You are on page 1of 10

Anatomi Sklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar yang hamper
seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta berbatasan dengan
kornea di sebelah anterior dan duramater nervus opticus di posterior. Pita-pita kolagen dan
jaringan elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior, membentuk lamina cribrosa,
yang diantaranya dilalui oleh berkas akson nervus optikus. Permukaan luar sklera anterior
dibungkus oleh sebuah lapisan tipis jaringan elastis halus, episklera yang mengandung banyak
pembuluh darah yang mendarahi sklera. Lapisan berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera

adalah lamiina fusca, yang membentuk lapisan luar ruang suprakoroid.

Pada tempat insersi mu sculi recti, tebal sklera sekitar 0,3 mm; ditempat lain tebalnya
sekitar0,6 mm. Di sekitar nervus optikus, sklera ditembus oleh arteria ciliaris posterior longa dan
brevis, dan nervus ciliaris longus dan brevis. Arteria ciliaris posterior longa dan nervus ciliaris
longus melintas dari nervus optikus ke korpus siliare di sebuah lekukan dangkal pada permukaan
sklera di meridian jam 3 dan jam 9. Sedikit posterior dari ekuator, empat vena vorticosa
mengalirkan darah keluar dari koroid melalui sklera, biasanya satu di setiap kuadran. Sekitar 4
mm disebelah posterior limbus, sedikit anterior dari insersi tiap-tiap musculus rectus, empat
arteria dan vena ciliaris anterior menembus sklera. Persarafan sklera erasal dari saraf-saraf
ciliaris.

Untuk embriologinya sendiri, sklera dibentuk dari pemadatan mesenkim yang


mengelilingi cawan optic dan pertama kali dapat dikenali pada usia 7 minggu. Perkembangan
struktur ini cukup lanjut hingga bulan keempat. Kapsul tenon mulai terbentuk di dekat insersio
musculi recti pada janin 12 minggu dan rampung saat 5 bulan.

Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan berkas-berkas
jaringan kolagen teranyam yang masing-masing punya tebal 10-16 um dan lebar 100-140 um.
Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea. Alasan transparannya kornea dan
opaknya sklera adalah deturgesensi relative kornea.

Fisiologi Sklera
Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra okular.
Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan pergerakan bola mata tanpa
menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya. Pendukung dasar dari sklera adalah adanya
aktifitas sklera yang rendah dan vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang
terlalu tinggi pada sclera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera
dan jaringan pe ndukungnya berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan 5
perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan socket. Perbandingan
ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa penyakit yang mengenai struktur artikular
sampai pembungkus sklera dan episklera

Foulks GN, Langston DP. Cornea and External Disease. In: Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy. Second Edition. United States of America: Library of
Congress Catalog. 1988; 111-6
SKLERITIS

Etiologi

Skleritis adalah peradangan sklera yang dintandai dengan infiltrasi seluler, destruksi kolagen dan
remodeling vascular. Perubahan- perubahan tersebut terjadi karena diperantarai oleh proses
imunologis atau lebiih jarang sebagai akibat da infeksi. Skleritis ini merupakan suatu kelalinan
yang jarang, cenderung lebih nyeri dan sering didasari oleh pennyait autoimun atau infeksi
sistemik.

1. Penyakit autoimun
Arthritis rheumatoid
Poloarteritis nodosa
Polikondritis berulang
Granulomatosis Wegener
Lupus eritematosus sistemik
Pioderma gangrenosum
Kolitis ulserativa
Nefropati IgA
Arthtritis psoriatika
2. Penyakit granulomatosa dan infeksiosa
Tuberculosis
Sifilis
Sarcoidosis
Toksoplasmosis
Herpes simplek
Herpes zoster
Infeksi pseudomonas
Infeksi streptococcus
Infeksi staphylococcus
Aspergilosis
Lepra
3. Lain lain
Fisik (radiasi, luka bakar termal)
Kimia (luka bakar asam atau basa)
Penyebab mekanis (trauma tembus, pembedahan)
Limfoma
Rosacea
Klasifikasi
1) Skleriti s Anterior 95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis
anterior sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya.
Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik dari
skleritis biasanya tidak dihubungkan dengan penyebab penyakit khusus, walaupun
penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari suatu inflamasi. Berbagai varian
skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih
bahaya dan sulit diobati.
a. Difus Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster oftalmikus
dan gout.
b. Nodular Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus.
c. Necrotizing Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi sistemik
atau komplikasi okular pada sebagian pasien. 40% menunjukkan penurunan visus.
29% pasien dengan skleritis nekrotik meninggal dalam 5 tahun.
Bentuk skleritis nekrotik terbagi 2 yaitu:
i. Dengan inflamasi
ii. Tanpa inflamasi (scleromalacia perforans)

Gambar . Skleritis Anterior (Dikutip dari kepustakaan Bolumleri,


2008)

