You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia perminyakan, salah satu elemen penting dalam petroleum system yaitu
source rock adalah hal yang sangat penting untuk diketahui dan dipelajari, karena
merupakan sumber dari terbentuknya hidrokarbon. Source rock yang diambil dari coring
maupun cutting dianalisa secara geokimia untuk menentukan potensinya, tipe kerogen, dan
mengetahui tingkat kematangannya. Hal ini penting dalam kegiatan eksplorasi karena
dapat memberikan petunjuk atau gambaran dari arah migrasi minyak dan gas bumi yang
berguna untuk pengembangan sumur eksplorasi dan kelanjutan dari eksplorasi tersebut.
Juga seringkali dihubungkan dengan geokimia dari sampel minyak bumi yang diambil dari
reservoir untuk mengetahui asal minyak bumi tersebut.
Pengertian source rock atau batuan induk sendiri merupakan batuan yang memiliki
banyak kandungan material organik, pada umumnya berbutir halus dan diendapkan pada
lingkungan reduksi, sehingga mampu menyimpan/mengawetkan material organik
didalamnya, seperti batulempung, shale, dan batugamping. Material organik yang terdapat
dalam batuan mengandung 90% kerogen, dan 10% bitumen. Kerogen yang merupakan
sumber dari sebagian besar minyak dan gas bumi terdiri dari partikel yang berbeda beda
disebut maseral. Hubungan kerogen dengan maseral adalah seperti hubungan batuan
dengan mineral.
Prosedur utama dalam analisis geokimia dari source rock dilakukan melalui
beberapa tahapan. Pertama adalah analisis material organic atau Total Organic Carbon
(TOC) menggunakan alat Leco Carbon Analyzer. Kemudian analisis tipe material organik
menggunakan metode langsung berupa pyrolysis dan metode tidak langsung berupa
pengamatan karakter fisik dan kimia yang kaitannya dengan potensial sumber. Yang ketiga
adalah analisis kematangan source rock menggunakan metode langsung berupa Rock-Eval
Pyrolisis (REP), dan metode Lopatin serta metode tidak langsung berupa analisis pantulan
vitrinit, analisis indeks warna spora dan Thermal Alteration Index (TAI).

1
1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dilakukannya analisa batuan induk adalah mempelajari geokimia


source rock terhadap potensinya dengan tujuan melakukan analisis batuan induk
berdasarkan data data yang diketahui, menentukan tipe material organik dan
menentukan tingkat kematangan dari material organik.

2
BAB II
METODE

2.1 Langkah Kerja

Uji sampel yang dilakukan berdasarkan analisa cutting di kedalaman 1050m


1150m pada Sumur Onshore yang terletak di Lapangan Ujung. Dengan formasi penyusun
daerah tersebut antara lain Lahat Fm. dan Talang Akar Fm. Sampel yang diambil memiliki
interval 10 m. Langkah langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut:

Mempersiapkan data-data yang diperlukan dalam melakukan analisa, yang


selanjutnya akan diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excel untuk
mempermudah pengerjaan.
Membuat tabel dari parameter hasil Rock Eval Pyrolisis (metode langsung)
yang berjumlah 9 kolom. Adapun kolom kolom tersebut ialah Depth,
TOC, S1, S2, S3, Tmax, PY, OI, HI.
Menghitung Hydrogen Index (HI) dengan menggunakan rumus

HI =

Menghitung Oxygen Index (OI) dengan menggunakan rumus

OI =

Menghitung Potential Yield (PY) dengan menggunakan rumus


PY = (S1 + S2) mg/g
Menghitung PI dengan menggunakan rumus

PI = )

Menentukan Polymorph Colour berdasarkan data SCI.


