Professional Documents
Culture Documents
MODUL 3
KELAINAN JARINGAN PULPA DAN PERIAPIKAL
Pembimbing :
drg. Meini F. A. Djamal, Sp. KG
Disusun oleh :
Danny Christianto Khuangga
041.212.038
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JAKARTA
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan......................................................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka..............................................................................................................3
BAB III Laporan Kasus................................................................................................................12
BAB IV Pembahasan.....................................................................................................................19
BAB V Kesimpulan.......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Perawatan endodontik merupakan salah satu metode perawatan gigi yang cukup sering
dilakukan. Kasus yang dapat dikategorikan ke dalam perawatan endodonti adalah pulpitis
ireversibel, nekrosis pulpa, abses periapikal, dsb. Dalam perawatan endodonti ada tiga prinsip
utama yaitu, preparasi akses, preparasi saluran akar, dan obturasi. Diperkirakan ada lebih dari
24 juta perawatan endodontik dilakukan dalam setahun, dengan 5,5% dari seluruh prosedur
tersebut meliputi bedah apikal endodontik, perbaikan perforasi, dan perawatan apeksifikasi.
Perawatan endodontik dilakukan untuk menghentikan proses inflamasi yang tidak dapat
dirawat bila menggunakan teknik konvensional, yang mungkin dapat disebabkan oleh
anatomi kanal atau apikal yang kompleks dan proses inflamasi eksternal. Pendekatan bedah
biasanya melibatkan adanya penempatan bahan yang di desain untuk menyegel isi saluran
akar dari jaringan periradikular dan memperbaiki kerusakan akar.1 Bahan-bahan ini harus
dapat menunjukkan kemampuan untuk membentuk segel dengan jaringan gigi selain
memiliki kemampuan biokompatibilitas dengan jaringan periodontal.2
Bahan pengisi saluran akar dapat dipertimbangkan sebagai implan sebenarnya karena
bahan-bahan ini bersentuhan dan berdasar di dalam jaringan vital tubuh dan menonjol hingga
ke permukaan luar secara langsung maupun secara tidak langsung melalui restorasi 1 (Gambar
1).
Bahan pengisi saluran akar pertama kali adalah sebuah benda yang dijepit dan
dicekatkan ke dalam saluran akar yang terekspos karena trauma atau keausan dan
menyebabkan rasa sakit pada OS. Contohnya adalah pada kasus yang ditemukan pada sebuah
jenazah prajurit Romawi yang mempunyai pin tembaga di dalam gigi kaninus atasnya.1
Gambar 1: bahan pengisi saluran akar menonjol dari ramifikasi ruang pulpa untuk kemudian bertemu dengan
jaringan vital pada membran periodontal dan tulang. (A) Radiografi dari premolar 1 atas dengan beberapa
foramen apikal aksesoris; (B) Respon jaringan histologis dari material pengisi pada jaringan periapikal pada
monyet Macaca1
1
Tujuan utama fase obturasi pada perawatan endodontik adalah untuk mencegah
reinfeksi saluran akar yang telah dibersihkan, dibentuk secara biomekanis, dan disterilkan
atau desinfeksi dengan instrumentasi, irigasi dan prosedur medikasi.3
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui macam dan jenis bahan pengisi
saluran akar yang beredar hingga saat ini sehingga nantinya klinisi dapat memilih bahan
pengisi saluran akar yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klinis gigi pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam perawatan saluran akar atau endodonti diperlukan beberapa tahapan yang harus
dipenuhi apabila ingin mencapai keberhasilan. Hal-hal tersebut adalah penentuan diagnosis
yang tepat sehingga rencana perawatannya tepat sasaran, penggunaan ilmu pengetahuan
mengenai anatomi dan morfologi gigi, dan ketepatan dalam melakukan debridement,
disinfeksi, dan obturasi dari seluruh sistem saluran akar.11
Pengisian saluran akar standar merupakan suatu kombinasi dari semen sealer dengan
