You are on page 1of 19

Adiposera

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh


program pendidikan profesi dokter

Disusun oleh :

Ardiansyah Karnanda FK UPN

Anak Agung Ketut FK UPN

Deviana Sari FK UPN

Uchi Erian FK UPN

Elizabeth Magdalena Purba FK UKRIDA

Ariff Kamal Khairi bin Zulkafli FK UKRIDA

Muhammad Nur Syaiful bin Mohidin FK UKRIDA

Dosen Penguji :

dr. Julia Ike Haryanto,Sp.KF

Residen Pembimbing :

dr. Stephanie Renni Anindita

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG

PERIODE 06 FEBRUARI 04 MARET 2017


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus dengan judul Adiposera yang merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Pusat Kariadi Dokter
Kariadi.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih


kami yang sebesar-besarnya kepada dr. Julia Ike, Sp.KF, dokter pembimbing dan
dokter penguji, kepada dr Stephanie Renni Anindita selaku dokter residen
pembimbing yang sangat membantu dalam pembuatan referat kami, tidak lupa
kepada teman-teman serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak


terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak
yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran.

Jakarta, 27 Februari 2017

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul:

Adiposera

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian

program profesi dokter di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan


Medikolegal Rumah Umum Sakit Pusat Dokter Kariadi Semarang

Disusun oleh:

Ardiansyah Karnanda FK UPN

Anak Agung Ketut FK UPN

Deviana Sari FK UPN

Uchi Erian FK UPN

Elizabeth Magdalena Purba FK UKRIDA

Ariff Kamal Khairi bin Zulkafli FK UKRIDA

Muhammad Nur Syaiful bin Mohidin FK UKRIDA

Semarang , 27 Februari 2017

Mengetahui:

Dokter Penguji

dr. Julia Ike Haryanto, Sp.KF


DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang
berkaitan dengan mati; meliputi pengertian (definisi), cara-cara melakukan
diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya.
Pada tanatologi dipelajari perubahan-perubahan pada manusia setelah meninggal
dunia. Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menentukan apakah
seseorang benar-benar sudah meninggal atau belum, menetapkan waktu kematian,
sebab kematian, cara kematian dan mengangkat atau mengambil organ untuk
kepentingan donor atau transplantasi dan untuk membedakan perubahan-
perubahan yang terjadi post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada
waktu korban masih hidup.
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian dibedakan menjadi
dua yaitu perubahan yang terjadi secara cepat (early) dan perubahan yang terjadi
secara lambat (late). Perubahan yang terjadi secara cepat antara lain henti jantung,
henti nafas, perubahan pada mata, suhu dan kulit. Sedangkan perubahan yang
terjadi secara lanjut antara lain kaku mayat, pembusukan, serta modifikasi
pembusukan yaitu penyabunan (adiposera) dan mumifikasi.

