Professional Documents
Culture Documents
TOPIK : OSTEOPOROSIS
1. Diagnosis osteoporosis
diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu
apabila hasil densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
atas indikasi :
- petanda biokimia tulang
- iPTH serum
- free T4, TSH serum
- Evaluasi terhadap insufisiensi gonadal
- evaluasi terhadap hiperkortisolisme
- evaluasi tehadap keseimbangan asam-basa
- elektroforesa protein/imunoelektroforesa protein
- biopsi tulang dengan labelisasi tetrasiklin berganda
2. Penatalaksanaan osteoporosis
a. edukasi dan pencegahan : aktivitas fisik teratur untuk memelihara kekuatan,
kelenturan dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran sehingga
mencegah risiko terjatuh, jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, hindari
merokok dan minum alkohol, hindari konsumsi obat-obatan yang dapat
menimbulkan osteoporosis (glukokortikoid,dll), hindari mengangkat barang berat,
hindari defisiensi vitamin D, batasi asupan natrium sampai 3 gram/hari untuk
meningkatkan reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal.
b. latihan dan program rehabilitasi
c. medikamentosa
- bisfosfonat : diberikan bila terdapat kontraindikasi terapi hormonal atau pada laki-
laki. Alendronat dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari setiap hari. Risedronat
dapat diberikan dengan dosis 5 mg/hari setiap hari. Ibandronat dapat diberikan 2,5
mg/hari atau 150 mg sebulan sekali. Zoledronat dapat diberikan 5mg drip selama
15 menit, diberikan setahun sekali pada osteoporosis.
- Raloksifen : merupakan selective estrogen receptor modulator (SERM). diberikan
dengan dosis 60 mg/hari.
- Terapi pengganti hormonal : pada wanita pasca menopause diberikan estrogen
terkonyugasi 0,3125-1,25 mg/hari dikombinasi dengan medroksiprogesteron
asetat 2,5 10 mg/hari, setiap hari. Pada wanita pre menopause diberikan estrogen
terkonyugasi hari 1-25 siklus haid, sedangkan medroksiprogesteron hari 15-25
siklus haid, dan kedua obat tersebut dihentikan pada hari ke 26-28 siklus haid. hari
ke 29 dianggap sebagai hari 1 siklus berikutnya. Pada laki-laki yang jelas
menderita defisiensi testosteron dapat dipertimbangkan pemberian testosteron.
- Kalsitonin : diberikan secara intranasal 200 U/hari.
- strontium ranelat : diberikan 2g/hari.
- Vitamin D
- Kalsitriol : diberikan bila terdapat hipokalsemia yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan pemberian kalsium per oral. dosis untuk osteoporosis yaitu 0,25
mikrogram, 1-2 kali per hari
- Kalsium : rekomendasi untuk penduduk asia yaitu 1200 mg/hari. preparat kalsium
yang terbaik adalah kalsium karbonat (mengandung kalsium elemen
400mg/gram), kemudian kalsium fosfat (mengandung kalsium elemen 230
mg/gram), kalsium sitrat ( kalsium elemen 211 mg/gram) dan kalsium laktat
(kalsium elemen 130 mg/gram), kalsium glukonat (kalsium elemen 90 mg/gram)
d. Pembedahan
TOPIK : INSUFISIENSI ADRENAL
destruksi
Etiologi
Insufisiensi kortisol menyebabkan berkurangnya glukoneogenesis, penurunan
glikogen hati, dan peningkatan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin.
Konsekuensi lain dari defisiensi kortisol adalah peningkatan umpan balik negative
dalam sekresi peptide yang berasal dari propiomelanokortin (POMC), termasuk
ACTH dan melanocyte-stimulating hormone - dan . Konsekuensi klinis adalah
hiperpigmentasi, yang biasanya terjadi dibagian distal ekstremitas didaerah yang
terpajan matahari walaupun dapat juga mengenai daerah yang dalam keadaan normal
tidak terpajan matahari. Daerah- daerah ini mencakup puting payudara, permukaan
ekstensor ekstremitas, genitalia, mukosa pipi, lidah, lipatan ditelapak tangan, dan
buku jari. Karena kortisol diperlukan tubuh untuk melakukan respon normal terhadap
stres, maka pasien dengan defisiensi kortisol tidak dapat menahan stress bedah,
anastesi, trauma, infeksi, dan penyakit demam lainnya. Pada keadaan ini pasien
mungkin mengalami insufisiensi adrenal akut yang mengancam nyawa.2
Defisiensi Aldosteron bermanifestasi sebagai meningkatnya pengeluaran natrium dan
reabsorpsi kalium diginjal. Deplesi garam menyebabkan berkurangnya air dan volume
plasma. Menurunnya volume plasma menimbulkan hipotensi postural. Pasien dengan
penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah yang normal saat berbaring tetapi
mengalami hipotensi mencolok dan takikardia saat berdiri beberapa menit.
Berdasarkan definisi , hipotensi postural terjadi apabila tekanan sistolik dan diastolik
turun lebih dari 20 mmHg saat pasien mengambil posisi tegak. Takikardia postural
terjadi apabila kecepatan nadi meningkat lebih dari 20 denyut permenit (bpm) pada
keadaan seperti diatas. Berkurangnya tekanan darah dan meningkatnya kecepatan nadi
biasanya menetap lebih dari 3 menit setelah perubahan posisi. Dengan demikian,
pasien penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah 120/80 mmHg saat
berbaring, tetapi tekanan darah tersebut turun menjadi 60/40 mmHg setelah pasien
berdiri. Demikian juga kecepatan nadi dapat meningkat dari 80 menjadi 140 bpm
dengan perubahan posisi tersebut. Berkurangnya volume intravascular dan tekanan
arteroil aferen ginjal merangsang pelepasan rennin dan meningkatkan pembentukan
angiotensin II. Namun, Karena korteks adrenal rusak, maka angiotensin II tidak dapat
merangsang produksi aldosteron dan memulihkan kadarnya ke kadar basal. Kadar
rennin yang tinggi dan aldosteron yang rendah merupakan ciri defisiensi aldosteron
primer.
Defisiensi Androgen dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut ketiak dan pubis. Efek
ini tertutupi pada laki-laki, yang memiliki androgen testis untuk menimbulkan efek
metabolic androgenic. Pada perempuan insufisiensi adrenal menyebabkan hilangnya
rambut ketiak dan pubis serta berkurangnya rambut di ekstremitas.2
Diagnosis
Kadar kortisol dalam darah pada jam 08.00 pagi normal 620 mg%, dan kurang dari 8 mg
% pada waktu tengah malam, pada penyakit Addison kadar kortisol plasma pada jam 08.00
pagi kurang dari 5 mg% .
Tes ACTH/Kortrosin
1) Plasma ACTH Tes
Diambil plasma dalam keadaan puasa, kemudian diukur kadar 17 hidroksikortikoid
dengan cara Porter Silber Chromogen. Kemudian disuntik 25 unit ACTH atau 0,25 mg
kortrosin intramuskuler, lalu diambil darah setelah 30 dan 60 menit. Pada insufisiensi
korteks adrenal primer kenaikan plasma kortikoid kurang dari 10 Ug per 100 ml.
2) Tes ACTH Urin
25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dilarutkan dalam 500 1.000 ml larutan salin
kemudian diberikan secara intravena selama 8 jam, diukur kadar 17 hidroksikortikoid
urin per 24jam sebelum dan sesudah tes. Pada penyakit Addison tidak terdapat kenaikan
17 hidroksikortikoid urin setelah pemberian ACTH.
Repeated 8 Hour ACTH Test
25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dalam 5001.000 ml larutan salin di infus selama
8 jam, hal ini dikerjakan selama 3 hari berturut-turut, kemudian diukur ekskresi 17
hidroksi kortikoid urin/24 jam. Pada insufisiensi korteks adrenal primer tak didapat
kenaikan ekskresi 17 hidroksikortikoid urin/24 jam.
Water Load Test (Robinson Kepler Power Test)
Tes ini kurang spesifik, tetapi dapat digunakan apabila tidak ada fasilitas pemeriksaan
hormon kortisol dan lainnya. Penderita diberi air minum dengan dosis 20 ml per kg
berat badan, kemudian urin ditampung selama 4 jam, pada hipofungsi korteks adrenal
ekskresi air kurang 80% dari dosis total air yang diminum, dan akan kembali normal
apabila diberi 100 mg hidrokortison sebelum tes.
Pemeriksaan Penunjang
Perlu diperhatikan prosedur berikut untuk memastikan diagnosis dan
penanganannya.Sampel darah harus diambil untuk pemeriksaan kortisol darah. Kemudian
diberikan NaCl 0,9 % intravena 1 liter / jam dan pada setiap liter ditambahkan deksametason
sodium fosfat 4 mg dan aqueos tetrosuctin 200 mg. Setelah 1 jam, ulangi pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan kortisol darah.Cara ini efektif dan pemeriksaan kortisol
darah dapat memastikan diagnosis klinis dan pemeriksaan respon adrenal.
Penatalaksanaan
Terapi untuk penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20 sampai 30
mg/hari dalam dosis terbagi, dan suatu analog aldosteron, 9-alfa-fluorokortisol. Apabila dosis
steroid-steroid ini sudah di sesuaikan dengan benar, maka status metabolik pasien kembali ke
normal dan ia mampu menjalani hidup secara normal. Dosis kortisol dan 9-alfa-fluorokortisol
perlu ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat saat stress (misalnya, penyakit demam,
pembedahan, trauma), karena apabila tidak, maka pasien dapat mengalami insufisiensi
adrenal akut.Terapi pada insufisiensi adrenal sekunder hanya memerlukan penggantian
dengan kortisol terapi. Pasien harus diperiksa untuk memastikan apakah sekresi
aldosteronnya normal.