Membuat grafik TOC vs Depth.
Membuat grafik PY vs TOC.
Membuat grafik %RO vs Depth.
Plot nilai Tmax dan HI.
Plot nilai HI dan OI pada modifikasi diagram Van Krevelen untuk tipe
kerogen.
Plot presentase dari komponen kerogen (Dow & OConnor, 1982)

3
Membuat tabel hasil metode langsung dan tidak langsung
Membuat tabel kesimpulan
Menyusun laporan

4
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisa Kualitas Material organic Batuan Induk

Jumlah material organik yang terdapat di dalam batuan dinyatakan sebagai Total
Organic Carbon (TOC). Analisa TOC menggunakan alat yaitu Leco Carbon Analyzer.
Dilakukan dengan cara membakar sample berbentuk bubuk yang telah dibersihkan dari
lumpur pemboran dan material karbonat. Persentase TOC terhadap kualitasnya menurut
Peter & Cassa, 1994 adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1.1. Presentase nilai TOC (Peter & Cassa, 1994)

Berikut merupakan hasil analisa kualitas batuan induk pada sampel dari Sumur
Onshore pada Lapangan Ujung disajikan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Kualitas Batuan Induk


Depth Formasi Litologi
TOC Kualitas PY Kualitas
1050 - Serpih +
1060 Lanau 1,55 Good 10,9 Very Good

1060 - Serpih +
1070 Talang Akar Lanau 1,43 Good 8,03 Very Good

1070 - Serpih +
1080 Lanau 1,46 Good 10,35 Very Good

1080 - Serpih 2,57 Very Good 11,46 Very Good

5
1090

1090 -
1100 Serpih 2,67 Very Good 12,61 Very Good

1100 -
1110 Batubara 77 Excellent 50,07 Very good

1110 -
1120 Batubara 66 Excellent 31,7 Very good

1120 -
1130 Lahat Serpih 2,99 Very Good 14,98 Very good

1130 -
1140 Serpih 2,85 Very Good 21,66 Very good

1140 -
1150 Serpih 2,97 Very Good 24,39 Very good

Tabel 3.1.2. Analisa Kualitas Batuan Induk

Berdasarkan hasil analisa kualitas batuan induk, pada Formasi Lahat di kedalaman
1110m 1150 m dengan litologi serpih, lanau dan batubara, didapatkan TOC berkisar
antara 2,57% - 77%, yang artinya memiliki kualitas luar biasa, dengan nilai Potential Yield
(PY) berkisar dari 11,46 mg/gr 50,07 mg/gr yang artinya memiliki kualitas sangat baik.
Dan pada Formasi Talang Akar di kedalaman 1050 m 1180 m dengan litologi
serpih, dan lanau, didapatkan TOC berkisar antara 1,43% - 1,55%, yang artinya memiliki
kualitas baik, dengan nilai PY berkisar dari 8,03 mg/gr 10,9 mg/gr yang artinya memiliki
kualitas sangat baik.

6
Depth VS TOC
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

10 2,97
9 2,85
8 2,99
7
6
5 2,67
4 2,57
3 1,46
2 1,43
1 1,55

Series1

Gambar 3.1.1. Grafik Depth vs TOC

Berdasarkan grafik Depth vs TOC, memiliki pola bahwa semakin dalam maka TOC
yang dimiliki batuan relatif semakin besar, dengan puncaknya pada kedalaman 1100m
1120m.

20
Exellent 19
18
17
16
15
14
13
12
11
PY

10
9 TOC Vs Depth
V. Good 8
7
6
5
GOOD 4

Poor 3 Fair
Moderate 2 Good Very Good Exellent
Marginal 1
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5TOC %

7
Gambar 3.1.2. Grafik Tingkat Kualitas Batuan Induk TOC vs PY

Berdasarkan grafik TOC vs PY, dapat dilihat bahwa sebaran nilai TOC berkisar
pada rentang yang sangat baik.

Dapat disimpulkan analisa kualitas batuan induk pada sumur onshore Lapangan
Ujung yang terdapat Formasi Lemat dan Formasi Talang Akar, menunjukkan kualitas yang
sangat baik secara keseluruhan. Sehingga kualitas hidrokarbon yang dihasilkan sangat baik
sehingga layak untuk meneruskan eksplorasi.

