Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dengan adanya gejala-gejala nasal seperti rinore anterior atau posterior, bersin-
bersin, hidung tersumbat, dan/atau hidung gatal. Rinitis alergi adalah wujud yang
paling sering ditemui dari rinitis non-infeksi dan berkaitan dengan respon imun
Perkiraan yang tepat tentang prevalensi rinitis alergi agak sulit yaitu berkisar 4-
meningkatnya polusi udara, populasi dust mite, kurangnya ventilasi di rumah atau
kantor, dan lain-lain (Ikawati, 2011). Lebih dari 500 juta orang di dunia menderita
rinitis alergi, dengan 50% penderitanya adalah remaja. Usia rata-rata terjadinya
rinitis alergi adalah antara usia 8-11 tahun, dan 80% rinitis alergi berkembang
pada usia 20 tahun, namun di Amerika Serikat rinitis alergi biasanya dimulai pada
Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis rinitis alergi, yaitu dengan
pemeriksaan fisik, skin test, ataupun RAST (Radio Allergo Sorbent Test). Skin test
ataupun skin prick test merupakan tes obyektif untuk mendeteksi reaksi alergi
pasien terhadap allergen tertentu secara spesifik. Sedangkan RAST yaitu test
1
alergi untuk mengukur kadar IgE dalam darah, namun kurang banyak dipakai
karena lebih mahal dan kurang sensitif, sehingga hanya digunakan pada kasus-
kasus tertentu di mana skin test tidak dapat dilakukan (Bousquet et al, 2008).
rinitis alergi yang paling utama adalah menurunnya kualitas hidup pasien, mulai
Rinitis alergi adalah penyakit yang terkesan sepele tetapi ternyata cukup
2
B. Perumusan Masalah
dialami pasien sebelum terapi dan dua minggu setelah terapi di Instalasi
C. Tujuan Penelitian
dialami pasien sebelum terapi dan dua minggu setelah terapi di Instalasi
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
2. Praktis
a. Dapat digunakan oleh rumah sakit sebagai salah satu bahan acuan dalam
3
b. Dapat digunakan sebagai bahan pembanding dan pelengkap bagi
penelitian selanjutnya.
E. Tinjauan Pustaka
et al, 2008).
herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies and
Higler., 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah allergen inhalan pada
berupa serbuk sari atau jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan
polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca
4
3. Patofisiologi rinitis alergi
a. Sensitisasi
seperti sel langerhans pada epitelium yang melapisi saluran paru-paru dan
sel lain yang terlibat dalam respon imun, khususnya sel t-limfosit. Melalui
allergen spesifik melalui sisi Fab-nya. Ketika IgE sudah terbentuk dan
5
b. Reaksi alergi fase cepat
Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, triptase, dan
gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung.
Reaksi alergi fase lambat terjadi 4-8 jam setelah fase cepat. Reaksi
ini disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi
6
mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic
2009).
hidung.
1) Rinitis vasomotor
rokok, atau aroma tajam. Simptom yang sering muncul pada tipe ini
7
2) Rinitis medicamentosa
3) Rinitis stuktural
tipe ini dapat mengalami simptom rinitis kapan saja dalam setahun
dan biasanya keparahannya lebih tinggi pada salah satu sisi hidung
8
2) Perrenial (intermittent or persistent)
a) Intermittent
gejala rinitis yang ia alami terjadi kurang dari 4 hari tiap minggunya,
b) Persistent
tipe ini bila gejala rinitis yang ia alami terjadi lebih dari 4 hari tiap
turut.
3) Occupational
9
5. Diagnosis rinitis alergi
atau lebih dari gejala-gejala rinore anterior dengan produksi air berlebih,
bersin-bersin, obstruksi nasal, rasa gatal atau pruritis pada hidung, atau
konjungtivitis (jarang) selama lebih dari satu hari (Bousquet et al., 2008).
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
terhadap antigen tertentu, tapi uji ini tidak lebih efektif ketimbang test
10
d. Rinoskopi anterior atau Endoskopi nasal
gejala lain dari rinitis seperti polip hidung dan abnormalitas anatomik
persisten.
e. Skin test
spesific IgE dalam serum. Test ini diperlukan bila simptom yang dialami
bersifat persisten dan/atau sedang sampai berat, atau bila kualitas hidup
Test ini dilakukan ketika pasien diduga menderita rinitis alergi tipe
11
6. Penatalaksanaan terapi rinitis alergi
a. Tujuan terapi
12
b. Strategi terapi (farmakologi dan non-farmakologi)
1) Terapi non-farmakologi
2011).
2) Terapi farmakologi
2011).
13
7. Obat-obat yang digunakan
hidung gatal dan gejala-gejala pada mata, tapi kurang efektif untuk
(ARIA, 2008). Contoh obat golongan ini antara lain adalah cetirizin,
mengurangi gejala alergi di mata. Onset aksi obat golongan ini adalah
sekitar 20 menit, dengan aturan pakai dua kali sehari (ARIA, 2008).
c. Lokal glukokortikosteroid
14
golongan ini adalah metilprednisolon, flutikason, mometason, dan lain
untuk penanganan rinitis alergi adalah konsentrasi obat yang tinggi pada
nasal mukosa dapat tercapai tanpa adanya efek sistemik yang tidak
alergi maupun gejala-gejala pada mata. Bila gejala hidung tersumbat dan
gejala-gejala lain sering diderita pasien, maka obat golongan ini adalah
Melihat dari mekanisme aksinya, efek obat ini baru muncul 7-8 jam
d. Oral/intramuskular glukokortikosteroid
Pada beberapa kasus, pasien dengan gejala yang parah dan tidak
2008).
15
e. Lokal kromon (intranasal, intraokular)
yaitu bersin dan rasa perih pada membran mukosa hidung (Ikawati,
2011).
f. Dekongestan
g. Intranasal antikolinergik
16
gejala rinore. Efek samping topikal jarang ditemui, dan intensitasnya
h. Antileukotrien
i. Imunoterapi
rinitis alergi. Tetapi obat ini hanya efektif jika allergen spesifiknya
17
kanker serta ibu hamil, karena beresiko menyebabkan reaksi anafilaksis
18