You are on page 1of 19

KAJIAN PENGARUH ANALISIS HUJAN DAS TERHADAP HASIL

HITUNGAN KETERSEDIAAN AIR DENGAN MODEL RAINRUN


Studi Kasus DAS Gajahwong Daerah Istimewa Yogyakarta

Roby Hambali1) Joko Sujono2)


1)
Staf pengajar jurusan Teknik Sipil Politeknik Bengkalis, Jl. Batin Alam, Sei Alam
Bengkalis Riau.
2)
Staf pengajar jurusan Teknik Sipil & Lingkungan Fakultas Teknik UGM, Jl. Grafika no. 2
Yogyakarta.

ABSTRAK : Sebagian besar pekerjaan yang berhubungan dengan pengembangan


sumber daya air (water resources development), baik studi, konstruksi, operasi dan
pemeliharaan membutuhkan pengolahan data hidro-klimatologi yang bermuara pada
besarnya ketersediaan air di musim hujan dan musim kemarau, diantaranya berupa
debit andalan pada suatu wilayah pengairan (sungai). Tidak bisa dipungkiri, hujan
merupakan data yang paling berpengaruh terhadap masukan limpasan/debit sungai,
sehingga pengolahan (perhitungan) terhadap data ini hendaknya mampu
memberikan hasil yang cukup akurat, demi mendapatkan pendekatan yang
mencerminkan kondisi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, pemilihan metode yang
tepat sangat dibutuhkan dalam memperhitungkan besarnya curah hujan yang akan
dijadikan masukan utama dalam suatu model hidrologi, dalam hal ini model larian
hujan RAINRUN. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengaruh
analisis hujan DAS dengan metode rata-rata aljabar dan poligon Thiessen terhadap
ketersediaan air (debit andalan) yang disimulasikan melalui model RAINRUN. Hasil
penelitian menunjukkan semakin sedikit jumlah stasiun yang digunakan dalam
analisis, maka penyimpangan curah hujan rerata dan debit andalannya semakin
besar. Besarnya debit andalan DAS Gajahwong di Papringan selama 1987-2001
sebesar 0,362 m3/s. Jumlah minimal stasiun hujan untuk perhitungan hujan rata-rata
DAS sebagai masukan utama analisis ini adalah 5 stasiun (metode poligonThiessen)
dengan nilai rata-rata penyimpangan debit andalannya 2,52%. Untuk metode rata-
rata aljabar tidak dapat digunakan, karena dengan perhitungan curah hujan rata-
rata dengan 6 stasiun saja menghasilkan nilai penyimpangan debit andalan sebesar
8,30%.

1 PENDAHULUAN
Komponen hujan merupakan masukan yang paling penting dalam suatu DAS.
Menurut Sri Harto (1993), jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) dialihragamkan
menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran
antara (interflow, subsurface flow) maupun sebagai aliran air tanah (ground water
flow). Selama ini, hujan DAS sering diolah dengan menggunakan metode rata-rata
aljabar dan poligon Thiessen, karena kedua cara ini cukup sederhana dan memiliki

1
hasil yang relatif baik. Namun demikian, masing-masing metode tersebut masih
memiliki kelemahan-kelemahan tertentu yang berkaitan dengan ketersedian dan
kelengkapan data. Selain itu, hasilnya juga perlu diteliti lebih lanjut berdasarkan
keterkaitannya dengan model simulasi larian hujan yang digunakan, sehingga hasil
akhir berupa debit andalan pada suatu DAS yang diperhitungkan mampu
mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.

2 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh analisis hujan
DAS dengan metode rata-rata aljabar dan poligon Thiessen terhadap hasil
perhitungan ketersediaan air (debit andalan).

3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Hujan Rata-rata DAS
Dalam analisis hidrologi, umumnya digunakan masukan hujan yang dianggap
dapat mewakili jumlah seluruh hujan yang terjadi dalam DAS yang dimaksudkan.
Besaran hujan ini diperoleh dengan merata-ratakan hujan titik (point rainfall). Ada
dua cara yang sering digunakan untuk memperoleh hujan rata-rata DAS (catchment
rainfall), yaitu metode rata-rata aljabar (Persamaan 1) dan poligon Thiessen
(Persamaan 2).
__
1 n
P= Pi .........................................................................................................(1)
n i =1
n

__ AP i i

P= i =1
.........................................................................................................(2)
Atotal

dimana:
__
P : curah hujan rata-rata DAS (mm),
Pi : curah hujan pada stasiun ke i (mm),
Ai : luas yang dibatasi tiap poligon (km2),
Atotal : luas total DAS (km2).
n : jumlah stasiun hujan.

2
3.2 Evapotranspirasi Acuan
Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah besarnya evapotranspirasi dari tanaman
hipotetik (teoritis) yaitu dengan ciri ketinggian 12 cm, tahanan dedaunan yang
ditetapkan sebesar 70 det.m-1 dan albedo (pantulan radiasi) sebesar 0,23, mirip
dengan evapotranspirasi dari tanaman rumput hijau yang luas dengan ketinggian
seragam, tumbuh subur, menutup tanah seluruhnya dan tidak kekurangan air (Smith,
1991 dalam Weert, 1994). Rumus yang menjelaskan evapotranspirasi acuan secara
teliti adalah rumus Penman-Monteith, pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan
dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Anonim, 1999). Persamaan
utamanya ditulis sebagai berikut:

0.408 (Rn G ) + u 2 (e s ea )
900
ET o = T + 273 ..................................................................(3)
+ (1 + 0.34u 2 )

keterangan :
ETo : evapotranspirasi acuan(mm/hari),
Rn : radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari),
G : kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari),
T : temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC),
u 2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s),
e s : tekanan uap jenuh (kPa),
e a : tekanan uap aktual (kPa),
: kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC),
: konstanta psychrometric (kPa/oC).

