You are on page 1of 15

PANDUAN

PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK


FASILITATOR PNPM MANDIRI PERDESAAN

KONSULTAN MANAJEMEN NASIONAL


PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI
PERDESAAN
2010
PANDUAN PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK
FASILITATOR PNPM MANDIRI PERDESAAN

PENDAHULUAN
Fasilitator dan Konsultan PNPM Mandiri Perdesaan adalah warga negara Indonesia
yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang bersikap jujur dengan dilandasi
moral yang tinggi, luhur dan mulia, dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
menjunjung tinggi Kode Etik.
Bahwa profesi Fasilitator/Konsultan Pemberdayaan Masyarakat harus menjaga citra dan
martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi kode etik yang
pelaksanaannya diawasi secara bersama-sama.
Bahwa Kode Etik PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai tata-aturan dalam
menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban
kepada setiap Fasilitator dan Konsultan untuk jujur dan bertanggung jawab dalam
menjalankan profesinya baik kepada masyarakat, pemberi kerja, dan terutama kepada
dirinya sendiri.
Melihat adanya konsekuensi yang dapat terjadi, maka diperlukan suatu mekanisme yang
dapat memproses adanya pelanggaran kode etik dan juga memberikan penilaian yang
obyektif atas suatu kejadian yang dapat diduga sebagai pelanggaran kode etik. Oleh
karena itu, telah ditetapkan Panduan Penanganan Pelanggaran Kode Etik untuk seluruh
Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan.

TUJUAN
Penetapan Panduan Penanganan Pelanggaran Kode Etik ini bertujuan untuk
menindaklanjuti adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
fasilitator/konsultan serta untuk memberikan ruang yang luas kepada fasilitator/
konsultan yang diduga melanggar kode etik untuk menggunakan hak pembelaan diri
terhadap tuduhan adanya pelanggaran kode etik

KETENTUAN KODE ETIK


Dalam mendukung terlaksananya tugas dan tanggung jawab sebagai Fasilitator PNPM
Mandiri Perdesaan untuk menjunjung tinggi Kode Etik, Fasilitator dan Konsultan dilarang:
1. Mengikuti pencalonan dalam Pemilihan Umum, pencalonan Kepala Daerah dalam
Pemilihan Kepala Daerah, serta menduduki jabatan publik termasuk dalam
kepengurusan partai
2. Menggunakan jabatan sebagai Fasilitator dan Konsultan untuk kepentingan
pemilihan umum dan pemilihan Kepala Daerah.
3. Mengambil keputusan, melakukan negosiasi, melakukan kompromi, memberi saran,
atau melakukan tindakan apapun yang merugikan masyarakat.
4. Menerima apapun dari pihak manapun dengan tujuan:
a. Meloloskan proses seleksi desa dan penetapan alokasi dana PNPM Mandiri
Perdesaan
b. Mempengaruhi pemilihan jenis kegiatan, lokasi dan spesifikasi kegiatan PNPM
Mandiri Perdesaan dalam proses perencanaan ;
c. Sebagai hadiah, kompensasi, komisi, tanda terima kasih, atau apapun namanya
dalam kaintannya dengan profesi sebagai fasilitator
5. Bertindak sebagai suplier bahan dan alat, menunjuk salah satu suplier, atau
berfungsi sebagai perantara
6. Bertindak sebagai juru bayar atau merekayasa pembayaran atau administrasi atas
nama UPK, Tim Pengelola Kegiatan, atau kelompok Masyarakat,
7. Membantu atau menyalahgunakan dana PNPM untuk kepentingan pribadi, keluarga,
atau kelompok.
8. Meminjam dana PNPM dengan alasan apapun, baik atas nama pribadi, keluarga,
atau kelompok.
9. Memalsukan arsip, tanda tangan, atau lapran yang merugikan masyarakat, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
10. Dengan sengaja mengurangi kualitas dan kuantitas pekerjaan.
11. Dengan sengaja atau tidak sengaja membiarkan, tidak melaporkan, atau menutupi
proses penyimpangan yang terjadi.

RUANG LINGKUP PELAKSANAAN KODE ETIK


1. Setiap Fasiltator dan Konsultan wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik PNPM Mandiri
Perdesaan ini.
2. Pelanggaran terhadap pelaksanaan kode etik oleh Fasiltator dan Konsultan akan
dikenakan sanksi/ hukuman.

MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK

Bahwa setiap Pendugaan atas pelanggaran kode etik harus cepat ditindaklanjuti oleh
Fasilitator/ Konsultan Supervisor teradu, dengan melakukan pemeriksaan dan
pengumpulan bukti-bukti dan fakta-fakta otentik yang dapat dipertanggungjawabakan
kebenarannya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pembuktian pada pelaksanaan
Forum Pembuktian dan Sidang Majelis Kode Etik.

PRINSIP PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK


Setiap proses penanganan pelanggaran kode etik harus berpedoman pada prinsip-
prinsip umum di bawah ini:
a. Rahasia
Penyelidikan atas Pendugaan atau temuan pelanggaran kode etik sedapat mungkin
dilakukan secara rahasia agar tidak menimbulkan kegaduhan yang menyebabkan
penghilangan bukti dan juga terganggunya pelaksanaan program di lapangan.
b. Praktis
Penanganan sejauh mungkin dilakukan secara efektif dan efisien dengan
mempertimbangkan faktor–faktor seperti: biaya, waktu, tempat, fakta/bukti pendukung
serta pihak–pihak yang terlibat.
c. Obyektif dan Faktual
Proses penanganan tidak boleh memihak kepada salah satu pihak namun harus
mengacu pada fakta/ bukti/ data yang ada.
d. Akuntabel
Seluruh tahapan proses dan hasil penanganan harus dapat dipertanggungjawabkan.
e. Proporsional
Seluruh tahapan pelaksanaan penanganan dilakukan secara proporsional dan bukti-
bukti yang ada
f. Mengikat
Seluruh keputusan baik di tingkat Sidang Pembuktian maupun di tingkat sidang
Majelis Kode Etik mengikat para pihak untuk dilaksanakan.

SUMBER PENGADUAN
Pengaduan adanya pelanggaran kode etik secara prinsip dapat dilakukan oleh siapapun
yang mempunyai kepedulian terhadap PNPM Mandiri Perdesaan, yaitu:
a. Masyarakat pemanfaat program
b. Teman sejawat.
c. Pejabat Pemerintah.
d. Masyarakat Umum
e. Supervisor
f. BPKP
g. Tim Audit
h. World Bank
i. Pihak Lain yang peduli

JENJANG PENANGANAN

1. Penanganan terhadap Fasilitator Kecamatan atau Asisten Fasilitator Kecamatan


sebagai teradu yang dianggap melanggar kode etik dilakukan oleh Fasilitator
Kabupaten.
2. Penanganan terhadap Fasilitator Kabupaten atau Asisten Fasilitator Kabupaten
sebagai teradu yang dianggap melanggar kode etik dilakukan oleh Koordinator
Provinsi.
3. Penanganan terhadap Konsultan Provinsi, Konsultan Wilayah dan Konsultan
Nasional sebagai teradu yang dianggap melanggar kode etik dilakukan oleh Direktur
Perusahaan dimana konsultan teradu terikat kontrak dan Satker PMD dan hal ini
akan diatur dalam aturan tersendiri.

TAHAPAN PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK


1. Investigasi dan Klarifikasi

a. Pelanggaran oleh Fasilitator Kecamatan atau Asisten FK


- Faskab melakukan tindak lanjut atas laporan/Pendugaan/temuan di lapangan
yang berindikasi tindakan pelanggaran kode etik oleh Fasilitator Kecamatan
atau Asisten FK dengan melakukan penyelidikan, investigasi, klarifikasi dan
pengumpulan data yang menunjukkan fakta pelanggaran kode etik tersebut.
- Berdasarkan temuan dan fakta yang diperoleh dan untuk meminta
pertanggungjawaban, Faskab menyampaikan memorandum kepada teradu
yang berisi:
1. Undangan untuk melakukan proses Forum Pembuktian termasuk jadwal
dan lokasinya dengan dilampiri Berita Acara Hasil Investigasi yang sudah
ditandatangani oleh Faskab.
2. Meminta kepada Satker PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten atau yang
mewakili untuk hadir dalam Forum Pembuktian

