Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan sampai saat ini
masih menjadi problem kesehatan utama karena tingginya morbiditas dan mortalitas .
Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak
spesifik serta hanya sedikit tanda tanda klinis pada tahap awal penyakit.
Gagal jantung merupakan keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah
diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan . Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-
10%. Dalam kurun 20 tahun terakhir, angka kematian karena serangan jantung dan stroke
gagal jantung . Menurut data WHO 2013 pada tahun 2008, sekitar 17,3 juta orang
13.396 kasus. Sedangkan untuk yang menjalani rawat jalan sebesar 16.431 kasus. Selain
itu gagal jantung memunculkan angka case fatality rate sebesar 13,42% (Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2007). Angka prevalensi gagal jantung di Amerika dalam
setahun ditemukan 5,8 juta orang yang terdiri atas 3,1 juta laki-laki dan 2,7 juta perempuan
1
serta merupakan penyebab frekuensi tertinggi dari hospitalisasi pada pasien usia 65 tahun
atau lebih.
Terapi standar yang diberikan untuk gagal jantung berat adalah loop diuretik, ACE
inhibitor, digoksin, blocker atau kombinasinya. Pada dua RCT (CONSENSUS dan
SOLVD-Treatment) yang dilakukan pada 2.800 pasien dengan diagnosis gagal jantung
ringan ke berat yang diberi enalapril dan placebo menunjukkan hasil bahwa terapi dengan
ACE inhibitor menurunkan risiko kematian (RRR = Relative Risk Reduction) sebesar 27%
Inhibitor (ACEI) dan diuretik. ACEI pada gagal jantung ditujukan untuk semua pasien
CHF karena tidak berfungsinya sistolik pada ventrikel kiri (left ventricular systolic
dysfunction). Disamping itu, ACEI juga digunakan untuk mengontrol tekanan darah pasien,
sedangkan diuretik harus secara rutin digunakan untuk menghilangkan gejala kongestif dan
retensi cairan pada pasien gagal jantung dengan titrasi dosis sesuai kebutuhan .
Penggunaan ACEI ditoleransi dengan baik, tapi bukan berarti tanpa efek samping. Salah
satu efek samping ACEI yaitu meningkatkan kadar kalium dalam darah. Walaupun
peningkatannya kecil, jika pasien diterapi dengan thiazid atau spironolakton, hiperkalemia
bisa terjadi. Jika terapi ACEI harus dikombinasi dengan diuretik, maka diuretik loop
seperti fursemid menjadi pilihan dibandingkan dengan diuretic thiazid dan spironolakton.
Insidensi obat-obat yang dapat menginduksi kerusakan ginjal terus meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah obat yang ada saat ini. ACEI dan furosemid merupakan
beberapa contoh dari banyak obat yang berkontribusi menimbulkan kerusakan ginjal.
Sindrom yang biasa terjadi yaitu gagal ginjal akut yang berkaitan dengan aksi angiotensin
II pada arteri aferen untuk menjaga laju filtrasi glomerulus (GFR) pada tekanan perfusi
yang rendah . Penurunan GFR ini menyebabkan peningkatan nilai kreatinin serum yang
merupakan salah satu dari beberapa parameter kerusakan ginjal (Dipiro, 2008). Sebelum
2
menggunakan obat-obat golongan ACEI dan furosemid, disarankan untuk melakukan
pemeriksaan terhadap fungsi ginjal dan elektrolit. Selain itu, selama pengobatan harus
dilakukan pemantauan terhadap efek samping ACEI. Meskipun ACEI memiliki peran
khusus dalam beberapa bentuk penyakit ginjal, termasuk penyakit ginjal kronis, namun
ACEI kadang-kadang menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang dapat berlanjut dan
menjadi parah.
Prognosis dari gagal jantung kurang baik yaitu diperkirakan angka survival 50% dan
10% pada jangka waktu 5 dan 10 tahun. Gagal jantung juga menempati sekitar 30-35 %
dari total hospitalisasi . Case fatality rates setelah hospitalisasi dari gagal jantung dalam 30
hari adalah 10,4% sedangkan dalam 1 tahun adalah 22% dan dalam 5 tahun adalah 42,3%.
1.2 Manfaat
Adapun penyusunan referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain
1. Diperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam menyusun referat.
2. Penerapan ilmu kedokteran yang dimiliki dan didapat selama pendidikan
jantung.
3
1. Apa yang dimaksud dengan Decomp Cordis?
para pembaca di bidang kesehatan khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
3. Penulisan makalah ini dengan sendirinya akan menambah wawasan dan ilmu bagi
penulis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida terbalik
dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas. Jantung yang
normal terletak di rongga dada sebelah kiri, di dalam ruang mediastinum. Apeks jantung
menghadap ke kiri depan bawah. Besar jantung lebih kurang sebesar kepalan tangan
pemiliknya. Pada bayi ukurannya relatif lebih besar daripada dewasa. Pada bayi,
perbandingan jantung terhadap rongga dada (rasio kardiotoraks) mencapai 60%, pada anak
5
Gambar 1. letak jantung
endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri dari
fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium terdiri
dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral (lapisan
yang langsung menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan visceral terdapat
ruangan perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai
pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung. Selanjutnya
6
yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot rangka dan
kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai beban lebih
berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai tahanan aliran darah
lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi mempercepat
hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang merupakan tempat
lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan merupakan lapisan endotel yang sangat
7
Jantung terdiri dari empat ruang, dua ruang berdinding tipis disebut atrium dan dua
1. Atrium
Atrium kanan. Berfungsi menampung darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh
yang mengalir dari vena kava superior dan inferior serta sinus koronarius yang
berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan
selanjutnya ke paru-paru.
Atrium kiri. Berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru melalui
empat buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri dan
2. Ventrikel
Ventrikel kiri. Berfungsi memompakan darah yang kaya oksigen dari atrium kiri ke
8
Gambar 3. Ruang-Ruang Jantung
Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara
Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak antara
atrium kanan dan ventrikel kanan disebut katup trikuspidalis. Katup yang terletak
antara atrium kiri dan ventrikel kiri disebut katup bikuspidalis atau katup mitral. Katup
pada saat diastolik dan mencegah aliran balik pada saat ventrikel berkontraksi
9
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan antara
ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar yang lain adalah katup yang
menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta.
Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelumnya sesaat
setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolik. Tiap bagian daun
katup jantung diikat oleh chordae tendinea sehingga pada saat kontraksi daun katup tidak
terdorong masuk keruang sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri
10
Arteri
Arteri berfungsi untuk transportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke seluruh
jaringan tubuh. Dinding arteri kuat dan elastis (lentur), kelenturannya membantu
mengandung jaringan elastis yang dapat teregang saat sistol dan mengadakan rekoil saat
diastole.