3.3 Neraca Air Model RAINRUN


Model RAINRUN adalah model perhitungan larian-hujan yang membedakan
penutup tanah hutan dan bukan hutan dan evapotranspirasi pontensial diperkirakan
dari hubungan empiris dengan curah hujan, bukan dari data meteorologi. Namun,
karena hubungan empiris yang dibuat di dalamnya, maka penggunaannya hanya
disarankan untuk klimatologi yang berlaku di Indonesia (Weert, 1994). Struktur
model secara skematik ditunjukkan dalam Gambar 1 yang terdiri dari zona
tetumbuhan dan tiga penampungan:
1. Tampungan air tertekan zona atas,
2. Tampungan air bebas zona atas,

3
3. Tampungan/simpanan air tanah.
Uap-peluh Hujan

Hambatan

Larian permukaan
( Surface run off)

Aliran antara
( Inter flow)

Jumlah larian

Aliran air tanah


( Base flow)

Gambar 1. Skematisasi model RAINRUN


(Sumber: Weert, 1994)
Jumlah larian selama waktu perhitungan dihitung sebagai penjumlahan dari
komponen larian rata-rata terbobot dari fraksi daerah tangkapan hutan dan bukan
hutan (Weert, 1994). Larian utama dari model ini terdiri dari tiga komponen. Secara
matematis ditulis dalam Persamaan (4), dan debit limpasan terhitungnya dapat
diselesaikan dengan Persamaan (5).
R TOT = R SUR + R INT +
R BAS ....................................................................................(4)
A . R TOT . 1000
Q cal = ............................................................................................(5)
H . 24 . 3600

dengan:
R TOT : jumlah larian (mm/bulan),
R SUR : larian permukaan (mm/bulan),
R INT : aliran antara (mm/bulan),
R BAS : aliran air tanah (mm/bulan),
Q cal : debit limpasan terhitung (m3/s),
A : luas area (km2),
H : jumlah hari dalam perhitungan.

3.4 Evaluasi Ketelitian Model


Untuk mengevaluasi ketelitian model dalam penelitian ini, digunakan metode
pengujian statistik model yang terdiri dari tiga kriteria, yaitu koefisien korelasi (R),
volume error (VE) dan koefisien efisiensi (CE). Koefisien kolerasi adalah harga yang
menunjukkan besarnya keterkaitan antara nilai observasi dengan nilai simulasi. Jika

4
harga koefisien korelasi 0,7 hingga 1,0 menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi,
koefisien korelasi lebih tinggi dari 0,4 menunjukkan hubungan substansial, koefisien
antara 0,2 hingga 0,4 menunjukkan adanya kolerasi rendah, dan apabila kurang dari
0,2 dapat diabaikan (Young,1982 dalam Djarwanto dan Subagyo ,1993). Koefisien
korelasi (R) dirumuskan sebagai berikut (Soewarno, 1995).
N

(Qcal Qobs )
i =1
i i

N 1
R= .........................................................................................(6)
cal obs

Volume error (VE) adalah nilai yang menunjukkan perbedaan volume hasil dan
observasi selama periode simulasi, sedangkan Koefisien efisiensi menyatakan nilai
yang menunjukkan efisensi model terhadap debit terukur. Masing-masing koefisien
tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut ini.
N N

Qobs i Qcal i
min VE = i =1
N
i =1
x 100% ...............................................................(7)
Qobs i
i =1

N
(Qobsi Qcali )
2

CE = N i =1 ...................................................................(8)
(Qobs Qobs 2
i rerata )
i =1
dimana:
Q obs i : debit terukur (m3/s),
Q cal i : debit terhitung (m3/s),
Q obs rerata : debit terukur rerata (m3/s),
Q cal rerata : debit terhitung rerata (m3/s),
obs : standar deviasi debit terukur,
cal : standar deviasi debit terhitung,
N : jumlah data.

3.5 Debit Andalan


Di dalam buku Standar Perencanaan Irigasi, debit andalan (dependable flow)
didefinisikan sebagai debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang
sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi (Anonim, 1986). Debit andalan
yang dihitung adalah debit andalan dengan probabilitas terpenuhi sebesar 80%. Cara

5
mendapatkan nilai probabilitas andalannya, debit terhitung tersebut diurutkan dari
nilai terbesar sampai terkecil, lalu dihitung probabilitas terpenuhinya sepanjang
periode analisis tersebut. Perhitungan probabilitas data adalah sebagai berikut:
m
%T = x 100 .....................................................................................................(9)
n
keterangan:
%T : probabilitas terpenuhi,
m : no urut data,
n : jumlah data.