b. Pelanggaran oleh Fasilitator Kabupaten atau Asisten Faskab


- Koordinator Provinsi melakukan tindak lanjut atas laporan/Pendugaan/temuan
dilapangan yang berindikasi tindakan pelanggaran kode etik oleh Fasilitator
Kabupaten atau Asisten Faskab dengan melakukan penyelidikan, investigasi,
klarifikasi dan pengumpulan data yang menunjukkan fakta pelanggaran kode
etik tersebut.
- Berdasarkan temuan dan fakta yang diperoleh dan untuk meminta
pertanggungjawaban, Koordinator Provinsi menyampaikan memorandum
kepada teradu yang berisi:
1. Undangan untuk melakukan proses forum Pembuktian termasuk jadwal dan
lokasinya dengan dilampiri Berita Acara Hasil Investigasi yang sudah
ditandatangani oleh Koordinator Provinsi.
2. Meminta kepada Satker PNPM Mandiri Perdesaan Provinsi atau yang
mewakili untuk hadir dalam Forum Pembuktian

2. Forum Pembuktian
Tahapan Forum Pembuktian
a. Forum Pembuktian adalah forum penyampaian hasil penyelidikan atas dugaan
adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh fasilitator dan untuk meminta
pertanggungjawaban dari fasilitator atas fakta dan data yang telah diperoleh dan
Forum Pembuktian tidak boleh dilakukan apabila tidak ada cukup bukti
pelanggaran yang dilakukan teradu
b. Forum Pembuktian dilakukan dan dihadiri oleh para pihak sebagai berikut :
- Apabila teradu adalah Fasilitator Kecamatan atau Asisten FK, maka para pihak
yang hadir :
1. Koordinator Provinsi atau yang mewakili;
2. Fasilitator Kabupaten yang melakukan penyelidikan. Investigasi, klarifikasi
dan pengumpulan data atas indikasi pelanggaran kode etik;
3. Satker PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten
4. Fasilitator Kecamatan atau Asisten FK yang diduga melakukan
pelanggaran kode etik/Teradu
5. Notulen
- Apabila Teradu adalah Fasilitator Kabupaten atau Asisten Faskab, maka
anggota Majelis Sidang Sidang Pembuktian sebagai berikut :
1. Koordinator Provinsi;
2. Administratur Provinsi;
3. Satker PNPM Mandiri Perdesaan;
4. Fasilitator Kabupaten atau Asisten Faskab yang diduga melakukan
pelanggaran kode etik/Teradu
5. Notulen
c. Apabila Teradu tidak menghadiri pelaksanaan Forum Pembuktian, maka Pihak
yang melakukan penanganan akan memfasiltasi kembali Forum Pembuktian
untuk kedua kalinya dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
Forum Pembuktian pertama dibatalkan.
d. Jika untuk kedua kalinya Teradu tidak menghadiri, maka Teradu dianggap
menerima hasil penilaian awal yang dilakukan dalam penyidikan dan akan segera
diproses lebih lanjut dengan merekomendasikan untuk “diberhentikan dengan
tidak hormat/ Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”

Proses Forum Pembuktian


a. Fasilitator Kabupaten atau Koordinator Provinsi menyampaikan laporan temuan
dan fakta adanya pelanggaran kode etik dan memaparkan bukti/fakta,
berdasarkan hasil pemeriksaan dan investigasi secara kronologis, dan hasil
klarifikasi.
b. Fasilitator Teradu diberi kesempatan untuk memberikan sanggahan dengan
pemaparan bukti pendukung bahwa ia tidak melakukan pelanggaran kode etik
(jika yang bersangkutan ingin menyanggah penilaian tersebut).
c. Atas tuntutan pertanggungjawaban tersebut, konsultan yang dinilai melakukan
pelanggaran kode etik dapat menyatakan sikap: mengakui hasil temuan yang
dipaparkan atau menyanggah semua temuan yang dipaparkan oleh oleh
Fasilitator Kabupaten atau Koordinator Provinsi dan menyatakan bahwa dirinya
tidak melakukan pelanggaran kode etik.
d. Apabila Fasilitator teradu mengakui kebenaran yang dipaparkan, maka
selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan yang ada dalam SOP Pembinaan
dan Pengendalian Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan.
e. Apabila Fasilitator teradu menyanggah semua temuan yang dipaparkan dan
menyatakan bahwa dirinya tidak melakukan pelanggaran kode etik dengan bukti
pendukung yang memadai, maka teradu berhak untuk mengajukan permohonan
kepada Satker PNPM Mandiri Perdesaan Provinsi untuk memfasilitasi
pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik.

