pengunjung RS, sehingga menyulitkan pasien jika untuk beribadah
di RS terutama saat bulan Ramadhan dan tidak adanya kegiatan shalat
taraweh di RSI.

5. Unit Dan Instalasi Rumah Sakit


A. Pelayanan medik dan non medik9
RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan memiliki fasilitas pelayanan medik
berupa :
1) Pelayanan Gawat Darurat/ UGD
Fasilitas pelayanan Instalasi Gawat Darurat Meliputi :Emergency 24
jam, Ruang Observasi dengan bed side monitoring, Bedah Minor,
Kasus Non emergensi diluar Poliklinik, dan Ambulans.IGD RSI PKU
Muhammadiyah Pekajangan mempunyai tujuan memberikan
pelayanan yang tepat, professional dan islami untuk mencegah
kecacatan dan menurunkan angka kematian.
2) Pelayanan Rawat Jalan/ Poliklinik
Pelayanan Rawat Jalan RS PKU Muhammadiyah Pekajangan berlokasi
di Poliklinik dilakukan waktu pagi dan sore hari, dilaksanakan oleh
tenaga spesialis dan sub spesialis.
- Bedah Umum
- Bedah Tumor / Onkologi
- Bedah Urologi
- Penyakit Dalam
- Anak
- Kandungan dan Kebidanan
- Syaraf
- Mata
- THT
- Kulit dan Kelamin
- Gigi

3) Pelayanan Rawat Inap


Pelayanan Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Pekajangan
menyediakan ruangan kelas yang bervariasi dan sesuai kebutuhan
perawata mulai kelas VVIP, VIP sampai kelas III. Kelas VVIP 2 bed, VIP
24 bed, Utama 11 bed, Kelas I 28 bed, Kelas II 23 bed, kelas III 54
bed, kamar bayi 6 box, dan ICU/ICCU 6 bed.

4) Pelayanan Rawat Intensif


Pelayanan perawatan intensif RS PKU Muhammadiyah Pekajangan
disediakan dan diberikan kepada pasien dalam keadaan sakit berat
atau pasien yang tidak stabil yang memerlukan perawatan intensif,
dikoordinir oleh dokter anastesi khusus intensif care (intensivis).
Pelayanan perawatan intensif ini ditunjang dengan fasilitas berupa :
EKG monitor, Ventilator, Infus Pump, Syringe Pump serta Kasur
Dicubitus.

5) Pelayanan Bedah
Pelayanan Bedah sebagai sarana layanan terpadu untuk tindakan
operatif terencana maupun darurat serta one day care. Instalasi
Bedah merupakan ruang operasi yang dilengkapi dengan peralatan
canggih yang terdiri dari 3 kamar operasi, ruang persiapan dan ruang
pulih sadar. Pelayanan Bedah yang dapat dilakukan meliputi :
- Pelayanan Bedah Umum
- Bedah THT
- Bedah Obsgyn
- Bedah Urologi
- Bedah Ortophedi, dan
- Bedah Tumor

6) Unit
NO NAMA RUANG KELAS KAPASITAS

1 Amarilis VVIP 2

VIP 10

Utama 3

Kelas 1 8

Kelas 2 2

Kelas 3 20

Falmboyan
2 (Khusus Anak) VIP 4

Utama 3

Kelas 1 6

Kelas 2 12
Kelas 3 20

3 Edelwise VIP 10

4 Bougenville Utama 2

Kelas 1 6

Yasmin
5 (Kebidanan) Utama 3

Kelas 1 8

Kelas 2 9

6 Alamanda Kelas 3 15

7 ICU 6

TOTAL 154 TT

6. Aspek Fisika Dan Bangunan Rumah Sakit

a. Atap.

Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

Persyaratan atap.

1) Penutup atap.

a) Penutup atap dari bahan beton dilapis dengan lapisan tahan air,
merupakan pilihan utama.

b) Penutup atap bila menggunakan genteng keramik, atau genteng


beton, atau genteng tanah liat (plentong), pemasangannya harus
dengan sudut kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku.

c) Mengingat pemeliharaannya yang sulit khususnya bila terjadi


kebocoran, penggunaan genteng metal sebaiknya dihindari.
2) Rangka atap.

a) Rangka atap harus kuat memikul beban penutup atap.

b) Apabila rangka atap dari bahan kayu, harus dari kualitas yang baik
dan kering, dan dilapisi dengan cat anti rayap.

c) Apabila rangka atap dari bahan metal, harus dari metal yang tidak
mudah berkarat, atau di cat dengan cat dasar anti karat.

b. Langit-langit.

Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.

Persyaratan langit-langit.

1) Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,70 m, dan tinggi di selasar


(koridor) minimal 2,40 m.

2) Rangka langit-langit harus kuat.

3) Langit-langit mungkin harus dari bahan kedap suara.

c. Dinding dan Partisi.


Dinding harus keras, tidak porous, tahan api, kedap air, tahan karat,
tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan. Disamping itu
dinding harus tidak mengkilap.
Persyaratan dinding pada ruang-ruang khusus.
1) Pelapisan dinding dengan bahan keras seperti formika, mudah
dibersihkan dan dipelihara. Sambungan antaranya bisa di seal
dengan filler plastik. Polyester yang dilapisi (laminated polyester)
atau plester yang halus dan dicat, memberikan dinding tanpa
kampuh ( tanpa sambungan = seamless).
2) Dinding yang berlapiskan keramik/porselen, megumpulkan debu dan
mikro organisme diantara sambungannya. Semen diantara
keramik/porselin tidak bisa halus, dan kebanyakan sambungan yang
diplaster cukup porous sehingga mudah ditinggali mikro organisme
meskipun telah dibersihkan.
3) Keramik/porselin bisa retak dan patah.
4) Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk
mengelupas atau membentuk serpihan.
5) Pelapis lembar/siku baja tahan karat (stailess steel) pada sudut-sudut
tempat benturan membantu mengurangi kerusakan.

d. Lantai.
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata,
tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.
Persyaratan lantai pada ruang-ruang khusus.

1) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang
cukup ke arah saluran pembuangan.

2) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar


mudah dibersihkan.

3) Lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk menghilangkan


muatan listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi bukan
sedemikian konduktifnya sehingga membahayakan petugas dari
sengatan listrik.

4) Untuk mencegah menimbunnya muatan listrik pada tempat


dipergunakan gas anestesi mudah terbakar, lantai yang konduktif harus
dipasang.

5) Lantai yang konduktif bisa diperoleh dari berbagai jenis bahan, termasuk
vinil anti statik, ubin aspal, linolium, dan teraso. Tahanan listrik dari
bahan-bahan ini bisa berubah dengan umur dan akibat pembersihan.

6) Tahanan dari lantai konduktif diukur tiap bulan, dan harus memenuhi
persyaratan yang berlaku seperti dalam NFPA 56A.
7) Permukaan lantai tersebut harus dapat memberikan jalan bagi peralatan
yang mempunyai konduktivitas listrik yang sedang antara peralatan dan
petugas yang berhubungan dengan lantai tersebut.

8) Lantai dilokasi anestesi yang tidak mudah terbakar tidak perlu konduktif.
Semacam plastik keras (vinil), dan bahan-bahan yang tanpa sambungan
dipergunakan untuk lantai yang non konduktif.

9) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras
untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan
pemvakuman basah.

e. Struktur Bangunan.

Persyaratan pembebanan Bangunan Rumah Sakit.

d. Setiap bangunan rumah sakit, strukturnya harus direncanakan dan


dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul
beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan
(safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)
selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit, lokasi,
keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

e. Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-


pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin
bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap
maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa,
angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak.

f. Dalam perencanaan struktur bangunan rumah sakit terhadap


pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan rumah sakit,
baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus
diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan
zona gempanya.
g. Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan secara detail
sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang
direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya
masih dapat memungkinkan pengguna bangunan rumah sakit
menyelamatkan diri.

h. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus


dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai
dengan Pedoman Teknis atau standar yang berlaku.

i. Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera


dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan
bangunan rumah sakit, sehingga bangunan rumah sakit selalu
memenuhi persyaratan keselamatan struktur.

j. Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan


secara berkala sesuai dengan pedoman teknis atau standar teknis
yang berlaku, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang
memiliki sertifikasi sesuai.

Persyaratan Teknis.

1) Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur


terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur
kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara
(angin, gempa) dan beban khusus.

2) Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban


harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, seperti :

a. SNI 031726-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencana an


ketahanan gempa untuk rumah dan gedung.

b. SNI 03-1727-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan


pembebanan untuk rumah dan gedung.
f. Struktur Atas

Konstruksi atas bangunan rumah sakit dapat terbuat dari konstruksi


beton, konstruksi baja, konstruksi kayu atau konstruksi dengan bahan
dan teknologi khusus.

Persyaratan Teknis

1) Konstruksi beton

Perencanaan konstruksi beton harus memenuhi standar teknis


yang berlaku, seperti :

a. SNI 032847-1992 atau edisi terbaru; Tata cara perhitungan


struktur beton untuk bangunan gedung.

b. SNI 033430-1994 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan


dinding struktur pasangan blok beton berongga bertulang
untuk bangunan rumah dan gedung.

c. SNI 03-1734-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan


beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan
gedung.

d. SNI 032834 -1992 atau edisi terbaru; Tata cara pembuatan


rencana campuran beton normal.

e. SNI 033976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan


dan pengecoran beton.

f. SNI 033449-1994 atau edisi terbaru; Tata cara rencana


pembuatan campuran beton ringan dengan agregat ringan.

2) Konstruksi Baja

Perencanaan konstruksi baja harus memenuhi standar yang


berlaku seperti :

a. SNI 03-1729-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan


bangunan baja untuk gedung.
b. Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam
perencanaan konstruksi baja .

c. Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja.

d. Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan


Konstruksi.

3) Konstruksi Kayu

Perencanaan konstruksi kayu harus memenuhi standar teknis yang


berlaku, seperti:

a. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan


Gedung.

b. Tata cara/pedoman lain yang masih terkait dalam


perencanaan konstruksi kayu.

c. Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu

d. SNI 03 2407 1991 atau edisi terbaru; Tata cara


pengecatan kayu untuk rumah dan gedung.

4) Konstruksi dengan Bahan dan Teknologi Khusus

Perencanaan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus harus


dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang bahan
dan teknologi khusus tersebut. Perencanaan konstruksi dengan
memperhatikan standar teknis padanan untuk spesifikasi teknis,
tata cara, dan metoda uji bahan dan teknologi khusus tersebut.

5) Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi

Selain pedoman yang spesifik untuk masing-masing jenis


konstruksi, standar teknis lainnya yang terkait dalam perencanaan
suatu bangunan yang harus dipenuhi, antara lain:

a. SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan


bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.
b. SNI 03-1736-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
struktur bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan rumah dan gedung.

c. SNI 03-1963-1990 atau edisi terbaru; Tata cara dasar


koordinasi modular untuk perancangan bangunan rumah dan
gedung.

d. SNI 032395-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan


dan perancangan bangunan radiologi di rumah sakit.

e. SNI 032394-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan


dan perancangan bangunan kedokteran nuklir di rumah
sakit.

f. SNI 032404-1991 atau edisi terbaru; Tata cara pencegahan


rayap pada pembuatan bangunan rumah dan gedung.

g. SNI 032405-1991 atau edisi terbaru; Tata cara


penanggulangan rayap pada bangunan rumah dan gedung
dengan termitisida.

g. Struktur Bawah

Struktur bawah bangunan rumah sakit dapat berupa pondasi langsung


atau pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi
didirikannya rumah sakit.
Persyaratan Teknis.
1) Pondasi Langsung

a. Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan


sedemikian rupa sehingga dasarnya terletak di atas lapisan
tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup
kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak mengalami
penurunan yang melampaui batas.
b. Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan
sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam
praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari
penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan
korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.

c. Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari


rencana dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan
oleh perencana ahli yang memiiki sertifikasi sesuai.

d. Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau


konstruksi beton bertulang.

