You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan
berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir
semua lemabaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya
terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli telah
mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini belum ada
kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini terbukti dari
banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo
economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang
ekonomi), dan sebagainya.
Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan
manusia kedalam kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu
mempergunakan akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang diridhoi-
Nya. Namun, jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu dengan benar, maka
derajad manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari seekor binatang. Hal ini telah
dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Araf ayat 179.
1.2 Rumusan masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang manusia dalam pandangan islam, maka
diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian manusia menurut islam?
2. Apa hakikat manusia menurut islam?
3. Apa saja yang termasuk stuktur manusia?
4. Apa saja potensi-potensi dasar manusia ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah kami ini yaitu menjelaskan tentang Hakikat Manusia &
Daya Daya Ruhani,selain itu tujuan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok pada
mata kuliah akhlak semester empat tahun 2017

1
BAB II
PEMBAHASAN

MANUSIA MENURUT TINJAUAN ISLAM

Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia
memiliki keunikan yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. Manusia
memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera
yang berbeda dengan makhluk lain karena pada manusia terdapat daya berfikir, akal,
nafsu, kalbu, dan sebagainya.
1. Pengertian Manusia
Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi. Secara bahasa manusia
berasal dari kata manu (Sansekerta), mens (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi
atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang indiviZzdu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi.
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan,
al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak,
ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama). Al-abd berarti
manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari
keturunan nabi Adam. Dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk
kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
2. Hakikat Manusia
Manusia dalam pandangan Islam terdiri atas dua unsur, yakni jasmani dan rohani.
Jasmani manusia bersifat materi yang berasal dari unsur unsur saripati tanah. Sedangkan
roh manusia merupakan substansi immateri berupa ruh. Ruh yang bersifat immateri itu
ada dua daya, yaitu daya pikir (akal) yang bersifat di otak, serta daya rasa (kalbu).
Keduanya merupakan substansi dari roh manusia.

2
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang selalu berkembang dengan pengaruh
lingkungan sekitarnya karena makhluk utuh ini memiliki potensi pokok yang terdiri atas
jasmani, akal, dan rohani. Hal lain yang menjadi hakikat manusia adalah mereka
berkecenderungan beragam. Sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi pokok
paling banyak, manusia menjadi menarik untuk diteliti. Manusia yang sebagai subjek
kajian mengkaji manusia sebagai objek kajiannya dalam hal karya, dampak karya
terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Namun, sampai sekarang
manusia terutama ilmuwan belum mencapai kata sepakat tentang manusia.
Manusia diberi Allah potensi yang sangat tinggi nilainya seperti pemikiran, nafsu,
kalbu, jiwa, raga, panca indera. Namun potensi dasar yang membedakan manusia dengan
makhluk ciptaan Allah lainnya terutama hewan adalah nafsu dan akal/pemikiran. Manusia
memiliki nafsu dan akal, sedangkan binatang hanya memiliki nafsu. Manusia yang
cenderung menggunakan nafsu saja atau tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi
pemberian Allah lainnya secara baik dan benar, maka manusia akan menurunkan
derajatnya sendiri menjadi binatang, walaupun Al-Quran tidak menggolongkan manusia
ke dalam kelompok binatang seperti yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran (Q.S. Al
Araf : 179) :

Artimya : Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)


kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang
yang lalai..

