You are on page 1of 14

BAB II

Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Pustaka

1.1. Definisi Stroke

Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan

fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun

global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih

dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian disebabkan

oleh gangguan peredaran darah otak (WHO MONICA, 1986).

Sedangkan menurut Chandra (1996), stroke adalah

gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan gangguan

peredaran darah otak dimana secara mendadak (dalam

beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)

timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal

di otak yang terganggu. Penanganan pasien stroke

dibedakan menjadi fase akut dan pasca akut (Harsono,

2007).

1.2. Epidemiologi Stroke

Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada

kelompok umur 45-54 tahun, yakni mencapai 15,9% dan

meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55-64 tahun

(RISKESDAS, 2007). Setiap tahun sebanyak 200 per

8
9

100.000 orang Eropa menderita stroke dan 275.000-

300.000 orang Amerika meninggal karena stroke (Harsono,

2007).

Berdasarkan data pasien stroke di Unit Stroke RSUP

Dr Sardjito, sejak berdirinya pada tahun 2004, terlihat

peningkatan jumlah kasus terutama stroke iskemik akut

(Setyopranoto, 2011). Yayasan Stroke Indonesia

(Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk

Indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita

stroke.

1.3. Faktor Risiko Stroke

Stroke selalu berhubungan dengan satu atau

beberapa penyakit, baik kardiovaskuler maupun

nonkardiovaskuler lainnya yang menjadi faktor risiko.

Tercatat bahwa hipertensi berhubungan dengan

peningkatan kejadian stroke sebanyak 80%, dilanjutkan

dengan faktor risiko lainnya yakni penyakit jantung,

fibrilasi atrium, diabetes melitus, merokok, dan

hiperlipidemia (Ropper, 2005). Aterosklerosis berperan

dalam banyak patofisiologi, antara lain dengan

menyempitkan pembuluh darah dan mengakibatkan

insufisiensi aliran darah, menyumbat pembuluh darah

dengan trombus, atau emboli, dan melemahkan dinding


10

pembuluh darah mengarah pada pembentukan aneurisma yang

mudah pecah.

Gejala neurologis yang timbul akibat gangguan

peredaran darah bergantung pada letak lesi dan tingkat

keparahan gangguan pembuluh darah. Sebagian besar

stroke memiliki onset gejala yang bersifat akut hingga

subakut dengan gejala awal yang sering ditemui yaitu

terjadi pada waktu bangun pagi atau istirahat. Pada

gejala awal tersebut penderita biasanya tidak mengalami

penurunan kesadaran. Gejala penyumbatan system karotis

meliputi buta mendadak, disfasia, hemiparesis, gangguan

mental, inontinensia, kejang dan gangguan fungsi luhur.

Pada sistem Vertebrobasiler bila mengalami penyumbatan

akan memberikan gejala seperti hemianestesia

kontralateral, hemiparesis kontralateral, Sindroma

Horner, dan nistagmus. Pada beberapa kasus malah tidak

ditemukan gejala bila terjadi penyumbatan di arteri

vertebralis. Sedangkan infark di batang otak sering

menimbulkan gejala hemiplegia, Bulbar Palsy, Sindroma

Millard-Goebler, ataksia, hipotoni, dan nistagmus

homolateral (Harsono, 2007).

Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi faktor

yang bisa dikendalikan, faktor yang potensial bisa


11

dikendalikan, dan faktor yang tidak bisa dikendalikan

(Setyopranoto, 2011).

a. Faktor risiko yang bisa dikendalikan

Faktor risiko stroke yang bisa dikendalikan antara

lain hipertensi, obesitas, penyakit jantung, fibrilasi

atrium, endokarditis, infark jantung, merokok, anemia

sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), dan

stenosis karotis asimtomatik.

b. Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan

Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan

meliputi Diabetes Melitus (DM), Hiperhomosisteinemia,

dan hipertrofi ventrikel kiri.

c. Faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan

Kondisi alamiah seseorang yang tidak dapat

dikontrol menjadi faktor risiko yang tidak bisa

dikendalikan, antara lain umur, jenis kelamin, sifat

herediter, ras dan etnis, serta aspek geografis.

1.4. Sistem Serebrovaskuler

Otak merupakan organ tubuh yang sangat sensitif

terhadap perubahan fisik, mekanis, maupun kimia.

Substansi-substansi yang diperlukan otak dibawa oleh

darah melalui pembuluh-pembuluh darah terminal. Pada


12

manusia, aliran darah utama masuk ke otak melalui empat

arteri, yaitu masing-masing dua pasang arteri karotis

interna dan arteri vertebralis. Di bawah hipotalamus

keempat arteri tersebut membentuk suatu sirkulasi

darah, bernama Sirkulasi Willisi (Circle of Willis)

(Ganong, 2008) Sirkulasi Willisi merupakan pangkal dari

arteri-arteri besar yang mensuplai darah ke jaringan

serebrum.