2) Pondasi Dalam

a. Dalam hal penggunaan tiang pancang beton bertulang harus


mengacu pedoman teknis dan standar yang berlaku.

b. Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah


tepi laut yang dapat mengakibatkan korosif harus
memperhatikan pengamanan baja terhadap korosi memenuhi
pedoman teknis dan standar yang berlaku.

c. Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan


menggunakan pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau
mempunyai paten dengan metode konstruksi yang belum
dikenal, harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan instansi
yang berwenang.

d. Dalam hal perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak,


harus menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi
terkait)

e. Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan


tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah
permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung
dapat menyebabkan penurunan yang berlebihan atau
ketidakstabilan konstruksi.

f. Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan


sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam
praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari
penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan
korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.

g. Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus


diverifikasi dengan percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah
pondasi dalam direncanakan dengan faktor keamanan yang
jauh lebih besar dari faktor keamanan yang lazim.

h. Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan


dengan berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus
dievaluasi oleh perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.

i. Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1%


dari jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan
penentuan titik secara random, kecuali ditentukan lain oleh
perencana ahli serta disetujui oleh instansi yang bersangkutan.

3) Keselamatan Struktur

a. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus


dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala
sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Teknis Tata Cara
Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.

b. Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera


dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan
bangunan rumah salikit, sehingga rumah sakit selalu memenuhi
persyaratan keselamatan struktur.
c. Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan
secara berkala sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan
atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.

d. Keruntuhan Struktur

e. Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak


diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan
secara berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis yang
berlaku.

4) Persyaratan Bahan

a. Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua


persyaratan keamanan, termasuk keselamatan terhadap
lingkungan dan pengguna bangunan, serta sesuai pedoman
teknis atau standar teknis yang berlaku.

b. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum


mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman
teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

c. Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus


diproses sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk
keperluan yang dimaksud.

d. Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga


memiliki sistem hubungan yang baik dan mampu
mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan,
serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat
pemasangan/pelaksanaan.

h. Pintu.
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang
merupakan tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnnya
dilengkapi dengan penutup (daun pintu).
Persyaratan.
1) Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm
atau dapat dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak
menjadi akses pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 90
cm.

2) Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya


ramp atau perbedaan ketinggian lantai.

3) Pintu Darurat

i. Setiap bangunan RS yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus


dilengkapi dengan pintu darurat.

ii. Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang


tangga penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar
membuka ke arah luar (halaman).

iii. Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung
maksimal 25 m dari segala arah.

4) Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk
aksesibel, harus terbuka ke luar, dan lebar daun pintu minimal 85 cm.

i. Toilet (Kamar kecil).

Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali


penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau
fasilitas umum lainnya

Persyaratan.

1) Toilet umum.

a. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang
cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna.

b. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan


ketinggian pengguna ( 36 ~ 38 cm).
c. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.

d. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.

e. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa


dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.

2) Toilet untuk aksesibilitas.

a. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi


dengan tampilan rambu/simbol "penyandang cacat" pada
bagian luarnya.

b. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang
cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.

c. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan


ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm)

d. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan


pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan
ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan
penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki
bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu
pergerakan pengguna kursi roda.

e. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan
perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan
pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah
digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan
fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.

f. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.

g. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan


pengguna kursi roda.

h. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa


dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
i. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah
pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi
darurat (emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi
sesuatu yang tidak diharapkan.

8
7. Infrastruktur Dan Prasarana Rumah Sakit

a. Sistem Proteksi Kebakaran

1) Sistem Proteksi Pasif

Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi


pasif terhadap bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau
pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur rumah sakit
sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik
saat terjadi kebakaran. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan
pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan
bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
rumah sakit. Rumah sakit harus mampu secara struktural stabil
selama kebakaran. Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk
membatasi kobaran api yang potensial, perambatan api dan asap,
agar dapat:

a. melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan


terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di
dalam bangunan.

b. mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan


lain yang berdekatan.

c. menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran

2) Proteksi Bukaan
Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi
penyetop api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta
menjamin pemisahan dan kompartemenisasi bangunan.

3) Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang


dipasang tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau
gas, yang digunakan untuk mendeteksi dan memadamkan
kebakaran pada bangunan rumah sakit.

a. Pipa tegak dan slang Kebakaran

Sistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas per


lantai, klasifikasi hunian, sistem sarana jalan ke luar, jumlah
aliran yang dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak
sambungan selang dari sumber pasokan air.

b. Hidran Halaman

Hidran halaman diperlukan untuk pemadaman api dari luar


bangunan gedung. Sambungan slang ke hidran halaman harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh instansi
kebakaran setempat.

c. Sistem Springkler Otomatis.

Sistem springkler otomatis harus dirancang untuk


memadamkan kebakaran atau sekurang-kurangnya mempu
mempertahankan kebakaran untuk tetap, tidak berkembang,
untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepada springkler
pecah.

d. Pemadam Api Ringan (PAR)

Alat pemadam api ringan kimia (APAR) harus ditujukan untuk


menyediakan sarana bagi pemadaman api pada tahap awal.
Konstruksi APAR dapat dari jenis portabel (jinjing) atau beroda,
e. Sistem Pemadam Kebakaran Khusus.