3.2 Analisa Tipe Material Organik dan Potensi Hidrokarbon

3.2.1 Analisa Tipe Material Organik dan penghasilan Hidrokarbon Metode


Langsung

Material organik yang terdapat di dalam batuan mengandung 90% Kerogen dan
10% Bitumen (Hunt, 1979). Kerogen merupakan material organik yang tidak dapat larut
dalam asam non oksidasi, basa dan pelarut organik (Hunt, 1979). Berdasarkan komposisi
unsur-unsur kimia berupa karbon (C), hidrogen (H) dan Oksigen (O), awalnya Kerogen
dibedakan menjadi 3 tipe menurut (Tissot dan Welte, 1984) yaitu berupa Tipe I, II, III.
Kemudian (Waples, 1985) menemukan Kerogen Tipe IV. Adapun jalur evolusi
pematangan 4 tipe kerogen menurut Van Krevelen yang dimodifikasi Tissot (1984) dan
North (1985) :

Tipe I : Tipe tinggi berupa sedimen-sedimen alga yang merupakan endapan


danau, mengandung bahan organik sapropelic, perbandingan H:C sekitar
1,6-1,8 cenderung menghasilkan minyak (Oil Prone).
Tipe II : Tipe intermediet, endapan tepi laut, material organiknya berasal
dari darat dan laut, H:C sekitar 1,4, penghasil minyak (Oil Prone).
Tipe III : Mengandung bahan organik Humic yang berasal dari darat
(tumbuhan tingkat tinggi). H:C sekitar 1,0 cenderung membentuk gas
(Gas Prone).
Tipe IV : Material organik berasal dari berbagai sumber yang mengalami
oksidasi, daur ulang atau teralterasi dengan material organiknya berupa
lembam miskin hidrogen. H:C < 0,4 dan tidak menghasilkan hidrokarbon.

8
Berikut merupakan hasil analisa tipe material organik dengan metode langsung
pada sampel di Sumur Onshore Lapangan Ujung disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

1000

500

0
0 50 100 150

Gambar 3.2.1.1. Diagram Van Krevelen

Gambar diatas menampilkan grafik hubungan antara Hydrogen Index (HI) dan
Oxygen Index (OI). Persebaran titik biru pada grafik menunjukkan tipe kerogennya.
Diketahui source rock memiliki tiga jenis kerogen antara lain Tipe I, yaitu oil prone, Tipe
II yaitu oil prone, dan Tipe III yaitu gas prone.

9
Gambar 3.2.1.1. Parameter yang dihasilkan oleh Rock Eval Pyrolisis (After Merrill, 1991)

Gambar diatas menjelaskan kombinasi parameter-parameter yang dihasilkan oleh


Rock-Eval Pyrolisis yang digunakan sebagai indikator jenis serta kualitas dari batuan
induk.

Tabel 2.2.1.1. Potensi batuan induk berdasarkan HI (Waples 1985)

Sedangkan gambar diatas menunjukkan potensi batuan induk berdasarkan nilai HI


menurut Waples, 1985. Apabila nilai HI < 150 akan menghasilkan gas dengan kuantitas
relatif kecil, nilai HI = 150 300 menghasilkan minyak dan gas dengan kuantitas relatif
kecil sedangkan nilai HI > 600 menghasilkan minyak dengan kuantitas relatif sangat
banyak.

10
Tipe Material Organik
Depth Formasi
Van Krevelen Waples 1985 Meriil
1050 - 1060 Tipe I Oil, banyak 16,393 Oil
1060 - 1070 Talang Akar Tipe II Oil, banyak 12,719 Oil
1070 - 1080 Tipe II Oil, banyak 15,648 Oil
1080 - 1090 Tipe I Oil, sedang 24,229 Oil
1090 - 1100 Tipe II Oil, sedang 17,667 Oil
1100 - 1110 Tipe III Gas, kecil 0,661 None
1110 - 1120 Lahat Tipe III Gas, kecil 0,414 None
1120 - 1130 Tipe I Oil, sedang 21,581 Oil
1130 - 1140 Tipe I Oil, sedang 26,743 Oil
1140 - 1150 Tipe I Oil, sedang 22,357 Oil
Tabel 3.1.2. Analisa Tipe Material Organik Metode Langsung