1.5. Klasifikasi Stroke

a. Stroke iskemik

Delapan puluh lima persen stroke adalah stroke

iskemik, atau stroke karena sumbatan. Sumbatan pembuluh

darah dapat berupa trombus, emboli, atau tromboemboli.

Trombus adalah bekuan darah yang terbentuk akibat

dinding pembuluh darah yang mengalami cedera. Sel

endotel pada dinding pembuluh yang cedera akan menarik

trombosit dan sel-sel inflamasi lainnya lalu

mengaktifkan kaskade koagulasi. Pembentukan thrombus

meningkat dengan adanya denyut jantung yang tidak

teratur atau henti jantung karena aliran darah yang

lambat. Oleh karena itu sebagian besar trombus

terbentuk di vena yang bertekanan rendah (Corwin,

2009).
13

Emboli merupakan bekuan yang terbawa aliran darah.

Sebagian besar trombus merupakan tromboemboli, yaitu

suatu trombus yang tidak stabil dan terbawa aliran

darah menuju ke lokasi lain (Corwin, 2009). Selain

tromboemboli, emboli dapat pula berupa lemak yang

terbentuk saat terjadi trauma, cairan amnion yang masuk

ke peredaran darah ketika persalinan akibat perbedaan

tekanan yang tinggi, udara yang masuk saat terjadi

trauma dinding dada, maupun fragmen tumor yang lepas

dan terbawa aliran darah (Robbins, 2006).

Penyakit yang berhubungan dengan pembentukan

trombus dan emboli yakni aterosklerosis. Aterosklerosis

adalah suatu penyakit arteri degeneratif progresif yang

menyebabkan oklusi pada pembuluh darah yang terkena.

Aterosklerosis berasal dari tumor jinak sel-sel otot

polos di dalam dinding pembuluh darah. Sel-sel ini

bermigrasi dari lapisan otot pada tunika media ke bawah

lapisan endotel. Selanjutnya kolesterol dan lemak lain

menumpuk di sel-sel otot polos abnormal ini dan

membentuk plak yang menonjol ke dalam lumen pembuluh

seiring dengan pertumbuhannya (Rubins, 2009). Plak ini

cenderung terbentuk pada titik-titik percabangan dan

pembuluh darah yang membelok atau melengkung. Lebih

lanjut dikatakan Corwin (2009) bahwa karakteristik


14

tersebut merupakan ciri khas untuk arteri koroner,

aorta, dan arteri serebrum.

b. Stroke Perdarahan

Patologi stroke yang lain adalah stroke

perdarahan. Perdarahan stroke berakibat fatal karena

pembentukan hematoma dapat menyebabkan herniasi

jaringan otak dan menekan batang otak (Caplan, 2007).

Stroke perdarahan dibedakan menjadi dua berdasar letak

perdarahannya, yaitu perdarahan intraserebral dan

perdarahan subarakhnoid.

1) Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan primer

di dalam jaringan parenkim otak. Perdarahan

intraserebral bukan akibat dari trauma, melainkan

hipertensi. Oleh karena itu stroke perdarahan karena

perdarahan intraserebral ini sering disebut sebagai

stroke hipertensi (Ropper, 2005). Hipertensi kronis

kemudian menyebabkan lemahnya pembuluh darah sehingga

mempunyai kecenderungan untuk membentuk aneurisma atau

kantong-kantong pembuluh darah. Aneurisma Charcot-

Bouchard adalah jenis aneurisma yang berkaitan erat

dengan terjadinya stroke hipertensi. Aneurisma Charcot-

Bouchard terbentuk pada dinding pembuluh darah mikro


15

otak yang diameternya tidak lebih dari 1 mm namun

berjumlah banyak. Predileksi dari aneurisma Charcot-

Bouchard adalah cabang kaudatus dan putamen arteri

serebri media (42%), arteri basilaris di daerah pons

(16%), cabang thalamus arteri serebri posterior (15%),

cabang arteri serebrlar superior yang mensuplai nukleus

dentatus dan arbor vitae (Bahasa Inggris: deep white

matter of cerebellum) (12%), dan sisanya meliputi

substasia alba pada lobus parietooksipital dan temporal

(Ropper, 2005). Takebayashi et al (1983), melalui studi

mikroskop elektron menemukan bahwa pada arteri serebral

yang ruptur ditemukan pecahnya lamina elastika,

terutama pada daerah percabangan. Adams & Victor (2005)

menyebutkan bahwa ini kemungkinan terjadi akibat aliran

cepat darah yang mengikis bagian dalamnya. Karena

pembuluh darah yang ruptur adalah pembuluh darah yang

ada di parenkim otak, jarang ditemukan adanya

kontaminasi darah pada sistem ventrikuler (Ropper,

2005).