Keputusan Forum Pembuktian


a. Penilaian dalam Forum Pembuktian adalah bahwa Teradu terbukti atau tidak
terbukti atas pelanggaran kode etik konsultan.
b. Hasil pelaksanaan Forum Pembuktian dituangkan dalam Berita Acara Forum
Pembuktian yang ditanda tangani oleh para pihak yang hadir dalam Forum
Pembuktian.
c. Rekomendasi atas hasil Forum Pembuktian apabila terbukti adalah Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK).
d. Apabila dalam Forum Pembuktian teradu dinyatakan terbukti, selanjutnya
Fasilitator Kabupaten atau Koordinator Provinsi harus mengambil keputusan untuk
membebastugaskan sementara atau tetap menugaskan FK/Asisten FK atau
Faskab/Asisten Faskab sampai akhir bulan berjalan.
e. Fasilitator Kabupaten harus melaporkan semua hasil penanganan pelanggaran
kode etik dengan disertai bukti-bukti pendukung dan Berita Acara Forum
Pembuktian kepada Koordinator Provinsi.
f. Koordinator Provinsi menyampaikan memorandum perihal Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) terhadap Fasilitator Kecamatan/Asisten FK atau Fasilitator
Kabupaten/Asisten Faskab kepada Satker PNPM Mandiri Perdesaan Provinsi
dengan disertai bukti-bukti sebagai berikut :
- Pemberitahuan pelanggaran Kode Etik yang disertai bukti-bukti pelanggaran
dan dokumen pendukung;
- Surat perintah Faskab atau Koordinator Provinsi perihal pembebastugasan
sementara atau tetap bekerja sampai akhir bulan
- Penundaan pembayaran honorarium dan tunjangan Fasilitator untuk bulan
berjalan sebagai langkah antisipatif dari proses Sidang Majelis Kode Etik
g. Selanjutnya berdasarkan rekomendasi dari Koordinator Provinsi, Satker Provinsi
menerbitkan surat kepada Fasilitator yang melakukan pelanggaran kode etik
dengan memuat beberapa hal yaitu :
- Pemberitahuan tentang pelanggaran kode etik yang telah dilakukan dengan
disertai hak kepada fasilitator untuk melakukan upaya klarifikasi melalui Sidang
Majelis Kode Etik dengan batas waktu selama 10 (sepuluh) hari sejak surat
diterbitkan.
- Mempertegas keputusan Faskab atau Koorprov perihal pembebastugasan
sementara atau tetap bekerja sampai akhir bulan
- Penundaan pembayaran honorarium dan tunjangan fasilitator untuk bulan
berjalan
- Pembebasan tugas Fasilitator dimaksud selama satu bulan berikutnya.
h. Apabila sampai dengan 10 (sepuluh) hari sejak diterbitkannya Surat Satker
Provinsi sebagaimana poin (j) diatas tidak ada permintaan Sidang Majelis Kode
Etik dari Fasilitator, maka Satker Provinsi berkewajiban melakukan PHK.

3. Sidang Majelis Kode Etik


Pengertian Sidang Majelis Kode Etik :
a. Sidang Majelis Kode Etik adalah forum fasilitator atau konsultan tertinggi yang
akan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggotanya
(fasilitator).
b. Sidang Kode Etik adalah hak fasilitator yang dinilai melakukan pelanggaran kode
etik untuk mengupayakan penegakan keadilan hukum atas pelanggaran kode etik
yang dilakukannya
c. Pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik dilakukan di tempat yang ditetapkan
dengan mempertimbangkan jarak, biaya serta tempat kedudukan para pihak

Tujuan Sidang Majelis Kode Etik


a. Untuk menilai kebenaran penilaian pelanggaran kode etik yang telah dilakukan
pada saat Forum Pembuktian.
b. Memfasilitasi seorang fasilitator dalam menggunakan haknya untuk membela diri.
c. Mengeliminir adanya kemungkinan penilaian yang tidak obyektif karena penilaian
bersifat sepihak.