Adipocere (adipo = lemak, cere = wax) adalah putih keabu-abuan, lembut,


sabun-seperti, atau zat lilin kadang-kadang ditemukan pada mayat hewan dan
manusia. Adiposera dapat terjadi pada mayat yang berada didalam suasana
hangat, lembab dan basah. Hal ini terjadi karena proses hidrolisis dari lemak
menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak jenuh dan kemudian berekasi
dengan alkali menjadi sabun yang tak larut. Terjadinya adiposera memerlukan
waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dalam
penulisan referat ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa definisi dari adiposera?
2. Bagaimana sejarah ditemukannya adiposera?
3. Bagaimana epidemiologi dari adiposera?
4. Apakah etiologi dari adiposera?
5. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya adiposera?
7. Apa tanda-tanda adiposera yang ditemui pada mayat?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan adiposera dalam bidang forensik dan sebagai pemenuhan syarat
untuk mengikuti ujian kepaniteraan ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang
telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca mengetahui
mengenai adiposera forensik secara menyeluruh.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
1. Dapat menambah ilmu mengenai adiposera dalam bidang ilmu kedokteran
forensik.
2. Dapat memahami lebih spesifik mengenai adiposera dalam bidan ilmu
kedokteran forensik.
3. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang dipelajari untuk
diimplentasikan.
4. Dapat memahami cara-cara penulisan makalah yang benar.
1.4.2 Bagi Pembaca
1. Dapat membantu dalam menambah wawasan mengenai adiposera dalam
bidang ilmu kedokteran forensik.
2. Dapat menjadi sumber informasi mengenai adiposera dalam bidang ilmu
kedokteran forensik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.
Dulu disebut sebagai saponifiikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena
penunjukan sifat- sifat di antara lemak dan lilin. Fenomena ini terjadi pada mayat
yang tidak mengalami proses pembusukan yang biasa, melainkan mengalami
pembentukan adiposera.1
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk
oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam
lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat,
jaringan saraf yang termumifikasi dan kristal-kristal sferis dengan gambaran
radial. Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan
nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.1
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam
hati, tetapi lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan
berbentuk bercak, dapat terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau
ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera. Adiposera
akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-
tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih
dimungkinkan.
Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah
tergantung dengan kelembaban, lemak tubuh, sedangkan yang menghambat
adalah kadar air, udara, dan invasi bakteri endogen.
.
2.2 Epidemiologi

2.3 Etiologi
Organisme pembusuk seperti Clostridium perfringens yang paling aktif,
sangat penting dalam pembentukan adiposera. Hal ini difasilitasi oleh invasi
bakteri endogen pada jaringan postmortem. Adanya konversi asam lemak tubuh
yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh menyebababkan penurunan pH, dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Dengan terbentuknya zat semacam lilin
tersebut, maka proses pembusukan akan tertahan, oleh karena kuman-kuman tidak
dapat masuk. Sehingga, jaringan lunak tubuh dapat bertahan untuk beberapa
tahun. Adiposera mempunyai bau asam yang khas (rancid odour).
Clostridium perfringens (sebelumnya dikenal sebagai (Clostriudium
welchii) adalah, kuman Gram- positif berbentuk batang, anaerobik, bakteri
pembentuk spora dari genus Clostridium. Clostridium perfringens mudah
ditemukan di alam dan dapat ditemukan sebagai komponen normal pembusukan
vegetasi, sedimen laut, saluran usus manusia dan vertebrata lain, serangga, dan
tanah.

Gambar 1. Clostridium perfrigens

Dalam penelitian Moses, ia menemukan dan berpendapat bahwa Clostridium


perfringens bukanlah satu-satunya etiologi pembentukan adiposera namun
terdapat bakteri lain seperti Pseudomonas sp., Bacillus subtilis, Micrococcus
luteus, Staphylococcus aureus.

2.4. Faktor-faktor Pedukung Terjadinya Adiposera


Melalui penelitian dan pengalaman kasus, diketahui bahwa peranan besar
pembentukan adiposera dipengaruhi oleh lingkungan lembab. Namun, adiposera
dapat terbentuk dalam berbagai keadaan, termasuk lingkungan yang kering dan
perendamaan di air laut yang dingin. Selain itu juga dapat mencakup usia, jenis
kelamin, pengawetan dan distribusi lemak tubuh yang tinggi.
Pemakaman di tanah liat atau jenis lain yang mempertahankan kelembaban
dapat memengaruhi pembentukan adiposera. Menurut penelitian oleh Forbes dkk
menerangkan bahwa adiposera dapat terbentuk dalam berbagai jenis tanah, paling
cepat di tanah berpasir atau kering dan berlumpur. Kadar air yang tinggi
jugamerupakan dapat membantu proses adiposera.
Suhu juga mempunyai peranan yang penting dalam adiposera. Kisaran
suhu yang optimum menurut penelitian Forbes dkk dalam pembentukan adiposera
adalah sekitar 20C-37C. Pada suhu yang lebih dari 40C dan dibawah 4C tidak
dapat membentuk adiposera.
Pakaian yang dipakai oleh mayat juga memengaruhi proses terbentuknya
adiposera, pakaian yang mempunyai daya serap air yang baik mendukung
terjadinya proses ini apalagi ditambah dengan mayat yang dilindungi oleh peti
mati atau mayat yang dilindungi dengan plastik karena terhindar dari
mikroorganisme sekitar yang akan masuk kedalam tubuh.