Arteriola
Merupakan cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai katup
pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Arteriol mempunyai dinding yang
kuat sehingga mampu kontriksi atau dilatasi beberapa kali ukuran normal, sehingga dapat
mengatur aliran darah ke kapiler. Otot arteriol dipersarafi oleh serabut saraf kolinergik
Kapiler
Merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis, yang berfungsi
sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari jantung) dan vena (membawa darah
kembali ke jantung). Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari
darah ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke
dalam darah.
Venula
11
Dari kapiler darah mengalir ke dalam venula lalu bergabung dengan venul-venul
Vena
Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada
arteri, sehingga vena dapat mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi dengan
kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan. Karena tekanan dalam
1. Arteri
- Left Coronary Arteri (LCA) : left main kemudian bercabang besar menjadi: left
12
Gambar 5. Pembuluh darah coroner
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling
terkait. Rangsang listrik dihasilkan dari beda potensial ion antar sel yang selanjutnya akan
merangsang otot untuk berkontraksi dan relaksasi. Kelistrikan jantung merupakan hasil
dari aktivitas ion-ion yang melewati membran sel jantung. Aktivitas ion tersebut disebut
sebagai potensial aksi. Mekanisme potensial aksi terdiri dari fase depolarisasi dan
repolarisasi :
Depolarisasi
Merupakan rangsang listrik yang menimbulkan kontraksi otot. Respon mekanik dari fase
13
Repolarisasi
Merupakan fase istirahat/relaksasi otot, respon mekanik depolarisasi otot jantung adalah
diastolik.
Faktor jantung dipengaruhi oleh faktor utama yang saling berkaitan dalam
menentukan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output)
Beban Awal
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian
ventrikel atau diastolik. Meningkatnya beban awal sampai titik tertentu memperbanyak
tumpang tindih antara filament-filamen aktin dan miosin, sehingga kekuatan kontraksi
dan curah jantung meningkat. Hubungan ini dinyatakan dengan Hukum Starling, yaitu
misalnya karena retensi cairan, sedangkan penurunan beban awal dapat terjadi pada
diuresis. Secara fisiologis, peningkatan volume akan meningkatkan tekanan pada akhir
diastol untuk menghasilkan perbaikan pada fungsi ventrikel dan curah jantung, namun
pada ventrikel yang gagal, penambahan volume ventrikel tidak selalu disertai
bendungan paru atau sistemik, edema akibat transudasi cairan dan mengurangi
14
peningkatan lebih lanjut dari volume dan tekanan. Perubahan dalam volume intrakardia
dan perubahan akhir pada tekanan bergantung pada kelenturan daya regang ruang-
ruang jantung. Ruang jantung yang sangat besar, daya regangnya dapat menampung
perubahan volume yang relative besar tanpa peningkatan tekanan yang bermakna.
Sebaliknya, pada ruang ventrikel yang gagal, yang kurang lentur, penambahan volume
yang kecil dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang bermakna dan dapat
Kontraktilitas
serabut. Pemberian obat-obat inotropik positif seperti katekolamin atau digoksin, akan
Beban Akhir
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai untuk
mengejeksikan darah sewaktu sistolik. Menurut Hukum Laplace , ada tiga variabel
yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu ukuran atau radius intraventrikel, tekanan
sistolik ventrikel dan tebal dinding. Vasokonstriksi arteri yang meningkatkan tahanan
hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi lain dari gagal jantung dapat mengurangi
beban akhir.
15
2.2 DECOMPENSASI CORDIS
2.2.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu kumpulan gejala kompleks karena adanya kelainan
fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemempuannya hanya ada kalau disertai peninggian
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dengan tampilan gejala nafas
yang pendek saat melakukan istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau kelelahan,
tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki, adanya bukti
Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak lagi
mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh pada
tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam
keadaan normal.
2.2.2 Klasifikasi
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung, yaitu :
1. Fungsi miokardium
2. Kapasitas fungsional; kemampuan untuk mempertahankan aktivitas harian dan
16
Gagal jantung secara umum dibagi menjadi gagal jantung akut dan gagal jantung
kronis.
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset) dari gejala-
gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau
tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik
atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan
dari preload atau afterload. Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan baru
dari gagal jantung akut, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut
Biasanya ada riwayat perburukan progresif pada pasien yang telah diketahui gagal
jantung yang sedang dalam pengobatan dan bukti adanya bendungan paru dan
sistemik.
hypertension)
Tanda dan gejala gagal jantung disertai peningkatan tekanan darah dan biasanya
fungsi ventrikel kiri masih baik. Terdapat bukti peningkatan tonus simpatis dengan
takikardi dan vasokonstriksi. Responnya cepat terhadap terapi yang tepat dan
17
c. Gagal jantung akut dengan edema paru (Acute heart failure with pulmonary edema)
Pasien yang datang dengan distress pernafasan berat, takipnoe, dan ortopnoe, dengan
ronki basah halus seluruh lapangan paru. Saturasi O2 arteri biasanya < 90 pada
Adanya bukti hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah dilakukan koreksi
preload dan aritmia mayor. Bukti hipoperfusi organ dan bendungan paru terjadi
dengan cepat.
Ditandai tingginya curah jantung, umumnya disertai laju jantung yang sangat cepat
iatrogenik), dengan perifer hangat, kongesti paru, dan kadang tekanan darah yang
Ditandai oleh sindrom low output dengan peningkatan tekanan vena sentral tanpa
Banyak pasien gagal jantung datang dengan gambaran klinis dan bukti laboratoris
sindrom koroner akut. Sekitar 15% pasien dengan sindrom koroner akut memiliki
Ada beberapa klasifikasi lain Gagal Jantung Akut yang biasa dipakai di perawatan
intensif, yaitu klasifikasi Killip yang berdasarkan tanda-tanda klinis dan foto thoraks, serta
klasifikasi Forrester berdasarkan gambaran klinis dan dan status hemodinaik pada infark
18
miokard akut. Tabel berikut menggambarkan mengenai klasifikasi gagal jantung pada
Klasifikasi Forrester
Klasifikasi yang lain telah divalidasi pada perawatan kardiomiopati, yang berdasarkan
Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik
hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi
ventrikel. Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom
klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam
19
keadaan istirahat atau aktivitas, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam
keadaan isrirahat.
Klasifikasi stadium
gagal jantung telah diklasifikasikan menjadi beberapa tahap dan juga terapi yang
1. Tahap A
2. Tahap B
Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala.
3. Tahap C
Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung.
4. Tahap D
Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan
standar.
