You are on page 1of 12

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn.DS

Umur : 60 tahun

Alamat : Cikaret

Pekerjaan : Petani

Tanggal MRS : 11 januari 2010

No. CM : 174230

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Napas berbau busuk
Anamnesa Khusus :
9 hari os merasa napas berbau busuk seperti bau bangkai. Os merasakan napas bau
berwasal saat ingin wudhu, os merasakan ada cairan di dalam hidung kemudian os
mengeluarkan cairan dari dalam lubang hidung kanan yang berwarna kuning kehijauan
disertai dengan bau busuk. 1 hari sebelum napas berbau, os merasakan pilek yang disertai
dengan demam. Batuk (-), sakit kepala (-), nyeri menelan (-), nyeri pada wajah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


Os mengaku belum pernah merasakan gejala yang seperti ini (napas berbau busuk)
sebelumnya tetapi os sering merasakan pilek.

Riwayat Pengobatan :
Os belum pernah berobat ke dokter dan belum pernah minum obat.

Riwayat Kebiasaan :
Merokok (+).

Riwayat Alergi :
Os mengaku tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, udara dingin, dan obat.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda tanda vital : TD = 130/80mmHg P = 20x/mnt
N = 80x/mnt S = afebris

STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk : normocephal
Mata
- Konjungtiva tidak anemis, ikterik -/-.
Thoraks
Paru
- Inspeksi : Pergerakan dada simetris dextra-sinistra
- Palpasi : fokal fremitus dextra-sinistra sama
- Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
- Auskultasi : VBS dextra-sinistra, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V sinistra, kuat angkat
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : bunyi jantung III, murni, regular, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar
- Palpasi : supel, asites (-)
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus (+) normal

Splen
- Splenomegali (-)
Hepar
- Hepatomegali (-)
Ekstremitas
- Atas : hangat +/+, udema -/-, RCT < 2 det, sianosis -/-
- Bawah : hangat +/+, udema -/-, RCT < 2 det, sianosis -/-

STATUS LOKALIS THT


1. ADS : CAE : Cerumen +/+, hiperemis +/+
MT : Intak +/+, RC +/+
2. CN : Mukosa : hiperemis +/+, sekret +/+
Concha : hipertrophi +/+
Septum : lurus
Pasase udara:+/+
3. NP / OP : Mukosa pharynx hiperemis, granule -/-
Tonsil T2/T2 Lengket
4. MF : Simetris, nyeri tekan (-)
5. Leher : KGB (-)

DK/ Rhinosinusitis maxillaries dextra

Th/ Saran untuk foto sinus paranasal

Antibiotik

Antiinflamasi

TINJAUAN PUSTAKA

RINOSINUSITIS

Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus
meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang
berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan
yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.10

Penatalaksanaan rinosinusitis pada pasien dewasa di Indonesia telah dibakukan pada


acara Pertemuan Ilimiah Tahunan (PIT) Perhati tahun 2001. Diharapkan bahwa penatalaksanaan
ini dapat menjadi prosedur baku penatalaksanaan rinosinusitis di Indonesia serta menjadi
pedoman bagi para dokter dalam praktek sehari-hari.11,12

Definisi

Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus
paranasal. Peradangan ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena
keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang
terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang
lebih jarang lagi fraktur dan tumor.12

Insidens kasus baru rinosinusitis pada penderita dewasa yang datang di Divisi Rinologi
Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005, adalah 435 pasien, 69% (300 pasien) adalah
sinusitis.3

Konsensus internasional yang merupakan hasil International Conference on Sinus


Disease 1993, dan telah disepakati untuk dipakai di Indonesia, mendefinisikan rinosinusitis akut
dan kronis lebih berdasarkan pada patofisiologinya. Rinosinusitis diklasifikasikan sebagai akut
jika episode infeksinya sembuh dengan terapi medikamentosa, tanpa terjadi kerusakan mukosa.
Rinosinusitis akut rekuren didefinisikan sebagai episode akut berulang yang dapat sembuh
dengan terapi medikamentosa, tanpa kerusakan mukosa yang menetap. Rinosinusitis kronis ialah
penyakit yang tidak dapat sembuh dengan terapi medikamentosa saja. Hal yang merupakan
paradigma baru dari konsensus internasional ini ialah, baik pada rinosinusitis akut maupun
kronis, jika obstruksi ostium dihilangkan dan terjadi aerasi yang adekuat dari sinus-sinus yang
menderita maka mukosa yang telah rusak dapat mengalami regenerasi kembali.14

Anatomi

Diagnosis

Kriteria rinosinusitis akut dan kronis pada penderita dewasa dan anak berdasarkan
gambaran klinik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Rinosinusitis Akut dan Kronik pada Anak dan Dewasa Menurut
International Conference on Sinus Disease 1993 & 2004. Disarikan dari : Kennedy DW14 dan
Meltzer15.

KRITERIA RINOSINUSITIS RINOSINUSITIS


AKUT KRONIK

Dewasa Anak Dewasa Anak

1. Lama Gejala dan Tanda < 12 < 12 > 12 > 12


minggu
minggu minggu minggu
2. Jumlah episode serangan akut, < 4 kali / < 6 kali / > 4 kali / > 6 kali /
masing-masing berlangsung tahun tahun tahun tahun
minimal 10 hari
3. Reversibilitas mukosa Dapat sembuh Tidak dapat sembuh
sempurna dengan sempurna dengan
pengobatan pengobatan
medikamentosa medikamentosa

Diagnosis Rinosinusitis Akut Pada Dewasa

Ditegakkan berdasarkan kriteria di bawah ini:

Anamnesis

Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan keluhan yang
paling sering dan paling menonjol pada rinosinusitis akut. Keluhan ini dapat disertai keluhan lain
seperti sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang
hidung, batuk, anosmia/hiposmia, nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri telinga dan serangan mengi
(wheezing) yang meningkat pada penderita asma.

Rinoskopi Anterior
Rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda patognomonis,
yaitu sekret purulen di meatus medius atau superior; atau pada rinoskopi posterior tampak
adanya sekret purulen di nasofaring (post nasal drip).

Nasoendoskopi

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi hingga
ke nasofaring. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan dinding lateral
hidung.

Foto polos sinus paranasal

Pemeriksaan foto polos sinus bukan prosedur rutin, hanya dianjurkan pada kasus tertentu,
misalnya:

-
Rinosinusitis akut dengan tanda dan gejala berat.
-
Tidak ada perbaikan setelah terapi medikamentosa optimal
-
Diduga ada cairan dalam sinus maksila yang memerlukan tindakan irigasi
-
Evaluasi terapi
-
Alasan medikolegal.16,17

Tomografi Komputer dan MRI

Pemeriksaan tomografi komputer tidak dianjurkan pada rinosinusitis akut, kecuali ada
kecurigaan komplikasi orbita atau intrakranial.

Pemeriksaan MRI hanya dilakukan pada kecurigaan komplikasi intrakranial.

Diagnosis Rinosinusitis Kronis Pada Dewasa

Diagnosis rinosinusitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria di bawah ini:

Anamnesis
Riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor
atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut
International Consensus on Sinus Disease, 1993. dan 200414,15 (Lihat Tabel 2). Kriteria
mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri
atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya adalah demam dan
halitosis. Keluhan rinosinusitis kronik seringkali tidak khas dan ringan bahkan kadangkala
tanpa keluhan dan baru diketahui karena mengalami beberapa episode serangan akut.

Rinoskopi anterior

Terlihat adanya sekret purulen di meatus medius atau meatus superior. Mungkin terlihat
adanya polip menyertai rinosinusitis kronik.

Pemeriksaan nasoendoskopi

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan karena dapat menunjukkan kelainan yang tidak dapat
terlihat dengan rinoskopi anterior, misalnya sekret purulen minimal di meatus medius atau
superior, polip kecil, ostium asesorius, edema prosesus unsinatus, konka bulosa, konka
paradoksikal, spina septum dan lain-lain.

Pemeriksaan foto polos sinus

Dapat dilakukan mengingat biayanya murah, cepat dan tidak invasif, meskipun hanya dapat
mengevaluasi kelainan di sinus paranasal yang besar.

Pemeriksaan CT Scan

Dianjurkan dibuat untuk pasien rinosinusitis kronik yang tidak ada perbaikan dengan terapi
medikamentosa. Untuk menghemat biaya, cukup potongan koronal tanpa kontras. Dengan
potongan ini sudah dapat diketahui dengan jelas perluasan penyakit di dalam rongga sinus
dan adanya kelainan di KOM (kompleks ostiomeatal). Sebaiknya pemeriksaan CT scan
dilakukan setelah pemberian terapi antibiotik yang adekuat, agar proses inflamasi pada
mukosa dieliminasi sehingga kelainan anatomis dapat terlihat dengan jelas.16,17

Pungsi sinus maksila

Tindakan pungsi sinus maksila dapat dianjurkan sebagai alat diagnostik untuk mengetahui
adanya sekret di dalam sinus maksila dan jika diperlukan untuk pemeriksaan kultur dan
resistensi.

Sinoskopi

Dapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila serta. Pemeriksaan ini
menggunakan endoskop, yang dimasukkan melalui pungsi di meatus inferior atau fosa
kanina. Dilihat apakah ada sekret, jaringan polip, atau jamur di dalam rongga sinus maksila,
serta bagaimana keadaaan mukosanya apakah kemungkinan kelainannya masih reversibel
atau sudah ireversibel. 13-17

Tabel 2. Gejala dan Tanda Rinosinusitis Kronis

Penderita Gejala & Tanda

Dewasa dan Anak Mayor Minor

Kongesti hidung atau sumbatan Demam


Sekret hidung purulen Halitosis
Sakit kepala
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah
Gangguan penghidu

Anak Batuk
Iritabilitas/Rewel

Dikutip dari: Kennedy DW14

Diagnosis rinosinusitis ditegakkan jika terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah
2 kriteria minor.14,18
Secara ringkas panduan penatalaksaan sinusitis pada orang dewasa dapat dilihat pada
bagan di bawah ini.

pada DEWASA

ANAMNESIS

Rinore purulen > 7 hari

RINOSKOPI ANTERIOR

Polip? Tumor?
YA Lakukan
penatalaksanaan
yang sesuai
TIDAK
Lama gejala > 8 minggu?

TIDAK YA
K
SINUSITIS AKUT SINUSITIS
Faktor KRONIK
RA / Naso-endoskopi
Predisposisi:
AB empirik (2x24 jam) Ro polos / CT scan
Terapi tambahan: Deviasi septum
Konka bulosa,
Lini I: Amoksil 3x500mg Dekongest.oral / topikal, Hipertrofi Adenoid
Mukolitik,Analgetik (pada anak),
Pasien Atopi: YA Faktor Predisposisi?
Perbaikan?
YA
Tatalaksana TIDAK
TIDAK yang sesuai
Terapi tambahan:
Lini II AB (7 hari) Terapi sesuai pada
Dekongest. oral,
episode akut lini II
Amoks.klav/ Ampi.sulbaktam
Kortikost.oral dan atau
Cephalosporin gen.keII topikal, Mukolitik
YA

Perbaikan?
YA

YA
Teruskan TIDAK
Perbaikan?

AB alternatif 7 hari
TIDAK
Atau buat kultur

Ro.polos/CT scan dan /


Teruskan YA Perbaikan

Naso-endoskopi (NE) AB TIDAK

Kelainan? YA Lakukan Evaluasi kembali:

TIDAK
terapi NE,Sinuskopi
(Irigasi 5x tidak
TIDAK membaik)

Evaluasi diagnosis kembali YA

Rinosinusitis kronik yang tidak sembuh


1.Evaluasi komprehensif alergi
setelah
Cari alur pengobatan
diagnostik lain medikamentosa adekuat dan
TINDAKAN BEDAH:
14,15
optimal, serta adanya obstruksi KOM merupakan indikasi tindakan bedah.
BSEF atau Bedah Konvensional

Beberapa macam tindakan bedah yang dapat dipilih untuk dilakukan, mulai dari pungsi
dan irigasi sinus maksila, operasi Caldwell-Luc, etmoidektomi intra- dan ekstranasal, trepanasi
sinus frontal dan bedah sinus endoskopik fungsional.

Bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) merupakan langkah maju dalam bedah sinus.
Jenis operasi ini menjadi pilihan karena merupakan tindakan bedah invasif minimal yang lebih
efektif dan fungsional. Keuntungan BSEF adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan
yang sangat terang sehingga saat operasi, kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan
patologi di rongga-rongga sinus. Jaringan patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan
normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar. Dengan ini drenase dan ventilasi sinus akan
lancar kembali secara alamiah, jaringan normal tetap berfungsi dan kelainan di dalam sinus-sinus
paranasal akan sembuh dengan sendirinya.

Bedah sinus yang konvensional tidak memperhatikan usaha pemilihan drenase dan
ventilasi sinus melalui ostium alamiah, namun dengan berkembangnya pengetahuan patogenesis
rinosinusitis, maka berkembang pula modifikasi bedah sinus konvensional. Modifikasi operasi
Caldwell-Luc, sekarang hanya mengangkat jaringan patologik saja dan meninggalkan jaringan
normal agar tetap berfungsi. Juga dibuat antrostomi meatus medius sehingga drenase dapat pulih
kembali melalui jalan alami.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dalziel K, Stein K, Round A, Garside R, Royle P. Systematic Review Of Endoscopic


Sinus Surgery For Nasal Polyps. Health Technology Assessment 2003;17(7).
2. Nizar NW, Mangunkusumo E, Polip Hidung. Dalam: Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: BP FK UI, 2003:96
3. Soetjipto D. Teknik dan Tip Praktis Bedah Sinus Endoskopik Fungsional. Kumpulan
Naskah Lengkap, Kursus, Pelatihan dan Demo BSEF. Bagian Ilmu Penyakit Telinga
Hidung & Tenggorok. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
4. Smith LF, Brindley PC, Indications, evaluation, complication and results of functional
endoscopic sinus surgery in 200 patients. Department of Otolaryngology, University of
Texas Medical Center, Galveston
5. Roos K. The Pathogenesis of Infective Rhinosinusitis. In Rhinosinusitis: Current Issues
in Diagnosis and Management. Lund V. Corey J (Eds). The Royal Society of Medicine
Press Limited, London, UK, Round Table Series 1999; 67: 3-9
6. Soetjipto D. Penatalaksanaan Baku Rinosinusitis. Dipresentasikan pada Malam Klinik
Perhati Jaya, Jakarta, 14 Mei 2000.
7. Penatalaksanaan Baku Rinosinusitis. Dipresentasikan di PIT PERHATI, Palembang 2001.
8. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: BP FK UI, 2003: 124.
9. Smith LF, Brindley PC, Indications, evaluation, complication and results of functional
endoscopic sinus surgery in 200 patients. Department of Otolaryngology, University of
Texas Medical Center, Galveston
10. Roos K. The Pathogenesis of Infective Rhinosinusitis. In Rhinosinusitis: Current Issues
in Diagnosis and Management. Lund V. Corey J (Eds). The Royal Society of Medicine
Press Limited, London, UK, Round Table Series 1999; 67: 3-9
11. Soetjipto D. Penatalaksanaan Baku Rinosinusitis. Dipresentasikan pada Malam Klinik
Perhati Jaya, Jakarta, 14 Mei 2000.
12. Penatalaksanaan Baku Rinosinusitis. Dipresentasikan di PIT PERHATI, Palembang 2001.
13. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: BP FK UI, 2003: 124.
14. Kennedy DW, International Conference On Sinus Disease, Terminology, Staging,
Therapy. Ann Otol Rhinol Laryngol 1995; 104 (Suppl. 167):7-30
15. Meltzer EO, Hamilos DL, Hadley JA, et al. Rhinosinusitis: Establishing definitions for
clinical research and patient care. Otolaryngol Head Neck Surg 2004; 131(supl):S1-S62.
16. Antonio T, Hernandes J, Lim M, Mangahas L et al. Rhinosinusitis in Adult. In: Clinical
Practise Guideline. The Task Force on CPG. Philippine Society Otorhinolaryngology
Head and Neck Surgery 1997; 16-20.
17. Soetjipto D, Bunnag C, Fooanant T, Passali D, Clement PAR, Gendeh BS, Vicente G
(Working Group). Management of Rhinosinusitis For The Developing Countries.
Presented in The Seminar on Standard ORL Management in Developing Countries,
Bangkok, 29 January 2000.

You might also like