Professional Documents
Culture Documents
1 PENDAHULUAN
Komponen hujan merupakan masukan yang paling penting dalam suatu DAS.
Menurut Sri Harto (1993), jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) dialihragamkan
menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran
antara (interflow, subsurface flow) maupun sebagai aliran air tanah (ground water
flow). Selama ini, hujan DAS sering diolah dengan menggunakan metode rata-rata
aljabar dan poligon Thiessen, karena kedua cara ini cukup sederhana dan memiliki
1
hasil yang relatif baik. Namun demikian, masing-masing metode tersebut masih
memiliki kelemahan-kelemahan tertentu yang berkaitan dengan ketersedian dan
kelengkapan data. Selain itu, hasilnya juga perlu diteliti lebih lanjut berdasarkan
keterkaitannya dengan model simulasi larian hujan yang digunakan, sehingga hasil
akhir berupa debit andalan pada suatu DAS yang diperhitungkan mampu
mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
2 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh analisis hujan
DAS dengan metode rata-rata aljabar dan poligon Thiessen terhadap hasil
perhitungan ketersediaan air (debit andalan).
3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Hujan Rata-rata DAS
Dalam analisis hidrologi, umumnya digunakan masukan hujan yang dianggap
dapat mewakili jumlah seluruh hujan yang terjadi dalam DAS yang dimaksudkan.
Besaran hujan ini diperoleh dengan merata-ratakan hujan titik (point rainfall). Ada
dua cara yang sering digunakan untuk memperoleh hujan rata-rata DAS (catchment
rainfall), yaitu metode rata-rata aljabar (Persamaan 1) dan poligon Thiessen
(Persamaan 2).
__
1 n
P= Pi .........................................................................................................(1)
n i =1
n
__ AP i i
P= i =1
.........................................................................................................(2)
Atotal
dimana:
__
P : curah hujan rata-rata DAS (mm),
Pi : curah hujan pada stasiun ke i (mm),
Ai : luas yang dibatasi tiap poligon (km2),
Atotal : luas total DAS (km2).
n : jumlah stasiun hujan.
2
3.2 Evapotranspirasi Acuan
Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah besarnya evapotranspirasi dari tanaman
hipotetik (teoritis) yaitu dengan ciri ketinggian 12 cm, tahanan dedaunan yang
ditetapkan sebesar 70 det.m-1 dan albedo (pantulan radiasi) sebesar 0,23, mirip
dengan evapotranspirasi dari tanaman rumput hijau yang luas dengan ketinggian
seragam, tumbuh subur, menutup tanah seluruhnya dan tidak kekurangan air (Smith,
1991 dalam Weert, 1994). Rumus yang menjelaskan evapotranspirasi acuan secara
teliti adalah rumus Penman-Monteith, pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan
dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Anonim, 1999). Persamaan
utamanya ditulis sebagai berikut:
0.408 (Rn G ) + u 2 (e s ea )
900
ET o = T + 273 ..................................................................(3)
+ (1 + 0.34u 2 )
keterangan :
ETo : evapotranspirasi acuan(mm/hari),
Rn : radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari),
G : kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari),
T : temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC),
u 2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s),
e s : tekanan uap jenuh (kPa),
e a : tekanan uap aktual (kPa),
: kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC),
: konstanta psychrometric (kPa/oC).
3
3. Tampungan/simpanan air tanah.
Uap-peluh Hujan
Hambatan
Larian permukaan
( Surface run off)
Aliran antara
( Inter flow)
Jumlah larian
dengan:
R TOT : jumlah larian (mm/bulan),
R SUR : larian permukaan (mm/bulan),
R INT : aliran antara (mm/bulan),
R BAS : aliran air tanah (mm/bulan),
Q cal : debit limpasan terhitung (m3/s),
A : luas area (km2),
H : jumlah hari dalam perhitungan.
4
harga koefisien korelasi 0,7 hingga 1,0 menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi,
koefisien korelasi lebih tinggi dari 0,4 menunjukkan hubungan substansial, koefisien
antara 0,2 hingga 0,4 menunjukkan adanya kolerasi rendah, dan apabila kurang dari
0,2 dapat diabaikan (Young,1982 dalam Djarwanto dan Subagyo ,1993). Koefisien
korelasi (R) dirumuskan sebagai berikut (Soewarno, 1995).