20
Sedangkan berdasarkan New York Heart Association (NYHA) diklasifikasikan
1. Kelas I
Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak mempunyai batasan aktivitas fisik.
2. Kelas II
Pasien dengan penyakit jantung tetapi mempunyai sedikit batasan aktivitas fisik.
3. Kelas III
Pasien dengan penyakit jantung yang mempunyai batasan yang harus diperhatikan
4. Kelas IV
Pasien dengan penyakit jantung yang tidak dapat melakukan berbagai aktivitas
21
Tabel 2. Perbandingan antara gagal jantung akut dan gagal jantung kronik
akut HF kronik
meningkat ringan
ventrikel hiperkontraktilitas
saraf simpatis
2.2.3 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi penting
untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di negara maju penyakit arteri koroner dan
22
hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi
penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan penyakit jantung akibat malnutrisi6.
Faktor risiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio
kolesterol total dengan kolesterol HDL dikatakan sebagai factor risiko independent
mekanisme, termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
hipertropi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung. Adanya
penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung congenital, katup ataupun penyakit
perikardial.
1. Dilatasi (kongestif)
2. Hipertropik
3. Restriktif
4. Obliterasi
23
Kardiomiopati dilatasi merupakan kelainan dilatasi pada ventrikel kiri dengan atau
tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit jaringan
sporadic masih memungkinkan. Ditandai adanya kelainan pada serabut miokard dengan
gambaran khas hipertropi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi
dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan
terjadinya gagal jantung adalah regurgutasi mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi mitral
dan aorta menyebabkan kelebihan beban (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan
dengan kelainan struktural termasuk hioertropi ventrikel kiri. Atrial fibrilasi dan gagal
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung
akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan malnutrisi
dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat
kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat
menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
24
2.2.4 Epidemiologi
Gagal jantung sudah menjadi masalah di seluruh dunia. Penyebab utama gagal
25
negara berkembang adalah penyakit Chagas dan cardiomyopathy valvular. Akan tetapi,
pada negara berkembang yang lebih terurbanisasi, akibat diet yang tidak sehat dan pola
hidup yang kurang sehat menghasilkan peningkatan angka insidens penyakit gagal
jantung, bersamaan dengan peningkatan insidensi diabetes dan hipertensi. Perubahan ini
dapat dilihat pada penelitian ilustratif yang dilakukan di Suweto, Afrika Selatan, dimana
terjadi pergeseran komunitas menjadi lebih mod ern dan urban, dimana terjadi peningkatan
insidensi pada penyakit gagal jantung, diabetes, dan hipertensi. Di Indonesia, diperoleh
berdasarkan riwayat didiagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar 0.9%. cakupan
kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 12.5% dari semua
responden yang mempunyai gejala subjektif penyakit jantung. Case Fatality Report untuk
penyakit jantung adalah sebesar 3,42%. Sementara data negara berkembang tidak sebaik
dan selengkap negara maju, terdapat trend sebagai berikut: Penyebabnya cenderung
nonischemic. Pasien cenderung pada usia yang lebih muda. Prognosis biasanya lebih buruk
2.2.5 Patogenesis
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung
jaringan dan/ atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
Kerja jantung diatur oleh dua sistem yang berbeda. Sistem pertama adalah regulasi
secara intrinsik yang melibatkan respon miokard untuk meregangkan serat otot jantung
26
sebelum proses kontraksi (inotropik). Hal ini disebut preload dan melibatkan proses
pengisian jantung selama diastolik seperti volume diastolik akhir. Respon miokard untuk
meningkatkan kapasitas jantung setelah kontraksi dimulai disebut afterload. Sistem kedua
merupakan regulasi secara ekstrinsik yang melibatkan respon jantung terhadap kondisi-
kondisi seperti stimulasi neural, hormon, obat dan penyakit. Setiap perubahan pada kedua
sistem tersebut menyebabkan gagal jantung. Selain itu, sirkulasi paru dan perifer juga
Gambar 7. Kerja jantung diatur oleh dua mekanisme, yaitu regulasi intrinsik
(preload dan afterload) dan regulasi ekstrinsik yang melibatkan stimulasi neural dan
hormon
Hukum ini pertama kali dicetuskan oleh Frank dan Starling, menyebutkan bahwa
pada kondisi fisiologi normal, tekanan yang dihasilkan oleh otot yang berkontraksi akan
lebih besar bila sebelumnya otot mengalami peregangan. Hal ini mengakibatkan selama
diastolik, jika terjadi pengisian darah yang lebih besar ke dalam ventrikel dapat
27
Menurut hukum Starling, suatu peningkatan pada volume diastolik akhir (preload)
menyebabkan jantung memulai kontraksinya pada tekanan dan volume yang lebih tinggi.
Volume sistolik akhir akan sedikit meningkat namun pada kondisi ini jantung akan bekerja
pada volume diastolik akhir yang lebih besar dan akibatnya akan mengeluarkan volume
volume stroke. Batas atas pada kontrol ini dicapai jika diperoleh volume diastolik akhir
Pada kasus terjadi gagal jantung sistolik terdapat kontraktilitas ventrikel kiri yang
meningkatkan preload dan terjadi pergerakan kurva lebih ke sebelah kanan/ bawah dari
posisi normal. Jika kondisi ventrikel kiri memburuk, tekanan volume jantung akan terus
meningkat dan menyebabkan kongesti vena paru. Setiap pengurangan pada preload,
28
dengan peningkatan afterload atau peningkatan tekanan inotropik atau keduanya akan
menyebabkan pengurangan tekanan pengisian ventrikel dan kerja ventrikel akan membaik.
Pada fase awal gagal jantung terdapat 2 mekanisme yang dapat dilakukan untuk
1) mekanisme Starling
mitokondria dan penghantaran fosfat berenergi tinggi. Selain itu, terjadi iskemia
dan angiotensin II, dan juga apoptosis yang menyebabkan fibrosis. Semua ini
jantung untuk berkontraksi secara normal. Jantung tidak dapat memompa darah jika otot
melemah sehingga menyebabkan penurunan volume darah yang dipompa ke seluruh tubuh
Gagal jantung akibat disfungsi diastolik diperoleh dari dinding jantung yang
menebal sehingga jantung tidak dapat mengisi darah dengan normal, akibatnya akan terjadi
penempatan cadangan darah pada atrium kiri dan pembuluh darah paru yang kemudian
menyebabkan kongestif.