4 METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan mengambil lokasi studi di DAS Gajahwong di
wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Cakupan wilayah studi dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Peta DAS Gajahwong (Papringan)

4.1 Ketersediaan Data


Data hujan yang tersedia adalah data hujan harian dengan panjang data yang
digunakan adalah 15 tahun yaitu tahun 1987-2001. Untuk analisis neraca air semua
data hujan tersebut diolah menjadi data hujan DAS setengah bulanan. Stasiun hujan
yang digunakan untuk DAS Gajahwong dan yang ada disekitarnya adalah stasiun
hujan Prumpung, Beran, Angin-angin, Kemput, Bronggang dan Santan

6
Data debit (terukur) diperlukan untuk menguji ketelitian debit hasil perhitungan
model. Data yang digunakan adalah data dari stasiun debit Papringan dengan panjang
data adalah 11 tahun (1994-2004). Semua data debit dan data hujan diperoleh dari
Balai Pegelolaan Sumberdaya Air Wilayah sungai Progo Opak Oyo Dinas Pekerjaan
Umum Propinsi D.I Yogyakarta.
Dalam perhitungan kajian ini, data klimatologi yang dibutuhkan berupa data
temperatur udara dan kecepatan angin. Data tersebut digunakan untuk perhitungan
Evapotranspirasi acuan (ETo) dengan menggunakan metode FAO Penman-Monteith.
Data klimatologi diperoleh dari stasiun klimatologi Lanud Adi Sucipto Yogyakarta,
dengan ketersediaan data sepanjang data 15 tahun (1987-2001).

4.2 Pengolahan Data Hujan


Hujan DAS diperoleh dari hujan titik, kemudian dirata-ratakan dengan metode
rata-rata aljabar dan poligon Thiessen. Khususnya untuk metode poligon Thiessen,
digunakan bantuan program Arc View GIS versi 3.3, guna mendapatkan hasil yang
lebih akurat dan cepat.
Langkah-langkah pada tahap analisis ini adalah:
1. Menghitung hujan rata-rata DAS dengan metode rata-rata aljabar dan poligon
Thiessen berdasarkan jumlah seluruh stasiun yang tersedia (6 stasiun),
2. Mengulangi langkah pada poin 1 dengan kombinasi 5 stasiun,
3. Mengulangi langkah pada poin 1 dengan kombinasi 4 stasiun,
4. Melanjutkan kombinasi seterusnya seperti langkah pada poin 1, 2 dan 3 sehingga
tersisa minimal 1 stasiun saja.
Pada tiap-tiap metode, dilakukan analisis hujan rata-rata DAS sebanyak 63
kombinasi dimana masing-masing kombinasi untuk tiap-tiap jumlah stasiun dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Jumlah kombinasi stasiun hujan
Jml Stasiun Jml Kombinasi Jml Stasiun Jml Kombinasi
6 1 3 20
5 6 2 15
4 15 1 6
Total 22 41

7
4.3 Analisis Ketersediaan Air
Analisis ketersediaan air yang dimaksud adalah menghitung besarnya debit
andalan DAS Gajahwong di Papringan periode 1987-2001. Pada tahap analisis ini,
nilai debit yang digunakan berasal dari debit terhitung hasil simulasi model
RAINRUN. Perhitungan debit andalan ini dilakukan beberapa kali dengan data curah
hujan berdasarkan kombinasi jumlah stasiun dan metode analisis yang berbeda. Hasil
akhir dari masing-masing analisis ini dibandingkan untuk mendapatkan nilai
penyimpangan dari nilai debit andalan acuan (data hujan 6 stasiun metode poligon
Thiessen).

4.4 Uji Ketelitian Metode


Untuk mendapatkan hasil akhir dari seluruh kajian ini, perlu dilakukan
pengujian ketelitian metode analisis hujan DAS antara metode rata-rata aljabar dan
poligon Thiessen. Proses pengujiannya terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama
melakukan perbandingan hasil perhitungan hujan rata-rata DAS berdasarkan jumlah
stasiun dari metode itu sendiri dan metode yang berbeda (rata-rata aljabar vs poligon
Thiessen). Tahap kedua melakukan pengujian hasil curah hujan rata-rata dari masing-
masing kombinasi dan metode ke dalam simulasi model RAINRUN yang
menghasilkan nilai debit tengah bulanan sepanjang 15 tahun, dan tahap yang terakhir
adalah menghitung dan membandingkan nilai debit andalan 15 tahunan (1987-2001)
berdasarkan hasil simulasi model RAINRUN yang dihitung dari data curah hujan rata-
rata dengan berbagai kombinasi dari kedua metode tersebut di atas.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Curah Hujan Rata-rata DAS
Berdasarkan perhitungan hujan DAS yang telah dilakukan, masing-masing
kombinasi memberikan perbedaan nilai yang relatif besar, terutama untuk jumlah
stasiun yang berbeda dan metode analisis yang digunakan. Gambar 3 berikut ini

8
adalah contoh grafik perbandingan nilai hujan rata-rata DAS tengah bulanan tahun
1996, kombinasi 6 stasiun dan 3 stasiun.

