You are on page 1of 49

Definisi-definisi

Pengamatan Matahari

By Meiriska Yusfania
Kerangka Dasar Pemetaan
(1)
KERANGKA DASAR
SEKUMPULAN TITIK DENGAN
PENYEBARAN TERTENTU YANG
MEMPUNYAI NILAI KOORDINAT DAN
TINGGI
GUNANYA :
SEBAGAI KONTROL DAN PENGIKAT
MACAMNYA :
HORISONTAL DAN VERTIKAL
Kerangka Dasar Pemetaan
(2)
Pada pemetaan yang mencakup daerah yang luas,
penyelenggaraan kerangka dasar dilakukan secara
bertingkat, sehingga untuk kerangka dasar
horizontal dikenal : titik-titik Primer, Sekunder,
Tersier dan Kuarter
Sebagai gambaran di P. Jawa :
- titik-titik Primer berjarak sekitar : 20-40 km
- titik-titik Sekunder berjarak sekitar : 10-20 km
- titik-titik Tersier berjarak sekitar : 3-10 km
- titik-titik Kuarter berjarak sekitar : 1-3 km
Kerangka Dasar Pemetaan
(3)
Untuk pemetaan daerah yang relatif
kecil, dilakukan lagi perapatan titik
dengan jarak yang lebih kecil dan
metoda yang digunakan biasanya
adalah metoda poligon
Syarat poligon dapat dihitung :
- harus ada titik awal
- harus ada sudut jurusan awal
Koordinat Titik Awal
Dalam ilmu Geodesi, Koordinat titik awal dapat diperoleh
melalui :
koordinat dalam sistem yang berlaku umum (mis. di
Indonesia titik yang dikelola BIG, BPN)
Bila di daerah tersebut tidak terdapat koordinat umum
yang berlaku, maka salah satu titik dianggap sebagai
titik awal dan pada titik tersebut dilakukan pengukuran
astronomi untuk mendapatkan koordinat geografinya
(lintang dan bujur), kemudian titik tersebut
ditransformasikan ke sistem yang berlaku umum
tersebut atau pemanfaatan teknologi GPS
Bila tidak diperlukan koordinat dalam sistem yang
berlaku umum maka salah satu titik dianggap sebagai
titik awal dan koordinatnya ditentukan sembarang (ini
dikenal dengan istilah koordinat lokal)
Sudut Jurusan Awal (1)
Jika di daerah tersebut terdapat 2 titik yang
mempunyai koordinat yang berlaku umum maka
sudut jurusan awal dapat ditentukan dari kedua
titik t
Jika di daerah tersebut tidak terdapat titik yang
mempunyai koordinat yang berlaku umum maka
sudut jurusan awal dapat ditentukan dengan cara
melakukan :
- Pengukuran astronomis (pengamatan bintang
atau matahari)
Ingat :ada konvergensi meredian
- Pengukuran dengan menggunakan gyro
teodolit
Ingat : ada konvergensi meredian
Sudut Jurusan Awal (2)
- Pengukuran dengan menggunakan teodolit
kompas
Ingat : ada konvergensi meredian dan deklinasi
magnit
- sudut jurusan awal ditentukan sembarang
(lokal)
Titik kerangka dasar, selain mempunyai nilai
koordinat juga mempunyai nilai tinggi
Tinggi dapat dinyatakan dalam sistem yang
berlaku umum (terhadap muka laut) dan dapat
juga dinyatakan secara lokal
Bila diminta pada sistem yang berlaku umum
maka harus diikatkan pada titik NWP
(Nauwkeuregheid Waterpas Peil = Titik Tinggi
Teliti) atau diikatkan pada titik TTG(Titik Tinggi
Geodesi)
Sudut Jurusan Awal (3)
penentuan orientasi awal dengan
pengamatan astonomis dapat
dilakukan dengan pengamatan
matahari.
Untuk keperluan tersebut diperlukan
bantuan bola langit dan hal yang
terkait dengannya.
Bola Langit
Bola dengan jari-jari tak hingga dan
berpusat di pusat bumi
Ekuator Langit
Perpotongan bidang datar dengan bola langit
melalui pusat bola langit dan tegak lurus kutub
utara dan selatan bola langit
KU

Ekuator

KS
Zenit/Nadir
Titik potong antara perpanjangan garis gaya berat
di suatu tempat dengan bola langit di bagian
atas/bagian bawah Zenit
KU