Berdasarkan hasil analisa pada tabel diatas, Sumur Onshore pada Lapangan Ujung
memiliki hasil yang beragam. Dimulai pada Formasi Lahat, pada kedalaman 1080m
1150m terdapat Kerogen Tipe I, Tipe II, dan Tipe III (Van Krevelen) menghasilkan
minyak, dan gas (Waples 1985), sesuai pula dengan Waples 1985 yaitu Oil Prone namun
berdasarkan Meriil tidak menghasilkan apapun pada kedalaman 1100m 1120m.
Sedangkan pada Formasi Talang Akar terdapat Kerogen Tipe I, dan Tipe II (Van
Krevelen) menghasilkan minyak (Waples 1985) dan sesuai yaitu Oil Prone (Meriil)
seluruhnya.

3.2.2 Analisa Tipe Material Organik Metode Tidak Langsung

Metode Tidak Langsung dilakukan dengan cara mengamati potensial sumber dari
suatu kerogen dengan melihat karakteristik fisik dan kimia yang kaitannya dengan
potensial sumber. Analisa yang dilakukan pada metode tidak langsung yaitu analisa
mikroskopis dan analisa unsur.

11
Tabel 3.2.2.1 Tipe Kerogen Menurut Waples (1985).

Tabel diatas menjelaskan tipe kerogen menurut Waples,1985 dengan asal material
organiknya. Tipe I kerogen berasal dari alga air tawar. Tipe II kerogen berasal dari
sedimen laut dengan kondisi reduksi. Tipe III kerogen berasal dari material organik darat
berupa tumbuhan tingkat tinggi denga selulosa dan lignin yang tinggi. Tipe IV kerogen
berasal dari material yang teroksidasi yang kaya akan oksigen.
Berikut merupakan hasil analisa tipe material organik dengan metode tidak
langsung pada sampel di Sumur Onshore Lapangan Ujung disajikan dalam bentuk tabel.

Depth Formasi Material Organik Jenis


Tipe Generasi
Amorf Exinit Liptinit Vitrinit Inertinit Alginit Kerogen Hidrokarbon
1050 - 1060 7% 29% 30% 31% 3% 0% Tipe I Oil

1060 - 1070 5% 20% 28% 18% 29% 0% Tipe II Wet Gas

1070 - 1080 7% 10% 38% 27% 18% 0% Tipe II Wet Gas


Talang Akar
1080 - 1090 7% 23% 47% 12% 11% 0% Tipe I Oil

1090 - 1100 21% 5% 23% 29% 12% 10% Tipe II Condensate

1100 - 1110 2% 8% 2% 60% 25% 3% Tipe III Dry Gas

1110 - 1120 6% 18% 2% 55% 15% 4% Tipe III Dry Gas


Lahat

1120 - 1130 29% 0% 17% 30% 18% 6% Tipe I Condensate

1130 - 1140 2% 7% 17% 32% 14% 28% Tipe I Dry Gas

1140 - 1150 12% 10% 23% 23% 17% 15% Tipe I Condensate

Tabel 3.2.2.2. Analisa Tipe Kerogen Batuan Induk Metode Tidak Langsung

Analisa berdasarkan tabel diatas dapat membedakan material organik berpotensi


menjadi hidrokarbon yang menyusun kerogen beserta jumlahnya, sehingga tipe kerogen
juga dapat ditentukan, serta jenis yang dihasilkan berupa gas, condensate atau minyak.

12
Berdasarkan data diatas, material organik yang paling dominan pada Formasi
Talang Akar antara Vitrinit, dan Liptinit sehingga Tipe Kerogen menurut Waples, 1985
adalah Tipe I dan Tipe II, menghasilkan minyak dan gas. Sedangkan pada Formasi Lahat
juga didominasi Vitrinit di bagian bawah serta beberapa bagian seperti kedalaman 1090m
1150m didominasi oleh Vitrinit sehingga termasuk kerogen Tipe III menghasilkan gas
hingga condensate. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan analisa tipe kerogen, sumur
onshore pada Lapangan Ujung berpotensi menghasilkan dominasi gas, dan condensate
serta kemungkinan minyak pada formasi Talang Akar bagian atas dan Formasi Lahat.