400 400

6 stasiun 6 stasiun
350 350
3 stasiun 3 stasiun
Curah hujan rata-rata (mm)

Curah hujan rata-rata (mm)


300 300

250 250

200 200

150 150

100 100

50 50

0 0
Jan 1

Jan 2

Jun 1

Jun 2

Jul 1

Jan 1

Jan 2

Jun 1

Jun 2

Jul 1
Peb 1

Peb 2

Mar 1

Mar 2

Apr 1

Apr 2

Mei 1

Mei 2

Agt 1

Agt 2

Sep 1

Sep 2

Okt 2

Nop 1

Nop 2

Des 1

Des 2

Peb 1

Peb 2

Mar 1

Mar 2

Apr 1

Apr 2

Mei 1

Mei 2

Agt 1

Agt 2

Sep 1

Sep 2

Okt 2

Nop 1

Nop 2

Des 1

Des 2
Okt 1

Okt 1
Jul 2

Jul 2
Tengah Bulan Tengah Bulan

(a) metode rata-rata aljabar (b) metode poligon Thiessen


Gambar 3. Hujan rata-rata DAS kombinasi 6 stasiun dan 3 stasiun tahun 1996

5.2 Penyimpangan Hujan Rata-rata DAS


Dari hasil analisis hujan rata-rata harian DAS Gajahwong di Papringan
sepanjang 15 tahun, baik dengan metode rata-rata aljabar maupun poligon Thiessen
dapat dilakukan perbandingan dengan mengacu pada suatu hasil yang dianggap
paling benar atau representatif dari kondisi sebenarnya.
Untuk analisis masing-masing metode, digunakan nilai hujan kumulatif
setengah bulanan rata-rata sepanjang 15 tahun dari kombinasi 6 stasiun sebagai
acuan penyimpangan, sedangkan untuk analisis keseluruhannya menggunakan data
yang sama dari 6 stasiun dengan metode poligon Thiessen. Tabel 2 di bawah ini
adalah contoh perhitungan penyimpangan curah hujan rata-rata metode poligon
Thiessen bulan Januari-Juni 1987-2001.
Tabel 2. Contoh perhitungan penyimpangan curah hujan rata-rata poligon Thiessen
Hujan kumulatif tengah bulanan Hujan kumulatif tengah
Tengah rata-rata (1987 - 2001) Tengah bulanan rata-rata (1987 - 2001)
Bulan Bulan
6 Stasiun 5 Stasiun (%) 6 Stasiun 5 Stasiun (%)
Jan 1 225.48 210.52 -6.63 Apr 1 167.42 164.29 -1.87
Jan 2 210.90 188.61 -10.57 Apr 2 88.12 80.66 -8.46
Peb 1 260.94 242.96 -6.89 Mei 1 71.67 73.02 1.89
Peb 2 179.79 167.34 -6.93 Mei 2 40.20 44.06 9.62
Mar 1 194.35 180.42 -7.17 Jun 1 51.29 51.49 0.41
Mar 2 169.37 165.31 -2.40 Jun 2 29.91 30.44 1.78

9
Grafik sebaran penyimpangan nilai curah hujan rata-rata tengah bulanan metode
rata-rata aljabar vs poligon Thiessen disajikan pada Gambar 4, sedangkan grafik nilai
penyimpangan maksimumnya dapat dilihat pada Gambar 5.
15 25
penyimpangan terhadap 6 stasiun (%)

20 Max Over Estimate


10

Penyimpangan Terhada 6 Stasiun


Max Under Estimate
15
5 12.64

poligon Thiessen (%)


10 9.45 y = -7.6622Ln(x) + 13.633
6.55 R2 = 0.9587
0
5
0 1 2 3 4 5 6 7 2.57
-5 0 0.17 0.00
0 1 2 3 4 5 6 -3.58 7
-5
-10 -6.83

-10 -10.10
-15
-13.72
-15 -15.89 y = 10.003Ln(x) - 23.046
-20 R2 = 0.9711
-20
-22.34
-25 -25
Jumlah stasiun Jumlah stasiun

Gambar 4. Sebaran penyimpangan curah Gambar 5. Penyimpangan maks. curah


hujan rerata berdasarkan jumlah stasiun hujan rerata berdasarkan jumlah stasiun

Dari grafik di atas tampak bahwa semakin sedikit jumlah stasiun yang
digunakan untuk analisis curah hujan rata-rata, maka nilai penyimpangannya semakin
besar. Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya kelebihan (over estimate)
ataupun kekurangan (under estimate) nilai curah hujan rata-rata yang diperhitungkan.
Gambar 4 menunjukkan bahwa sebaran penyimpangan curah hujan rata-ratanya
merata dari nilai terbesar over estimate sampai nilai terbesar under estimate. Hal ini
mengindikasikan bahwa nilai curah hujan rata-rata tidak hanya ditentukan dari jumlah
stasiunnya saja, akan tetapi juga tergantung pada lokasi stasiun (letak terhadap DAS)
serta besarnya curah hujan titik pada stasiun tersebut.
Dalam konteks berikutnya, Gambar 5 mengilustrasikan suatu pola hubungan
antara kombinasi jumlah stasiun hujan dengan nilai penyimpangan maksimum yang
didekati dengan suatu persamaan logaritmik sederhana sebagaimana tergambar pada
masing-masing grafiknya. Hubungan yang terbentuk dari pola tersebut menjelaskan
bahwa semakin kecil jumlah stasiunnya, maka penyimpangan maksimumnya semakin
besar.
Dari gambaran di atas, jelas bahwa tidak semua kombinasi jumlah stasiun hujan
dapat digunakan dalam analisis selanjutnya. Oleh karena itu, perlu ditetapkan suatu
patokan jumlah stasiun minimal yang akan digunakan dalam analisis curah hujan
rata-rata, sehingga nilai penyimpangan rata-rata secara keseluruhannya dapat ditekan