bahan central core, yang hingga sekarang masih mengandalkan gutta-percha. Inti berperan
sebagai piston diatas sealer flowable, yang membuat sealer menyebar, mengisi kekosongan
dan melembabkan serta menempel pada dinding dentin yang telah terinstrumentasi.1
Pengisian saluran akar yang berhasil membutuhkan bahan dan teknik yang mampu
mengisi seluruh saluran akar secara padat dan menyediakan seal yang ketat terhadap cairan
dari segmen apikal menuju margin cavo-surface yang bertujuan untuk mencegah adanya re-
infeksi. Kesuksesan perawatan endodonti tergantung dari kualitas obturasi dan juga restorasi
akhir.3
2
Secara desain, ialah sealer yang berkontak dengan jaringan di dalam saluran akar,
hanya terkadang gutta-percha lebih menonjol dari sealer dan menyentuh dentin, pulpa, atau
jaringan periodontal.1 Sifat-sifat bahan pengisi saluran akar yang ideal dapat dipaparkan
sebagai berikut4
5. Bakteriostatik
6. Radiopak
9. Mudah disterilkan
Sundqvist dan Figdor (cit. Orstavik) menjabarkan tiga fungsi utama dari pengisian
saluran akar, yaitu menutup rapat pertumbuhan bakteri ke dalam kavitas, penguburan sisa-
sisa mikroorganisme, dan penyelesaian obturasi pada tingkat mikroskopis untuk mencegah
cairan berakumulasi yang dapat memberikan nutrisi untuk bakteri.1 (Gambar 2)
3
Gambar 2 : Fungsi pengisian saluran akar. 1, menghentikan kebocoran korona; 2, penguburan sisa
mikroorganisme; 3, mencegah akumulasi cairan1
Komposisi dasar bahan pengisi endodonti terdiri dari 2 komponen, yaitu bahan inti atau
core material dan sealer.1,3 Bahan inti atau core material dapat diklasifikasikan sebagai
berikut2,3,11
1. Bahan padat
Bahan ini digunakan pertama kali pada akhir 1800-an sebagai bahan restorasi
sementara baru kemudian digunakan untuk obturasi saluran akar. Gutta-percha
tidak menyediakan penutupan yang rapat apabila digunakan tanpa adanya sealer.3
Insersi gutta-percha point yang kecil dan runcing di dalam saluran akar yang
sempit dan bengkok biasanya akan menghasilkan gutta percha yang bengkok dan
melengkung. Silver point, fleksibel tetapi cukup kaku, mempunyai kelebihan
yaitu tidak mudah melengkung dan lebih mudah dimasukkan pada kasus seperti
di atas. Silver point disementasi dengan menggunakan sealer, dan di kondensasi
lateral dengan gutta-percha aksesoris. Beberapa laporan kasus dan pengalaman
4
klinis menyebutkan adanya periodontitis apikalis yang dikaitkan dengan silver
point, yang menjadikan silver point tidak dipercaya lagi. Korosi dari point diikuti
dengan pelepasan produk toksik dipercaya memulai atau mendukung reaksi
inflamasi. Banyak klinisi meragukan kemampuan penutup-rapatan dari silver
point.2
Kerugian utama penggunaan bahan pasta adalah kesulitan dalam kontrol panjang
pengisian, tidak bisa ditebak, penyusutan, dan toksisitas bahan.11
Zinc Oxide dan Eugenol dapat dicampurkan (tanpa tambahan apapun) dengan
ketebalan intermediet. Formulasi lain menggabungkan ZnOE dengan tambahan
yang berbeda-beda. Tipe yang paling sering ditemui adalah N2 atau RC2B yang
merupakan derivat dari formula Sargenti dan mengandung opaquer, oksida
metalik (timah) atau klorida (merkuri), steroid (beberapa), plasticizer,
paraformaldehid, dan bahan lainnya. Klaim yang dibuat untuk bahan pengisi ini
adalah sifat antimikrobial, aktivitas terapeutik biologis, dan kekuatan. Tidak ada
5
bukti yang menyatakan bahwa bahan ini menguntungkan untuk obturasi, bahkan
bahan-bahan tambahan tersebut merupakan bahan beracun. Pada tahun 1998,
Asosiasi Endodontis Amerika (AAE) tidak menyetujui penggunaan bahan pengisi
endodontik yang mengandung paraformaldehid dan menyatakan penggunaan
bahan ini tidak memenuhi standar perawatan.11
b) Plastis
Sealer resin-based seperti AH26 dan Diaket, dapat digunakan sebagai bahan
obturasi tunggal. Namun bahan ini mempunyai kerugian yang sama seperti Zinc
Oxide Eugenol yang menjadikan bahan ini tidak populer digunakan.11
Sealer sangat vital dalam fungsi pengisian saluran akar, yaitu untuk penutupan akhir