Penelitian experimental dengan jaringan babi adiposa menunjukkan bahwa


faktor kunci dalam pembentukan adiposera termasuk pH sedikit alkali, suhu
hangat, kondisi anaerob dan kelembaban yang adekuat. Sedangkan faktor yang
menghambat pembentukan adiposera adalah suhu yang dingin, pH asam, dan
kondisi yang aerob.

2.5 Tipe-tipe adiposera

Tipe adiposera:

1. Segar dan lama

Adiposera segar memiliki gambaran lembut dan basah, gambaran seperti pasta
lembut dan warna keabu-abuan, menghasilkan bau khas yang kuat, yang dapat
dideteksi oleh anjing yang terlatih untuk mendeteksi mayat sisa-sisa manusia. Ini
adalah proses dekomposisi awal yang berarti bahwaasam lemak dipecah dan telah
terikat dengan ion natrium atau kalium. Ketika adiposera menjadi lama (tua) itu
akan berubah menjadi lebih kering, rapuh, seperti zat sabun dengan warna
keputihan. Ketika pemecahan asam lemak terjadi, ion natrium dan ion kalium
dengan ion kalsium atau magnesium. Ini biasanya lebih umum terjadi pada
individu dengan kandungan lemak tinggi, khususnya pada wanita dan anak-anak.

2. Tipikal dan atipikal

Nushida dkk. membagi jenis adiposera yaitu, tipikal dan atipikal. Adiposera
tipikal terbentuk dalam tubuh di kuburan basah, kubah basah dan tubuh direndam
dalam air sementara adiposera atipikal terbentuk dalam tubuh disimpan di tempat
yang kering.Dalam hal ini yang dimaksud adalah sebuah wadah yang kedap air,
yang ditutupi dengan kantong plastik. Adiposera atipikal mengandung asam 10-
hydroxyoctadecanoic yang juga hadir dalam adiposera tipikal, tetapi juga asam
cis-12 octadecenoic. Senyawa terakhir ini tidak ada dalam adiposera tipikal.
Jumlah asam cis-12-octadecenoic hampir sama dengan hilangnya asam linoleat,
yang dapat disimpulkan bahwa di bawah penyembunyian kering asam linoleat
dapat dihidrogenasi menjadi asam cis-12 octadecenoic. Seperti telah disebutkan,
adiposera atipikal bukan tidak mengandung asam 10-hydroxyoctadecanoic tapi
konsentrasinya jauh lebih rendah daripada adiposera tipikal. Nushida dkk. juga
menarik kesimpulan bahwa pembentukan adiposera atipikal lebih dari 10 kali
lebih lambat dari pembentukan adiposera tipikal.

2.7 Mekanisme Terjadinya Adiposera


Adiposera terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak
jenuh pasca mati yang bercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan
saraf yang termumifikasi dan kristal-kristal sferis gambaran radial.1
Proses ini terjadi karena adanya hidrolisis dan hidrogenasi dari asam
lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh (asam palmitat,asam
stearat) oleh kerja endogen lipase dan enzim bakteri intestinal (lesitinase).2
Gambar 2. Proses hidrolisis asam lemak tak jenuh

Asam lemak jenuh kemudian bereaksi dengan alkali membentuk sabun yang
tak larut. Selama proses pembentukan ini, asam lemak bereaksi dengan Sodium
(Natrium) yang berasal dari cairan intestinal membentuk sapodurus atau sabun
yang keras. Membran sel akan bereaksi dengan Potassium (Kalium) membentuk
sapo domesticus atau sabun lunak. Sabun keras bersifat mudah rapuh sedangkan
sabun lunak tadi akan berbentuk seperti pasta.2

