Professional Documents
Culture Documents
1. SEJARAH
Anastesi umum pada lingkungan hiperbarik pertama kali
dideskripsikan oleh Paul Bert pada tahun 1878. Tujuannya adalah
untuk menggunakan NO pada dosis anastesi dan untuk menyediakan
oksigenasi yang adekuat. Melalui peningkatan tekanan dia berhasil
sukses, hasilnya dikonfirmasi oleh Tindal pada tahun 1941 dan
dikonfirmasi ulang oleh Smith et al pada tahun 1974.
Pada tahun 1940 dan 1950an teknik pembedahan jantung
berkembang lebih pesat dibanding teknologi penyokong kehidupan.
Ketertarikan pada pembedahan malformasi jantung kongenital
berkembang pesat setelah Blalock melakukan prosedur sukses
pertama untuk tetralogi Fallot pada tahun 1944. Ketika pembedahan
abnormalitas septal dan valvular dilakukan, prosedur dilakukan dalam
kondisi hipotermia dan cardiopulmonary arrest, yaitu jantung yang
tidak bergerak. Terbatasnya teknik ini adalah terutama pendeknya
waktu dari sirkulasi total arrest (kurang dari 10 menit) tanpa CNS
sekuelae yang iskemik. Anastesi umum dalam oksigenasi hiperbarik
dapat menambah proteksi dan meningkatkan waktu arrest sampai 30
menit. Beberapa grup telah melaporkan pengalaman mereka dalam
anastesi hiperbarik, termasuk Smith (1965) di RSU Massachusetts,
Boerema (1961) di Belanda, dan McDowall (1964) di Glasgow. Anastesi
biasanya diatur menggunakan NO, halothane, atau methoxyflurane.
Pada pertengahan 1960, mesin bypass disempurnakan untuk
penggunaan yang lebih luas. Dengan adanya pompa bypass
cardiopulmonary, pembedahan jantung tidak lagi perlu dilakukan
didalam chamber hiperbarik. Endarterectomy karotis juga telah
dilakukan pada kondisi hiperbarik tapi prakteknya gagal, sehingga
tidak lagi dilakukan.
Laporan dari komite yang dikepalai Severinghaus (1965)
memaparkan tentang praktek anastesi dalam kondisi hiperbarik.
Keuntungan dan kerugiannya juga dipaparkan. Juga dinyatakan bahwa
teknik intravena dapat dengan baik dilakukan pada kondisi hiperbarik.
2. INDIKASI
Pada jaman sekarang, anastesi pada kondisi hiperbarik dibutuhkan
pada kondisi-kondisi sebagai berikut:
Anastesi untuk treatment berbagai kondisi yang menghasilkan
hipoksemia sejenak, seperti pencucian paru (dilakukan pada
2-4 ATA)
Pemberian anastesi pada pembedahan emergency pasien
kecelakaan penyelaman, yang dapat muncul ketika tekanan
sampai 35 ATA
4. PERTIMBANGAN FISIOLOGIS
Perubahan utama pada peningkatan barotrauma diakibatkan oleh
sistem respirasi, jantung, dan CNS.
Paparan 24 jam terhadap oksigen 90% - 100% pada 1 2 ATA dapat
menyebabkan kerusakan mukosa pohon trakeobronkhial secara cepat,
dimanifestasikan oleh mukosa yang hiperemis, peningkatan sekresi,
dan atelektasis. Hal ini harus diperhatikan pada pasien dengan
penyakit jalan nafas reaktif atau PPOK. Iritasi jalan nafas dapat
menjadi komplikasi intubasi endotrakheal, karena terjadi peningkatan
kemungkinan terjadinya laringospasme.
Pada PPOK, dan penyakit paru lainnya yang mempersempit kaliber
jalan nafas, peningkatan sekresi dan peningkatan usaha untuk
bernafas pada peningkatan tekanan lingkungan dapat mengarah pada
kesulitan ventilasi yang parah. Selain itu, bullae dan zona pertukaran
lambat, seperti sumbatan lendir, dapat menyebabkan masalah
berbahaya saat dekompresi dan dapat menyebabkan rupturnya
parenkim, pneumothorax, atau emboli udara sekunder karena
barotrauma.