Ekuator

KS

Nadir
Zenit
Horizon KU

Ekuator

Horison
KS

Nadir

Lingkaran besar yang merupakan


perpotongan bidang datar yang melalui
pusat bola langit dan tegak lurus terhadap
Lingkaran Vertikal
Lingkaran Vertikal : lingkaran besar yang
melalui zenit dan nadir.
Lingkaran Vertikal Utama : lingkaran
vertikal yang melalui titik Timur dan Barat
serta membentuk sudut siku-siku dengan
meredian
Meredian
Lingkaran besar melalui zenit dan kutub
bola langit serta memotong horizon di Utara
dan Selatan
Zenit
KU

Ekuator
S U

T
Horison
KS

Nadir Lingkaran
Vertikal Utama
Lingkaran Deklinasi
Lingkaran besar melalui kutub Utara dan
Selatan dan benda langit (dalam hal ini
matahari)
Lingkaran Ekliptika
Lingkaran perjalanan matahari sepanjang
tahun di bola langit. Perpotongan dengan
ekuator di titik Aries (vernal ekuinoks) dan
di titik Libra (autumnal ekuinoks) &
membentuk sudut 23,5
Tinggi (h)
Jarak busur pada lingkaran vertikal yang
melalui benda langit di atas horizon
Azimuth
Sudut antara meredian dan lingkaran
vertikal yang melalui benda langit
Lintang ()
Jarak busur antara zenit dan ekuator
Deklinasi ()
Jarak busur pada lingkaran deklinasi atau
lingkaran waktu yang melalui benda langit
dihitung dari ekuator yang besarnya dari 0
dengan tanda positip ke arah utara dan
sebaliknya
Sudut Waktu (t)
Sudut yang terbentuk antara meredian
pengamat dengan lingkaran deklinasi yang
melalui benda langit
Sistem Koordinat Bola Langit
Sistem koordinat bola langit yang
akan diberikan dalam kuliah ini
hanyalah sistem koordinat yang terkait
dengan penentuan azimut matahari
(menggunakan metoda tinggi dan
sudut waktu).
1. Sistem Koordinat Horizon
Pada sistem ini posisi benda langit
dinyatakan dalam azimut dan tinggi
Sistem ini berdasarkan pada fakta
bahwa sudut mendatar dan sudut
vertikal dapat diukur.
Azimut juga merupakan jarak busur
Sistem Koordinat Horizon
2. Sistem Deklinasi dan Sudut Waktu
Posisi benda langit dalam sistem ini
dinyatakan dalam deklinasi dan sudut
waktu
Segitiga Astronomis