3
3. Struktur Manusia
Struktur manusia terdiri dari enam yaitu jasmani, rohani, nafsani, kalbu, akal, hawa nafsu.
a. Jasmani
Ciri-ciri jasmani yaitu :
1. Bersifat materi yang tercipta karena adanya proses (tahap)
2. Adanya bentuk berupa kadar dan bisa disifati
3. Ekstetensinnya menjadi wadah roh
4. Terikat oleh ruang dan waktu
5. Hanya mampu menangkap yang kongkret bukan yang abstrak
6. Substansinya temporer dan hancur setelah mati
b. Rohani
Ciri-ciri rohani yaitu :
1. Adanya di alam arwah (immateri)
2. Tidak meiliki bentuk, kadar dan tidak bisa disifati
3. Ada energy rohaniah yang disebut al-amanah
4. Ekstitensi energi rohaniah tertuju pada ibadah
5. Tidak terikat oleh ruang dan waktu
6. Dapat menangkap beberapa bentuk konkret dan abstrak
7. Substansinya abadi tanpa kematian
8. Tidak dapat dibagi karena merupakan satu keutuhan
c. Nafsani
Ciri-ciri nafsani yaitu :
1. Adanya di alam jasad dan rohani terkadang tercipta dengan proses bisa juga tidak
2. Antara berbentuk atau tidak
3. Memiliki energy rohaniyah dan jismiyyah
4. Ekstitensi energy nafsani tergantung ibadah dan gizi (makanan)
5. Ekstitensi realisasi atau aktualisasi diri
6. Antara terikat atau tidak oleh ruang dan waktu
7. Dapat menangkap antara yang konkret dan abstrak h. Antara dapat dibagi-bagi
atau tidak

d. Kalbu
Ciri-ciri kalbu yaitu :
1. Secara jasmaniyyah berkedudukan di jantung.
2. Daya yang dominan adalah emosi (rasa).
3. Bersifat Dzawqiyyah (cita rasa) dan hadsiyah (intuitif) sifatnya spiritual.
4. Mengikuti natur roh yang ketuhanan atau ilahiyyah.
5. Berkedudukan pada alam super sadar atau dasar manusia.
6. Intinya religiositas, spiritualitas, dan transedensi

4
7. Apabila mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang
tenang (Nafs Mutmainnah)
Kalbu merupakan materi organic yang memiliki sistem kognisi yang berdaya
emosi. Kalbu terdiri dari dua aspek yaitu kalbu jasmani dan kalbu ruhani. Kalbu jasmani
adalah daging yang berbentuk seperti jantung pisang yang terletak di dalam dada sebelah
kiri (biasa disebut jantung), sedangkan kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus
yang berhubungan dengan kalbu jasmani (esensi manusia).
Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, maka semua
tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula.
Ingatlah bahwa ia adalah kalbu (H.R. al-bukhari).
Adapun kalbu (hati/jiwa), ia adalah pemilik putusan yang sebenarnya. Kalbu
mendengarkan usulan-usulan yang diberikan akal dan nafsu berikut perdebatan yang
terjadi antara keduanya, lantas ialah yang mengambil putusan. Selain itu, kalbu juga
merupakan ruangan tempat tinggal perasaan.Kalbu terletak dalam rongga dada,
sebagaimana firman Allah dalam surah al-Hajj ayat 46. Kemungkinan, antara kalbu dan
jantung (qalb) ada hubungan tertentu. Atau, bisa jadi kalbu adalah jantung itu sendiri.
Atau, bisa jadi pula kalbu yang termaktub dalah nash syariat bukanlah kalbu dalam
bentuk materi.
Fungsi kalbu :
1. Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa.
2. Fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta.
3. Fungsi konasi yang menghasilkan daya cipta.
Dari sudut kondisinya, kalbu memiliki kondisi :
1. Baik, yaitu kalbu yang hidup, sehat, dan mendapatkan kebahagiaan.
2. Buruk, yaitu kalbu yang mati dan mendapatkan kesengsaraan
3. Antara yang baik dan hidup, yaitu kalbu yang hidup namun berpenyakit.
e. Akal
Ciri-ciri akal yaitu :
1. Secara Jasmaniyyah berkedudukan di otak (al-dimagh).
2. Daya yang dominan adalah kognisi (cipta) sehingga adanya intelektual.
3. Mengikuti antara natur roh dan jasad.
4. Potensinya bersifat istidhlaliyyah argumentatif) dan aqliyah (logis) yang bersifat
rasional
5. Berkedudukan pada alam kesadaran manusia.
6. Intinya isme-isme seperti : humanism, kapitalisme, dan lain-lain..

5
7. Apabila mendominasi jiwa maka akan terwujud jiwa yang labil (Nafs Al-
lawwamah)
Akal memiliki arti menahan, melarang, dan mencegah. Maka orang yang berakal
yaitu orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Akal merupakan organ
tubuh yang terletak di kepala (otak) yang memiliki cahaya nurani dan dipersiapkan untuk
memperoleh pengetahuan dan kognisi. Akal juga diartikan sebagai energy yang mampu
memperoleh, mengolah, dan mengeluarkan pengetahuan.
Fungsi akal :
1. Berfungsi untuk berfikir.
2. Menghantarkan eksistensi manusia pada tingkat kesadaran.
3. Mampu mencapai kebenaran.

Akal bertugas sebagai mustasyar (penasihat) yang memberikan pendapat dan ide
yang menurutnya baik. Ia memiliki pandangan yang jauh ke depan, mengukur sesuatu
dengan memprediksikan hasil dan akibatnya. Apabila akal diterangi oleh cahaya Islam
maka ia akan menunjukkan pada jalan kebenaran. Sebaliknya, jika ia tak tersentuh oleh
cahaya Islam maka ia akan menunjukkan pada jalan kebatilan, sembari mengiranya suatu
kebenaran lantaran kebodohan dan kelalainnya. Oleh sebab itu, syariat Islam senantiasa
berusaha menyinari akal dengan cahaya Islam agar alasan yang diberikannya pada kalbu
menjadi kuat. Dan, agar ia terhindar dari godaan setan yang selalu berupaya membuatnya
puas untuk berbuat kebatilan, setelah menghiasi kebatilan tersebut dengan jubah
kebenaran.Telah diketahui bahwa akal terdapat dalam otak. Akan tetapi, akal bukanlah
otak itu sendiri. Sebagaimana diketahui, perintah memang berasal dari otak menuju ke
seluruh anggota jasmani, sehingga muncul anggapan bahwa otak adalah pemilik
putusan. Sungguh, anggapan ini tidaklah benar. Otak adalah bagian dari jasmani. Maka,
ketika turun perintah pada jasmani, perintah tersebut tidak serta-merta menuju ke bagian-
bagian jasmani tersebut. Akan tetapi, pertama kali akan turun ke otak, yang kemudian
ditujukan ke seluruh bagian jasmani.
f. Hawa Nafsu
Ciri-ciri hawa nafsu yaitu :
1. Secara jasmaniyyah terdapat di perut dan alat kelamin
2. Daya yang dominan adalah konarsi (karsa) atau psikomotorik
3. Mengikuti natur ajsad yang hayawaniyyah baik jinak maupun buas
(bahimiyyah dan subuiyyah)

6
4. Bersifat hisiyyah (indrawi) yang sifatnya empiris
5. Kedudukannya terdapat pada alam pra/ bawah sadar manusia
6. Intinya adalah produktivitas, kreativitas dan komsumtif
7. Apabila mendominasi jiwa maka akan terwujud nafs al-ammarah
Nafsu adalah daya nafsani yang memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan al-
ghadhabiyah dan al-syahwaniyah. Al-ghadhah adalah suatu daya yang berpotensi untuk
menghindari diri dari segala yang membahayakan, yaitu tingkah laku yang berusaha
membela atau melindugi ego terhadap kesalahan, kecemasan, dan rasa malu, juga
melindugi diri sendiri, memanfaatkan, dan merasionalisasikan perbuatan sendiri.
Sedangkan al-syahwat adalah suatu daya yang berpotensi meginduksi diri dari
segala yang menyenangkan (keinginan, birahi, hawa nafsu). Nafsu dikenal dengan konasi
yaitu bereaksi, berbuat, berusaha, berkemauan, dan berkehendak.Nafsu adalah sebagai
mustasyar kedua. Yang menjadi ukuran baik-buruk baginya ialah kenikmatan sesaat dan
maslahat individual, terlepas dari nilai kebenaran. Sebab, nasfu tidak memiliki pandangan
jauh seperti akal yang memprediksikan akibat yang belum terjadi. Setan kerap
mempengaruhi manusia lewat unsur ini. Ia merupakan lobang besar yang setan gunakan
untuk menggoda manusia. Maka dari itu, syariat Islam senantiasa berupaya untuk
mengendalikan nafsu, memperkecil pengaruhnya terhadap kalbu, menutup jalan-jalan
setan padanya, serta mendidiknya dengan apa yang dibencinya.Dengan demikian, jelaslah
sudah bahwa akal dan nafsu tidak memiliki andil dalam mengambil putusan, tetapi hanya
memberikan usulan dan pendapat.
Skema perbandingan
No Kalbu Akal Nafsu
Berkedudukan di Berkedudukan di otak Berkedudukan di perut dan
1 jantung alat kelamin yang
berbentuk syahwat
Berdaya emosi Berdaya kognisi (cipta) Berdaya konasi (cipta)
2
(rasa)
Mengikuti natur ruh Mengikuti natur ruh dan Mengikuti natur jasad yang
3 yang ilahiah jasad yang insaniah hayawaniah (hewan)
(ketuhanan) (insan)
Potensi bersifat Potensinya bersifat Potensinya bersifat indrawi
zauqiah (cita-rasa) argumentative dan logis
4
dan hadsiah
(intuitif)
5 Berkedudukan pada Berkedudukan pada alam Berkedudukan pada alam
alam supra

7
kesadaran manusia kesadaran manusia atau pra sadar manusia
Apabila Apabila mendominasi Apabila mendominasi jiwa
mendominasi jiwa jiwa manusia maka manusia maka
manusia maka menimbulkan kepribadian menimbulkan yang jahat
6
menimbulkan yang labil
kepribadian yang
tenang.

4. Potensi-Potensi Dasar Manusia dalam Islam


Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak
diberikan kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar
yang disertakan Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan
potensi eksternal (potensi yang disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini
adalah modal utama bagi manusia untuk melaksanakn tugas dan memikul tanggung
jawabnya. Oleh karena itu, ia harus diolah dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya,
sehingga ia dapat menunaikan tugas dan tanggung jawab dengan sempurna.

a. Potensi Fitriyah
Ditinjau dari beberapa kamus dan pendapat tokoh islam, fitrah mempunyai makna
sebagai berikut :
1. Fitrah berasal dari kata (fiil) fathara yang berarti menjadikan secara etimologi fitrah
berarti kejadian asli, agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi dasar, dan kesucian
2. Dalam kamus B. Arab Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan, perangai,
kejadian asli.
3. Dalam kamus Munjid kata fitrah diartikan sebagai agama, sunnah, kejadian, tabiat.
4. Fitrah berarti Tuhur yaitu kesucian
5. Menurut Ibn Al-Qayyim dan Ibn Katsir, karena fatir artinya menciptakan, maka fitrah
artinya keadaan yang dihasilkan dari penciptaannya itu
Apabila di interpretasikan lebih lanjut, maka istilah fitrah sebagaimana dalam Ayat
Alquran, hadits ataupun pendapat adalah sebagai berikut :

8
1.Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini bersesuaian dengan
kejadian manusia. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama
(beribadah). Hal ini berlandaskan dalil Al-quran surat Adz-Dzariyat (51:56)
2.Fitrah Allah untuk manusia merupakan potensi dan kreativitas yang dapat dibangun dan
membangun, yang memilliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga
kemampuannya jauh melampaui kemampuan fisiknya. Maka diperlukan suatu
usahausaha yang baik yaitu pendidikan yang dapat memelihara dan mengembangkan
fitrah serta pendidikan yang dapat membersihkan jiwa manusia dari syirik, kesesatan
dan kegelapan menuju ke arah hidup bahagia yang penuh optimis dan dinamis. Ini
sesuai dengan Al-Quran surat Ar-Rum ayat : 30 yaitu : Artinya : Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui Pada ayat ini
Allah telah menciptakan semua makhluknya berdasarkan fitrahnya. Surat ini telah
menginspirasikan untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan fitrah atau potensi
itu dengan baik dan dan lurus.

3.Fitrah berarti ikhlas. Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya
adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan dengan
makna ini ada hadits yaitu : Tiga perkara yang menjadikannya selamat adalah
ikhlas, berupa fitrah Allah, di mana manusia diciptakan darinya, sholat berupa
agama, dan taat berupa benteng penjagaan (HR. Abu Hamdi dari Muadz)
Dengan demikian, pada diri manusia sudah melekat (menyatu) satu potensi kebenaran
(dinnullah). Kalau ia gunakan potensinya ini, ia akan senantiasa berjalan di atas jalan
yang lurus. Karena Allah telah membimbingnya semenjak dalam alam ruh (dalam
kandungan).

b. Potensi Ruhiyah
Ialah potensi yang dilekatkan pada hati nurani untuk membedakan dan memilih jalan
yang hak dan yang batil, jalan menuju ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan. Bentuk
dari roh ini sendiri pada hakikatnya tidak dapat dijelaskan.

9
Ruh merupakan kekuatan yang membuat jasmani mampu melaksanakan tugasnya. Ia
adalah unsur maknawi dalam pelaksanaan tugas. Tanpa ruh, jasmani tidak akan mampu
melaksanakan apa pun. Perumpamaan keduanya bagaikan listrik dan peralatan listrik.
Peralatan tidak akan berfungsi jika tidak dialiri arus listrik. Ketika kita memutuskan arus
listrik dari peralatan tersebut, ia pun akan berhenti bekerja, meskipun bagian-bagiannya
dalam kondisi bagus.Dengan begitu, tugas ruh adalah sebagai media pelaksana seperti
halnya jasmani. Perbedaannya, ruh merupakan unsur maknawi, sedangkan jasmani ialah
unsur materi. Kita pun tidak menemukan nash-nash syariat memuji ataupun mencela ruh,
karena ia hanyalah kekuatan yang dapat difungsikan untuk kebaikan atau keburukan.
Tidak memiliki daya untuk memutuskan, menyetujui, atau menolak.
Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat membedakan jalan
kebaikan (kebenaran) dan jalan keburukan (kesalahan). Menurut Ibn Asyur kata nafs
pada surat Asy-Syams ayat ke-7 menunjukan nakiroh maka arti kata tersebut menunjukan
nama jenis, yaitu mencakup jati diri seluruh manusia seperti arti kata nafs pada surat
Alinfithar ayat 5 yaitu : Artinya : maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah
dikerjakan dan yang dilalaikannya.
Menurut Al-Qurthubi sebagian ulama mengartikan nafs adalah nabi Adam namun
sebagian lain mengartikan secara umum yaitu jati diri manusia itu sendiri. Pada arti kata
nafs ini terdapat tiga unsur yaitu :
1) Qolbu : menurut para ulama salaf adalah nafs yang terletak di jantung
2) Domir : bagian yang samar, tersembunyi dan kasat mata
3) Fuad : mempunyai manfaat dan fungsi
Dengan demikian, dalam potensi ruhaniyyah terdapat pertanggungjawaban atas diberinya
manusia kekuatan pemikir yang mampu untuk memilih dan mengarahkan potensipotensi
fitrah yang dapat berkembang di ladang kebaikan dan ladang keburukan ini. Karena itu,
jiwa manusia bebas tetapi bertanggung jawab. Ia adalah kekuatan yang dibebani tugas,
dan ia adalah karunia yang dibebani kewajiban. Demikianlah yang dikehendaki Allah
secara garis besar terhadap manusia. Segala sesuatu yang sempurna dalam menjalankan
peranannya, maka itu adalah implementasi kehendak Allah dan qadar-Nya yang umum.
c. Potensi Aqliyah
Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran (sama basar, fuad).
Dengan potensi ini, manusia dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang
kekuasaan Allah. Serta dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan

10
benar seluruh hal yang dapat bermanfaat baginya dan tentu harus diterima dan hal yang
mudharat baginya tentu harus dihindarkan.
Potensi Aliyah juga merupakan potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia agar
manusia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dan mapu berargumen
terhadap pemilihan yang dilakukan oleh potensi ruhiyah. Allah berfirman dalam Al-
quran surat An-Nahl ayat 78 : Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. Ayat ini menurut Tafsir Al-maraghi
mengandung penjelasan bahwa setelah Allah melahirkan kamu dari perut ibumu, maka
Dia menjadikan kamu dapat mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak kamu
ketahui. Dia telah memberikan kepadamu beberapa macam anugerah berikut ini :

1) Akal sebagai alat untuk memahami sesuatu, terutama dengan akal itu kamu dapat
membedakan antara yang baik dan jelek, antara yang lurus dan yangs esat, antara
yang benar dan yang salah
2) Pendengaran sebagai alat untuk mendengarkan suara, terutama dengan pendengaran
itu kamu dapat memahami percakapan diantara kamu
3) Penglihatan sebagai alat untuk melihat segala sesuatu, terutama dengan penglihatan
itu kamu dapat mengenal diantara kamu.
4) Perangkat hidup yang lain sehingga kamu dapat mengetahui jalan untuk mencari
rizki dan materi lainnya yang kamu butuhkan, bahkan kamu dapat pula meilih mana yang
terbaik bagi kamu dan meninggalkan mana yang jelek.
Menurut An-Nawawi menafsirkan ayat ini bahwa agar kamu (manusia)
menggunakan nimat Allah itu untuk kebaikan, maka kamu mendengar akan nasihat
Allah, dan melihat tanda-tanda Allah dan memikirkan kebesaran Allah.
Selain ayat tersebut, surat Al-Israa ayat 36 juga menjelaskan tentang potensi ini
yang berbunyi : Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Pada ayat ini Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah janganlah
kamu mengatakan bahwa kamu melihatnya, padahal kamu tidak melihatnya, atau kamu

11
katakana kamu mendengarnya padahal kamu tidak mendengrnya, atau kamu katakana
bahwa kamu mengetahuinya, padahal kamu tidak mengetahui. Karena sesungguhnya
Allah kelak akan meminta pertanggungjawaban darimu tentang hal itu secara
keseluruhan, sehingga inti dari ayat ini adalah bagaimana kita mengolah potensi yang
terdapat dalam ayat ini dengan sebaik-baiknya karena ketika kita menggunakan potensi
ini, maka cara kita menggunakannya akan mendapat pertanggungjawaban kelak di akhirat
dan Allah melarang sesuatu tanpa pengetahuan, bahkan melarang pula mengatakan
sesuatu dengan dzan (dugaan) yang bersumber dari sangkaan atau ilusi.Termasuk dalam
surat Al-Araf tentang potensi Aqliyah ini pada ayat 179 yang berbunyi : Artinya: Dan
sesungguhnya telah kami sediakan untuk mereka jahannam banyak dari jin dan manusia;
mereka mempunyai hati (tetapi) tidak mereka gunakan memahami, dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak mereka gunakan untuk melihat dan mereka mempunyai
telinga (tetapi) tidak mereka gunakan untuk mendengar, mereka itu seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai. Dalam
ayat ini, kekuatan dan kesuksesan bersumber dari-Nya, aktifitas akal dan juga ruh berada
di tangan-Nya. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menyembunyikan sesuatu apa pun
dari-Nya, melainkan dalam setiap kesempatan dan keadaan senantiasa memohon taufik
dari-Nya dan menjadikan Allah sebagai penolong-Nya dan tidak mencari penolong
selainNya.10 Sehingga dapat kita ketahui bahwa akal merupakan potensi yang besar yang
iberikan oleh Allah sehingga kita bisa melaksanakan tugas sebagai ciptan-Nya dengan
baik dan benar.

d. Potensi Jasmaniyah
Ialah kemampuan tubuh manusia yang telah Allah ciptakan dengan sempurna,
baik rupa, kekuatan dan kemampuan. Sebagaimana pada firman Allah Al-Quran surat
At-Tin ayat 4 yaitu Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaikbaiknya.
Kata insan dijumpai dalam Al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan kata insan ini
adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya
potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan meikul tanggung jawab
dan amanat manusia di muka bumi, karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan
berbagai potensi seperti ilmu, persepsi, akal dan nurani. Dengan potensi-potensi ini

12
manusia siap dan mampu menghadapi segala permasalahan sekaligus mengantisipasinya.
Di samping itu, manusia juga dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang
mulia dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lain dengan berbekal
potensi-potensi tadi.
Tugas jasmani (tubuh/badan) adalah melaksanakan suatu perintah yang diberikan
padanya. Ia tidak turut serta dalam pengambilan putusan, tetapi hanya sekadar media
dalam pelaksanaan tugas. Berkenaan dengan ini, kita pun tidak menemukan pujian atau
celaan terhadap jasmani dalam nash-nash syariat. Justru kita menemukan pernyataan nash
yang menegaskan bahwa jasmani bukanlah sebuah ukuran baik-buruknya seseorang,
seperti sabda Nabi, Sesungguhnya Allah tidak melihat pada jasmani dan harta kalian,
tetapi Dia melihat pada kalbu dan amalan kalian, (HR. Muslim).

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN

Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang


tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi
dasar yang disertakan Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya)
dan potensi eksternal (potensi yang disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini
adalah modal utama bagi manusia untuk melaksanakan tugas dan memikul tanggung
jawabnya. Oleh karena itu, ia harus diolah dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya,
sehingga ia dapat menunaikan tugas dan tanggung jawab dengan sempurna.
Manusia terdiri dari jasmani dan ruh. Di lain hal ia juga terdiri dari akal, nafsu,
dan kalbu. Manusia diberi Allah potensi yang sangat tinggi nilainya seperti pemikiran,
nafsu, kalbu, jiwa, raga, panca indera. Namun potensi dasar yang membedakan manusia
dengan makhluk ciptaan Allah lainnya terutama hewan adalah nafsu dan akal/pemikiran.
Manusia memiliki nafsu dan akal, sedangkan binatang hanya memiliki nafsu. Manusia
yang cenderung menggunakan nafsu saja atau tidak mempergunakan akal dan berbagai
potensi pemberian Allah lainnya secara baik dan benar, maka manusia akan menurunkan
derajatnya sendiri menjadi binatang.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan Langgulung, Pendidikan dan peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna,


1985) , h.215
2. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah Penafsir Al-Quran, 1973) h.319
3. Al-Qurthubi, Ibn Abdullah Muhammad bin Ahmad Anshari, Tafsir Al-Qurthuby
(Kairo: Dar al Saab) Juz VI h.5106
4. Muis Said Iman, Pendidikan Partisipatif, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004) h.17
5. Al-Quran dan Tafsirnya h.571
6. Maimunah Hasan, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami (Yogyakarta: Bintang
cemerlang, 2002) h.9
7. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran (Jakarta: Gema Insani, 2007) h.377-382
8. Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi h.118 jilid 5
9. Syaikh Muhammad An-nawawi, Tafsir An-Nawawi h.461 jilid 1
10.Muhsin Qiraati, Tafsir Nur hal.313 jil. 4
11.Marzuki, Dosen FIS UNY, Makalah tentang Konsep manusia dan agama, h.13
http://debbytanjung.blogspot.co.id/2015/08/makalah-hakikatmanusia-daya-
daya-ruhani.html

14

You might also like