10
seminimal mungkin. Gambar 6 berikut ini menunjukkan penyimpangan rerata dari
curah hujan tengah bulanan rerata secara keseluruhan.
25
Rata-rata Aljabar
Poligon Thiessen
20 Rata-rata Aljabar vs Poligon Thiessen
5%

15
(%)

10

5 5%

0
6 5 4 3 2 1
Jumlah Stasiun

Gambar 6. Penyimpangan rerata curah hujan tengah bulanan rerata

Dari Gambar 6 di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jumlah stasiun
minimal dengan rata-rata penyimpangan 5% adalah 3 stasiun untuk analisis
menggunakan metode poligon Thiessen dan 4 stasiun untuk analisis dengan metode
rata-rata aljabar. Namun demikian, hal ini belum dirasakan cukup untuk dapat
dijadikan acuan sesungguhnya, karena pengujian hanya dilakukan berdasarkan
jumlah maksimal stasiun yang tersedia (6 stasiun) serta berpatokan pada nilai curah
hujannya saja, sedangkan nilai curah hujan ini akan digunakan dalam analisis
selanjutnya yang lebih kompleks.

5.3 Evapotranspirasi Acuan (ETo)


Nilai ETo yang dihitung adalah ETo harian yang kemudian dikumulatifkan
selama setengah bulan. Perlu diperhatikan, bahwa penggunaan data yang salah pada
analisis ini akan berakibat pada kesalahan proses analisis model, sehingga nilai
parameter yang didapat dari optimasi pemodelan tidak akan optimal. Contoh hasil
perhitungan ETo ditampilkan dalam bentuk kumulatif tengah bulanan (Jan-Jun) tahun
1996 sebagaimana tertera pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. ETo tengah bulanan
Bulan Tgh Bulan ke ETo (mm) Bulan Tgh Bulan ke ETo (mm)
1 53.60 7 54.06
Jan Apr
2 58.51 8 52.34
3 51.12 9 52.53
Peb Mei
4 51.78 10 51.44

11
5 55.87 11 48.38
Mar Jun
6 64.77 12 50.18

5.4 Analisis Neraca Air Model RAINRUN


Data yang dibutuhkan pada perhitungan ini adalah data curah hujan kumulatif
tengah bulanan, data ETo kumulatif tengah bulanan dan data debit rerata tengah
bulanan. Untuk tahap kalibrasi digunakan data tahun 1994-1996, untuk tahap
verifikasi menggunakan data tahun 1996-1998, sedangkan pada tahap simulasi, data
debit tidak digunakan.
Mengingat analisis neraca air ini juga digunakan sebagai suatu simulasi kajian
pengaruh analisis hujan DAS, maka data hujan yang digunakan untuk proses kalibrasi
dan verifikasi adalah data hujan dari analisis metode poligon Thiessen dengan
kombinasi 6 stasiun, sedangkan untuk simulasinya digunakan data hujan dari semua
metode dan kombinasi yang memiliki nilai penyimpangan maksimum over estimate
dan under estimate.
Kalibrasi ini diperlukan untuk menentukan parameter DAS yang belum
diketahui yaitu fraksi hutan, soil moisture capacity 1, initial soil moisture 1, crop
factor, soil moisture capacity 2, initial soil moisture 2, Initial Ground Water Storage,
koefisien penyurutan SMC1 dan koefisien penyurutan GWS. Untuk memperoleh
semua data parameter tersebut, diperlukan fasilitas solver pada Microsoft Excel.
Parameter hasil kalibrasi DAS Gajahwong di Papringan dapat dilihat pada Tabel 4,
berikut grafik debit dari hasil kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Tabel 4. Parameter hasil kalibrasi DAS Gajahwong (1994-1996)
Parameter DAS Satuan Hasil Optimasi
Fraksi hutan (h) - 0,171
Fraksi larian permukaan () - 0,2
Kapasitas air tertekan (SMC 1) mm 175,00
Initial Soil Moisture 1 (ISM1) mm 40,000
Faktor tumbuhan (k c ) - 1,307
Kapasitas air bebas zona atas (SMC2) mm 150,000
Initial Soil Moisture 2 (ISM2) mm 20,000
Initial Ground Water Storage (IGWS) mm 40,000
koefisien penyurutan tampungan air bebas zona atas (k 1 ) - 0,155
koefisien penyurutan simpanan air tanah (k 2 ) - 0,8

Pada tahap verifikasi, digunakan data tahun 1996-1998, baik data debit, data
hujan maupun data evapotranspirasi acuan. Berdasarkan hasil ketelitian model yang

12
didapat, tingkat korelasi (R) antara debit terhitung dan debit terukur sebesar 0,715.
Hal ini menunjukkan bahwa model mempunyai derajat asosiasi tinggi. Nilai koefisien
efisiensi (CE) sebesar 0,411 menunjukkan bahwa model cukup efisien dan nilai VE
yang diperoleh sebesar 2,643%, menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan beda
volume yang relatif kecil antara volume terhitung dengan volume terukur di lapangan.
Grafik debit hasil verifikasi parameter DAS Gajahwong di Papringan dapat dilihat
pada Gambar 8.
6 0
6 0 6 0
6 0