N
(Qcal Qobs )
i =1
i i
N 1
R= .........................................................................................(6)
cal obs
Volume error (VE) adalah nilai yang menunjukkan perbedaan volume hasil dan
observasi selama periode simulasi, sedangkan Koefisien efisiensi menyatakan nilai
yang menunjukkan efisensi model terhadap debit terukur. Masing-masing koefisien
tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut ini.
N N
Qobs i Qcal i
min VE = i =1
N
i =1
x 100% ...............................................................(7)
Qobs i
i =1
N
(Qobsi Qcali )
2
CE = N i =1 ...................................................................(8)
(Qobs Qobs 2
i rerata )
i =1
dimana:
Q obs i : debit terukur (m3/s),
Q cal i : debit terhitung (m3/s),
Q obs rerata : debit terukur rerata (m3/s),
Q cal rerata : debit terhitung rerata (m3/s),
obs : standar deviasi debit terukur,
cal : standar deviasi debit terhitung,
N : jumlah data.
5
mendapatkan nilai probabilitas andalannya, debit terhitung tersebut diurutkan dari
nilai terbesar sampai terkecil, lalu dihitung probabilitas terpenuhinya sepanjang
periode analisis tersebut. Perhitungan probabilitas data adalah sebagai berikut:
m
%T = x 100 .....................................................................................................(9)
n
keterangan:
%T : probabilitas terpenuhi,
m : no urut data,
n : jumlah data.
4 METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan mengambil lokasi studi di DAS Gajahwong di
wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Cakupan wilayah studi dapat dilihat pada
Gambar 2.
6
Data debit (terukur) diperlukan untuk menguji ketelitian debit hasil perhitungan
model. Data yang digunakan adalah data dari stasiun debit Papringan dengan panjang
data adalah 11 tahun (1994-2004). Semua data debit dan data hujan diperoleh dari
Balai Pegelolaan Sumberdaya Air Wilayah sungai Progo Opak Oyo Dinas Pekerjaan
Umum Propinsi D.I Yogyakarta.
Dalam perhitungan kajian ini, data klimatologi yang dibutuhkan berupa data
temperatur udara dan kecepatan angin. Data tersebut digunakan untuk perhitungan
Evapotranspirasi acuan (ETo) dengan menggunakan metode FAO Penman-Monteith.
Data klimatologi diperoleh dari stasiun klimatologi Lanud Adi Sucipto Yogyakarta,
dengan ketersediaan data sepanjang data 15 tahun (1987-2001).
7
4.3 Analisis Ketersediaan Air
Analisis ketersediaan air yang dimaksud adalah menghitung besarnya debit
andalan DAS Gajahwong di Papringan periode 1987-2001. Pada tahap analisis ini,
nilai debit yang digunakan berasal dari debit terhitung hasil simulasi model
RAINRUN. Perhitungan debit andalan ini dilakukan beberapa kali dengan data curah
hujan berdasarkan kombinasi jumlah stasiun dan metode analisis yang berbeda. Hasil
akhir dari masing-masing analisis ini dibandingkan untuk mendapatkan nilai
penyimpangan dari nilai debit andalan acuan (data hujan 6 stasiun metode poligon
Thiessen).
8
adalah contoh grafik perbandingan nilai hujan rata-rata DAS tengah bulanan tahun
1996, kombinasi 6 stasiun dan 3 stasiun.