Syarat Pengajuan Sidang Majelis Kode Etik


a. Sidang Majelis Kode Etik harus diajukan secara tertulis oleh fasilitator yang dinilai
melakukan pelanggaran kode etik pada forum Sidang Pembuktian, selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah Surat Satker Provinsi perihal
pelanggaran kode etik.
b. Permohonan Sidang Majelis Kode Etik diajukan kepada Satker Provinsi dengan
tembusan Koordinator Provinsi, selaku wakil jajaran Fasilitator dan Konsultan
PNPM Mandiri Perdesaan.
c. Selanjutnya Satker Provinsi meminta kepada Koordinator Provinsi untuk
memfasilitasi pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik.

Hal-Hal Yang Menyebabkan Batalnya Sidang Majelis Kode Etik


a. Pengajuan permohonan Sidang Majelis Kode Etik telah melampaui batas waktu
yang ditetapkan.
b. Pengajuan Sidang Majelis Kode Etik berasal dari pihak lain, bukan oleh fasilitator/
konsultan yang bersangkutan
c. Pihak yang dinilai sudah tidak memiliki hubungan kerja dengan program (telah di-
PHK).
d. Pihak yang dinilai sudah mengakui perbuatan pelanggaran kode etik.
e. Pihak yang dinilai tidak mengajukan bukti-bukti bahwa ia tidak melakukan
pelanggaran kode etik.

Pihak-pihak dalam pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik


Para pihak dalam Sidang Majelis Kode Etik yang diundang dan harus hadir :
Majelis :
1. Majelis dibentuk secara Ad Hoc dan terdiri dari minimum 5 (lima) orang dan
sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang serta harus berjumlah gasal, berasal dari
perwakilan fasilitator/konsultan, yaitu Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Kabupaten
yang tidak satu lokasi dengan Terduga, Konsultan dari tingkat Provinsi dan
ditetapkan oleh Koordinator Provinsi dengan Surat Penetapan. Di samping itu,
disiapkan pula sedikitnya 3 (tiga) orang anggota cadangan untuk mengantisipasi
apabila anggota Majelis yang bertugas berhalangan hadir.
2. Majelis dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh semua anggota
majelis.
3. Ketua Majelis berkewajiban untuk memimpin proses Sidang Majelis Kode Etik dan
bertanggungjawab atas lancarnya proses Sidang Majelis Kode Etik sehingga
memiliki kewenangan untuk bertindak tegas kepada pihak-pihak yang
mengganggu jalannya Sidang Kode Etik.
4. Majelis bertugas untuk menilai masing-masing argumentasi dan bukti yang
dikemukakan untuk kepastian mengenai masalah kode etik.
Anggota majelis merupakan orang-orang yang mampu bersikap netral,
independen, ketidakberpihakan, ber-integritas terhadap program, pantas dan
sopan, kesetaraan, cakap, tidak memiliki konflik kepentingan, memiliki
pemahaman yang baik terhadap kode etik dan dapat diterima oleh para pihak
serta mampu mengambil keputusan.
Untuk memperlancar penyelenggaraan Sidang Majelis Kode Etik, semua anggota
majelis perlu mendapat pembekalan tentang teknis pelaksanaan persidangan
sebelum Sidang Majelis Kode Etik berlangsung.
5. Jika dianggap perlu dan atas permintaan pihak yang terlibat dalam proses Sidang
Majelis Kode Etik, KM Nasional dapat terlibat sebagai anggota majelis dalam
proses Sidang Pembuktian yang menjadi wewenang pihak lain.

Terduga :
- Terduga adalah Fasilitator berdasarkan bukti-bukti yang ada dinilai/diadukan telah
melakukan pelanggaran kode etik
- Terduga adalah Fasilitator yang berdasarkan bukti-bukti telah dinyatakan bersalah
dalam Forum Pembuktian, tetapi Fasilitator tersebut mengajukan upaya
pembelaan dalam Sidang Majelis kode etik.
Penduga :
- Penduga adalah Konsultan/Fasilitator atau pihak lain yang menindaklanjuti dan
menyelidiki adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan teradu;
- Penduga adalah konsultan/fasilitator yang ditetapkan oleh Korprov untuk menjadi
penduga dalam Sidang Majelis Kode Etik.
- Penduga yang ditunjuk adalah personil Koordinator Provinsi yang mengetahui dan
memproses lebih lanjut adanya laporan dan temuan pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh teradu.
- Penduga berkewajiban menyiapkan serta menyampaikan profil masalah dan
kronologis adanya pelanggaran kode etik dengan disertai fakta/data/bukti–bukti
pendukung yang menunjukan adanya pelanggaran kode etik.
- Penduga wajib menghadiri Sidang Majelis Kode Etik sampai selesai.
- Penduga bertanggungjawab penuh terhadap hasil investigasi dan memberikan
tanggapan terhadap sanggahan terduga dalam Sidang Majelis Kode Etik.

Saksi-saksi :
Saksi-saksi, yang terdiri atas:
- Saksi adalah pihak yang memberi keterangan/ pernyataan/ pengakuan berkaitan
dengan ada atau tidaknya pelanggaran kode etik
- Saksi yang relevan dengan perkara yang dibahas yang akan meringankan
terduga.
- Saksi-saksi lain yang mengetahui duduk perkara yang terjadi dan telah dimintai
keterangannya pada proses penyelidikan.
- Keterangan/Pernyataan dan pengakuan saksi digunakan sebagai alat bukti dalam
proses pembuktian di Sidang Majelis Kode Etik. Namun demikian, saksi dapat
pula digantikan dengan alat bukti lain berupa surat-surat, hasil audit dan
keterangan-keterangan lainnya

Peninjau
Peninjau, yaitu Pihak yang diundang untuk menghadiri Sidang Majelis Kode Etik
dalam hal ini adalah Satker - PNPM Mandiri Perdesaan Provinsi, namun
berkewajiban untuk tidak mengganggu jalannya sidang dan bahkan dilarang keras
mengintervensi jalannya sidang.

Notulen
Notulen, adalah pihak yang ditunjuk oleh Koordinator Provinsi yang bertugas
mencatat proses jalannya Sidang Pembuktian dan membantu Majelis dalam
membuat Berita Acara, tetapi yang bersangkutan tidak memiliki hak berpendapat.

Persiapan Pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik


1. Berdasarkan Surat dari Satker Provinsi tentang permintaan pelaksanaan Sidang
Majelis Kode Etik, Koordinator Provinsi segera mengeluarkan memorandum
tentang rencana pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik :
- Penunjukan dan penetapan serta undangan kepada Anggota Majelis Kode
Etik;
- Pemberitahuan/undangan kepada Fasilitator Terduga tentang pelaksanaan
Sidang Majelis Kode Etik
- Undangan kepada pihak-pihak lainnya.
2. Sidang Majelis Kode Etik dilakukan setelah salinan bukti-bukti pelanggaran kode
etik diterima dan dipelajari oleh anggota Majelis.
3. Penyelenggaraan Sidang Majelis Kode Etik difasilitasi oleh Koordinator Provinsi,
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah Surat Satker Provinsi tentang
permintaan pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik diterbitkan.
4. Lokasi Sidang Kode Etik diadakan setidaknya diupayakan di tempat dimana
anggota majelis yang berasal dari unsur Fasilitator Kecamatan dan Fasilitator
Kabupaten dapat mudah menghadirinya.
5. Hal–hal penting yang juga perlu dipersiapkan adalah: tata tertib sidang, prosedur
dan mekanisme sidang, ruangan/ tempat sidang yang layak (memadai, aman dan
nyaman).
6. Materi sidang majelis kode etik berupa kronologis peristiwa terkait adanya
pelanggaran kode etik dengan bukti-bukti/fakta-fakta/ data pendukung
berdasarkan temuan dan keterangan saksi-saksi (harus dipersiapkan oleh
penduga). Sedangkan sanggahan dengan bukti-bukti/ fakta-fakta/ data pendukung
tentang tidak adanya pelanggaran kode etik (harus dipersiapkan oleh terduga).
7. Apabila terduga tidak menghadiri Sidang Majelis Kode Etik tanpa alasan yang
jelas, maka teradu dianggap menerima hasil penilaian awal yang dilakukan dalam
Forum Pembuktian dan akan segera diproses lebih lanjut dengan
merekomendasikan untuk “diberhentikan/Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”.

Pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik


Tehnis Sidang dilakukan berdasarakan urut-urutan sebagai berikut:
a. Ketua Majelis memimpin dan membuka pelaksanaan Sidang serta memaparkan
tujuan dari diselenggarakannya Sidang ini termasuk hasil (berita acara) Investigasi
sebelumnya;
b. Selanjutnya Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada Penduga
menyampaikan laporan temuan dan fakta adanya pelanggaran kode etik dan
memaparkan bukti/fakta, berdasarkan hasil pemeriksaan dan investigasi secara
kronologis, dan hasil klarifikasi;
c. Selanjutnya Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada Terduga untuk
menyampaikan pembelaan diri;
d. Majelis meminta keterangan saksi-saksi dengan bukti-bukti atau fakta-fakta yang
jelas, dari pihak terdakwa dan pihak penyidik;
e. Majelis memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya 2 kali 60 menit kepada
anggota majelis untuk mengajukan pertanyaan dan memperoleh klarifikasi atas
perkara yang sedang disidangkan;
f. Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada anggota majelis untuk mengambil
kesepakatan dan/atau musyawarah untuk menentukan keputusan akhir sidang
majelis kode etik;
g. Jika Sidang memandang perlu untuk memperoleh klarifikasi atau keterangan
tambahan, sidang majelis dapat menskors dan dilanjutkan pada hari yang sama.
h. Setelah majelis mengambil keputusan sebagaimana yang telah diatur dalam
bagian Keputusan Majelis, maka seluruh isi keputusan dituangkan dalam Berita
Acara Sidang Majelis Kode Etik yang ditanda tangani oleh: (a) Ketua majelis
beserta anggota Majelis, (b) Penduga, (c) Terduga, dan (d) Notulen.
i. Apabila Terduga menolak untuk menandatangani berita acara Sidang Majelis
Kode Etik, maka harus dimuat catatan khusus dalam berita acara Sidang Majelis
Kode Etik;
j. Pembacaan berita acara Sidang di hadapan sidang dan dilanjutkan dengan
penutupan sidang oleh Ketua Majelis;

Cara Pengambilan Keputusan


1. Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pembelaan terduga, surat-surat bukti
dan keterangan saksi-saksi maka Majelis Sidang Pembuktian mengambil
Keputusan mengambil Keputusan tentang terbukti atau tidaknya pelanggaran
kode etik dan selanjutnya dinilai berat-ringannya kesalahan terduga.
2. Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya
dan menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
3. Majelis Kode Etik mengambil keputusan dengan musyawarah mufakat atau suara
terbanyak.
4. Dalam hal diambil keputusan melalui suara terbanyak, anggota Majelis yang kalah
dalam pengambilan suara berhak membuat catatan keberatan yang dilampirkan di
dalam berkas perkara.
5. Jika dalam keputusan Majelis Kode Etik, terduga dinyatakan tidak terbukti
melakukan pelanggaran Kode Etik, maka sidang harus membebaskan terduga
dari segala tuntutan dan dakwaan, serta merekomendasikan agar terduga
diberikan hak-haknya kembali untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai Fasiltator atau Konsultan PNPM Mandiri Perdesaan.
6. Jika dalam keputusan Majelis Kode Etik, terduga dinyatakan terbukti melakukan
pelanggaran Kode Etik, maka sidang harus memutuskan sanksi berdasarkan
berat dan ringannya pelanggaran yang dilakukan Terduga dengan menunjuk pada
pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
7. Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis.

Sanksi-sanksi
1. Dalam hal keputusan, Majelis menyampaikan rekomendasi untuk sanksi yang adil
yang akan dijatuhkan terhadap terduga kepada pemberi kerja.
2. Rekomendasi sanksi yang diberikan dalam keputusan Sidang Majelis Kode Etik
dapat berupa:
a. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
b. Peringatan keras dengan hukuman percobaan.
Peringatan keras dengan hukuman percobaan harus atas pertimbangan-
pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh Sidang Majelis Kode
Etik.
3. Dalam hal terduga mendapatkan peringatan keras dan di kemudian hari kembali
melakukan pelanggaran kode etik, dan setelah dilakukan penyelidikan, investigasi
dan klarifikasi terbukti dengan meyakinkan bahwa terduga benar melakukan
pelanggaran kode etik, maka kepada yang bersangkutan harus dilakukan
pemecatan dengan tidak hormat, tanpa ada hak untuk mengajukan permohonan
sidang Majelis Kode Etik.

Pelaksanaan Hasil Keputusan Sidang Majelis Kode Etik


1. Rekomendasi Majelis Kode Etik adalah final dan mengikat
2. Selanjutnya berdasarkan hasil Sidang Majelis Kode Etik, selambat-lambatnya 4
(empat) hari setelah pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik Koordinator Provinsi
menyampaikan rekomendasi sesuai dengan keputusan Sidang Majelis Kode Etik
dengan dilampiri berita acara Sidang Majelis Kode Etik.
3. Apabila dalam Sidang Majelis Kode Etik menyatakan bahwa Terduga dinyatakan
tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik, maka Koordinator Provinsi
merekomendasikan kepada Satker Provinsi agar Fasilitator yang bersangkutan
wajib untuk dimobilisasi kembali ke lokasi tugas dan dipulihkan kembali hak-hak
dan kewajibannya sebagai fasilitator.
PENANGANAN PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK LINTAS PROVINSI

A. Umum

a. Yang dimaksud dengan penanganan pelanggaran kode etik lintas provinsi adalah
penanganan terhadap seorang Fasilitator yang dinilai telah melakukan pelanggaran
kode etik di lokasi tugas sebelumnya namun pada saat penanganan, Fasilitator yang
bersangkutan sedang bertugas di wilayah provinsi lainnya.
b. Pelaksanaan penanganan pelanggaran kode etik lintas provinsi dilakukan bersama-
sama antara KM Provinsi tempat kejadian dengan KM Provinsi dimana Fasilitator
bertugas dan atau dilakukan oleh KM Nasional.

B. Pelaksanaan Forum Pembuktian

a. Forum Pembuktian dilakukan oleh KM Provinsi/ KM Nasional dimana Fasilitator saat


ini bertugas dengan dihadiri oleh Satker Provinsi yang didasarkan pada hasil temuan
dan penyelidikan yang dilakukan oleh KM Provinsi dan atau oleh KM Nasional
dimana dugaan pelanggaran kode etik itu terjadi.
b. Pihak KM Provinsi/ KM Nasional yang akan melakukan Forum Pembuktian wajib
memeriksa kembali hasil temuan yang disampaikan dan dapat meminta kembali
pemeriksaan ulang dan/atau data tambahan kepada KM Provinsi di tempat terjadinya
dugaan pelanggaran kode etik yang diperlukan untuk melakukan Forum Pembuktian.
c. Hasil Forum Pembuktian disampaikan kepada Satker Provinsi dengan tembusan
kepada Satker Pusat, KM Nasional, dan KM Provinsi dimana dugaan pelanggaran
kode etik terjadi.

C. Pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik :

a. Forum Pembuktian dapat berlanjut ke Sidang Majelis Kode Etik sepanjang tidak
adanya unsur-unsur yang ada pada bagian yang dapat membatalkan pelaksanaan
Sidang Majelis Kode Etik.
b. Pengajuan Sidang Majelis Kode Etik oleh terduga disampaikan kepada Satker
Provinsi lokasi tugas dengan tembusan kepada Satker Pusat, KM Nasional, KM
Provinsi lokasi Tugas, dan KM Provinsi dimana dugaan pelanggaran kode etik itu
terjadi.
c. Sidang Majelis Kode Etik dilaksanakan di provinsi dimana lokasi Fasilitator bertugas.
d. Terduga menghadiri Sidang Majelis Kode Etik setelah adanya surat pemberitahuan
kepada terduga yang disampaikan melalui KM Provinsi dimana terduga saat ini
bertugas.
e. Hasil penilaian Sidang Majelis Kode Etik disampaikan oleh KM Provinsi dimana
Sidang Majelis Kode Etik diadakan kepada Satker Provinsi dengan tembusan kepada
Satker Pusat, KM Nasional dan KM Provinsi dimana dimana dugaan pelanggaran
kode etik itu terjadi.
f. Jika keputusan hasil Sidang Majelis Kode Etik menyatakan bahwa teradu terbukti
melakukan pelanggaran kode etik, maka dilakukan tindak lanjut sesuai aturan yang
ada.

You might also like