200 200
200 5 200
5 5
5
R = 0,855 400 R = 0.715 400

Curah hujan (mm)


Curah hujan (mm)
400 400
R = 0.715

Curah hujan (mm)


Curah hujan (mm)
4 VE = 5,00 % 4 VE = 2,643%

3 /s)
VE = 2,643%
3 /s)

4 4 600
600

Debit (m /s)
Debit (m /s)

CE = 0.411 600
CE = 0,644 600

3
CE = 0.411
3

Debit (m
Debit (m

3 800 3 800
3 800 3 800

1000 1000
2 1000 2 1000
2 2
1200 1200
1200 1200
1 1
1 1400 1 1400
1400 1400

0 1600 0 1600
0 1600 0 1600
Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2
Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2
Tengah Bulan Tengah Bulan
Tengah Bulan Tengah Bulan
Curah hujan Debit terhitung Debit terukur Curah hujan Debit terhitung Debit terukur
Curah hujan Debit terhitung Debit terukur Curah hujan Debit terhitung Debit terukur

Gambar 7. Grafik hasil kalibrasi DAS Gambar 8. Grafik hasil verifikasi DAS
Gajahwong (Okt 1994-Sep 1996) Gajahwong (Okt 1996-Sep 1998)

Tahap berikutnya adalah simulasi. Tahap ini digunakan untuk mendapatkan


nilai debit secara keseluruhan yang nantinya digunakan sebagai acuan perhitungan
debit andalan. Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah tidak
tersedianya initial value untuk SM1, SM2 dan GWS, karena perhitungan dimulai
pada bulan Januari 1987, sedangkan hasil perhitungan bulan sebelumnya tidak ada.
Untuk mengantisipasi persoalan ini, maka digunakan nilai initial value pada
bulan Januari, baik pada tahap kalibrasi maupun verifikasi yang mendekati data dan
kondisi pada tahun 1987. Namun demikian, tidak dapat dipastikan nilai mana yang
mendekati kondisi sebenarnya, mengingat perubahan tata guna lahan di DAS
Gajahwong cukup besar sepanjang 15 tahun terakhir. Dengan demikian perlu dicoba
beberapa initial value dari bulan yang sama, sehingga selisih nilai pada awal
perhitungan yang digunakan pada tahap kalibrasi menunjukkan angka yang kecil.
Contoh grafik hasil simulasi parameter DAS Gajahwong di Papringan yang
ditampilkan adalah simulasi yang menggunakan data hujan kombinasi 6 stasiun
metode poligon Thiessen, dan dapat dilihat pada Gambar 9.

13
Untuk menguji pengaruh penyimpangan nilai curah hujan rata-rata, maka
dilakukan perbandingan debit terhitung dari masing-masing metode dan jumlah
stasiun yang berbeda. Contoh bentuk perbandingan debit ini dapat dilihat pada
Gambar 10 (data hujan 3 sta rata-rata aljabar vs 6 sta poligon Thiessen).
6 6
6 6

5 5
5 5

4 4
3 /s)

3 /s)
4 4
Debit (m /s)

Debit (m /s)
3

3
Debit (m

Debit (m
3 3
3 3

2 2
2 2

1 1
1 1

0 0
0 0
Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1

Jan 1
Jun 1

Jul 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1

Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1

Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Tengah Bulan Tengah Bulan
Tengah Bulan Tengah Bulan
Debit terhitung aljabar Debit terhitung Thiessen Debit terhitung aljabar Debit terhitung Thiessen
Debit terhitung aljabar Debit terhitung Thiessen Debit terhitung aljabar Debit terhitung Thiessen

Gambar 9. Grafik hasil simulasi DAS Gambar 10. Grafik perbandingan hasil
Gajahwong (1987-2001) simulasi DAS Gajahwong

Analisis simulasi model RAINRUN dengan beberapa kombinasi data curah


hujan metode rata-rata aljabar dan poligon Thiesssen, menunjukan bahwa semakin
besar penyimpangan nilai curah hujan yang digunakan dalam analisis, maka semakin
besar pula penyimpangan nilai debit yang diperhitungkan, yang nantinya akan
berpengaruh pula pada penetapan nilai debit andalan sebagai suatu prediksi
ketersediaan air di DAS tersebut.

5.5 Kajian Hasil Hitungan Ketersediaan Air


Dari hasil analisis sebelumnya, simulasi model RAINRUN diperlukan untuk
memprediksi nilai debit yang terjadi, karena data debit terukur di lapangan sangat
terbatas. Oleh karena itu, nilai debit terhitung dari analisis model tersebut akan
digunakan untuk memperhitungkan ketersediaan air sepanjang tahun 1987-2001.
Contoh hasil perhitungan debit andalan dapat dilihat pada Gambar 11.