sistem saluran akar, penguburan sisa bakteri, dan pengisi ketidakteraturan bentuk akar yang
telah dipreparasi.2 Sealer digunakan diantara permukaan dentin dan bahan inti untuk mengisi
ruang yang tercipta karena ketidakmampuan fisik bahan inti untuk mengisi seluruh area
saluran akar. Karakteristik utama yang paling diharapkan dari sealer adalah menempel pada
dentin dan bahan inti bersamaan dengan adanya ikatan kohesi yang kuat.3 Jenis-jenis sealer
yang dikenal hingga sekarang adalah
Keuntungan utama dari bahan ini adalah riwayat keberhasilannya dalam penggunaan
sejak lama. Kualitas positif dari bahan ini menutup aspek negatifnya (staining, setting
time yang lama, non-adhesif, dan kelarutan). Contoh dari bahan ini adalah formulasi
Grossman yang merupakan standar perbandingan bahan sealer lain. Formulasi
Grossman ini terdiri dari powder dan liquid. Powder dari formulasi Grossman terdiri
dari 42% Zinc Oxide (utama), 27% stabellite resin (setting time dan konsistensi), 15%
Bismuth subcarbonate, 15% Barium sulfat, dan 1% Natrium borat. Liquid nya
merupakan eugenol. Kebanyakan sealer ZnOE yang digunakan sekarang ini merupakan
variasi dari formulasi asli ini.15 Di daerah Eropa, paraformaldehyde ditambahkan untuk
aktivitas antibakteri, seperti pada pasta N2 yang kontroversial dan pada
Endomethasone. Sealer berbahan dasar ZnOE mempunyai aktivitas antibakteri, tetapi
juga dapat mengeluarkan racun saat ditempatkan secara langsung di dalam jaringan
vital1 dan juga setting time yang sangat lama, yang menurut penelitian dapat mencapai 2
bulan.15
6
Sudah tidak beredar di pasaran, karena adanya proses penguraian dan kebocoran pada
penelitian laboratoris. Sealer ini dulu banyak digunakan karena menyediakan apical dan
coronal seal yang adekuat15, adanya sifat biokompatibel dan melekat pada dentin, dua
sifat terakhir ini merupakan sifat yang diharapkan ada pada pengisian akar.1 Kekakuan
dan ketidaklarutan bahan ini membuat retreatment dan preparasi untuk penempatan
pasak menjadi sulit.15 Contoh produk dari sealer ini adalah GC Fuji TRIAGE, Ketac-
Endo, dll.
Prototipnya dikembangkan oleh Andre Schroeder di Swiss sejak lebih dari 50 tahun
yang lalu, yang merupakan resin bis-fenol dengan polimerisasi menggunakan
methenamine. Karena methenamine mengeluarkan sedikit formaldehid saat reaksi
setting, penggantinya dicari dan ditemukan melalui campuran dari amine yang dapat
mempengaruhi polimerisasi tanpa adanya pengeluaran formaldehid. Pengembangan
produk ini adalah AH Plus.1 AH Plus merupakan pengembangan dari Epoxy yang
tersedia dalam merk AH26, sifat-sifatnya yang menguntungkan adalah antimikroba,
adhesi, waktu kerja yang lama, mixing yang mudah, dan kemampuan seal yang baik.
Keburukan bahan ini adalah staining, ketidaklarutan relatif pada pelarut, sedikit toksik
saat belum mengeras, dan sedikit kelarutan pada cairan mulut. AH Plus mempunyai
sifat fisik yang mirip dengan AH26 tetapi memiliki biokompatibilitas yang lebih baik
karena melepaskan formaldehid lebih sedikit, dan hanya sedikit menyebabkan staining
pada dentin dengan dihilangkannya perak dari formula.15
Sealer resin yang lain adalah tipe resorcin-formaldehid. Varian dari phenol-formaldehid
atau resin Bakelit. Sealer tipe ini merupakan antibakterial yang sangat kuat, tetapi dapat
menyusut dan meninggalkan corak kemerahan pada struktur gigi sekitar (disebut
Russian Red). Dimaksudkan untuk digunakan tanpa menggunakan cone gutta percha
inti, dan menjadi sangat keras dan tidak dapat larut, retreatment dari saluran akar yang
telah diisi dengan bahan ini dapat menjadi mimpi buruk. Contoh produknya adalah
Forfenan dan Traitement SPAD dari Eropa Barat.1
5. Kalsium Hidroksida
Contoh bahannya adalah Sealapex dan Apexit. Reaksi settingnya rumit dan cukup tidak
homogen; yaitu melalui kontak dengan kelembaban, menghasilkan permukaan keras,
tetapi bagian dalam dari campuran akan tetap mempunyai konsistensi seperti adonan.