29
D. Aktivasi Neurohormonal
patogenesis gagal jantung. Respon ini pada awalnya menguntungkan, namun selanjutnya
perubahan hemodinamik, seperti vasokontriksi dan retensi volume air. Selain itu, respon ini
juga menyebabkan reaksi inflamasi dan berpengaruh pada pertumbuhan. Aktivasi reaksi
30
E. Sistem Saraf Simpatik
Sistem saraf simpatik bekerja melalui reseptor dan adrenergik, yang pada
awalnya memperbaiki curah jantung. Namun aktivitas yang tertahan dari sistem saraf
simpatik merubah gagal jantung kompensasi menjadi gagal jantung simptomatik yang
RAAS)
Aktivasi RAAS berperan dalam patogenesis gagal jantung. Sistem ini bertanggung
jawab terhadap respon maladaptif jangka panjang yang mengakibatkan perburukan gagal
jantung. RAAS diaktifkan oleh sistem saraf simpatik, menurunnya tekanan arteri renal,
hiponatremi, diuretik dan vasopresin. Hal ini menyebabkan suatu jalur reaksi proteolitik
angiotensin II dan aldosteron. Hal ini terjadi karena penghambatan proses perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II, yang dipengaruhi oleh enzim ACE, sehingga akhirnya
merusak sistem RAAS. Selain dengan mengurangi kadar angiotensin II, efek antihipertensi
RAAS pada pusat vasomotor di medula oblongata dan akumulasi bradikinin. ACEI tidak
31
menghambat produksi angiotensin II melalui mekanisme non-ACE sehingga kadar
angiotensin II tidak dapat ditekan secara total. Akibatnya, kadar angiotensin II dapat
I2, yang melindungi mikrosirkulasi glomerulus selama vasokonstriksi renal dan menjaga
H. Sistem Kalikrein-Kinin
I. Aldosteron
32
Aldosteron disekresi oleh korteks adrenal. Mekanisme pelepasannya pada gagal
jantung bervariasi dengan angiotensin yang merupakan stimulus terkuat untuk pelepasan
aldosteron.
Peningkatan kardar aldosteron dalam serum pada kondisi gagal jantung menyebabkan :
Potensiasi katekolamin
Aritmia ventrikular
Fibrosis miokard
Ketidakseimbangan elektrolit
J. Peptida Natriuretik
Fungsi endokrin dari jantung telah diketahui sejak tahun 1950-an. Pada saat itu
ditemukan bahwa jantung mensekresi peptida natriuretik. Tidak seperti RAAS dan aktivasi
sistem saraf simpatik, peptida ini menahan perkembangan penyakit gagal jantung.
Kemajuan ilmu terkini menunjukkan bahwa peptida natriuretik terus meningkat perannya
sebagai molekul dan indikator diagnostik yang penting dalam terapi gagal jantung11.
Terdapat tiga bentuk peptide natriuretik yang berstruktur hampir sama yang
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial natriuretic
natriuresis dan vasodilatasi. Pada manusia Brain Natriuretic peptide (BNP) juga dihasilkan
di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip ANP. C-type natriuretic terbatas pada
endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi
minimal. ANP dan BNP meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan
33
vaskuler,sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan
peptide natriuretik pada gagal jantunng, maka banyak penelitian yang menunjukkan
perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi
K. Hormon Antidiuretik
vasokonstriktor dan vasodilator kuat. Dengan berikatan pada resptor V1, vasopresin
vasodilatasi. Vasopressin juga meningkatkan reabsorpsi air melalui duktus pengumpul pada
ginjal dan menghambat diuresis. Pada gagal jantung, pelepasan vasopressin ditentukan
oleh pengisian arteri dan kadar angiotensin II. Peningkatan kadar vasopressin
L. Endotelin
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal,
yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan
semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan
M. Remodeling Jantung
34
- Abnormalitas dalam homeostasis kalsium
- Proses kontraksi-eksitasi
- Kematian Sel
2.2.6 Diagnosis
luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua criteria mayor atau satu kriteria
mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima jira kriteria minor tersebut
tidak berrhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK,
Kriteria Mayor:
Rales paru
S3 gallop
35
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan
gagal jantung
Kriteria Minor:
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi 120x/menit
diagnostik yang menyeluruh sangat perlu dilakukan pada pasien yang diduga kuat terkena
mengalami sedikit gejala dan juga bermanfaat untuk mendiagnosis penyebab gagal
36
A. Rontgen foto toraks
Rontgen toraks bermanfaat untuk mendiagnosis gagal jantung dan memantau respon
pengobatan.
Tabel 5. Kelainan rontgen toraks yang sering ditemukan pada Gagal Jantung
perikard
kardiomiopati hipertropi
keganasan
37
limfatik jantung kronis
B. Elektrokardiogram
Hasil EKG bersama dengan gejala klinis dapat meningkatkan spesifisitas diagnosis pada
terdekompensasi, anemia,
Pemeriksaan laboratorium
infeksi, hipertiroidiesme
antikoagulasi
kardiomiopati, miokarditis,
Tes latihan beban
hipokalemiaa,
Pemeriksaan perfusi
hipomagnesemi, overdosis
Pemeriksaan
elektrofisiologi, ICD
38
angiografi koroner,
revascularisasi
aorta, kardiomiopati
hipertropi
sistemik
perikard, amiloidosis
Rontgen trax
C. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi rutin
pasien gagal jantung lanjut. Anemia juga merupakan penyebab kesulitan bernafas dan
Urinalisis
39
Proteinuria biasa terjadi pada pasien gagal jantung yang dapat dilihat pada pemeriksaan
urin rutin.
Elektrolit serum
Profil Lipid
Pemeriksaan ini meliputi kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, dan juga perbandingan
HDL/ kolesterol
Akibat kerusakan pada gagal jantung dapat terjadi peningkatan enzim hati dan penurunan
albumin.
Kadar kreatinin serum dan kadar nitrogen urea pada darah harus dilakukan sebelum
Pengobatan ACEI
40
Pengobatan diuretik dosis tinggi
Azotemia pre-renal
Gangguan fungsi tiroid merupakan penyebab gagal jantung high output. Oleh karenanya,
pemeriksaan profil tiroid disarankan pada pasien yang baru didiagnosis gagal jantung.
Peptida natriuretik
Peptida natriuretik merupakan tanda biologis (biomarker) gagal jantung yang dapat
digunakan sebagai pemeriksaan pada keadaan gawat darurat dan rawat jalan. Kelompok
peptida natriuretik terdiri dari peptida natriuretik atrium, peptida natriuretik otak (brain
natiuretic peptide, BNP), natriuretik tipe-C dari sistem saraf pusat, urodilatin dari ginjal,
dan peptida natriuretik dendroaspis. BNP dan bagian ujung aminonya dari projormon N-
jantung. BNP berhubungan dengan tingkat keparahan gagal jantung dan memperkirakan
prognosis.
Pemeriksaan BNP dan NT-proBNP dengan indikator nilai untuk diagnosis gagal
jantung
41
jantung
D. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam membantu
menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan standar utama (gold
standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan membantu memperkirakan
Tindakan invasif berikut dapat dilakukan terhadap pasien dengan gagal jantung.
Pemeriksaan kateterisasi jantung : kateterisasi sisi kiri bermanfaat untuk menilai tekanan
diastolik akhir dan kateterisasi sisi kanan bermanfaat untuk menilai kejenuhan oksigen dan
42
2.2.8 Penatalaksanaan
a. Menurunkan mortalitas
miokard, timbulnya gejala-gejala gagal jantung dan akumulasi cairan, dan perawatan di
rumah sakit.
Perawatan Mandiri
dan dapat memberi dampak yang bermakna pada keluhan-keluhan pasien, kapasitas
fungsional, well being, morbiditi dan prognosis. Perawatan mandiri dapat didefinisikan
43
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan deteksi dini gejala-gejala
Definisi dan etiologi gagal Memahami penyebab gagal jantung dan mengana
gagal jantung
Mencatat berat badan setiap hari
anjuran
digunakan
44
Tatalaksana Farmakologik
Sudah diakui bertahun-tahun, obat golongan diuretik dan digoksin digunakan dalam
terapi gagal jantung. Obat-obat ini mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas hidup,
namun belum terbukti menurunkan angka mortalitas. Setelah ditemukan obat yang dapat
mempengaruhi sistem neurohumoral, RAAS dan sistem saraf simpatik, morbiditas dan
menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung dan meningkatkan
45
- Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia
- Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan secara
ARB direkomendasikan pada penderita gagal jantung dengan LVEF < 40% yang
masih simptomatik dengan terapi optimal ACEI dan beta bloker serta antagonis aldosteron.
Pengobatan dengan ARB meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan pasien dan
menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung. (Kelas
Rekomendasi I, Tingkat Bukti A). ARB direkomendasikan sebagai pilihan lain pada pasien
yang tidak toleran terhadap ACEI (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B). ARB
- Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
- Atau pada pasien dengan gejala menetap (kelas fungsional II-IV NYHA) walaupun
- Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia
46
- Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan secara
Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dan tanda-tanda klinis/ gejala
- Penyesuaian sendiri dosis diuretik berdasarkan penghitungan berat harian dan tanda
Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal
jantung dan meningkatkan survival jika ditambahkan pada terapi yang sudah ada, termasuk
dengan ACEI. Jika tidak ada kontraindikasi, aldosteron antagonis ditambahkan pada
keadaan LVEF <35% dengan gejala gagal jantung yang berat (Kelas Rekomendasi I,
47
- Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
Beta bloker
Beta bloker diberikan pada semua penderita gagal jantung simptomatik dan
LVEF<40% bila tidak ada kontraindikasi. Beta bloker memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup pasien, menurunkan angka masuk RS untuk perburukan gagal jantung dan
meningkatkan harapan hidup. Terapi beta bloker seharusnya sudah dimulai di RS sebelum
- Meningkatkan LVEF
- LVEF <40%
- Pasien harus secara klinis stabil (contoh : tidak ada perubahan terbaru dari dosis
diuretik).
48
Memulai pemberian beta bloker :
- Beta bloker dapat dimulai sebelum pemulangan dari rumah sakit pada pasien yang
- Kunjungan tiap 2-4 minggu untuk meningkatkan dosis beta bloker. Jangan
gejala atik (perasaan melayang) atau bradikardi berat (nadi < 50 x / menit) pada tiap
kunjungan.
Glikosida jantung
meningkatkan kontraksi sarkomer jantung melalui peningkatan kadar kalsium bebas dalam
protein kontraktil, yang merupakan hasil dari peningkatan kadar natrium intrasel akibat
Pada penderita gagal jantung simptomatik dengan AF, digoksin diberikan untuk
mengontrol rapid ventricular rate (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C). Pada penderita
gagal jantung dengan irama sinus dan LVEF < 40%, terapi dengan digoksin (sebagai
perburukan gagal jantung namun tidak berpengaruh terhadap survival (Kelas Rekomendasi
IIa, Tingkat Bukti B). Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam
hal :
ventrikel kiri.
49
- Menstimulasi baroreseptor jantung
tone.
- Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat > 80x/ menit, dan saat
- Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%) yang
mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan
dipertimbangkan.
Senyawa amin simpatomimetik seperti dopamin dan dobutamin dapat digunakan dalam
penatalaksanaan gagal jantung. Senyawa ini merupakan agonis beta1 selektif yang dapat
diuresis
50
- dosis tinggi (10-20 ug/kg/menit) menyebabkan vasokonstriksi perifer dan
Obat ini harus dihindari penggunaannya pada pasien AMI dan hipotensi
Terapi vasodilator
A. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium dikontraindikasikan pada gagal jantung karena memiliki efek inotropik
negatif yang dapat memperburuk gejala gagal jantung. Amlodipin merupakan satu-satunya
Karena itu penggunaannya dikontraindikasikan pada pasien dengan infark miokard akut.
Pada saat memberikan nitroprusid, sebaiknya dilakukan monitoring tekanan darah intra
arteri.
51
Pengobatan dengan H-ISDN dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko kematian
(Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B), angka masuk rumah sakit untuk perburukan
gagal jantung (Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B) dan memperbaiki fungsi ventrikel
- Sebagai tambahan terhadap pengobatan dengan ACEI jika ARB atau antagonis
Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 2-4 minggu. Jangan meningkatkan dosis pada
E. Nitrogliserin intravena
terapi dengan kerja cepat yang efektif dan dapat diprediksi hasilnya dalam mengurangi
preload. Data menunjukkan bahwa nitrogliserin intravena juga dapat mengurangi afterload.
Oleh karena itu, nitrogliserin intravena merupakan terapi tunggal yang baik untuk pasien
Peptida natriuretik
52
Peptida natriuretik sebagai senyawa ideal bagi terapi gagal jantung. Senyawa peptida ini
bekerja menyebabkan :
- Natriuresis.
- Diuresis.
Trombolitik
A. Antiplatelet
lain memperlihatkan bahwa efikasi ACEI dapat menurun jika diberikan bersamaan dengan
aspirin18.
Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif) direkomendasikan pada penderita dengan gagal
B. Antikoagulan
53
Antikoagulan seperti warfarin diindikasikan pada pasien gagal jantung dengan:
- Fibrilasi atrial
- Riwayat tromboembolik
Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif) direkomendasikan pada penderita dengan gagal
tromboemboli termasuk stroke (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A). Antikoagulan juga
imaging atau bukti emboli sistemik (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C).