14
4
4

3.5
3.5

3
3

2.5

Debit (m3/s)
2.5

Debit (m3/s)
2
2

1.5
1.5

1
0.338
1

0.5
0.5

0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
% Terpenuhi
% Terpenuhi

Gambar 11. Grafik debit andalan 1987-2001 (data hujan 6 stasiun poligon Thiessen)
Dari Gambar 11 diatas terlihat nilai debit dengan probabilitas terpenuhi 80%
adalah 0,338 m3/s. Untuk rekapitulasi nilai debit andalan dari analisis neraca air
model RAINRUN menggunakan data curah hujan semua metode analisis dan
kombinasi dengan nilai penyimpangan maksimum dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7
berikut ini.
Tabel 5. Rekapitulasi nilai debit andalan Tabel 6. Rekapitulasi nilai debit andalan
(metode poligon Thiessen) (metode rata-rata aljabar)
No Jml Stasiun Debit (m3/s) (%) No Jml Stasiun Debit (m3/s) (%)
1 6 (-) 0.338 0.00 1 6 (-) 0.310 -8.30
2 5 (-) 0.331 -1.98 2 5 (-) 0.314 -7.14
3 5 (+) 0.348 3.05 3 5 (+) 0.349 3.37
4 4 (-) 0.299 -11.36 4 4 (-) 0.269 -20.30
5 4 (+) 0.369 9.31 5 4 (+) 0.380 12.53
6 3 (-) 0.229 -32.12 6 3 (-) 0.240 -28.90
7 3 (+) 0.367 8.73 7 3 (+) 0.393 16.34
8 2 (-) 0.197 -41.60 8 2 (-) 0.215 -36.20
9 2 (+) 0.380 12.60 9 2 (+) 0.382 13.19
10 1 (-) 0.151 -55.35 10 1 (-) 0.151 -55.35
11 1 (+) 0.376 11.20 11 1 (+) 0.376 11.20
Keterangan: (-) Under Estimate (+) Over Estimate Keterangan: (-) Under Estimate (+) Over Estimate

Besarnya penyimpangan yang terjadi, dihitung berdasarkan debit acuan yang


dianggap relevan terhadap kondisi sesungguhnya, yaitu hasil perhitungan yang
menggunakan data curah hujan dari analisis curah hujan dengan metode poligon
Thiessen kombinasi 6 stasiun. Gambar 12 dan 13 berikut ini akan memperjelas
besarnya penyimpangan nilai debit andalan dari analisis curah hujan yang berbeda,
baik dari segi metode maupun kombinasi jumlah stasiun hujannya.

15
60 60
60 60 55.3 55.3
55.3 55.3

(%)
Rata-rata Aljabar Rata-rata Aljabar
(%)

andalan(%)
Rata-rata Aljabar Rata-rata Aljabar
andalan(%)

50 Poligon Thiessen 50 Poligon Thiessen


50 Poligon Thiessen 50 Poligon Thiessen

PenyimpanganQQandalan
PenyimpanganQQandalan

41.6
41.6
40 40 36.2
40 40 36.2
32.1
32.1
28.9
30 30 28.9
30

Penyimpangan
30
Penyimpangan

20.3
20 20.3
20 16.3 20
20 16.3
12.5 13.2 12.6 11.4
12.5 13.2 12.6 11.2 11.2 11.4
9.3 8.7 11.2 11.2 10 8.3
10 9.3 8.7 7.1
10 10 8.3 7.1
3.4 3.1 2.0
3.4 3.1 2.0
0 0
0 0
6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1
6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1
Jumlah Jumlah
JumlahStasiun
JumlahStasiun
Stasiun Stasiun

Gambar 12. Penyimpangan nilai debit Gambar 13. Penyimpangan nilai debit
andalan berdasarkan nilai curah hujan andalan berdasarkan nilai curah hujan
over estimate Under estimate

Berdasarkan Gambar 12 dan 13 di atas, dapat dilihat penyimpangan terkecil (<


5%) hanya terjadi pada analisis curah hujan menggunakan kombinasi 5 stasiun
metode poligon Thiessen, baik under maupun over estimate dan kombinasi 5 stasiun
metode rata-rata aljabar dengan nilai curah hujan over estimate, yang masing-masing
nilai penyimpangan curah hujan rata-ratanya adalah seperti tertera pada Tabel 7
berikut ini.
Tabel 7. Nilai penyimpangan hujan rata-rata untuk penyimpangan Q andalan < 5%
No Jumlah Stasiun Curah hujan rata-rata (%) Q andalan (%)
1 5 sta (-) poligon Thiessen 1,30 1,98
2 5 sta (+) poligon Thiessen 1,04 3,05
3 5 sta (+) rata-rata aljabar 0,17 3,37
Keterangan: (-) Under Estimate (+) Over Estimate

Dari hasil analisis di atas belum tampak hubungan yang jelas antara besarnya
nilai penyimpangan curah hujan rata-rata dan nilai penyimpangan debit andalan,
karena data yang digunakan adalah data curah hujan rata-rata yang memiliki
penyimpangan maksimum, baik over estimate maupun under estimate, dimana
nilainya bervariasi mulai dari nilai penyimpangan < 5% sampai nilai penyimpangan >
5%. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap data lain yang memiliki nilai
penyimpangan < 5%, agar nilai ini benar-benar dapat dijadikan suatu patokan untuk
membuktikan bahwa nilai penyimpangan curah hujan rata-rata 5% dapat digunakan
dalam analaisis selanjutnya. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian (verifikasi) nilai
penyimpangan debit andalan untuk penyimpangan hujan rata-rata < 5% (4 stasiun dan
3 stasiun).