Gambar 3. Proses reaksi kimiawi adiposera asam lemak jenuh dengan Natrium

Gambar 4. Proses reaksi kimiawi adiposera asam lemak jenuh dengan Kalium
Asam lemak yang rendah dalam tubuh (sekitar 0,5%), pada saat kematian
akan meningkat menjadi 70% sehingga pembentukan adiposera dapat terlihat
jelas. Tetapi perlu diketahui bahwa, lemak dan air sendiri tidak bisa menghasilkan
adiposera. Organisme pembusuk seperti Clostridium welchii yang paling aktif,
sangat penting dalam pembentukan adiposera. Hal ini difasilitasi oleh invasi
bakteri endogen pada jaringan post mortem.
Adanya konversi asam lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam lemak
jenuh menyebabkan penurunan pH, dan menghambat pertumbuhan bakteri.
Dengan terbentuknya zat semacam lilin tersebut, maka proses pembusukan akan
tertahan, oleh karena kuman-kuman tidak dapat masuk. Sehingga, jaringan lunak
tubuh dapat bertahan untuk beberapa tahun. Adiposera mempunyai bau asam yang
khas (rancid odour).2,3
Meskipun dekomposisi jaringan lemak hampir terjadi beberapa saat
setelah kematian, tapi pembentukan adiposera umumnya terjadi beberapa minggu
sampai beberapa tahun setelah kematian. Hal ini disebabkan karena beberapa
faktor antara lain; tipe tanah, pH, kelembaban, temperatur, pembalseman, kondisi
terbakar, dan material-material yang ada di sekitar mayat. Suhu panas, kondisi
yang lembab, dan lingkungan anaerob dapat memicu pembentukan adiposera.
Sebab pada dasarnya pembentukan adiposera membutuhkan kondisi yang lembab
atau dengan dicelupkan ke dalam air. Dengan demikian, maka adiposera biasanya
terbentuk pada mayat yang terbenam dalam air atau rawa-rawa. Tetapi, air yang
terdapat dalam tubuh pada jasad yang disimpan dalam peti sudah cukup untuk
menginduksi terbentuknya adiposera.
Adiposera pada awalnya terbentuk pada jaringan subkutan, umumnya pada
pipi, payudara, dan pantat. Organ dalam jarang dilibatkan. Pembentukan adiposera
bercampur dengan sisa-sisa mummifikasi otot, jaringan fibrosa, dan nervus.3
Pada suhu yang ideal, kondisi yang lembab, adiposera dapat terlihat
dengan mata telanjang setelah 3-4 minggu. Lama pembentukan adiposera ini juga
bervariasi mulai 1 minggu sampai dengan 10 minggu. Umumnya, pembentukan
adiposera membutuhkan waktu beberapa bulan dan perluasan adiposera umumnya
tidak terlihat lagi sebelum 5 atau 6 bulan setelah kematian. Beberapa penulis
menyebutkan bahwa, perubahan yang ekstensif membutuhkan waktu tidak kurang
dari 1 tahun setelah perendaman atau lebih dari 3 tahun setelah pembakaran.4