Kelemahan bahan ini adalah kurang kokoh secara fisik. Kalsium hidroksida juga
ditambahkan ke semen dengan komposisi lain, seperti resin dan sealer berbahan dasar
zinc oxide eugenol, tetapi hanya ada sedikit bukti untuk kelebihan kalsium hidroksida
dalam campuran tersebut.1
Lee Endo-Fill merupakan bahan silikon pertama pada endodontik yang mempunyai
sifat penolak air, stabilitas kimiawi, dan adhesif. Bahan yang baru-baru ini
dikembangkan (RoekoSeal) berpolimerisasi tanpa adanya penyusutan, dengan platinum
sebagai agen katalis. Bahan ini menunjukkan kemampuan biologis yang memukau, dan
didokumentasikan oleh uji berdasar standar internasional, termasuk penelitian pada
follow-up secara klinis. Dengan Gutta-Flow, kualitas filling pada gutta-percha dan
sealer digabungkan; gutta-percha yang telah digiling hingga menjadi butiran
dicampurkan dengan komponen sealer silikon. Lalu gutta-percha yang telah menjadi
satu dengan sealer dimasukkan ke dalam saluran akar. Cone gutta-percha tambahan
dimasukkan secara langsung.1
7. Mineral Trioxide-Aggregate
Merupakan campuran dari semen Portland halus dan bismut oksida, dan dilaporkan
mengandung sedikit SiO2, CaO, MgO, K2SO4, Na2SO4. Komponen utamanya, semen
portland, merupakan campuran dari dikalsium silikat, trikalsium silikat, trikalsium
aluminat, gypsum, dan tetrakalsium aluminoferit. Gypsum merupakan determinan yang
penting dalam menentukan lamanya waktu setting, sama seperti tetrakalsium
aluminoferit, walaupun pada tingkat yang lebih rendah. Kandungan gypsum dalam
MTA sekitar setengah dari gypsum pada semen portland, sama halnya dengan
aluminium, yang menyediakan waktu kerja lebih panjang daripada semen portland.
Hingga tahun 2002, hanya satu varian MTA yang tersedia, yaitu bubuk abu-abu, pada
tahun ini pula, MTA putih (WMTA) diperkenalkan sebagai ProRoot MTA (Dentsply)
yang menargetkan estetik. Penelitian dilakukan melalui SEM (Scanning Electron
Microscopy) dan mikroanalisis elektron probe untuk meneliti perbedaan GMTA dan
WMTA. Perbedaan utamanya adalah konsentrasi Al2O3, MgO, dan FeO (Tabel 1).2
Tabel 1: Perbedaan komposisi kimia GMTA dan WMTA2
8
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kandungan Al2O3, MgO, dan FeO, yang
merupakan penyebab perubahan warna, pada WMTA lebih sedikit daripada GMTA.
WMTA juga memiliki ukuran partikel lebih kecil daripada GMTA. MTA juga
menghasilkan pH yang tinggi yang dipercaya karena adanya aktivitas biologis karena
adanya pembentukan Ca2. Baik GMTA maupun WMTA mempunyai reaksi setting
hidrasi yang akan terinisiasi dalam waktu 3-4 jam tetapi maturasi dan kemampuan
resistensi meningkat seiring waktu. WMTA dan ZnOE sama-sama mempunyai sifat
antibakteri terhadap S. aureus, E. faecalis, P. aeruginosa pada uji kontak langsung.
Sedangkan CHX 0,12% mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih kuat terhadap A.
odontolyticus, F. nucleatum, S. sanguis, E. faecalis, E. coli, S. aureus, P. aeruginosa,
dan C. albicans dibandingkan dengan WMTA yang dipreparasi dengan air steril saja.
Tetapi harus diperhatikan bahwa MTA tidak akan setting apabila dicampur dengan
CHX. MTA tidak hanya mempunyai sifat biokompatibilitas yang baik, tetapi juga
menunjukkan performa biologis yang cukup baik pada penelitian in vivo saat digunakan
untuk pengisi saluran akar, perbaikan perforasi, pulp-capping dan pulpotomi, dan
perawatan apeksifikasi. Beberapa menegaskan bahwa GMTA dapat mengeluarkan sifat
biologis lebih baik daripada WMTA yang lebih estetik, tetapi hal ini masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.2 MTA tidak bereaksi dengan bahan restorasi
lainnya. Tes genetoksik menunjukkan pada MTA tidak ada bersifat merusak DNA. MTA
juga dapat bersifat aktivasi sementoblas dan produksi sementum. Pada beberapa kasus,
MTA juga bersifat bone healing. MTA memproduksi lebih banyak dentinal bridge lebih
signifikan dibandingkan Ca(OH)2 dalam waktu yang lebih cepat serta memiliki sedikit
inflamasi dan mengurangi resiko nekrosis pulpa. MTA juga dilaporkan mempunyai
ukuran partikel yang kecil, toksik yang sedikit, dan working time yang lama.2
Selain sealer dan guttap inti, teknik obturasi saluran akar juga penting dalam perawatan
endodonti. Teknik-teknik yang dikenal dalam pengisian saluran akar3 adalah
1. Kompaksi lateral : master point diulasi dengan sealer, dimasukkan ke dalam saluran
akar, dikompaksi secara lateral dengan spreader dan diisi dengan guttap aksesoris
tambahan.