13
3.3 Analisa Tingkat Kematangan Batuan Induk

3.3.1 Analisa Tingkat Kematangan Batuan Induk Metode Langsung / Rock


-Eval Pyrolisis

Berikut merupakan hasil analisa tingkat kematangan batuan induk dengan metode
langsung menggunakan Rock-Eval Pyrolisis pada sampel di Sumur Onshore Lapangan
Ujung disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Gambar 3.3.1.1. Diagram HI vs Tmax (Peter & Cassa, 1994)

14
DEPTH HI Tmax
1050 - 1060 645,1613 400
1060 - 1070 506,993 417
1070 - 1080 578,7671 457
1080 - 1090 329,9611 441
1090 - 1100 337,4532 454
1100 - 1110 39,02597 435
1110 - 1120 31,39394 436
1120 - 1130 310,3679 437
1130 - 1140 328,4211 470
1140 - 1150 316,1616 472

Tabel 3.3.1.1. Data Depth vs HI vs Tmax

Data yang digunakan dalam menentukkan tingkat kematangan batuan induk adalah
nilai HI vs Tmax. Tabel diatas menunjukkan hubungan keduanya dengan kedalaman dan
grafik menunjukkan persebaran kematangan batuan induk. Terdapatan 3 Tipe Kerogen
yaitu kerogen Tipe I, II, dan III. Semakin dalam kedalaman, maka tingkat kematangan
akan semakin bertambah,. Mulai kedalaman 1050m 1070m adalah Immature. Terdapat
tingkat kematangan Awal Matang pada kedalaman 1080m 1090m, dan 1100m 1130m.
Dan pada kedalaman 1130m 1150m terdapat tingkat kematangan Post Mature, yaitu
Lewat Matang. Hal itu berdasarkan klasifikasi hubungan antara Tmaks dengan tingkat
kematangan Petter and Cassa, 1994.

Tabel 3.3.1.2. Hubungan antara Tmaks dengan tingkat kematangan (Petter and Cassa 1994)

15
Tingkat Kematangan
Tmax (Petter and Cassa
Depth Formasi 1994) Diagram HI vs Tmax
1050 - 1060 400
Belum Matang Immature -
1060 - 1070 417
Belum Matang Immature -
1070 - 1080 Talang 457
Akar Akhir Matang Mature Oil Window Zone
1080 - 1090 441
Puncak Matang Mature Oil Window Zone
1090 - 1100 454
AkhirMatang Mature Oil Window Zone
1100 - 1110 435
Awal Matang Mature Oil Window Zone
1110 - 1120 Lahat 436
Awal Matang Mature Oil Window Zone
1120 - 1130 437
Awal Matang Mature Oil Window Zone
1130 - 1140 470
Lewat Matang Post Mature Gas Window Zone
1140 - 1150 472
Lewat Matang Post Mature Gas Window Zone
Tabel 3.3.1.3. Analisa Kematangan Batuan Induk Metode Langsung

Berdasarkan hasil analisa, didapatkan bahwa pada Formasi Lahat, di kedalaman


1110m 1130m memiliki tingkat kematangan Awal Matang, dan Akhir Matang di
kedalaman 1080m 1130m, dan seterusnya hingga kedalaman 1150m adalah Lewat
Matang berdasarkan Petter and Cassa 1994. Berdasarkan diagram HI vs Tmax tingkat
kematangan berkisar antara Mature hingga Post Mature, serta terdapat Gas Window Zone
di bawah kedalaman 1130m dan Oil Window Zone diatas kedalaman 1130m.
Sedangkan pada Formasi Talang Akar tingkat kematangan Belum Matang dijumpai
pada kedalaman 1050-m 1070m, selanjutnya terdapat Akhir Matang berdasarkan Petter
and Cassa 1994. Berdasarkan diagram HI vs Tmax tingkat kematangan berkisar antara
Immature yang mendominasi serta Mature, serta terdapat Oil Window Zone yang berakhir
pada kedalaman 1070m.

