Professional Documents
Culture Documents
Pertanyaan ini hanya bisa dijawab apabila kata Tuhan didefinisikan secara jelas.
Tanpa definisi yang jelas, tidak mungkin apa pun dibuktikan ada atau tidak ada.
Bayangkan Anda diminta membuktikan keberadaan X tanpa disebutkan secara
sangat jelas, apa itu X. Permasalahan sama tentang Tuhan mengingat hampir
semua agama memiliki deskripsi sendiri tentang Tuhan. Ada yang menganggapnya
sosok yang bisa marah dan berkehendak, ada yang berkata Tuhan adalah
kesadaran manusia itu sendiri. Ini membuat pembuktian Tuhan menjadi mustahil
ketika semua memiliki definisi berbeda.
Kembali kepada pembuktian Tuhan tidak ada, mari kita tinjau dari deskripsi agama
mayoritas tentang Tuhan, melalui sifat-sifatnya. Ada kesamaan konsep Tuhan yang
diagungkan agama-agama mayoritas saat ini. Dengan menggunakan Logika, kita
bisa membuktikan bahwa konsep tuhan yang sering diajukan memiliki kontradiksi.
Ini berarti kalau pun ada Tuhan, pastinya bukan seperti yang digambarkan sesuai
konsep berikut:
1. Maha-Kuasa versus Maha-Kasih versus Maha-Tahu
Kalau Tuhan sanggup tetapi tidak mau menghilangkan penderitaan manusia, maka
dia jahat.
Kalau Tuhan mau tetapi tidak sanggup menghilangkan penderitaan, maka dia tak
maha kuasa.
Kalau Tuhan sanggup dan mau menghilangkan penderitaan, maka penderitaan tidak
seharusnya ada.
Kalau Tuhan tidak mau dan tidak sanggup menghilangkan penderitaan, kenapa
disebut Tuhan?
Jawaban paling logis dari pertanyaan Epicurus di atas adalah Karena tuhan tidak
tahu kalau ada penderitaan. Hanya saja atribut Maha-Tahu yang juga diberikan
kepada sosok tuhan, membuat jawaban logis yang tersisa adalah Di dunia yang
memiliki penderitaan tidak mungkin ada tuhan yang Maha-Kuasa sekaligus Maha-
Baik sekaligus Maha-Tahu.
Andai pun ada sosok yang bisa dianggap tuhan, maka sosok itu entah tidak Maha-
Kuasa, atau tidak Maha-Baik, atau tidak Maha-Tahu.
Tidak ada orang yang setuju bahwa Pencuri Ayam yang tidak kenal Hakim dihukum
1 tahun penjara, sedangkan Pencuri Ayang yang kenal Hakim dibebaskan itu adil.
Mengenal sang Hakim tidak lantas merubah hukuman atas apa yang diperbuat
seseorang.
justru konsep Keringanan hukuman karena kenal dengan Hakim adalah salah satu
konsep yang paling ditentang, yaitu Nepotisme.
Jadi konsep seseorang yang percaya masuk surga, walaupun dia membunuh orang.
sedangkan orang lain yang tidak percaya, walaupun dia juga membunuh orang
Dalam sistem yang adil, maka kedua orang tersebut haruslah mendapat perlakuan
yang sama, sama-sama masuk neraka atau sama-sama masuk surga.
Bagaimana jika ada hukum bahwa Hanya Jika orang percaya maka dia masuk
surga, tidak peduli apapun perbuatannya, dan hanya Jika orang tidak percaya maka
dia masuk neraka, tidak peduli apapun perbuatannya?
Sekali lagi ini juga menyalahkan konsep Keadilan, karena kesempatan masing-
masing orang untuk percaya tidaklah sama besar.
Seperti kita ketahui, setiap daerah dan jaman memiliki agamanya masing-masing.
Apa agama Anda, 90% berasal dari keluarga Anda, 9% dari lingkungan Anda
dibesarkan.
Kalau kebetulan Anda lahir di keluarga yang benar dan lingkungan yang benar,
maka ada 99% kemungkinan Anda menganut agama yang benar.
Kalau kebetulan Anda lahir di keluarga yang salah dan lingkungan yang salah, maka
ada 99% kemungkinan Anda menganut agama yang salah. Dan artinya 99%
kemungkinan Anda masuk neraka. Ini tentunya tidak adil karena hanya 1 persen
saja masuk neraka.
Seharusnya semua orang memiliki kesempatan yang sama besar untuk mengenal
agama yang benar, kalau memang ada.
Kedua konsep tersebut adalah konsep yang paling banyak dipakai dalam
menggambarkan tuhan.
Walaupun tidak menutup kemungkinan adanya tuhan yang tidak sesuai konsep
tersebut, tapi ini sudah cukup untuk membuat sebagian orang ragu, apakah konsep
tuhan itu sendiri benar.