9
2. Kompaksi vertikal : master point dicocokkan, dan dilapisi dengan sealer, dipanaskan
dan dikompaksi secara vertikal dengan plugger hingga 3-4 mm segmen apikal terisi
penuh.
3. Continuous wave : mirip dengan kompaksi vertikal tetapi menggunakan alat panas
seperti System B dan Element Obturation Unit. Lalu saluran akar diisi dengan bahan
inti yang di termoplastisi dengan injeksi seperti Obtura, Element Obturation Unit, dan
HotShot.
4. Warm lateral : master point setelah instrumentasi akhir dilapisi dengan sealer,
dimasukkan ke dalam saluran akar, dipanaskan dengan spreader hangat, dikompaksi
secara lateral dengan spreader dan diisi dengan cone aksesoris tambahan. Beberapa alat
menggunakan getaran di samping spreader hangat.
5. Injeksi :
a) Bahan inti yang telah dipanaskan dan di termoplastisi diinjeksikan ke dalam saluran
akar secara langsung. Master point tidak digunakan, tetapi sealer dimasukkan ke
dalam saluran akar sebelum injeksi, dengan menggunakan sistem pengisian Obtura,
atau Ultrafil atau Calamus.
b) Matrix dingin, flowable yang digiling menjadi serbuk, GuttaFlow, terdiri dari gutta-
percha yang ditambahkan ke dalam sealer resin, RockoSeal. Bahan ini tersedia
dalam bentuk kapsul untuk triturasi. Teknik ini melibatkan injeksi material ke dalam
saluran akar dan penempatan master cone tunggal.
7. Carrier-based
b) Sectional : gutta-percha yang telah diukur dan dipaskan dengan sealer dimasukkan
ke dalam apikal sedalam 4 mm. Sisa ruangan diisi dengan gutta-percha yang dapat
diinjeksi dengan pistol injeksi, contohnya SimpliFill.
9. Custom cone : mirip seperti kemoplastisi, tetapi pelarut hanya digunakan untuk
menghaluskan permukaan luar cone. Karena adanya penyusutan, cone kemudian
10
diambil dan dimasukkan kembali ke dalam saluran dengan menggunakan sealer,
dikondensasi lateral dengan spreader dan cone aksesoris.
11. Apical barrier : dilakukan untuk menutup saluran akar pada gigi yang belum dewasa
pada apeks terbuka. MTA merupakan bahan pilihan untuk saat ini.
BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang pasien wanita usia 41 tahun datang ke RSGMP Trisakti karena ingin menambal
gigi depan atas kirinya yang berlubang sejak lama. Gigi tersebut pernah terasa ngilu saat
terkena dingin. Pasien merasa sakit berdenyut yang muncul tiba-tiba di daerah sekitar gigi
tersebut. (Gambar 3)
Gambar 3 : Gigi depan atas kiri berlubang besar dan sakit berdenyut muncul tiba-tiba di sekitar gigi
tersebut
11
Gambar 4 : Pembuangan karies serta pembuatan artificial wall
Pada kunjungan pertama, dilakukan anestesi lokal karena pasien masih merasa sakit
berdenyut. Setelah itu dilakukan pembuangan karies, pembuatan artificial wall (Gambar 4),
dan pembukaan akses saluran akar serta ekstirpasi sisa jaringan pulpa dengan menggunakan
barbed broach. Pembuatan artificial wall atau build-up pra-endodontik dimaksudkan untuk
meningkatkan tingkat keberhasilan perawatan endodontik dengan mencegah kebocoran
marginal sebelum, selama, dan setelah perawatan, memfasilitasi perawatan dengan
meningkatkan area permukaan gigi, sebagai reference point, dan mencegah kerusakan
struktur yang lebih parah karena karies atau fraktur.5 Ukuran jarum ekstirpasi yang
digunakan sesuai dengan ukuran saluran akar dan tidak boleh terlalu pas sehingga jarum tidak
tersangkut di saluran akar.6 (Gambar 5) Setelah dilakukan ekstirpasi pulpa, dilakukan kontrol
perdarahan dengan menggunakan paper point.