Penguranan kapasitas vital telah diukur sebagai indeks atelektasis,
yang berhubungan dengan lama dan tekanan terhadap paparan
oksigen dan diprediksi secara empiris oleh unit seperti dosis toksisitas
paru (Clark&Lambertsen 1971). Pengurangan kapasitas vital menjadi
normal kembali dalam hitungan jam setelah paparan oksigen
dihilangkan. (Don et al 1970; Hickey et al 1973)
Hilangnya surfaktan pada paru dapat terjadi setelah HBO. Tidak
jelas bagaimana peroksidasi surfaktan berperan dalam kehancuran ini,
tapi yang jelas terjadi hambatan dalam memproduksi surfaktan. Ada
bukti, terutama dalam praktek, bahwa kelembaban adekuat dari gas
yang diinspirasi melindungi pasien dari beberapa masalah paru ini,
terutama iritasi jalan nafas (Miller et al 1981). Pernafasan meningkat
pada peningkatan tekanan lingkungan. Ini merupakan hasil dari
peningkatan aliran turbulensi yang diakibatkan karena densitas gas
yang tinggi. Perubahan yang disebabkan tekanan ini dapat
diminimalisir dengan penggunaan endotrakheal tube yang paling
besar.
EFEK KARDIOVASKULAR
Telah dibuktikan bahwa vasokonstriksi perifer terjadi saat paparan
terhadap kadar oksigen yang tinggi dalam darah. Barratt-Boyes dan
Wood (1958) menyatakan bahwa pada manusia, ketika terjadi
vasokonstriksi perifer, resistensi paru menurun. Oleh karena itu,
pemberian obat melalui intramuskular atau subkutan harus dihindari.
Vasokonstriksi juga dapat terjadi pada pembuluh darah koroner.
Beberapa studi menunjukkan bahwa aliran darah koroner menurun
secara signifikan saat paparan HBO. Khrisnamurti et al (1971)
melaporkan dua pasien yang menderita infark myokard ketika diterapi
HBO (satu meninggal). Pasien dengan obstruksi koroner yang
signifikan harus ditangani dengan hati-hati, terutama saat pemberian
anastesi dalam kondisi HBO.
Beberapa studi menunjukkan bahwa curah jantung dapat berkurang
sampai 12% selama HBO. Kemungkinan karena peningkatan afterload,
tidak terjadi perubahan kontraktilitas, yang dilakukan pada anjing
yang terpapar 3 ATA oksigen (Savitt et al 1994).
SD)
6. KESIMPULAN
Anastesi biasanya tidak digunakan dalam chamber hiperbarik
namun ada beberapa indikasi untuk penggunaannya. Perhatian yang
detail sangat penting saat melakukan anastesi dalam HBO. Saya
merekomendasikan penggunaan anastesi secara i.v. Ketamine dan
benzodiazepine, bersamaan dengan muscle relaxants, telah terbukti
berguna pada anastesi dalam HBO. Agen inhalasi hampir selalu bocor,
oleh karena itu metode ini perlu dihindari. Anesthetics harus diberikan
supaya efektif pada tekanan dan tidak boleh diformulasi. Pada tekanan
sampai 6 ATA, tekanan berbalik dari anastesi dapat menginduksi
perubahan ringan dari perawatan permukaan.
Anastesi dapat diberikan paling baik saat pasien masih pada
tekanan 1 ATA. Setelah itu lakukan miringotomi bilateral untuk
menghindari masalah ekualisasi telinga tengah. Sehingga pasien lebih
nyaman saat fase kompresi dihindarkan.
Nasogastric tube harus digunakan untuk mendrainase udara pada
traktus GI yang berlebihan. Karena udara itu dapat membesar
beberapa kali dari volume awalnya dan dapat menyebabkan masalah-
masalah mekanis, termasuk kesulitan ventilasi dan desaturasi. Jika
penggunaan gas diperlukan, agen yang mudah menguap dapat
diberikan dibandingkan NO, terutama pada anastesi yang lama, yang
ada resiko DCS.
Terakhir, seorang anasthetist adalah anggota penting pada terapi
HBO akut pada pusat medis dimana anggota lain adalah ahli bedah
dan emergensi dimana dibutuhkan terapi perawatan yang intensif.
Beberapa kegawatdaruratan hiperbarik seperti emboli udara dapat
timbul saat prosedur pembedahan sehingga diperlukan monitoring
oleh anesthetist dan prosedur juga harus disiapkan jika terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan.