You are on page 1of 4

PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS SEPSIS

Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke
dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan
disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga timbul reaksi inflamasi.
Meskipun dasar proses inflamasi sama, namun intensitas dan luasnya tidak sama, tergantung luas
jejas dan reaksi tubuh. Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas saja atau dapat meluas
serta menyebabkan tanda dan gejala sistemik. Sepsis adalah suatu sindroma klinik sebagai
manifestasi proses inflamasi imunologik yang terjadi karena adanya respon tubuh (imunitas)
yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme (Guntur, 2008; Gatot, 2008;
Djoko, 2008).
Manifestasi klinik inflamasi sistemik disebut systemic inflamation respons syndrome
(SIRS), sedangkan sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun sepsis
biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, namun tidak harus terdapat bakteriemia.
Berdasarkan konferensi internasional tahun 2001 memasukkan petanda procalcitonin (PCT)
sebagai langkah awal dalam mendiagnosa sepsis. Purba D(2010) di Medan, pada penelitian
prokalsitonin sebagai petanda sepsis mendapatkan nilai PCT 0,80 ng/ml sesuai untuk sepsis
akibat infeksi bakteri dan kadarnya semakin meningkat berdasarkan keparahan penyakit.
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%),
jamur dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang berperan penting pada
sepsis adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran terluar bakteri
gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008; Cirioni et al., 2006).
LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory Response Syndrome/SIRS)
yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure (MOF) (Arul, 2001). Apoptosis
berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan mekanisme kematian sel pada sepsis
(Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007).Pada pasien sepsis akan terjadi peningkatan
apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di lien (Irene, 2007)
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak
faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon
tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik yang
bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor necrosis
factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon- (IFN-) yang bekerja membantu sel untuk
menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah
interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk memodulasi,
koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat sebagai
sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram
(-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau
endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan
humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk lipopolisakarida
antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan perantaraan reseptor CD14+
akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing celldan
kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari major histocompatibility complex (MHC), kemudian
berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan mengeluarkan
substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-, IL-2, dan macrophage
colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-
10. IFN- meransang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-. Pada sepsis IL-2 dan TNF-
dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1 juga berperandalam pembentukan prostaglandin
E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1). ICAM-1
berperan pada proses adhesi neutrofil dengan endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel
akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa
superoksidan radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses
tersebut terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan
gangguan vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi
yang berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan mempresentasikan
mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi
seperti TNF-, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan
oleh sel limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi serta berdiferensiasi
menjadi sel efektor (Abbas dan Litchman, 2005; Remick, 2007)
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-mediator
proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi yang memadai.
Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan
keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan rangkaian kerusakan
hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah limfosit
(Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua organ limfoid seperti
lien dan timus (Hotchkiss et al., 2005). Apoptosis limfosit juga berperan penting terhadap
terjadinya patofisiologi sepsis (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab
berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK and AH Lichtmann. 2005. Cellular and Molecular Immunology. 5 thedition.
Philadelphia: Elsevier Saunders. Pp: 295-343.

Chang KC, Unsinger J, Davis CG, Schwulst SJ, Muenzer JT, Strasser A, Hotchkiss RS. 2007.
Multiple Triggers of Cell Death in Sepsis: Death Receptor and Mitochondrial-Mediated
Apoptosis. FASEB J. 21(3): 708-19

Djoko H. 2008. Managementof Diabetic Foot Disease with Sepsis. Proseding of National
Symposium: The second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta: PETRI. Pp: 74-81

Gatot I. 2008. The Role of Cytokine in Pathobiology of Sepsis. Proseding of National


Symposium: The Second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta:PETRI, pp: 114-117.

Guntur H. 2008. SIRS, Sepsis, dan Syok Septik (Imunologi, Diagnosis, penatalaksanaan). Edisi
I. Surakarta. UNS press,. P: 4

Hotckiss RS and Irene EK. 2003. The Pathophysiologi and Treatment of Sepsis. 348: 138-150.
Irene K. 2007. Pathogenesis of Sepsis and Multi Organ
Dysfunction.http://research.medicine.wustl.edu/OCFR/Research.nsf?OpenDatabase

Remick DG. 2007. Pathophysiology of Sepsis. American Journal of Pathology.170: 1435-1444.

Wesche-Soldato DE., Ryan Z. Swan., Chun-Shiang Chung., and Alfred Ayala. 2007. The
Apoptotic Pathway as a Therapeutic Target in Sepsis. Curr Drug Targets. 8(4): 493-500

You might also like