400 400
6 stasiun 6 stasiun
350 350
3 stasiun 3 stasiun
Curah hujan rata-rata (mm)
250 250
200 200
150 150
100 100
50 50
0 0
Jan 1
Jan 2
Jun 1
Jun 2
Jul 1
Jan 1
Jan 2
Jun 1
Jun 2
Jul 1
Peb 1
Peb 2
Mar 1
Mar 2
Apr 1
Apr 2
Mei 1
Mei 2
Agt 1
Agt 2
Sep 1
Sep 2
Okt 2
Nop 1
Nop 2
Des 1
Des 2
Peb 1
Peb 2
Mar 1
Mar 2
Apr 1
Apr 2
Mei 1
Mei 2
Agt 1
Agt 2
Sep 1
Sep 2
Okt 2
Nop 1
Nop 2
Des 1
Des 2
Okt 1
Okt 1
Jul 2
Jul 2
Tengah Bulan Tengah Bulan
9
Grafik sebaran penyimpangan nilai curah hujan rata-rata tengah bulanan metode
rata-rata aljabar vs poligon Thiessen disajikan pada Gambar 4, sedangkan grafik nilai
penyimpangan maksimumnya dapat dilihat pada Gambar 5.
15 25
penyimpangan terhadap 6 stasiun (%)
-10 -10.10
-15
-13.72
-15 -15.89 y = 10.003Ln(x) - 23.046
-20 R2 = 0.9711
-20
-22.34
-25 -25
Jumlah stasiun Jumlah stasiun
Dari grafik di atas tampak bahwa semakin sedikit jumlah stasiun yang
digunakan untuk analisis curah hujan rata-rata, maka nilai penyimpangannya semakin
besar. Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya kelebihan (over estimate)
ataupun kekurangan (under estimate) nilai curah hujan rata-rata yang diperhitungkan.
Gambar 4 menunjukkan bahwa sebaran penyimpangan curah hujan rata-ratanya
merata dari nilai terbesar over estimate sampai nilai terbesar under estimate. Hal ini
mengindikasikan bahwa nilai curah hujan rata-rata tidak hanya ditentukan dari jumlah
stasiunnya saja, akan tetapi juga tergantung pada lokasi stasiun (letak terhadap DAS)
serta besarnya curah hujan titik pada stasiun tersebut.
Dalam konteks berikutnya, Gambar 5 mengilustrasikan suatu pola hubungan
antara kombinasi jumlah stasiun hujan dengan nilai penyimpangan maksimum yang
didekati dengan suatu persamaan logaritmik sederhana sebagaimana tergambar pada
masing-masing grafiknya. Hubungan yang terbentuk dari pola tersebut menjelaskan
bahwa semakin kecil jumlah stasiunnya, maka penyimpangan maksimumnya semakin
besar.
Dari gambaran di atas, jelas bahwa tidak semua kombinasi jumlah stasiun hujan
dapat digunakan dalam analisis selanjutnya. Oleh karena itu, perlu ditetapkan suatu
patokan jumlah stasiun minimal yang akan digunakan dalam analisis curah hujan
rata-rata, sehingga nilai penyimpangan rata-rata secara keseluruhannya dapat ditekan
10
seminimal mungkin. Gambar 6 berikut ini menunjukkan penyimpangan rerata dari
curah hujan tengah bulanan rerata secara keseluruhan.
25
Rata-rata Aljabar
Poligon Thiessen
20 Rata-rata Aljabar vs Poligon Thiessen
5%
15
(%)
10
5 5%
0
6 5 4 3 2 1
Jumlah Stasiun
Dari Gambar 6 di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jumlah stasiun
minimal dengan rata-rata penyimpangan 5% adalah 3 stasiun untuk analisis
menggunakan metode poligon Thiessen dan 4 stasiun untuk analisis dengan metode
rata-rata aljabar. Namun demikian, hal ini belum dirasakan cukup untuk dapat
dijadikan acuan sesungguhnya, karena pengujian hanya dilakukan berdasarkan
jumlah maksimal stasiun yang tersedia (6 stasiun) serta berpatokan pada nilai curah
hujannya saja, sedangkan nilai curah hujan ini akan digunakan dalam analisis
selanjutnya yang lebih kompleks.
11
5 55.87 11 48.38
Mar Jun
6 64.77 12 50.18
Pada tahap verifikasi, digunakan data tahun 1996-1998, baik data debit, data
hujan maupun data evapotranspirasi acuan. Berdasarkan hasil ketelitian model yang
12
didapat, tingkat korelasi (R) antara debit terhitung dan debit terukur sebesar 0,715.
Hal ini menunjukkan bahwa model mempunyai derajat asosiasi tinggi. Nilai koefisien
efisiensi (CE) sebesar 0,411 menunjukkan bahwa model cukup efisien dan nilai VE
yang diperoleh sebesar 2,643%, menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan beda
volume yang relatif kecil antara volume terhitung dengan volume terukur di lapangan.
Grafik debit hasil verifikasi parameter DAS Gajahwong di Papringan dapat dilihat
pada Gambar 8.
6 0
6 0 6 0
6 0
200 200
200 5 200
5 5
5
R = 0,855 400 R = 0.715 400
3 /s)
VE = 2,643%
3 /s)
4 4 600
600
Debit (m /s)
Debit (m /s)
CE = 0.411 600
CE = 0,644 600
3
CE = 0.411
3
Debit (m
Debit (m
3 800 3 800
3 800 3 800
1000 1000
2 1000 2 1000
2 2
1200 1200
1200 1200
1 1
1 1400 1 1400
1400 1400
0 1600 0 1600
0 1600 0 1600
Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2
Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2 Okt 1 Nop 2 Jan 1 Peb 2 Apr 1 Mei 2 Jul 1 Agt 2
Tengah Bulan Tengah Bulan
Tengah Bulan Tengah Bulan
Curah hujan Debit terhitung Debit terukur Curah hujan Debit terhitung Debit terukur
Curah hujan Debit terhitung Debit terukur Curah hujan Debit terhitung Debit terukur
Gambar 7. Grafik hasil kalibrasi DAS Gambar 8. Grafik hasil verifikasi DAS
Gajahwong (Okt 1994-Sep 1996) Gajahwong (Okt 1996-Sep 1998)
13
Untuk menguji pengaruh penyimpangan nilai curah hujan rata-rata, maka
dilakukan perbandingan debit terhitung dari masing-masing metode dan jumlah
stasiun yang berbeda. Contoh bentuk perbandingan debit ini dapat dilihat pada
Gambar 10 (data hujan 3 sta rata-rata aljabar vs 6 sta poligon Thiessen).
6 6
6 6
5 5
5 5
4 4
3 /s)
3 /s)
4 4
Debit (m /s)
Debit (m /s)
3
3
Debit (m
Debit (m
3 3
3 3
2 2
2 2
1 1
1 1
0 0
0 0
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Jan 1
Jun 1
Jul 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Nop 1
Apr 1
Sep 1
Peb 1
Des 1
Mei 1
Okt 1
Mar 1
Agt 1
Tengah Bulan Tengah Bulan
Tengah Bulan Tengah Bulan
Debit terhitung aljabar Debit terhitung Thiessen Debit terhitung aljabar Debit terhitung Thiessen
Debit terhitung aljabar Debit terhitung Thiessen Debit terhitung aljabar Debit terhitung Thiessen
Gambar 9. Grafik hasil simulasi DAS Gambar 10. Grafik perbandingan hasil
Gajahwong (1987-2001) simulasi DAS Gajahwong
14
4
4
3.5
3.5
3
3
2.5
Debit (m3/s)
2.5
Debit (m3/s)
2
2
1.5
1.5
1
0.338
1
0.5
0.5
0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
% Terpenuhi
% Terpenuhi
Gambar 11. Grafik debit andalan 1987-2001 (data hujan 6 stasiun poligon Thiessen)
Dari Gambar 11 diatas terlihat nilai debit dengan probabilitas terpenuhi 80%
adalah 0,338 m3/s. Untuk rekapitulasi nilai debit andalan dari analisis neraca air
model RAINRUN menggunakan data curah hujan semua metode analisis dan
kombinasi dengan nilai penyimpangan maksimum dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7
berikut ini.
Tabel 5. Rekapitulasi nilai debit andalan Tabel 6. Rekapitulasi nilai debit andalan
(metode poligon Thiessen) (metode rata-rata aljabar)
No Jml Stasiun Debit (m3/s) (%) No Jml Stasiun Debit (m3/s) (%)
1 6 (-) 0.338 0.00 1 6 (-) 0.310 -8.30
2 5 (-) 0.331 -1.98 2 5 (-) 0.314 -7.14
3 5 (+) 0.348 3.05 3 5 (+) 0.349 3.37
4 4 (-) 0.299 -11.36 4 4 (-) 0.269 -20.30
5 4 (+) 0.369 9.31 5 4 (+) 0.380 12.53
6 3 (-) 0.229 -32.12 6 3 (-) 0.240 -28.90
7 3 (+) 0.367 8.73 7 3 (+) 0.393 16.34
8 2 (-) 0.197 -41.60 8 2 (-) 0.215 -36.20
9 2 (+) 0.380 12.60 9 2 (+) 0.382 13.19
10 1 (-) 0.151 -55.35 10 1 (-) 0.151 -55.35
11 1 (+) 0.376 11.20 11 1 (+) 0.376 11.20
Keterangan: (-) Under Estimate (+) Over Estimate Keterangan: (-) Under Estimate (+) Over Estimate
15
60 60
60 60 55.3 55.3
55.3 55.3
(%)
Rata-rata Aljabar Rata-rata Aljabar
(%)
andalan(%)
Rata-rata Aljabar Rata-rata Aljabar
andalan(%)
PenyimpanganQQandalan
PenyimpanganQQandalan
41.6
41.6
40 40 36.2
40 40 36.2
32.1
32.1
28.9
30 30 28.9
30
Penyimpangan
30
Penyimpangan
20.3
20 20.3
20 16.3 20
20 16.3
12.5 13.2 12.6 11.4
12.5 13.2 12.6 11.2 11.2 11.4
9.3 8.7 11.2 11.2 10 8.3
10 9.3 8.7 7.1
10 10 8.3 7.1
3.4 3.1 2.0
3.4 3.1 2.0
0 0
0 0
6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1
6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1
Jumlah Jumlah
JumlahStasiun
JumlahStasiun
Stasiun Stasiun
Gambar 12. Penyimpangan nilai debit Gambar 13. Penyimpangan nilai debit
andalan berdasarkan nilai curah hujan andalan berdasarkan nilai curah hujan
over estimate Under estimate
Dari hasil analisis di atas belum tampak hubungan yang jelas antara besarnya
nilai penyimpangan curah hujan rata-rata dan nilai penyimpangan debit andalan,
karena data yang digunakan adalah data curah hujan rata-rata yang memiliki
penyimpangan maksimum, baik over estimate maupun under estimate, dimana
nilainya bervariasi mulai dari nilai penyimpangan < 5% sampai nilai penyimpangan >
5%. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap data lain yang memiliki nilai
penyimpangan < 5%, agar nilai ini benar-benar dapat dijadikan suatu patokan untuk
membuktikan bahwa nilai penyimpangan curah hujan rata-rata 5% dapat digunakan
dalam analaisis selanjutnya. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian (verifikasi) nilai
penyimpangan debit andalan untuk penyimpangan hujan rata-rata < 5% (4 stasiun dan
3 stasiun).
16
Tabel 8. Verifikasi nilai penyimpangan Q andalan untuk hujan rata-rata < 5%
Jml Sta Metode Analisis Curah Hujan rerata (%) Q andalan (m3/s) Q andalan (%)
4 (-) Rata-rata aljabar 4.58 0.306 9.48
4 (-) Poligon Thiessen 4.97 0.328 2.99
3 (-) Poligon Thiessen 4.24 0.304 9.95
3 (+) Poligon Thiessen 4.97 0.367 8.73
Keterangan: (-) Under Estimate (+) Over Estimate
Dari tabel di atas, terlihat bahwa hanya kombinasi 4 stasiun dengan metode
poligon Thiessen saja yang memiliki nilai penyimpangan debit andalan < 5%,
sedangkan yang lainnya tidak. Namun demikian, belum dapat diputuskan bahwa
kombinasi 4 stasiun dengan poligon Thiessen sudah memenuhi syarat (sesuai acuan),
karena bila kita lihat pada hasil sebelumnya, nilai penyimpangan maksimum over
estimate dengan kombinasi yang sama (4 stasiun) tidak memenuhi syarat, padahal
nilai penyimpangannya hanya 2,99%. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh variasi curah
hujan rata-rata harian dan tengah bulanan serta letak atau bentuk dari jaringan stasiun
hujan dalam DAS.