2) Skleritis posterior biasanya bermanifestasi sebagai nyeri yang disertai penurunan


penglihatan, dengan sedikit atau tanpa kemerahan. Pada kelainan ini dapat timbul viritis
ringan, edema caput nervi optici, ablation retinae serosa, atau lipatan koroid. Diagnose
didasarkan pada penebalan sklera posterior dan koroid dengan ultrasonografi atau CT
scan. Penebalan setempat yang terdetekdi pada ultrasonografi dapat dikelirukan dengan
tumor koroid. (buku tth)
Diagnosis
Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan didukung oleh
berbagai pemeriksaan penunjang.8

ANAMNESIS

Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan penyakit, riwayat
penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun riwayat pembedahan juga perlu
pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh. Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair,
fotofobia, spasme, dan penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah.
Nyeri adalah gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif..
Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi.
Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis,
rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan.8 Nyeri dapat
hilang sementara dengan penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis
tanpa disertai sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh
perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang menjadi keratitis,
uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang abnormal.2

Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya penyakit sistemik,
trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat menyebabkan skleritis seperti :2
Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat
Penyakit infeksi
Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)
Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata
Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid dan
ibandronate.
Post pembedahan pada mata
Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki hati, penyakit ginjal,
hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan selanjutnya.
Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang berlangsung dan responnya
terhadap pengobatan.
PEMERIKSAAN FISIK SKLERA
1. Daylight
Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah serangan
yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen juga dapat
muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat yang
dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya proses nekrotik. Jika
jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa menjadi avaskular yang menghasilkan
sekuester putih di tengah yang dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. Proses
pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan 11 jaringan granulasi meninggalkan
uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.1,2,9

2. Pemeriksaan Slit Lamp


Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera dengan
beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior dan posterior
cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan sklera edema. Pada skleritis
dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan superfisial episklera yang pucat tanpa
efek yang signifikan pada jaringan dalam episklera.2

3. Pemeriksaan Red-free Light


Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai kongesti
vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan juga area yang
avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata meliputi otot ekstra
okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan fundus.2

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium sering dimanfaatkan untuk mengidentifikasi penyakit sistemik terkait


yang terdapat pada duapertiga populasi pasien. Pemeriksaan tersebut antara lain :

Hitung darah lengkap dan laju endap darah


Faktor rheumatoid serum (RF)
Antibody antinukleus serum (ANA)
Antibody sitoplasmik antineutrofil serum (ANCA)
PPD, ron tgen thorax
FTA-ABS, VDRL-serum
Kadar asam urat serum
Urinalisis

Penatalaksanaan

Kegagalan mengendalikan skleritis dapat menimbulkan perforasi (jika peradangannya parah).


Terapi awal skleritis adalah dengan obat anti inflamasi nonsteroid sistemik. Obat pilihannya yaitu
indometasin 75 mg per hari atau ibuprofen 600 mg per hari. Pada sebagian besar kasus, nyeri
segera berkurang dan diikuti dengan peredaan paradangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-
2 minggu atau jika penumbatan atau ketiadaan perfusi pembuluh-pembuluh besar di substansia
propria atau episkleral yang tampak secara klinis menjadi lebih jelas, terapi prednisone oral 0,5-
1,5 mg/kg/hari harus se gera dimulai. Kadangkala penyakit yang berat mengharuskan pulsasi
intravena dengan methylprednisolone 1 g. (buku tth)

Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. 2 Siklofosfamid sangat bermanfaat apabila
terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid topikal saja tidak bermanfaat tetapi
dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi sistemik. Apabila dapat diidentifikasi adanya
infeksi, harus diberikan terapi spesifik. Peran terapi steroid sistemik kemudian akan ditentukan
oleh sifat proses penyakitnya, yakni apakah penyakitnya merupakan suatu respon hipersensitif
atau efek dari invasi langsung mikroba. 1,3 Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk
memperbaiki perforasi sklera atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila
terjadi kerusakan hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau
poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea. Penipisan sklera pada skleritis yang
semata-mata akibat peradangan jarang menimbulkan perforasi kecuali apabila juga terdapat
galukoma atau terjadi trauma langsung terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi. Tandur
sklera pernah digunakan sebagai tindakan profilaktik dalam terapi skleritis, tetapi tandur
semacam itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga disertai pemberia kemoterapi. 1
Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila terapi diberikan pada
stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium ini jarang timbul gejala, sebagian besar kasus
tidak diobati sampai timbul penyulit. 1

Komplikasi

Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif,
proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer,
vaskularisasi perifer, atau vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah
tanda buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai oleh
penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut terbuka dan tertutup.
Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid. 1,8 Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di
daerah sekitarnya seperti uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya
nekrosis sklera atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea
dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan
sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat skleritis yang
sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan
initidak pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea
yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian sentral
kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan. 3,8

Prognosis

Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada spondiloartropati atau
pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana termasuk tipe skleritis difus atau
skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit
berat yang dapat menyebabkan buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan
komplikasi pada mata. Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis
difus, nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit
sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau autoimun. Pada kasus
skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih respon terhadap tetes mata steroid
Epidemiologi

Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi kejadian
diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang ditemukan,
didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah skleritis
posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini
dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan
dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.2 Peningkatan insiden skleritis
tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak terkena daripada
pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama terjadi antara 11-87
tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.2

You might also like