3.3.2 Analisa Tingkat Kematangan Batuan Induk Metode Tidak Langsung

Analisa kematangan batuan induk dengan metode secara tidak langsung


menggunakan analisa pantulan vitrinit dan Thermal Alteration Index (TAI). Pada tingkat
kematangan dengan metode tidak langsung digunakan nilai RO pada tiap kedalaman.
Untuk klasifikasinya dapat digunakan menurut Peters & Cassa 1994.

16
Tabel 3.3. Data kematangan menurut (Peters & Cassa, 1994)

Nilai SCI melihat hubungan antara warna dari pollen dan zat organik lainnya
dengan tingkat kematangan seperti pada tabel di bawah.

Tabel 3.3.2. Hubungan antara Palynomorph Colour dan Maturity Degree.

17
Tingkat Tematangan
Depth Formasi
%Ro SCI
1050 - 1060 0,61 Early Mature 4 Gold Yellow Transition to Mature
1060 - 1070 Talang 0,62 Early Mature 4 Gold Yellow Transition to Mature
Akar
1070 - 1080 0,64 Early Mature 4 Gold Yellow Transition to Mature
1080 - 1090 0,75 Peak Mature 5 Orange to Yellow Mature
1090 - 1100 0,76 Peak Mature 5 Orange to Yellow Mature
1100 - 1110 0,88 Peak Mature 8 Dark Brown Mature, Gas
Condensate
1110 - 1120 0,9 Late Mature 8 Dark Brown Mature, Gas
Lahat
Condensate
1120 - 1130 0,77 Peak Mature 8 Dark Brown Mature, Gas
Condensate
1130 - 1140 1,6 Post Mature 9 Dark Brown to Black Over Mature, Dry Gas
1140 - 1150 1,63 Post Mature 9 Dark Brown to Black Over Mature, Dry Gas
Tabel 3.3.3. Analisa Kematangan Batuan Induk Metode Tidak Langsung

Berdasarkan tabel diatas, pada Formasi Lahat didapati tingkat kematangan Peak
Mature, Late Mature, hingga Post Mature pada kedalaman yang semakin dalam, dengan
hasil produksi berupa gas hingga condensate. Sementara pada Formasi Talang Akar,
tingkat kematangan source rock adalah Early Mature yang belum menghasilkan
hidrokarbon.

3.4 Kesimpulan 2 analisa

Berikut adalah kedua hasil analisa tingkat kematangan batuan induk dengan metode
langsung dan tidak langsung yang keduanya dibandingkan dalam bentuk tabel.

Tipe Material
tingkat kematangan Tipe Hidrokarbon
Organik
Depth Formasi
Van Tmax
Meriil HI vs Tmax HI
Krevelen
1050 - 1060 Tipe I Belum Minyak Banyak
Oil
Matang Immature -
1060 - 1070 Tipe II Belum Minyak Banyak
Talang Oil
Matang Immature -
Akar
Oil
1070 - 1080 Tipe II Oil Akhir Window Minyak Banyak
Matang Mature Zone

18
Oil
1080 - 1090 Tipe I Oil Puncak Window Minyak Sedang
Matang Mature Zone
Oil
1090 - 1100 Tipe II Oil AkhirM Window Minyak Sedang
atang Mature Zone
Oil
1100 - 1110 Tipe III None Awal Window Gas Kecil
Matang Mature Zone
Oil
1110 - 1120 Lahat Tipe III None Awal Window Gas Kecil
Matang Mature Zone
Oil
1120 - 1130 Tipe I Oil Awal Window Minyak Sedang
Matang Mature Zone
Gas
1130 - 1140 Tipe I Oil Lewat Post Window Minyak Sedang
Matang Mature Zone
Gas
1140 - 1150 Tipe I Oil Lewat Post Window Minyak Sedang
Matang Mature Zone