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.
2.8. Estimasi Waktu Kematian pada Adiposera
Jasad yang mengalami Adiposera selalu menjadi suatu masalah khusus bagi
tenaga medis. Deengan pertimbangan untuk identifikasi sebuah jenazah yang
diduga orang hilang. Pertanyaan paling utama yaitu adalah berapa lama waktu
perkiraan sejak kematian, dengan demikian dapat diperkirakan waktu kematian.
Adiposera juga dapat ditemukan pada jasad-jasad kuno. Adiposera terjadi lebih
sering pada jasad yang terpendam dalam air atau sungai gletser. Adiposera
merupakan sebuah manifestasi khusus berupa proses perubahan jaringan lemak
pada sebuah jasad. Hal ini dapat terjadi jika sebuah jasad terpapar lingkungan
yang anaerob ataupun rendah kadar oksigen dalam jangka waktu yang lama.
Jaringan lemak akan berubah menjadi substansi lilin putih keabu-abuan. Awalnya
jaringan akan membentuk konsistensi seperti pasta dan perlahan akan berubah
mengeras jika terdapat kondisi sewajarnya. Konsistensinya akan berubah dari
tektur seperti pasta basah sampai menyerupai lilin keras.
Pada beberapa literatur, dijelaskan bahwa perubahan jaringan lemak dapat terjadi
dengan waktu yang cukup singkat. Dimulai dari beberapa hari (diatas 16 hari)
sampai dengan 3 minggu. Beberapa penulis mengamati perkembagan jaringan
lemak setelah satu sampai dua bulan. Pada beberapa kasus, perubahan jaringan
lemak yang sempurna tidak dapat terjadi dalam waktu 3 bulan, bahkan dalam 2
tahun organ dalam dapat tidak mengalami perubahan. Secara umum
bagaimanapun, pembentukan lilin yang sempurna membutuhkan beberapa bulan
dalam air hangat, dan 12-18 bulan dalam air dingin. Penyebaran pembentukan
adiposera pada musculature paling cepat setelah 6 bulan. Perubahan adiposera
yang sempurna membutuhkan waktu kira-kira 2 tahun. Hal yang mempengaruhi
pembentukan adiposera antara lain suhu air, kedalaman dan pergerakan. Selain itu
konsentrasi elektrolit yang lebih tinggi dan suhu yang lebih panas dapat
mempercepat pembentukan adiposera, karena suhu yang dingin dapat
memperhambat proses tersebut. Kondisi kedalaman yang lebih dalam, dapat
secara tidak langsung memperlambat proses impregnation dan proses pengerasan
pada adiposera. Saat pembentukan adiposera telah lengkap, kondisi tersebut akan
relatif menetap selamanya, dengan catatan kondisi lingkungan saat perubahan
adiposera tidak berubah.
Jika kondisi lingkungan berubah, maka lama waktu kematian tidak dapat
ditentukan. Sebenarnya penetapan waktu kematian melalui identifikasi adiposera
sangat sulit. Semakin lama waktu lamanya kematian, semakin sulit di deteksi.
Pada awalnya memang beberapa pengamat mengatakan bahwa estimasi waktu
kematian dapat ditentukan melalui identifikasi komposisi jaringan lemak pada
jasad. Hasilnya kurang memuaskan. Menurut beberapa penelitian dan pengamatan
dengan waktu yang bervariasi dengan hasil inkorelasi dengan beberapa faktor
yang mempengaruhi adiposera. Sehingga penggunaan identifikasi jaringan lemak
untuk mentukan waktu kematian kurang ideal/kurang tepat.

2.9 Tanda-tanda Adiposera yang Ditemui pada Mayat


Adiposera dapat terbentuk diseberang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi
lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perbahan berbentuk bercak,
dapat terlihat di pipi, payudara, bokong, bagian batang tubuh dan ekstremitas.
Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera. Pada stadium awal
pembentukan adiposera yaitu tampak pucat, berwarna putih kelabu diikuti dengan
bau tengik yang khas yaitu campuran bau tubuh, keju, amoniak, manis dan tengik
ada pula yang mengatakan bau tengik seperti bau minyak kelapa. Di stadium awal
ini pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi
dengan analisis asam palmitat. Sedangkan stadium hidrolisis, mayat akan
berubah menjadi lebih rapuh, dan lebih putih, Dan pada stadium adiposera akan
tampak mayat berwarna abu-abu, keras, dan akan terbentuk seperti lilin yang
mengikuti bentuk tubuh mayat.

Waktu terbentuknya adiposera bervariasi biasanya akan terbentuk dalam beberapa


minggu atau bulan, pembentukan adiposera paling cepat yang pernah dilaporkan
yaitu sekitar 3(tiga) bulan. Pada ketiga stadium pembentukan tersebut, adiposera
dapat ditemukan pada fase mumifikasi dan pembusukan.

2.10 Kepentingan Medik


BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

III.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

You might also like