2) Perdarahan subarakhnoid

Berbeda dengan perdarahan intraserebral,

perdarahan subarakhnoid bersifat spontan. Perdarahan

subarakhnoid terjadi di luar parenkim otak dan

melibatkan pembuluh darah berukuran besar. Perdarahan


16

subarakhnoid terjadi karena pembuluh darah yang pecah.

Pada otopsi, pasien dengan perdarahan subarakhnoid

mengalami defek pada tunika intima dan tunika elastika

arteri-arteri besar sirkulasi Willisi, terbukti dengan

hanya ditemukannya tunika adventisia saja (Ropper,

2005).

1.6. Tanda dan Gejala Stroke

Gejala stroke dapat dibedakan atas gejala/ tanda

akibat lesi dan gejala/tanda yang diakibatkan oleh

komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan

mudah untuk didiagnosis akan tetapi dapat sedemikian

tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk

mengenalinya. Pasien dapat datang dalam keadaan sadar

dengan keluhan lemah separuh badan pada saat bangun

tidur atau sedang bekerja akan tetapi tidak jarang

pasien datang dalam keadaan koma sehingga memerlukan

penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke

stroke (Harsono, 2007). Secara umum gejala tergantung

pada besar dan letak lesi di otak yang menyebabkan

gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian

tersebut. Jenis patologi (iskemik atau perdarahan)

secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan

gejala, kecuali bahwa pada jenis perdarahan sering kali


17

ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi

saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terdapat pada

stroke hemisfer kiri dan kanan dapat dilihat dari

tanda-tanda yang didapatkan dan dengan pemeriksaan

neurologis sederhana dapat diketahui kira-kira letak

lesi seperti berikut (Ropper, 2005):

Lesi di korteks:

- Gejala terlokalisasi dan mengenai daerah

kontralateral dari letak lesi.

- Hilangnya sensasi kortikal (diskriminasi dua

titik) ambang sensorik yang bervasiasi.

- Kurang perhatian terhadap rangsang sensorik.

- Bicara dan penglihatan mungkin terkena.

Lesi di kapsula:

- Lebih luas dan mengenai daerah kontra lateral dari

letak lesi.

- Sensasi primer menghilang.

- Bicara dan penglihan mungkin terganggu

Lesi di batang otak:

- Luas dan bertentangan dengan letak lesi

- Mengenai saraf kepala sesisi dengan letak lesi

(III-IV otak tengah), (V,VI,VII, di pons), (IX, X,

XI, XII di medula)


18

Lesi di medula spinalis:

- Neuron motorik bawah di daerah lesi, sesisi

- Neuron motorik atas di bawah lesi, berlawan dengan

letak lesi

- Gangguan sensorik
19

2. Landasan Teori

Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan

fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun

global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih

dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian disebabkan

oleh gangguan peredaran darah otak. Secara klinis

stroke dibagi menjadi dua, yakni stroke iskemik dan

stroke hemoragik atau perdarahan. Stroke iskemik

terjadi karena ada sumbatan aliran darah ke otak.

Sumbatan pembuluh darah dapat berupa trombus, emboli,

atau gabungan dari keduanya yaitu tromboemboli. Akibat

tersumbatnya pembuluh darah maka otak mengalami

hipoperfusi dan mengakibatkan terjadinya defisit

neurologis, baik temporer maupun permanen. Tanda yang

ditimbulkan oleh trombus tidak sama dengan emboli.

Sumbatan karena trombus mempunyai onset yang lambat dan

bersifat kronis, mulai dari beberapa menit atau jam,

bahkan hitungan hari. Sedangkan sumbatan karena emboli

bersifat akut dan mendadak.

Stroke perdarahan terjadi akibat pecahnya pembuluh

darah otak, sehingga darah memenuhi parenkim otak,

ruang cairan serebrospinal, atau keduanya. Perdarahan

pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi

darah di otak yang berujung pada infark. Perdarahan


20

juga dapat menyebabkan terbentuknya hematoma yang

menekan otak dan meningkatkan tekanan intrakranial yang

menyebabkan kompresi pada batang otak. Stroke

perdarahan dapat dibedakan menjadi dua macam

berdasarkan letak perdarahannya, yakni di intraserebral

dan subarakhnoid.

Penyebab patologis yang berbeda-beda menyebabkan

perlunya penelitian mengenai distribusi tanda dan

gejala klinis yang muncul pada pasien stroke.


21

3. Kerangka Teori

Stroke

Iskemik Perdarahan

Intraserebral Subarachnoid

Gejala klinis:
1. Nyeri kepala
2. Vomitus/muntah
3. Vertigo
4. Gangguan motorik
5. Gangguan sensorik
6. Paresis nervus kranialis
7. Afasia
8. Penurunan kesadaran
9. Gangguan visual
10. Kejang
11. Gangguan keseimbangan

You might also like