ACEI
Lisinopril 1 x 2,5 5 mg 1 x 10 20 mg
Ramipril 1 x 2,5 mg 2 x 5 mg
Trandolapril 1 x 0,5 mg 1 x 4 mg
ARB
Candesartan 1 x 4 - 8 mg 1 x 32 mg
Valsartan 2 x 40 mg 2 x 160 mg
Beta bloker
Bisoprolol 1 x 1,25 mg 1 x 10 mg
54
Metoprolol succinat 1 x 12,5 25 mg 200 mg
Nebivolol 1 x 1,25 mg 1 x 10 mg
Hidralazin ISDN
Antagonis aldosteron
Eprlerenone 1 x 25 mg 1 x 50 mg
Spironolakton 1 x 25 mg 1 x 25 50 mg
Antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk mengatasi hipertensi, yaitu gejala
yang terjadi oleh karena tekanan darah arteri melebihi normal. Salah satu golongan obat
dari Antihipertensi adalah golongan obat ACE Inhibitor (Angiotensin-Converting Enzyme
Inhibitor).
55
morbiditas dan kematian. Pada penderita gagal jantung terjadi kadar renin dan angiotensin
II yang tinggi, maka terapi seharusnya diawali dengan dosis rendah untuk menghindari
hipotensi ortostatik. Inhibitor ACE meningkatkan fungsi jantung dan mengurangi kejadian
kardiovaskular setelah infark miokardial. Penderita diabetes dan hipertensi seharusnya
mendapatkan pengobatan yang mengandung inhibitor ACE karena menyebabkan
nefroproteksi dan mengurangi resiko kardiovaskular. Inhibator ACE menurunkan
kombinasi resiko dari kematian atau perawatan rumah sakit, progres lambat dari gagal
jantung, dan menurunkan laju timbulnya reinfark. Inhibator ACE dapat dikombinasikan
dengan hidralazin / isosorbid dinitrat sebagai vasodilator. Inhibator ACE juga efektif untuk
pencegahan gagal jantung.
ACE memiliki dua fungsi utama di tubuh, fungsi pertama adalah sebagai katalisator
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan senyawa vasokonstriktor kuat.
Sedangkan fungsi ACE yang kedua adalah sebagai pengurai bradikinin, yang merupakan
vasodilator kuat. Kedua fungsi ACE tersebut menjadikan penghambatan ACE penting
perannya dalam perawatan penyakit tekanan darah tinggi, gagal jantung, dan diabetes
mellitus tipe 2. Penghambatan ACE akan berakibat menurunnya pembentukan angiotensin
II dan menurunnya metabolisme bradikinin, dengan demikian akan terjadi dilasi
(pelebaran) sistematik pada arteri dan vena, serta penurunan tekanan darah arteri. Akan
tetapi penghambatan ACE, yang juga secara langsung akan menghambat pembentukan
angiotensin II dapat menyebabkan pengurangan sekresi aldosteron (yang dimediasi
angiotensin II) dari korteks adrenal. Hal ini akan mengakibatkan penurunan penyerapan
kembali air dan natrium, serta pengurangan volume ekstraseluler.
56
hormonal, tetapi dapat berperan sebagai salah satu obat yang digunakan untuk
mengembalikan tekanan darah pada penderita hipertensi yaitu ACE-inhibitor. ACE-
inhibitor merupakan obat unggulan untuk penyakit kardiovaskular, terutama dalam
memperbaiki fungsi dan anatomi pembuluh darah arteri, memperbaiki fungsi endotel,
meregresi tunika media, meregresi dan menstabilkan plak aterosklerosis (Soemantri, et al.
2007). Obat-obatan yang termasuk dalam ACE inhibitor tersebut bekerja dengan
menghambat efek angiotensin II yang bersifat sebagai vasokonstriktor. Selanjutnya ACE
menyebabkan degradasi bradikinin menjadi peptida inaktif atau dalam pengertian
bradikinin tidak diubah. Dengan demikian peranan ACE pada hipertensi yaitu
meningkatkan kadar bradikinin yang memberikan kontribusi sebagai vasodilatator untuk
ACE-inhibitor. Akibat vasodilatasi maka menurunkan tahanan pembuluh peripheral,
preload dan afterload pada jantung sehingga tekanan darah dapat diturunkan.
57
2.11 Efek Kardioprotektif dari Ace Inhibitor
Pengobatan terhadap gagal jantung (HF) masih banyak tantangan yang perlu
diketahui lebih jauh, meski saat ini sudah terjadi perkembangan yang pesat terhadap
pengobatan HF. ACE inhibitor yang sekarang direkomendasikan sebagai terapi standart
untuk penderita HF. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kegunaannya tidak perlu
lagi dipertanyakan dalam meringankan gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Pada
penelitian lebih lanjut b bloker menunjukkan suatu perlambatan dari perjalanan penyakit
dengan menekan angka morbiditas dan mortalitas. Bagaimanapun juga strategi terapi yang
rasional dan efektif dibutuhkan untuk menurunkan progresivitas dari penyakit tersebut.
Bukti yang ada mendukung bahwa kombinasi ACE inhibitor dan AIIRA pada pasien
58
dengan HF memberikan manfaat pengobatan yang lebih besar daripada dipakai dengan
monoterapi. Dengan mempengaruhi RAS (Renin Angiotensin System) melalui mekanisme
yang lain, disamping aktivitas yang biasa. Dimana obat ini mungkin menyebabkan
perbaikan hemodinamik dan mempengaruhi perkembangan gejala. Pemakaian kombinasi
diantara keduanya merupakan langkah maju dalam memperlambat perjalanan HF yang
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan perbaikan penderita
untuk beraktivitas dan kualitas hidupya. Dengan ini kita melihatkembali bagaimana
patofisiologi HF dan peran ACE inhibitor dan AIIRA dan Kombinasi keduanya dalam
pengobatan penyakit HF.
Aktivasi RAS yang secara kronis dan berlebihan pada HF dapat menyebabkan efek
penghilangan dalam jangka pendek ataupun panjang, yang mana efek penghilangan
tersebut akibat aksi fisiologis dari Ang II yang memiliki pengaruh dalam homeostasis
kardiovaskuler-vasokonstriksi, vaskuler hipertropi dan pelepasan aldosteron, dimana Ang
II yang dipercaya sebagai penyebab tersebut yaitu yaitu Ang II spesifik dari AT1. Dimana
pada HF, aksi dari AT1 tersebut menyebabkan overload cairan dan menimbulkan hipertropi
ventrikel dan juga mempengaruhi fungsi ventrikel. Reseptor subtipe AT1, terdistribusikan
secara luas pada berbagai macam jaringan jantung dan ginjal. Hal ini secara efektif
diblokade oleh AIIRA. Sebaliknya reseptor Ang II yang lain yaitu AT2 dipercaya memiliki
efek yang berbeda dengan AT1. Hal ini tampak jelas pada fetus dan terbatas pada orang
dewasa. Pada keadaan patologis, reseptor AT2 akan diperbanyak. Ketika reseptor AT1
diblokade oleh AIIRA reseptor, AT2 dapat terstimulasi. Hasil dari stimulasi ini masih
diteliti, dimana keduanya diduga berkaitan erat dengan vasodilation, growrth inhibisi dan
apoptosis.
Penurunan kerja Ang II merupakan cara yang logis dalam terapi HF dan sering
dilakukan dengan pemakaian ACE inhibitor yang secara sistematis memblokade An g I
Ang II, atau melalui blokade reseptor AT1, namun demikian saat ini diketahui bahwa Ang
II dapat dibentuk melalui kerja chymase pada jaringan lokal, termasuk jantung yang tidak
tergantung dengan ACE. Untuk itu inhibisi lebih sempurna terhadap Ang II perlu
dilakukan, yang secara teoritis dilakukan dengan pemakaian AIIRA.
2.3.3 Kajian Non Klinis dan Klinis Ace inhibitor Pada Gagal Jantung
59
Pada anjing, percobaan dengan cara menginduksi hipertropi ventrikel kiri dan
disfungsi diastolik, penggunaan ACE inhibitor atau AIIRA memperbaiki efisiensi dan
komplayen dari ventrikel kiri. Hasil ini mendukung bahwa dua golongan ini potensial
untuk terapi disfungsi ventrikel yang berhubungan dengan hipertropi jantung.
Pada percobaan yang menggunakan babi, efek dari ACE inhibitor dan blokade
reseptor AT1 tunggal maupun kombinasi, pada fungsi ventrikel kiri, hemodinamik sistemik
dan aktivitas neurohumoral sistem pada HF diinduksi oleh Chronic Pacing Tachycardia.
Pengurangan dilatasi dari ventrikel kiri memperbaiki performance dari ventrikel load dan
normalisasi kadar neurohumoral termasuk NE dan aldosteron.
Hasil dari penelitian ini mendukung bahwa kombinasi ACE inhibitor clan AIIRA
terapi mungkin memberikan penambahan keuntungan pada fungsi pompa dan geometri
ventrikel. Pada penelitian lain dari laboratorium yang sama, perubahan hemodinamik dan
Regional Blood Flow dievaluasi pada binatang sebelum dan setelah terapi dengan ACE
inhibitor, AIIRA atau terapi kombinasi. Keduanya mengurangi resistensi vaskuler sistemik,
memperbaiki COP dan mengurangi aktivitas neurohumoral sistem . Dengan latihan,
kornbinasi terapi rnenunjukkan efek yang lebih rnenguntungkan daripada monoterapi.
Sebagai tambahan terapi kombinasi memperbaiki aliran darah miokardial pada saat
istirahat dan mengurangi resistensi koroner yang tidak dapat dicapai oleh kedua-duanya
dalam monoterapi. Pada penelitian double blind, kelompok-kelompok studi mengevaluasi
efek hemodinamik jantung dari AIIRA valsartan pada 116 pasien dengan HF yang stabil
(NYHA kelas II IV). Setelah 28 hari perawatan, dosis valsartan ditingkatkan sampai 160
mg dua kali sehari mengurangi rata-rata tekanan kapiler paru-paru dan resistensi vaskular
sistemik dan meningkatkan cardiac out put sebanding dengan placebo. Efikasi valsartan
harnpir serupa dengan lisinopril dalam penelitian ini. Hal ini mendukung bahwa AIIRA
dapat memproduksi efek terapi hemodinamik pada pasien HF dalam waktu yang singkat.
Pada penelitian yang lain, bahwa AIIRA mungkin memberikan manfaat pada pasien
dalam waktu yang lama. Dalam penelitian ELITE (Evaluation of Losartan in The Elderly),
efek jangka panjang terapi dengan losartan atau captopril pada fungsi ginjal dievaluasi
pada pasien tua dengan HF. Pasien yang dipilih secara acak untuk terapi dengan losartan
60
(50 mg tiap hari) atau captopril (50 mg tiga kali sehari), setelah 48 minggu kejadian
disfungsi renal persisten dengan kedua terapi tersebut tidak berbeda. Bagaimanapun secara
umum dapat ditoleransi lebih baik dan berhubungan dengan penurunan penyebab rata-rata
mortalitas. Penemuan ini dipertimbangkan karena ditemukan pada populasi yang kecil dan
fungsi ginjal bukan merupakan titik akhir, follow-up penelitian ELITE II mendekati
sempurna. Penelitian pada terapi HF didapatkan bahwa terapi ACE inhibitor dan atau
AIIRA memberikan hemodinamik yang efektif dan memperbaiki simptom pada pasien HF.
Meskipun terapi ACE inhibitor memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien HF secara
jelas, fakta mendukung bahwa AIIRA mungkin memberikan efek yang sarna. Penggunaan
agent ini dalam kombinasi meningkatkan kemungkinan bahwa AIIRA dapat memproduksi
efek terapi tambahan pada pasien HF karena pada dasarnya perbedaan kerja pada RAS.
Tentu saja kedua penemuan secara klinis dan non klinis mendukung kemajuan evaluasi
dari terapi kombinasi HF.
Kajian klinis awal menunjukkan bahwa dosisi tunggal dari ACE inhibitor dan
mempunyai kemampuan meningkatkan efek hemodinamik dalam menurunkan tekanan
darah. Hasil dari sebuah penelitian baru ini telah dilaporkan. Penelitian double blind, efek
hemodinamik dari AIIRA valsartan pada 83 pasien yang kronis, HF yang stabil ( NYHA
kelas II-IV) yang telah siap menerima terapi standart untuk HF termasuk ACE inhibitor.
Hal ini dirancang untuk mengevaluasi apakah valsartan meningkatkan hemodinamik dan
efek horrnonal dalam berbagai ragam dosis ketika ditambahkan pada ACE inhibitor. Pasien
yang dipilih secara acak untuk menerima plasebo, 80 mg valsartan dua kali sehari. Untuk
menjamin bahwa pasien memperoleh dosis ACE inhibitor yang adekuat, mereka juga
diberikan dosis tunggal dari lisinopril. Monitoring terhadap hemodinamik secara invasif
dipakai sebagai basisnya dan setelah 4 minggu terapi. Penambahan valsartan secara
kombinasi menghasilkan penurunan yang signifikan pada sebagian besar pengukuran
parameter hemodinamik, termasuk tekanan kapiler paru, tekanan diastolik arteri paru,
tekanan sistolik dan diastolik dan rata-rata tekanan arteri paru. Pada pasien HF yang
menerima terapi ACE inhibitor, penambahan AIIRA bertujuan untuk meningkatkan
keuntungan bagi hemodinamik jantung. Ini tetap bisa dibuktikan apakah keuntungan
hemodinamik dari terapi kombinasi ini mendatangkan keuntungan jangka panjang bagi
pasien HF. Untuk memperjelas kemungkinan keuntungan jangka panjang dari penambahan
61
terapi AIIRA terhadap terapi konvensional bagi HF termasuk ACE inhibitor terapi.
Penelitian kasus kontrol multicenter, multinasional, plasebo akan melibatkan 5200 pasien
HF dan mengajukan pertanyaan apakah blokade yang lengkap pada RAS menghasilkan
peningkatan keuntungan terapi termasuk menurunkan angka kematian. Pasien ini akan
menerima baik valsartan atau plasebo dalam penambahan sebagai standar terapi HF. Dosis
valsartan akan dititrasi dalam 160mg dua kali sehari. Follow-up akan dilanjutkan sampai
angka tertentu dimana terjadi kematian. Kajian ini mempunyai kekuatan statistik sebesar
90%. untuk mendeteksi 20 % perbedaan rata-rata mortaiitas. Hasil ini seharusnya menjadi
langkah yang signifikan dalam memperjelas keuntungan klinis dari kombinasi ACE
inhibitor AIIRA sebagai terapi untuk pasien HF.
2.4 Prognosis
Prognosis dari gagal jantung kurang baik yaitu diperkirakan angka survival
50% dan 10% pada jangka waktu 5 dan 10 tahun. Gagal jantung juga menempati sekitar
30-35 % dari total hospitalisasi . Case fatality rates setelah hospitalisasi dari gagal jantung
dalam 30 hari adalah 10,4% sedangkan dalam 1 tahun adalah 22% dan dalam 5 tahun
adalah 42,3%
62
BAB III
KESIMPULAN
Karena keuntungan yang dihasilkan kombinasi ACE inhibitor dan AIIRA merupakan
batu pondasi bagi pengobatan HF. Tidak pernah sekalipun insiden HF, penyebab kematian
dan perawatan rumah sakit dilanjutkan untuk menurunkan angka manifestasinya. Faktor
demografi sendiri tidak dapat menjelaskan secara memuaskan peningkatan ini karena
semua kematian oleh karena kardiovaskuler pada kenyataannya telah turun beberapa tahun
terakhir ini. Walaupun keuntungan dari terapi ACE inhibitor sebagai pengobatan HF telah
jelas mereka tidak akan menghilangkan tanda peningkatan morbiditas dan angka mortalitas
yang dihubungkan dengan kelainan ini. Konsekuensinya, pendekatan farmakologik
terhadap pengobatan HF seharusnya ditemukan.
63
Kombinasi ACE inhibitor dengan AIIRA adalah pendekatan logis yang bisa
meningkatkan nilai terapi. Kedua studi klinis dan non klinis merupakan indikasi kuat untuk
menurunkan RAS, khususnya Ang II, menginduksi perbaikan hemodinamik dan gejala
pada pasien HF dan mungkin merupakan langkah yang tidak mungkin dihindari dalam
manajemen jangka panjang pada pasien ini.. Baik ACE inhibitor maupun AIIRA
menghambat Ang II tetapi pada dasarnya mereka berbeda dan mampu melakukan
mekanisme yang saling mendukung.
Kerja ACE inhibitor prinsipnya dengan mencegah pembentukan Ang II pada RAS
sistem. Baru-baru ini Ang II dapat dibentuk secara lokal pada jaringan yang melewati jalur
yang tidak tergantung pada ACE. Konsekuensinya, penghambatan Ang II dengan
penggunaan ACE inhibitor menunjukkan bahwa kadar Ang II plasma meningkat selama
dosis interval ACE inhibitor bahkan saat aktivitas ACE sistemik ditekan. Kerja AIIRA pada
langkah terakhir dari jalur RAS adalah dengan memblokade reseptor secara spesiflk yang
menjadi mediator dan punya efek merugikan dari Ang II pada pasien dengan HF.
Baru-baru ini semua obat yang memblokade RAS dapat meningkatkan plasma renin,
yang meningkatkan kadar Ang II. Mekanisme homeostatis normal akan menurunkan efek
terapi dari ACE inhibitor lebih lama. Bagaimanapun dengan pengeblokan AT1 reseptor,
dampak negatif dari peningkatan Ang II akan dimudahkan, bahkan dengan beberapa efek
menguntungkan yang mungkin berasal dari stimulasi lebih lanjut pada reseptor AT2.
Teori ini yang mendasari penggunaan kombinasi ACE inhibitor dan AIIRA
dalam pengobatan. Sesuai apakah macam-macam terapi kombinasi sungguh sungguh
meningkatkan keuntungan klinis jangka panjang. Hasil dari percobaan Val-HeFT
menjelaskan keuntungan dari pengobatan yang menggunakan ACE inhibitor - AIIRA
dalam terapi HF.
64
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1. Hess OM, Carrol JD. Clinical assessment of heart failure. In : Libby P, Bonow RO,
65
2. Sonnenblick EH, LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heart failure. Role
3. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
4. Ong WT, Patacsil GB. Cardiology blue book 2nd ed. 2001.148-162
2007 : 583-606.
6. Lip GHY, Gibbs FDR, Beevers DG. ABC of heart failure : aetiology. BMJ 2000;
320 : 104-107.
comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York :Marcel Dekker; 2005.
137-156.
9. Teo WS, Kam R, Hsu LF. Treatment of heart failure-role of biventricular pacing for
heart failure not responding well to drug therapy. Singapore MedJ. 2003;44(3):114-
122.
10. Watson RDS, Gibbs CR, LipGYH.ABC of heart failure clinical features and
complications. BMJ.2000;320(22):236-239.
11. De Lamos JA, McGuire DK, Drazner MH. B-type natriuretic peptide in
www.thelancet.com
12. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure:
66
13. Bell DSH. Heart failure-the frequent, forgotten, and often fatal complication on
http://www.emedicine.com/med/topic3552.htm
http://heartdisease.about.com/cs/cardiactest/a/muga.htm.
Physician.2000.Available at http://www.aafp.org/afp/200003.
Available at http://www.postgradmed.com/issues/1997.
18. Cokkinos DV, Haralabopoulos GC, Kostic JB, Toutouzas PK. Efficacy of
antithrombotic therapy in chronic heart failure: The helas study. Eur J heart
failure;8:428-432.
19. ACC/AHA guideline for the diagnosis and management of heart failure in adults;
67