12
Gambar 6 : Penghitungan PK menggunakan foto radiograf dan K-File nomor 15
Initial Apical File (IAF) didapatkan 30 dan Master Apical File (MAF) didapatkan file
nomor 45. MAF digunakan sebagai perkiraan diameter saluran akar sebelum cleaning dan
shaping saluran akar dan merupakan poin utama dimulainya preparasi Step-Back. 8 Teknik
Step-Back pertama kali diperkenalkan oleh Mullaney pada tahun 1979. Teknik ini pertama
bertujuan untuk mengatasi masalah dari saluran akar yang bengkok. Daerah apikal diperlebar
dengan menggunakan file terkecil hingga didapatkan MAF. Setelah didapatkan MAF lalu
dilakukan preparasi 2/3 korona akar dengan file yang lebih besar dimasukkan sedalam PK 1
mm setiap file sehingga bentuk saluran akar menjadi tapered.9
File dimasukkan dengan menggunakan gerakan watchwinding and pulling. File diputar
kira-kira sebesar 15o ke kanan dan kiri lalu ditarik ke arah korona. File yang dimasukkan
diberi bahan kelasi berupa EDTA (EthyleneDiameneTetraAcetic Acid) dan dilakukan irigasi
dengan menggunakan NaCl. (Gambar 7)
Gambar 7 : Preparasi dilakukan menggunakan instrumen stainless steel K-File; setiap file yang akan
dimasukkan ke saluran akar dilapisi bahan kelasi EDTA dan irigasi setelah memasukkan file
dengan menggunakan NaCl
Rekapitulasi preparasi 2/3 korona menggunakan MAF sesuai PK yang bertujuan untuk
membersihkan kumpulan debris di bagian apikal saluran akar. Teknik Step-Back sangat baik
13
digunakan pada saluran akar yang bengkok sedikit hingga sedang, tetapi pada saluran akar
yang sangat bengkok masalah masih saja ditemukan. Pada saluran akar yang sangat bengkok
dapat digunakan tiga cara untuk mengatasi masalah pada saluran akar, yaitu teknik pengisian
khusus misalnya dengan menggunakan thermal atau resin, penggunaan file dengan ujung
non-cutting, dan instrumen yang lebih fleksibel seperti Flex-R File.9
Setelah saluran akar terpreparasi dilakukan pencarian master point. Master point
biasanya lebih besar 1 ukuran daripada MAF, yang akan menempati saluran akar sepanjang
PK 0,5 mm. Apabila master point longgar atau tidak terdapat tugback, ujung master point
dapat dipotong 1 mm dan dipaskan kembali pada saluran akar, atau dapat dipilih gutta-percha
point yang lebih besar.10 Pada preparasi apikal yang bentuknya ireguler, lebih besar dari file
no. 50, tidak mempunyai perhentian apikal (apical stop), atau apical seat lebih besar dari no.
40 lebih baik menggunakan cone kustom yang dilunakkan dengan pelarut. 11 Pada kasus ini
master point yang didapatkan besarnya sesuai dengan MAF. (Gambar 8)
Medikamen intrakanal diperlukan sebagai dressing sementara dari saluran akar. Tujuan
utama dari medikamen intrakanal ini adalah untuk mengurangi rasa sakit antar kunjungan,
mengurangi jumlah bakteri dan mencegah pertumbuhan bakteri kembali, serta untuk
menjadikan isi saluran akar tidak aktif. Medikamen yang biasa digunakan adalah golongan
fenol, aldehid, halida, steroid, kalsium hidroksida, antibiotik, dan kombinasi.11 (Tabel 1)
14
Setelah preparasi dan penentuan master point, diberikan medikamen intrakanal. Bahan
yang digunakan kalsium hidroksida. Bahan ini efektif menghambat pertumbuh mikrobial
dalam saluran akar. Aktivitas antimikrobial ini merupakan hasil dari pH yang basa dan dapat
membantu melarutkan sisa jaringan nekrotik dan bakteri serta produk bakteri. Namun, bahan
ini tidak mempunyai efek pengurangan rasa sakit. Bahan ini dapat diletakkan berupa bubuk
kering; atau bubuk yang dicampur dengan cairan seperti larutan anestesi lokal, salin, air, atau
gliserin untuk membentuk pasta kental; atau pasta siap pakai dalam syringe. Instrumen yang
efektif dan efisien dalam penempatan kalsium hidroksida adalah lentulo spiral. Memasukkan
pasta ke dalam saluran akar dengan cara memutar file secara counterclockwise dan
menggunakan injeksi tidak se-efektif menggunakan lentulo. Pembuangan pasta setelah
penempatan cukup sulit dilakukan, terutama di bagian apikal akar.11
1. Menyegel secara koronal, untuk mencegah jalan masuknya cairan mulut dan bakteri dan
keluarnya medikamen intrakanal.
2. Meningkatkan isolasi saat prosedur perawatan
3. Melindungi struktur gigi hingga penumpatan restorasi final
4. Mudah ditumpat dan dibuang
5. Memuaskan dari segi estetik tetapi selalu berperan sebagai pertimbangan sekunder
dalam menyediakan seal.