Sistem pemadaman khusus yang dimaksud adalah sistem


pemadaman bukan portable (jinjing) dan beroperasi secara
otomatis untuk perlindungan dalam ruang-ruang dan atau
penggunaan khusus. Sistem pemadam khusus meliputi sistem
gas dan sistem busa.

f. Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran

Sistem deteksi dan alarm kebakaran berfungsi untuk


mendeteksi secara dini terjadinya kebakaran, baik secara
otomatis maupun manual.

g. Sistem Pencahayaan Darurat

Pencahayaan darurat di dalam rumah sakit diperlukan


khususmya pada keadaan darurat, misalnya tidak berfungsinya
pencahayaan normal dari PLN atau tidak dapat beroperasinya
dengan segera daya siaga dari diesel generator.

h. Tanda Arah.

Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan


jelas oleh pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus
dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan
arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju ruang besar (hal),
lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan
arah ke eksit yang disyaratkan.

i. Sistem Peringatan Bahaya

Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai


sistem penguat suara (public address), diperlukan guna
memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai
tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat.
Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh
informasi panduan yang tepat dan jelas.
b. Sistem Komunikasi Dalam Rumah sakit

Persyaratan komunikasi dalam rumah sakit dimaksudkan sebagai


penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal
bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi
kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya. Termasuk antara lain:
sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation, dan
sistem panggil perawat. Penggunaan instalasi tata suara pada
waktu keadaan darurat dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan
standar teknis yang berlaku.

1) Sistem Telepon dan Tata Suara.

a. Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komukasi


gedung, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan,
dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan
lingkungan dan bagian bangunan serta sistem instalasi lainnya,
serta direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan standar,
normalisasi teknik dan peraturan yang berlaku.

b. Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi


dampak, dan harus diamankan terhadap gangguan seperti
interferensi gelombang elektro magnetik, dan lain-lain.

c. Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC


(Electro Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran
terhadap EMC melampaui ambang batas yang ditentukan,
maka langka penanggulangan dan pengamanan harus
dilakukan.

d. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum


mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman
teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang

Persyaratan Teknis Instalasi Telepon.

a. Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi persyaratan :


i. Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada
genangan air, aman dan mudah dikerjakan.

ii. Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran


masuk ke dalam gedung untuk instalasi telepon minimal
berukuran 1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan agar tidak
menjadi jalan air masuk ke rumah sakit pada saat hujan dll.

iii. Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan
dekat dengan jalan besar.

b. Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik,


minimal berjarak 0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.

c. Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:

i. Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya


cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta
memenuhi persyaratan untuk tempat peralatan.

ii. Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.

iii. Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator


telepon.

iv. Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang,


mempunyai dinding dan lantai tahan asam, sirkulasi udara
cukup dan udara buangnya harus dibuang ke udara terbuka
dan tidak ke ruang publik, serta tidak boleh kena sinar
matahari langsung.

Persyaratan Teknis Instalasi Tata Suara

a. Setiap bangunan rumah sakit dengan ketinggian 4 lantai atau


14 m keatas, harus dipasang sistem tata suara yang dapat
digunakan untuk menyampaikan pengumuman dan instruksi
apabila terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.
b. Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud
pada butir 1) di atas harus menggunakan sistem khusus,
sehingga apabila sistem tata suara umum rusak, maka sistem
telepon darurat tetap dapat bekerja.

c. Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi


lainnya, dan dilindungin terhadap bahaya kebakaran, atau
terdiri dari kabel tahan api.

d. Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk


kondisi normal maupun pada kondisi daya listrik utama
mengalami gangguan, dengan kapasitas dan dapat melayani
dalam waktu yang cukup sesuai ketentuan yang berlaku.

e. Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus


memenuhi:

i. UU No. 32 tahun 1999, tentang Telekomunikasi.

ii. PP No. 52/2000, tentang Telekomunikasi Indonesia.

b. Sistem Panggil Perawat (Nurse Call)

Peralatan sistem panggil perawat dimaksudkan untuk memberikan


pelayanan kepada pasien yang memerlukan bantuan perawat, baik
dalam kondisi rutin atau darurat. Sistem panggil perawat bertujuan
menjadi alat komunikasi antara perawat dan pasien dalam bentuk
visual dan audible (suara), dan memberikan sinyal pada kejadian
darurat pasien. .

c. Sistem Penangkal Petir.

Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari


bangunan rumah sakit, termasuk manusia yang ada di dalamnya,
dan instalasi serta peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran
petir.

d. Sistem Kelistrikan
1) Sistem tegangan rendah (TR) dalam gedung adalah 3 fase
220/380 Volt, dengan frekuensi 50 Hertz. Sistem tegangan
menengah (TM) dalam gedung adalah 20 KV atau kurang,
dengan frekuensi 50 Hertz, mengikuti ketentuan yang berlaku.
Untuk Rumah Sakit yang memiliki kapasitas daya listrik
tersambung dari PLN minimal 200 KVA disarankan agar sudah
memiliki sistem jaringan listrik Tegangan Menengah 20 KV
(jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa Rumah Sakit
Kelas C mempunyai Kapasitas daya listrik 300 KVA s/d 600
KVA, dengan perhitungan 3 KVA per Tempat Tidur (TT).

2) Instalasi listrik tegangan menengah tersebut antara lain :

a. Penyediaan bangunan gardu listrik rumah sakit (ukuran


sesuai standar gardu PLN).

b. Peralatan Transformator (kapasitas sesuai daya terpasang).

c. Peralatan panel TM 20 KV dan aksesorisnya.

d. Peralatan pembantu dan sistem pengamanan (;grounding).

3) Harus tersedia peralatan UPS (Uninterruptable Power Supply)


untuk melayani Kamar Operasi (Central Operation Theater),
Ruang Perawatan Intensif (;Intensive Care Unit), Ruang
Perawatan Intensif Khusus Jantung (; Intensive Cardiac Care
Unit). Persyaratan :

a. Harus tersedia Ruang UPS minimal 2 X 3 m2 (sesuai


kebutuhan) terletak di Gedung COT,ICU, ICCU dan diberi
pendingin ruangan.

b. Kapasitas UPS setidaknya 30 KVA.