Tabel 3.4.1. Hasil Analisa Batuan Induk Metode Langsung

Tipe
Material Tingkat Kematangan Tipe Hidrokarbon
Depth Formasi Organik
% Material
%Ro SCI Dow & Oconnor
Organik
1050 - Early Transition to Oil
Tipe I
1060 Mature Mature
1060 - Talang Early Transition to Wet Gas
Tipe II
1070 Akar Mature Mature
1070 - Early Transition to Wet Gas
Tipe II
1080 Mature Mature
1080 - Peak Oil
Tipe I Mature
1090 Mature

1090 - Peak Condensate


Tipe II Mature
1100 Mature
Lahat
1100 - Peak Mature, Gas Dry Gas
Tipe III
1110 Mature Condensate
Tipe III Mature, Gas Dry Gas
Late
1110 - Condensate

19
1120 Mature

1120 - Peak Mature, Gas Condensate


Tipe I
1130 Mature Condensate
1130 - Post Over Mature, Dry Gas
Tipe I
1140 Mature Dry Gas
1140 - Post Over Mature, Condensate
Tipe I
1150 Mature Dry Gas

Tabel 3.4.2. Hasil Analisa Batuan Induk Metode Tidak Langsung

Dapat disjmpulkan dari hasil kedua analisa, bahwa sampel batuan dari Sumur
Onshore di Lapangan Ujung, pada Formasi Lahat didominasi oleh Tipe Kerogen I dan Tipe
II dengan tingkat kematangan baik, Peak Mature, Late Mature hingga Post Mature, dan
Awal Matang hingga Lewat Matang seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Menghasilkan dominasi gas dan condensate dengan intensitas kecil hingga sedang serta
minyak dengan intensitas Sedang.
Pada Formasi Talang Akar bagian atas, tingkat kematangan batuan masih belum
baik yaitu Immature atau Belum hingga Awal Matang. Namun kadar HI menunjukkan
kemungkinan menghasilkan minyak dengan intensitas sedang. Kesimpulannya dapat
dikatakan bahwa semakin dalam kedalaman sumur, maka tingkat kematangan akan
semakin baik.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Analisa Batuan Induk yang dilakukan pada Sumur Onshore di Lapangan Ujung
dengan Formasi penyusun berupa Formasi Lahat di bagian bawah dan Formasi Talang
Akar di bagian atas dengan kedalaman 1050m 1150m, interval 10 m, bertujuan untuk
mengetahui geokimia dari source rock dengan hasil berupa kualitas dan kuantitas material
organik, jenis kerogen, kematangan dan hubungannya dengan potensi menghasilkan
hidrokarbon.
Material organik pada sampel batuan menunjukkan hasil yang sangat baik.
Berdasarkan kandungan TOC dan PY yang paling baik adalah pada Formasi Lahat yaitu
Very Good hingga Excellent, dan pada Formasi Talang Akar adalah Good sehingga
berpotensi menghasilkan hidrokarbon.
Tipe kerogen yang ditemukan pada Formasi Lahat adalah Kerogen Tipe I dan
Tipe III yang mendominasi juga terdapat Tipe II. Keseluruhan menghasilkan gas,
condensate dan minyak dengan kandungan material organik didonminasi oleh Vitrinit.
Pada Formasi Talang Akar ditemukan Kerogen Tipe I, dan Tipe II, dengan material
organic didominasi Vitrinit, kemudian Liptinit yang menghasilkan minyak, dan gas.
Tingkat kematangan batuan induk pada sumur dapat dikatakan baik. Dimulai
dari Formasi Talang Akar, yitu Immature hingga Awal Matang, dan semakin matang
seiring bertambahnya kedalaman, yaitu Puncak Matang hingga Post Mature pada Formasi
Lahat di bagian bawah.
Dapat disimpulkan bahwa Sumur Onshore pada Lapangan Ujung memiliki
potensi hidrokarbon yang sangat baik. Formasi Lahat menunjukkan potensi hidrokarbon
yang luar biasa sehingga bisa dikatakan sebagai source rock, dan Formasi Talang Akar
secara keseluruhan masih menunjukkan indikasi belum matang. Sehingga kegiatan
eksplorasi hidrokarbon dapat diteruskan dan dikembangkan pada lokasi ini dengan
penyelidikan yang lebih lanjut.

21

You might also like