15
Syarat-syarat tumpatan sementara tersebut tergantung pada durasi penggunaan yang
diinginkan. Material yang digunakan bergantung pada waktu, beban dan fungsi oklusal,
kompleksitas akses, dan kehilangan struktur gigi.11 Bahan yang digunakan pada kasus ini
adalah semen ZnOE. ZnOE mempunyai kemampuan ketahanan terhadap keausan yang tinggi
tetapi kemampuan sealing marginal yang lebih kecil daripada Cavit. Cavit unggul dalam
kemudahan penggunaan dan kemampuan sealing yang bagus, tetapi kelemahannya adalah
kekuatan yang rendah dan keausan oklusal yang sangat cepat, yang menjadikan Cavit sebagai
restorasi sementara yang hanya digunakan untuk menyegel akses kavitas sederhana dan
jangka waktu pendek. Cavit setebal 4 mm dapat mencegah penetrasi bakteri secara efektif
selama kurang lebih 3 minggu.11
Gambar 9 : Pengisian saluran akar menggunakan gutta-percha aksesoris dan diisi menggunakan teknik
kompaksi lateral hingga saluran akar terisi padat dan penuh
16
Gambar 10 : (a) dan (b) Gutta-percha dipotong dengan menggunakan ekskavator panas; (c) Gutta-
percha cutter
Setelah pemotongan dan kondensasi, batas orifis ditutup base dengan menggunakan
bahan GIC. (Gambar 12) Basis di dasar orifis ini berfungsi sebagai sealer atau barrier yang
mencegah penetrasi bakteri ke dalam saluran akar.14 Melalui studi in-vitro, GIC terbukti
memberikan seal yang lebih baik terhadap penetrasi Streptococcus mutans dibandingkan
Cavit, ZnOE, dan Cavit yang dilapisi GIC selama lebih dari satu bulan.13
Gambar 11 : Gutta-percha dikondensasi menggunakan cement stopper hingga padat dan penuh
17
Lalu di atas basis diberikan kapas atau cotton pellet lalu ditumpat sementara
menggunakan ZnOE. Setelah satu minggu, kontrol pasien dan diganti dengan tumpatan tetap
berupa resin komposit. Sebagai pengganti gigi sementara, sebelum nantinya dilakukan
pembuatan mahkota pasak. Baik restorasi sementara maupun permanen nantinya harus dapat
menyediakan seal koronal. Seal koronal merupakan komponen esensial dalam kontrol
bakterial, baik saat maupun setelah perawatan. Kebocoran koronal seringkali menjadi
penyebab utama kegagalan perawatan. Bahkan saluran yang telah diobturasi dengan baik
dengan penggunaan semen sealer yang benar tidak menyediakan barier yang menahan
penetrasi bakteri. Eksposur bahan obturasi terhadap cairan mulut melalui restorasi yang
rusak, diskrepansi marginal, atau karies rekuren dapat menyebabkan kehancuran sealer dan
kontaminasi bakteri ke dalam sistem saluran akar dengan pathosis apikal yang akan
mengikuti. Waktu yang tepat untuk mengevaluasi hasil obturasi baik atau tidak yang ideal
adalah antara 2 hingga 3 bulan.14
Namun pada kasus ini, setelah 1 minggu pasien kembali ke RSGM Usakti untuk kontrol
pengisian dan lesi, serta mengganti tumpatan sementara dengan tumpatan tetap. Tumpatan
tetap yang digunakan adalah resin komposit, dan selanjutnya akan diberikan mahkota pasak
inti.
BAB IV
PEMBAHASAN
18
Pengisian saluran akar standar merupakan suatu kombinasi dari semen sealer dengan
bahan central core, yang hingga sekarang masih mengandalkan gutta-percha. Inti berperan
sebagai piston diatas sealer flowable, yang membuat sealer menyebar, mengisi kekosongan
dan melembabkan serta menempel pada dinding dentin yang telah terinstrumentasi.
Selama beberapa dekade, telah dikembangkan beberapa bahan pengisi saluran akar atau
biasa disebut dengan bahan obturasi. Salah satu yang paling populer dan masih umum
digunakan sampai saat ini adalah gutta-percha. Beberapa bahan pengganti gutta-percha telah
banyak dikembangkan, salah satunya yang sifatnya paling mendekati dan paling menjanjikan
adalah material obturasi berbahan dasar resin.