4) Sistem Penerangan Darurat (;emergency lighting) harus tersedia


pada ruang-ruang tertentu.
5) Harus tersedia sumber listrik cadangan berupa diesel generator
(Genset). Genset harus disediakan 2 (dua) unit dengan kapasitas
minimal 40% dari jumlah daya terpasang pada masing-masing
unit. Genset dilengkapi sistem AMF dan ATS.

6) Sistem kelistrikan RS Kelas C harus dilengkapi dengan


transformator isolator dan kelengkapan monitoring sistem IT
kelompok 2E minimal berkapasitas 5 KVA untuk titik-titik stop
kontak yang mensuplai peralatan-peralatan medis penting (;life
support medical equipment).

7) Sistem Pembumian (;grounding system) harus terpisah antara


grounding panel gedung dan panel alat. Nilai grounding
peralatan tidak boleh kurang dari 0,2 Ohm.

e. Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (HVAC)

1) Sistem Penghawaan (Ventilasi)

Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami


dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.
Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi
pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat
dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.

Persyaratan Teknis

a. Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka


diperlukan ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas
tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan
pencemaran.

b. Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi,


mengikuti Persyaratan Teknis berikut:

i. SNI 03 6572 - 2000 atau edisi terbaru; Tata cara


perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada
bangunan gedung.
ii. SNI 03 6390 - 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi
sistem tata udara pada bangunan gedung.

2) Sistem Pengkondisian Udara

Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah


sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban
udara.

Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara

Menurut Ruang Suhu Kelemb Tekana


Fungsi atau Unit (0C) aban n
Ruang (%)
atau
Unit.
No.
1 Operasi 19 24 45 60 Positif
2 Bersalin 24 26 45 60 Positif
3 Pemulihan 22 24 45 60 Seimban
/perawata g
n
4 Observasi 21 24 45 60 Seimban
bayi g
5 Perawata 22 26 35 - 60 Seimban
n bayi g
6 Perawata 24 26 35 - 60 Positif
n
premature
7 ICU 22 23 35 - 60 Positif
8 Jenazah/O 21 24 - Negative
topsi
9 Penginder 19 24 45 60 Seimban
aan medis g
10 Laboratori 22 26 35 - 60 Positif
um
11 Radiologi 22 26 45 60 Seimban
g
12 Sterilisasi 22 30 35 - 60 Positif
13 Dapur 22 30 35 - 60 Seimban
g
14 Gawat 19 24 45 60 Positif
Darurat
15 Administr 21 24 - Seimban
asi, g
pertemua
n
16. Ruang 24 26 35 - 60 Positif
luka bakar

f. Sistem Pencahayaan

Setiap rumah sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan


harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/
mekanik, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

Persyaratan Teknis.

1) Rumah sakit tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan


bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk
pencahayaan alami.

2) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi


rumah sakit dan fungsi masing-masing ruang di dalam rumah sakit.

3) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat


iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam rumah
sakit dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi
yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau
atau pantulan.

4) Pencahayaan di RS harus memenuhi standar kesehatan dalam


melaksanakan pekerjaannya sesuai standar intensitas cahaya
sebagai berikut :

Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit

No Ruang atau Intensitas Keterangan


. Unit Cahaya
(lux)
1 Ruang 100 200 Warna cahaya
pasien maks. 50 sedang
- saat tidak
tidur
- saat tidur
2 R. Operasi 300 500
umum
3 Meja operasi 10.000 20.000 Warna cahaya
sejuk atau
sedang tanpa
bayangan
4 Anastesi, 300 500
pemulihan
5 Endoscopy, 75 100
lab
6 Sinar X minimal 60
7 Koridor Minimal 100

g. Sistem Fasilitas Sanitasi

Persyaratan Sanitasi Rumah Sakit dapat dilihat pada Keputusan


Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Persyaratan Air Bersih

1) Harus tersedia air bersih yang cukup dan memenuhi syarat


kesehatan, atau dapat mengadakan pengolahan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

2) Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari.

3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan
yang membutuhkan secara berkesinambungan.

4) Tersedia penampungan air (;reservoir) bawah atau atas.

5) Distribusi air minum dan air bersih di setipa ruangan/kamar


harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan
tekanan positif.
6) Penyediaan Fasilitas air panas dan uap terdiri atas Unit Boiler,
sistem perpipaan dan kelengkapannya untuk distribusi ke
daerah pelayanan.

7) Dalam rangka pengawasan kualitas air maka RS harus


melakukan inspeksi terhadap sarana air minum dan air bersih
minimal 1 (satu) tahun sekali.

8) Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan


minimal 2 (dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan
sekali pada musim hujan), titik sampel yaitu pada penampungan
air (;reservoir) dan keran terjauh dari reservoir.

9) Kualitas air yang digunakan di ruang khusus, seperti ruang


operasi.

10) RS yang telah menggunakan air yang sudam diolah seperti


dari PDAM, sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi
dapat melakukan pengolahan tambahan dengan cartridge filter
dan dilengkapi dengan desinfeksi menggunakan ultra violet.

11) Ruang Farmasi dan Hemodialisis : yaitu terdiri dari air yang
dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan
pengenceran dalam hemodialisis.

12) Tersedia air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran


dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.

13) Sistem Plambing air bersih/minum dan air buangan/kotor


mengikuti persyaratan teknis sesuai SNI 03-6481-2000 atau
edisi terbaru, Sistem Plambing 2000.

h. Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah

Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam


bentuk padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis
dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.

Persyaratan Penyaluran Air Hujan

1) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang


dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah,
permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase
lingkungan/kota.

Persyaratan Teknis.

1) Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi


dengan sistem penyaluran air hujan.

2) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke


dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan
sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

3) Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan


yang berlaku.

4) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain


yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan
dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.

5) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah


terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.

6) Pengolahan dan penyaluran air hujan mengikuti persyaratan teknis


berikut:

7) SNI 03-2453-2002 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan


sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan.

8) SNI 03-2459-2002 atau edisi terbaru; Spesifikasi sumur resapan air


hujan untuk lahan pekarangan.
9) Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
penyaluran air hujan pada bangunan gedung.

i. Sistem Instalasi Gas Medik

Sistem gas medik dan vakum medik harus direncanakan dan dipasang
dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Bila terdapat
istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku wajib bagi
semua sistem perpipaan untuk oksigen, nitrous oksida, udara tekan
medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum medik untuk
pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan campuran dari gas-
gas tersebut. Bila terdapat nama layanan gas khusus atau vakum,
maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas tersebut. Lokasi untuk
sistem pasokan sentral dan penyimpanan gas-gas medik harus
memenuhi persyaratan berikut :

1) Dibangun dengan akses ke luar dan masuk lokasi untuk


memindahkan silinder, peralatan, dan sebagainya.

2) Dijaga keamanannya dengan pintu atau gerbang yang dapat


dikunci, atau diamankan dengan cara lain.

3) Jika di luar ruangan/bangunan, harus dilindungi dengan dinding


atau pagar dari bahan yang tidak dapat terbakar.

4) Jika di dalam ruangan/bangunan, harus dibangun dengan


menggunakan bahan interior yang tidak dapat terbakar/ sulit
terbakar, sehingga semua dinding, lantai, langit-langit dan pintu
sekurang-kurangnya mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.

5) Dilengkapi lampu atau indikator pada bagian luar ruang


penyimpanan yang menunjukkan kondisi kapasitas gas medis
yang masih tersedia.
6) Dilengkapi dengan rak, rantai, atau pengikat lainnya untuk
mengamankan masing-masing silinder, baik yang terhubung
maupun tidak terhubung, penuh atau kosong, agar tidak roboh.

7) Dipasok dengan daya listrik yang memenuhi persyaratan sistem


kelistrikan esensial.

8) Apabila disediakan rak, lemari, dan penyangga, harus dibuat dari


bahan tidak dapat terbakar atau bahan sulit terbakar.

j. Sarana Evakuasi

Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan sarana evakuasi bagi


orang yang berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang
meliputi :

1) sistem peringatan bahaya bagi pengguna,

2) pintu keluar darurat, dan

3) jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan rumah


sakit untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit
secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.

Persyaratan teknik

1) Untuk persyaratan sarana evakuasi pada bangunan rumah sakit


harus dipenuhi standar tata cara perencanaan sarana evakuasi
pada bangunan gedung.

2) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai


SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang
diberlakukan oleh instansi yang berwenang.
INSTALASI BEDAH SENTRAL

9
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Ruang operasi adalah suatu unit di rumah sakit yang berfungsi sebagai
tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun
akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Luas
ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling
peralatan bedah. Ruang operasi harus dirancang dengan faktor
keselamatan yang tinggi.

9
2. Persyaratan Khusus
Persyaratan teknis ruang operasi dapat melihat buku PedomanTeknik
Bangunan Rumah Sakit, yang disusun oleh Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Tahun
2012.

Bangunan kamar operasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


a. Mudah dicapai oleh pasien
b. Penerimaan pasien dilakukan dekat dengan perbatasandaerah steril
dan non-steril
c. Kereta dorong pasien harus mudah bergerak
d. Lalu lintas kamar operasi harus teratur dan tidak simpang siur
e. Terdapat batas yang tegas yang memisahkan antara daerah steril
dan non-steril, untuk pengaturan penggunaan baju khusus
f. Letaknya dekat dengan UGD (untuk kamar operasi kasus-kasus
gawat darurat).

Rancang bangun kamar operasi harus mencakup:

a. Kamar yang tenang untuk tempat pasien menunggu tindakan


anestesi yang dilengkapi dengan fasilitas induksi anestesi
b. Kamar operasi yang langsung berhubungan dengan kamar induksi
c. Kamar pulih (recovery room)
d. Ruang yang cukup untuk menyimpan peralatan, linen, obat farmasi
termasuk bahan narkotik
e. Ruang/tempatpengumpulan/pembuangan peralatan dan linen bekas
pakai operasi
f. Ruang ganti pakaian pria dan wanita terpisah
g. Ruang istirahat untuk staf yang jaga
h. Ruang operasi hendaknya tidak bising dan steril.
i. Kamar ganti hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga
terhindar dari area kotor setelah ganti dengan pakaian operasi.
j. Ruang perawat hendaknya terletak pada lokasi yang dapat
mengamati pergerakan pasien.
k. Dalam ruang operasi diperlukan 2 ruang tindakan, yaitu tindakan
elektif dan tindakan cito
l. Alur terdiri dari pintu dan keluar untuk staf medik dan paramedik;
pintu masuk pasien operasi; dan alur perawatan
m. Harus disediakan spoelhock untuk membuang barang-barang bekas
operasi
n. Disarankan terdapat pembatasan yang jelas antara:
- Daerah bebas, area lalu lintas dari luar termasuk pasien
- Daerah semi steril, daerah transisi yang menuju koridor kamar
operasi dan ruangan semi steril
- Daerah steril, daerah prosedur steril diperlukan bagi personil yang
harus sudah berpakaian khusus dan masker
o. Setiap 2 kamar operasi harus dilayani oleh 2 kamar scrub up
p. Harus disediakan pintu keluar tersendiri untuk jenazah dan bahan
kotor yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung

Syarat kamar operasi:10


Lebar pintu minimal 1,2 m dan tinggi minimal 2,1 m, terdiridari dua
daun pintu, dan semua pintu harus selalu dalam keadaan tertutup.
Pintu keluar masuk harus tidak terlalu mudah dibuka danditutup.
Sepertiga bagian pintu harus dari kaca tembus pandang.
Paling sedikit salah satu sisi dari ruang operasi ada kaca.
Ukuran kamar operasi minimal 6 x 6 m2dengan tinggi minimal3 m.
Pertemuan lantai, dinding dan langit-langit dengan lengkung
Plafon harus rapat, kuat dan tidak bercelah, terbuat daribahan yang
kuat, aman dan tinggi minimal 2,70 m dari lantai.
Dinding terbuat dari bahan porselen atau vynil setinggi langit-langit
atau dicat dengan cat tembok berwarna terang yang aman dan tidak
luntur.
Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudahdibersihkan,
permukaan rata dan tidak licin serta berwarna terang, contoh : vinyl
atau keramik.
Tersedia lampu operasi dengan pemasangan seimbang, baikjumlah
lampu operasi dan ketinggian pemasangan. Harus tersedia gelagar
(gantungan) lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang
dipasang sebelum pemasangan langit-langit.
Pencahayaan 300500 lux, meja operasi 10.00020.000 luxdengan
warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan
Ventilasi sebaiknya menggunakan AC tersendiri yangdilengkapi filter
bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya.
Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih
yang masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus
untuk ruang bedah ortopedi atau transplatasi organ harus
menggunakan pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System.
Suhu kamar idealnya 2026 C dan harus stabil.
Kelembaban ruangan 5060%.
Kebisingan 45 dB.
Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udaraluar, untuk
itu harus dibuat ruang antara.
Hubungan dengan ruangscrub-upuntuk melihat ke dalamruang
operasi
perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian
alat steril (cleaning) cukup dengan sebuah loket yang dapat
dibuka/ditutup.
Pemasangan gas medik secara sentral diusahakan melaluibawah lantai
atau atas langit-langit.
Di bawah meja operasi perlu adanya kabel anti petir yangdipasang di
bawah lantai.
Ada sistem pembuangan gas anestesi yang aman.
Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis
Sumber Daya Manusia11
Mengacu pada Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
pengoperasian dan pemeliharaan ruang operasi harus dilakukan oleh
petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Kualifikasi sumber
daya manusia disasuaikan dengan klasifikasi rumah sakit.

4. Tata Sirkulasi Rumah Sakit


a. Prinsip dan Implementasi Tata Sirkulasi Eksternal
Sirkulasi eksternal ditunjang oleh adanya dropping zone atau ruang
transfer pasien. Ada 2 ruang yang terdapat di IBS RSI PKU
Muhammadiyah Pekajangan yaitu Ruang transfer pasien sebelum
operasi yaitu ruang yang digunakan untuk menyerahkan pasien
sebelum operasi dari rawat inap ke petugas IBS. Serta 1 ruang transfer
pasien kembali ke rawat inap setelah pasien menerima tindakan
operasi. Tata sirkulasi yang terdapat di RSI PKU Muhammadiyah
Pekajangan cukup baik dengan adanya 3 pintu utama yaitu pintu masuk
pasien, pintu keluar pasien kembali ke ruangan rawat inap, serta satu
pintu untuk keluar masuk petugas IBS.
b. Prinsip dan Implementasi Tata Sirkulasi Internal

Dalam Field site teaching yang kami lakukan di RSI PKU Muhammadiyah
Pekajangan, tata sirkulasi di dalam ruang IBS sesuai dengan aturan
yang terdapat di alur gambar I. Setiap ruang di IBS dipisahkan oleh
pintu dengan terdapat warna sesuai zonasi di bagian lantai. Setiap
proses dari transfer pasien sampai pengembalian pasien ke ruangan
menggunakan alur yang sesuai dengan prinsip ruang IBS.

5. Tata Fungsi dan Zonasi Ruang IBS RSI PKU Muhammadiyah


Pekajangan10
a. Prinsip Tata Fungsi dan Zonasi
Sistem zona yang kami amati selama kegiatan FST di RSI PKU
Muhammadiyah Pekajangan sudah diatur sesuai aturan zona pada ruang
bedah. Sistem zonasi di IBS RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan
menggunakan 3 warna yaitu hijau, kuning dan merah. Zona 1 di RSI PKU
Muhammadiyah Pekajangan tidak ditandai dengan warna apapun, ruang
tunggu pasien berada di depan pintu keluar pasien berupa ruangan
berukuran 2x2m disertai beberapa sofa. Zona 1 juga mencakup ruang
administrasi, ruang dokter dan ruang perawat dan ruang ganti. Ruang
ganti petugas di RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan berjumlah 2
ruangan yaitu ruang ganti bagipetugas medisdan ruang ganti petugas
paramedis.
Zona 2 ditandai dengan warna kuning pada lantai sejajar dengan
pintu masuk ke ruangan tersebut. Zona 2 ini mencakup ruang pemulihan
dan ruang transfer pasien.
Zona 3 di IBS RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan menggunakan
tanda warna merah di lantainya. Zona tersebut dimulai dari pintu masuk
setelah ruang ganti menuju ruangan persiapan operasi, ruang peralatan
steril, dan ruang linen.
Zona 4 dan zona 5 di IBS RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan
tidak menggunakan tanda. Hal ini tidak sesuai dengan tata zonasi ruang
yang harusnya memisahkan tanda pada kamar operasi yang memang
membutuhkan sterilitas paling tinggi. Zona ini harusnya terdapat pada
pintu masuk di ruangan operasi.
b. Zonasi Berdasarkan Tingkat Penularan Penyakit

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan mengenai prinsip


zonasi di IBS RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan, tidak terdapat
pembagian ruang yang digunakan berdasarkan penyakit yang dialami
pasien. Misalnya tidak ada ruang khusus untuk operasi pasien dengan
HbsAg positif. Ruang operasi berjumlah 3 ruang.