Segitiga astronomis adalah segitiga bola


langit yang dibatasi oleh lingkaran besar
dan yang dibentuk oleh titik zenit (Z),
benda langit yang diamati (dalam hal ini
matahari/M) dan kutub bola langit (dalam
hal ini KU).
Unsur-unsur dalam segitiga
astronomis :
- sisi KU - Z = 90
- sisi Z M = 90 h = z
- sisi KU M = 90
Salah satu sudut dalam segitiga
astronomis tersebut (di titik Z)
adalah : A
Bila Matahari di Timur maka : Am = A
Bila Matahari di Barat maka : Am =
3600 - A
Segitiga Astronomis (1)
Bila Matahari
di Timur
maka :
Am = A
Bila Matahari
di Barat
maka :
Am = 3600 - A
Segitiga Astronomis (2)
Rumus dasar penentuan asimut
matahari dengan metoda tinggi
matahari
Cos A = { sin -sin sin h } / { cos
cos h } Untuk sudut miring
Cos A = { sin -sin cos z } / { cos
sin z } Untuk sudut zenit
Keterangan rumus :
= deklinasi matahari saat diamati
= lintang tempat pengamat
h/z = sudut miring / sudut zenit ke
matahari
Catatan (1)
h/z harus melalui tahapan koreksi yaitu
:
1. Koreksi indeks
2. Koreksi refraksi ( r = rm.cp.ct)
3. Koreksi paralaks ( p )
4. Koreksi setengah diameter matahari
ke arah vertikal ( 1/2 ) d
Koreksi ke empat hanya ada bila yang
diamati bukan pusat matahari
Nilai rm, cp, ct , dan p serta ( 1/2) d ;
diperoleh dari almanak matahari
Catatan (2)
deklinasi matahari ( ) diperoleh dari
almanak matahari tabel 1 dengan
pedoman waktu pengamatan
( tanggal , bulan , tahun , jam ,
menit , detik )
lintang tempat pengamat ( )
diperoleh dari peta topografi
( interpolasi )
koreksi indeks dihitung dari rumus : {
3600 (B+LB) : 2
refraksi menengah ( rm) diperoleh dari
almanak matahari tabel VI dengan
pedoman sudut miring ke matahari
Catatan (3)
faktor koreksi barometrik ( cp)
diperoleh dari almanak matahari :
* pada tabel VII a dengan pedoman
tekanan udara pada saat pengamatan (
bila tinggi tempat pengamat tidak
diketahui )
* pada tabel VII b dengan pedoman
tinggi tempat pengamat bila diketahui
Catatan (4)
faktor koreksi temperatur ( ct)
diperoleh dari almanak matahari
dengan pedoman temperatur saat
pengamatan
- faktor koreksi paralaks ( p ) diperoleh
dari almanak matahari dengan pedoman
sudut miring ke matahari
- nilai : ( 1/2 ) d diperoleh dari almanak
matahari tabel 1 kolom terakhir
dengan pedoman tanggal , bulan dan
tahun pengamatan
Pengamatan matahari dapat dilakukan
dengan menggunakan alat yang
teropongnya dilengkapi dengan
lingkaran matahari, dan bayangan
matahari dimasukkan ke dalam
lingkaran matahari tersebut.
Bentuk lingkaran matahari dapat
berupa lingkaran dan dapat pula
berupa garis pendek yang memotong
benang mendatar diafragma dan
benang tegak diafragma secara
simetris
Hati-hati, bila alat tidak dilengkapi
Cara Tadah
Cara Lensa Roelofs
Selain itu, pengamatan juga dapat
dilakukan menggunakan prisma
Roelofs yang dipasang di depan
teropong (pasangan untuk alat ukur
sudut/teodolit Wild T2) Dengan prisma
Roelofs, bayangan matahari diurai
menjadi empat bayangan yang simetris
dan perpotongannya membentuk wajik
dan wajik tersebut titik-titik sudutnya
ditepatkan pada benang mendatar
diafragma dan benang tegak
diafragma.
Catatan : Pengamatan menggunakan
JALANNYA SINAR KARENA MELALUI
LAPISAN
UDARA YANG TIDAK HOMOGEN
Tabel tanda (1/2)d
Azimut sisi
Karena yang dibutuhkan adalah
azimut sisi maka bila azimut matahari
telah dihitung, azimut sisi dihitung
dengan cara sebagai berikut :
Bayangan di teropong dengan alat
yang mempunyai lensa pembalik
( keadaan sebenarnya )
Tabel (1/2)d
Nilai (1/2) d
Peralatan utama pada pengamatan
matahari :
Theodolit Untuk pengukuran sudut
vertikal & Horizontal
Jam Untuk pengukuran waktu saat
pengamatan
Termometer Untuk pengukuran
temperatur saat pengamatan
Barometer Untuk pengukuran tekanan
udara saat pengamatan bila tinggi
tempat pengamatan tidak diketahui
Formulir ukuran Untuk mencatat data
ukuran
Langkah pengukuran :
-Atur teodolit di atas titik tempat
pengamatan
-Atur fokus secara maksimum
-Atur okuler agar benang diafragma
menjadi jelas
-Arahkan teropong ke matahari
-Catat waktu pada saat kondisi
yang diinginkan
-Catat juga skala lingkaran mendatar
dan skala lingkaran tegak serta
temperatur dan tekanan udara (hanya
bila tinggi tempat tidak diketahui)
Bila teropong dilengkapi dengan
lingkaran matahari (berarti yang
dibidik adalah pusat matahari)

Bila menggunakan prisma Roelofs


(berarti yang dibidik adalah pusat
matahari juga)
Contoh menentukan
deklinasi :
Pengamatan tanggal 26 April 1996
pukul 09 lewat 10 menit 20 detik
( WIB )
Dari almanak matahari tabel I
diperoleh untuk pukul 07.00 WIB
tanggal 26 - 4 - 1996
= 13038 33 dan = + 48,1
Maka deklinasi saat pengamatan
adalah :
Contoh menentukan
lintang tempat
pengamat :
1. Cari peta
topografi daerah
dimana
pengamatan
dilakukan
2. Tandai tempat
pengamatan di
peta tersebut
3. Lakukan
hitungan sebagai
berikut :

You might also like