Sealer juga penting dalam pengisian saluran akar karena bahan inti tidak akan
berkontak dan mengisi saluran akar secara penuh. Sealer yang akan berkontak dengan saluran
akar dan mengisi kekosongan saluran akar. Dari berbagai macam sealer, yang saat ini banyak
digunakan adalah variasi dari formulasi Grossman. Bahan pengisi Mineral Trioxide
Aggregate atau biasa disebut MTA juga memiliki tingkat keberhasilan yang baik terutama
dalam perbaikan perforasi, pulp-capping dan pulpotomi, dan perawatan apeksifikasi karena
MTA memproduksi dentinal bridge lebih signifikan dibandingkan Calsium Hidroksida dalam
waktu yang lebih cepat serta memiliki sedikit inflamasi dan mengurangi resiko nekrosis
pulpa. MTA juga dapat bersifat aktivasi sementoblas dan produksi sementum. Pada beberapa
kasus, MTA juga bersifat bone healing. Keburukan dari MTA ini adalah setting time yang
lama yaitu sekitar 3-4 jam setelah mixing, harga yang mahal, dan kemampuannya yang tidak
antibakteri, tetapi beberapa bakteri tidak dapat hidup dalam kondisi MTA terutama WMTA.
BAB V
KESIMPULAN
Bahan pengisi saluran akar terdiri dari bahan inti atau core material dan sealer yang
berfungsi untuk mengisi kekosongan yang tidak dapat diisi oleh bahan inti. Sampai sekarang
ini, sudah banyak bahan inti dan sealer yang beredar. Dari sekian banyak bahan inti yang
19
beredar, bahan yang paling sering digunakan sebagai material inti adalah gutta-percha. Bahan
gutta-percha bahkan digunakan sebagai standar perbandingan bahan obturasi lainnya. Yang
pertama adalah karena sifat plastisitas, mudah untuk digunakan dan dimanipulasi tidak peduli
apapun tekniknya, mudah diangkat dari saluran akar, dan juga sifatnya yang self-sterilizing
karena tidak mendukung pertumbuhan bakteri. Sealer harus digunakan beriringan dengan
bahan obturasi, tidak peduli teknik maupun bahan yang digunakan. Sealer yang digunakan
sebagai standar perbandingan adalah formulasi Grossman, walaupun beberapa resin yang
sekarang ini digunakan mempunyai banyak sifat yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Orstavik D. Materials used for root canal obturation: technical, biological, and clinical
testing. Endodontic Topics. 2005, 12: 25-38.
2. Roberts HW, Toth JM, Berzins DW, Charlton DG. Mineral trioxide aggregate material
use in endodontic treatment: A review of the literature. Dental Material. 2008, 24:
149 64.
20
3. Himel VT, DiFiore PM. Obturation of Root Canal Systems. Dalam Endodontics
Colleagues for Excellence. Abbott JA, Feldman MJ, Glickman GN, Johnson WT,
Wolcott JF (editor-editor). Chicago: AAE; 2009.
4. Grossman L. Endodontic Practice. Ed Ke-11. Philadelphia: Lea & Febiger; 1988: 242.
6. Walton RE, Rivera EM. Pembersihan dan Pembentukan Saluran Akar. Dalam Prinsip &
Praktik Ilmu Endodonsia. Juwono L (editor). Ed. ke-3. Jakarta: EGC; 2008: 229-61.
8. Ingle JI, Slavkin HC. Modern Endodontic Therapy: Past, Present and Future. Dalam
Ingles Endodontics 6. Ingle JI, Bakland L, Baumgartner JC (editor-editor). Ed. Ke-6.
Hamilton: BC Decker Inc; 2008: 1-35.
9. Carrotte P. "Endodontics: Part 7 Preparing the root canal". British Dental Journal. 2004,
197: 603-13.
10. Carrotte P. "Endodontics: Part 8 Filling the root canal system". British Dental Journal.
2004, 197: 667-72.
11. Johnson WT, Noblett WC. Cleaning and Shaping. Dalam Endodontics Principles and
Practice. Torabinejad M dan Walton RE (editor-editor). Ed. ke-4. St. Louis: Saunders
Elsevier; 2009: 258 - 79.
12. Gound TG, Riehm RJ, Odgaard EC, dan Makkawy H. Effect of Spreader and Accesory
Cone Size on Density of Obturation Using Conventional or Mechanical Lateral
Condensation. J of Endodontics. 2001; 27 (5) : 358 - 61.
13. Sivakumar JS, Kumar BNS, Shyamala, PV. Role of provisional restorations in
endodontic therapy. Journal of Pharmacy & Bioallied Sciences.
14. Messer HH, Goodacre CJ. Preparation for Restoration. Dalam Endodontics Principles
and Practice. Torabinejad M dan Walton RE (editor-editor). Ed. ke-4. St. Louis:
Saunders Elsevier; 2009: 287 - 290.
15. Glickman GN, Walton RE. Obturation. Dalam Endodontics Principles and Practice.
Torabinejad M dan Walton RE (editor-editor). Ed. ke-4. St. Louis: Saunders Elsevier;
2009: 298 - 319.
16. Audina F. Perawatan Apeksogenesis Dengan Minteral Trioxide Aggregate (MTA) Pada
Gigi Permanen Muda.
21