6. Aspek Fisika dan Bangunan10


a. Pencahayaan
Pencahayaan pada bangunan ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) di
RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan dinilai cukup dan adekuat. Pada
bangunan IBS, pencahayaan didistribusikan rata dalam ruangan dengan
lampu yang dipasang di langit-langit dan menggunakan lampu yang
mempunyai efikasi lebih tinggi dan menghindari pemakaian lampu
dengan efikasi rendah dan digunakan Tube Lamp(TL) atau lampu neon
dengan karakteristik mampu menghasilkan cahaya output per watt daya
yang digunakan lebih tinggi daripada lampu bolam biasa (incandescent
lamp). Pencahayaan yang adekuat ini berfungsi untuk membantu dalam
penerangan ruangan yang memiliki kegiatan untuk dilakukannya
observasi.
b. Penghawaan
Sistem pengaturan suhu dan kelembaban di IBS RSI PKU
Muhammadiyah Pekajangan diatur sehingga dapatmenyediakan suhu dan
kelembaban sesuai serta ventilasi tekanan positif. Pengaturansuhu dan
kelembaban diruang IBS menggunakan Air conditioner yang tidak
terpasang sentral sehingga tidak sesuai dengan kriteria pengaturan
penghawaan di ruang bedah.
Instalasi Bedah Sentral RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan telah memenuhi
standar PedomanTeknik Bangunan Rumah Sakit, yang disusun oleh Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Tahun 2012,
sedangkan pada syarat rancang bangun kamar operasi yaitu Dalam ruang
operasi diperlukan 2 ruang tindakan, yaitu tindakan elektif dan tindakan cito
belum terlaksana dengan baik dikarenakan luas Instalasi Bedah Sentral RSI
PKU Muhammadiyah Pekajangan yang tidak memadai untuk membedakan
ruang operasi elektif dan cito sehingga saat ini baik operasi elektif maupun
cito masih menggunakan ruang operasi yang sama.
Untuk syarat kamar operasi, di RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan ini masih
belum memenuhi beberapa syarat, seperti :
Ukuran kamar operasi minimal 6 x 6 m2dengan tinggi minimal3 m.
Pertemuan lantai, dinding dan langit-langit dengan lengkung
Ventilasi sebaiknya menggunakan AC tersendiri yangdilengkapi filter
bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya.
Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih
yang masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus
untuk ruang bedah ortopedi atau transplatasi organ harus
menggunakan pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System
Pada ruang operasi RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan ukuran kamar-
kamar operasi yang ada tidak mencapai ukuran kamar operasi minimal
yaitu 6 x 6 m2. Pada pertemuan antara lantai, dinding dan langit-langit
kamar operasi yang seharusnya lengkung, masih dijumpai sudut-sudut
yang dimana hal ini tidak sesuai dengan syarat kamar operasi yang baik
sehingga dengan adanya sudut-sudut ini bisa menjadi media pertumbuhan
bagi kuman-kuman pathogen. Ventilasi yanag tersedia di ruang-ruang
operasi belum menggunakan AC Central sehingga sirkulasi yang ada di
ruang operasi ini masih belum baik, AC yang ada juga tidak memiliki filter
bakteri seperti pada pedoman teknik bangunan rumah sakit.
BAB IV
SARAN

Setelah melakukan kegiatan Field Site Teaching, kami memiliki beberapa


saran yang mudah-mudahan dapat membantu dalam proses perbaikan dan
perkembangan bagi RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan yang baru saja
melaksanakan proses Akreditasi Rumah Sakit.
Kami fokus padaInstalasi Bedah Sentral di RSI PKU Muhammadiyah
Pekajangan, pertama kami masih melihat adanya persyaratan yang belum
dilengkapi dalam hal persyaratan peralatan yang seharusnya digunakan di
ruang IBS berupa penggunaan AC central, dimana ruang IBS RSI Pekajangan
masih menggunakan AC non central sebagai sumber pengatur hawa di dalam
ruangan. Poin yang kedua yaitu masih ditemukannya sudut-sudut di
pertemuan antara dinding, lantai dan langit-langit. Lebih lanjut kami tidak
menemukan sesuatu masalah yang berarti di IBS RSI Pekajangan.
Berdasarkan penilaian dan pengamatan dalam proses FST di Rumah
Sakit Islam PKU Muhammadiyah Pekajangan, secara keseluruhan pelayanan
RSI PKU MuhammadiyahPekajangan sudah cukup baik. Namun memang ada
beberapa hal yang perlu ditingkatkan lagi karena memang tidak ada hal yang
benar-benar sempurna. Sehingga kami berharap dengan beberapa saran yang
kami berikan dapat meningkatkan status pelayanan dan fasilitas di RSI PKU
Muhammadiyah Pekajangan menjadi lebih baik lagi terlebih dalam
mempertahankan Akreditasi Rumah Sakit paripurna yang telah didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmono, S, 2000. Reformasi Perumahsakitan Indonesia. Bagian


Penyusunan Program dan laporan Ditjen Pelayanan Medik. Departemen
Kesehatan RIWHO, Jakarta
2. Depkes RI, 1998. Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik
Spesialistik.
3. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit. 2013. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI.
4. Depkes RI, 2009. Pokok-Pokok Pedoman Arsitektur Medik Rumah Sakit Umum
Kelas C. Direktorat Instalasi Medik, Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
Permenkes RI No. 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,
5. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6. Profil RSI PKU Pekajangan.http://rsipekajangan.com/profil/company-
profile/
7. Depkes. 2012. PEDOMAN TEKNIS SARANA DAN RASARANA RUMAH SAKIT
KELAS C. Jakarta
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005,tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.
9. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung. Tahun 2000
11. Dewi, feri. 2012. Sistem Sirkulasi Di Rumah Sakit. jakarta

You might also like