16
Tabel 8. Verifikasi nilai penyimpangan Q andalan untuk hujan rata-rata < 5%
Jml Sta Metode Analisis Curah Hujan rerata (%) Q andalan (m3/s) Q andalan (%)
4 (-) Rata-rata aljabar 4.58 0.306 9.48
4 (-) Poligon Thiessen 4.97 0.328 2.99
3 (-) Poligon Thiessen 4.24 0.304 9.95
3 (+) Poligon Thiessen 4.97 0.367 8.73
Keterangan: (-) Under Estimate (+) Over Estimate

Dari tabel di atas, terlihat bahwa hanya kombinasi 4 stasiun dengan metode
poligon Thiessen saja yang memiliki nilai penyimpangan debit andalan < 5%,
sedangkan yang lainnya tidak. Namun demikian, belum dapat diputuskan bahwa
kombinasi 4 stasiun dengan poligon Thiessen sudah memenuhi syarat (sesuai acuan),
karena bila kita lihat pada hasil sebelumnya, nilai penyimpangan maksimum over
estimate dengan kombinasi yang sama (4 stasiun) tidak memenuhi syarat, padahal
nilai penyimpangannya hanya 2,99%. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh variasi curah
hujan rata-rata harian dan tengah bulanan serta letak atau bentuk dari jaringan stasiun
hujan dalam DAS.
Permasalahan yang ingin dikemukakan dari penjelasan di atas adalah
kemungkinan kombinasi dari jumlah stasiun yang akan digunakan cukup banyak,
sedangkan ketika menggunakan data hujan, kita tidak dapat memprediksi nilai
penyimpangan dari jumlah stasiun yang kita gunakan serta bentuk jaringan hujan
yang ada dalam DAS akan menghasilkan curah hujan rata-rata over estimate atau
under estimate. Oleh karena itu, untuk analisis ketersediaan air dengan kasus yang
sama sebaiknya menggunakan minimal 5 stasiun dengan metode poligon Thiessen,
karena secara keseluruhan hasilnya cukup memuaskan dengan nilai penyimpangan
rata-rata debit andalannya sebesar 2,52%.

6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari kajian ini adalah:
1. Semakin sedikit jumlah stasiun yang digunakan dalam analisis curah hujan, maka
nilai penyimpangannya curah hujan rata-rata dan debit andalannya semakin besar.

17
2. Jumlah stasiun minimal untuk perhitungan curah hujan rata-rata harian adalah 3
stasiun untuk metode poligon Thiessen dan 4 stasiun untuk metode rata-rata aljabar,
karena jumlah ini memiliki penyimpangan < 5%.
3. Aplikasi model RAINRUN untuk pengalihragaman hujan menjadi aliran DAS
Gajahwong di Papringan memberikan hasil yang relatif baik, dengan nilai korelasi
di atas 0,7. Kesalahan volume yang terjadi untuk model ini tidak begitu besar,
hanya lebih sedikit dari angka 5% dan nilai koefisien efisiensinya berada pada
rentang antara 0,75 dan 0,36.
4. Nilai debit andalan DAS Gajahwong di Papringan periode 1987-2001 adalah 0,362
m3/s. Jumlah stasiun minimal yang dapat digunakan dalam perhitungan curah hujan
rata-rata DAS untuk analisis debit andalan dengan model RAINRUN adalah 5
stasiun dengan metode poligon Thiessen. Jumlah ini memberikan penyimpangan
rata-rata debit < 5%.
5. Secara keseluruhan, untuk analisis hujan DAS serta debit andalan, perhitungan
curah hujan rata-rata dengan metode poligon thiessen memberikan hasil yang lebih
baik dibanding analisis dengan metode rata-rata aljabar.

6.2 Saran
Bedasarkan kajian yang telah dilakukan, maka ada beberapa hal yang ingin
disarankan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya:
1. Untuk analisis curah hujan rata-rata DAS perlu dilakukan penelitian pada lokasi
lain dengan jumlah stasiun yang lebih banyak, jaringan yang lebih variatif dan
curah hujan yang beragam, sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan data
yang telah ada.
2. Dalam analisis model RAINRUN, diharapkan dapat menggunakan data yang lebih
panjang dan lengkap, terutama data debit terukur, karena data debit yang tersedia
dalam kajian ini sangat terbatas (tahun 1994-2004) serta cukup banyak data yang
hilang, sehingga mempersulit proses analisis.
3. Dianjurkan untuk mengkaji pengaruh analisis hujan DAS terhadap ketersediaan air
dengan model lain serta pengaruh analisis hujan DAS terhadap analisis hidrologi

18
yang lain, misalnya banjir rancangan (high flow) atau persoalan lain yang lebih
kompleks.
4. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat secara umum dan relevan untuk
berbagai kondisi serta lokasi, maka nilai acuan batas penyimpangan curah hujan
rata-rata DAS dan debit andalannya dapat ditentukan berdasarkan uji statistik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986, Standar Perencanaan Irigasi KP-01, Ditjen Pengairan, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Anonim, 1999, Crop Evapotranspiration-Guideline for Computing Crop Water
Requirement, FAO Corporate Document Repository, (www.FAO.com).
Djarwanto, PS., Subagyo, P., 1993, Statistik Induktif, BPFE, Yogyakarta.
Soewarno, 1995, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Penerbit
NOVA, Bandung.
Sri Harto Br., 1993, Analisis Hidrologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Van der Weert, R., 1994, Kondisi Hidrologi Indonesia, WL | Delft Hydraulics.

19

You might also like