Permasalahan yang ingin dikemukakan dari penjelasan di atas adalah
kemungkinan kombinasi dari jumlah stasiun yang akan digunakan cukup banyak,
sedangkan ketika menggunakan data hujan, kita tidak dapat memprediksi nilai
penyimpangan dari jumlah stasiun yang kita gunakan serta bentuk jaringan hujan
yang ada dalam DAS akan menghasilkan curah hujan rata-rata over estimate atau
under estimate. Oleh karena itu, untuk analisis ketersediaan air dengan kasus yang
sama sebaiknya menggunakan minimal 5 stasiun dengan metode poligon Thiessen,
karena secara keseluruhan hasilnya cukup memuaskan dengan nilai penyimpangan
rata-rata debit andalannya sebesar 2,52%.
17
2. Jumlah stasiun minimal untuk perhitungan curah hujan rata-rata harian adalah 3
stasiun untuk metode poligon Thiessen dan 4 stasiun untuk metode rata-rata aljabar,
karena jumlah ini memiliki penyimpangan < 5%.
3. Aplikasi model RAINRUN untuk pengalihragaman hujan menjadi aliran DAS
Gajahwong di Papringan memberikan hasil yang relatif baik, dengan nilai korelasi
di atas 0,7. Kesalahan volume yang terjadi untuk model ini tidak begitu besar,
hanya lebih sedikit dari angka 5% dan nilai koefisien efisiensinya berada pada
rentang antara 0,75 dan 0,36.
4. Nilai debit andalan DAS Gajahwong di Papringan periode 1987-2001 adalah 0,362
m3/s. Jumlah stasiun minimal yang dapat digunakan dalam perhitungan curah hujan
rata-rata DAS untuk analisis debit andalan dengan model RAINRUN adalah 5
stasiun dengan metode poligon Thiessen. Jumlah ini memberikan penyimpangan
rata-rata debit < 5%.
5. Secara keseluruhan, untuk analisis hujan DAS serta debit andalan, perhitungan
curah hujan rata-rata dengan metode poligon thiessen memberikan hasil yang lebih
baik dibanding analisis dengan metode rata-rata aljabar.
6.2 Saran
Bedasarkan kajian yang telah dilakukan, maka ada beberapa hal yang ingin
disarankan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya:
1. Untuk analisis curah hujan rata-rata DAS perlu dilakukan penelitian pada lokasi
lain dengan jumlah stasiun yang lebih banyak, jaringan yang lebih variatif dan
curah hujan yang beragam, sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan data
yang telah ada.
2. Dalam analisis model RAINRUN, diharapkan dapat menggunakan data yang lebih
panjang dan lengkap, terutama data debit terukur, karena data debit yang tersedia
dalam kajian ini sangat terbatas (tahun 1994-2004) serta cukup banyak data yang
hilang, sehingga mempersulit proses analisis.
3. Dianjurkan untuk mengkaji pengaruh analisis hujan DAS terhadap ketersediaan air
dengan model lain serta pengaruh analisis hujan DAS terhadap analisis hidrologi
18
yang lain, misalnya banjir rancangan (high flow) atau persoalan lain yang lebih
kompleks.
4. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat secara umum dan relevan untuk
berbagai kondisi serta lokasi, maka nilai acuan batas penyimpangan curah hujan
rata-rata DAS dan debit andalannya dapat ditentukan berdasarkan uji statistik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986, Standar Perencanaan Irigasi KP-01, Ditjen Pengairan, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Anonim, 1999, Crop Evapotranspiration-Guideline for Computing Crop Water
Requirement, FAO Corporate Document Repository, (www.FAO.com).
Djarwanto, PS., Subagyo, P., 1993, Statistik Induktif, BPFE, Yogyakarta.
Soewarno, 1995, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Penerbit
NOVA, Bandung.
Sri Harto Br., 1993, Analisis Hidrologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Van der Weert, R., 1994, Kondisi Hidrologi Indonesia, WL | Delft Hydraulics.
19