You are on page 1of 10

PRE TEST SUB BAGIAN ENDOKRIN METABOLIK

Nama : dr. Melsa Aprima

TOPIK : OSTEOPOROSIS
1. Diagnosis osteoporosis
diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu
apabila hasil densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.

Hasil pemeriksaan densitometri tulang, berdasarkan kriteria kelompok kerja WHO :


- Normal : bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa
tulang orang dewasa muda (T-score)
- Osteopenia : bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score
- Osteoporosis : bila densitas massa tulang diantaranya -2,5 SD T-score atau kurang
- Osteoporosis berat : osteoporosis yang disertai adanya fraktur

Dalam mendiagnosis osteoporosis perlu dilakukan evaluasi :


pada semua penderita osteoporosis :
- 25-OH vitamin D
- Ca, P, fosfatase alkali, kreatinin, albumin, protein total
- LED, darah perifer lengkap, hitung jenis
- SGOT, SGPT
- Ca, kreatinin urin 24 jam

atas indikasi :
- petanda biokimia tulang
- iPTH serum
- free T4, TSH serum
- Evaluasi terhadap insufisiensi gonadal
- evaluasi terhadap hiperkortisolisme
- evaluasi tehadap keseimbangan asam-basa
- elektroforesa protein/imunoelektroforesa protein
- biopsi tulang dengan labelisasi tetrasiklin berganda
2. Penatalaksanaan osteoporosis
a. edukasi dan pencegahan : aktivitas fisik teratur untuk memelihara kekuatan,
kelenturan dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran sehingga
mencegah risiko terjatuh, jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, hindari
merokok dan minum alkohol, hindari konsumsi obat-obatan yang dapat
menimbulkan osteoporosis (glukokortikoid,dll), hindari mengangkat barang berat,
hindari defisiensi vitamin D, batasi asupan natrium sampai 3 gram/hari untuk
meningkatkan reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal.
b. latihan dan program rehabilitasi
c. medikamentosa
- bisfosfonat : diberikan bila terdapat kontraindikasi terapi hormonal atau pada laki-
laki. Alendronat dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari setiap hari. Risedronat
dapat diberikan dengan dosis 5 mg/hari setiap hari. Ibandronat dapat diberikan 2,5
mg/hari atau 150 mg sebulan sekali. Zoledronat dapat diberikan 5mg drip selama
15 menit, diberikan setahun sekali pada osteoporosis.
- Raloksifen : merupakan selective estrogen receptor modulator (SERM). diberikan
dengan dosis 60 mg/hari.
- Terapi pengganti hormonal : pada wanita pasca menopause diberikan estrogen
terkonyugasi 0,3125-1,25 mg/hari dikombinasi dengan medroksiprogesteron
asetat 2,5 10 mg/hari, setiap hari. Pada wanita pre menopause diberikan estrogen
terkonyugasi hari 1-25 siklus haid, sedangkan medroksiprogesteron hari 15-25
siklus haid, dan kedua obat tersebut dihentikan pada hari ke 26-28 siklus haid. hari
ke 29 dianggap sebagai hari 1 siklus berikutnya. Pada laki-laki yang jelas
menderita defisiensi testosteron dapat dipertimbangkan pemberian testosteron.
- Kalsitonin : diberikan secara intranasal 200 U/hari.
- strontium ranelat : diberikan 2g/hari.
- Vitamin D
- Kalsitriol : diberikan bila terdapat hipokalsemia yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan pemberian kalsium per oral. dosis untuk osteoporosis yaitu 0,25
mikrogram, 1-2 kali per hari
- Kalsium : rekomendasi untuk penduduk asia yaitu 1200 mg/hari. preparat kalsium
yang terbaik adalah kalsium karbonat (mengandung kalsium elemen
400mg/gram), kemudian kalsium fosfat (mengandung kalsium elemen 230
mg/gram), kalsium sitrat ( kalsium elemen 211 mg/gram) dan kalsium laktat
(kalsium elemen 130 mg/gram), kalsium glukonat (kalsium elemen 90 mg/gram)
d. Pembedahan
TOPIK : INSUFISIENSI ADRENAL

Insufisiensi adrenal primer (penyakit addison)


Definisi
Kegagalan kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat
sehingga akan mempengaruhi kerja tubuh dalam menekan dan meregulasi tekanan
darah serta mengatur keseimbangan air dan garam.
Etiologi
Ada beberapa keadaan yang diperkirakan sebagai penyebab dari penyakit Addison,
diantaranya :
Adrenalitis autoimun
Infeksi, terutama tuberkulosis dan yang disebabkan oleh jamur, juga dapat
menyebabkan adenokorteks kronis primer. Adrenalitis tuberkulosis, yang pernah
membentuk hingga 90 % kasus penyakit Addison, kini semakin jarang ditemukan
berkat ditemukannya terapi antituberkulosis. Pasien dengan sindrom
immunodefisieinsi (AIDS) dapat beresiko mengalami insufisiensi adrenal akibat
beberapa penyulit infeksi (sitomegalovirus, Mycrobacterium avium-
intracellulare) dan noninfeksi (sarcoma Kaposi) dari penyakit mereka.
Neoplasma metastatic
Patofisiologi

destruksi

Etiologi

Insufisiensi kortisol menyebabkan berkurangnya glukoneogenesis, penurunan
glikogen hati, dan peningkatan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin.
Konsekuensi lain dari defisiensi kortisol adalah peningkatan umpan balik negative
dalam sekresi peptide yang berasal dari propiomelanokortin (POMC), termasuk
ACTH dan melanocyte-stimulating hormone - dan . Konsekuensi klinis adalah
hiperpigmentasi, yang biasanya terjadi dibagian distal ekstremitas didaerah yang
terpajan matahari walaupun dapat juga mengenai daerah yang dalam keadaan normal
tidak terpajan matahari. Daerah- daerah ini mencakup puting payudara, permukaan
ekstensor ekstremitas, genitalia, mukosa pipi, lidah, lipatan ditelapak tangan, dan
buku jari. Karena kortisol diperlukan tubuh untuk melakukan respon normal terhadap
stres, maka pasien dengan defisiensi kortisol tidak dapat menahan stress bedah,
anastesi, trauma, infeksi, dan penyakit demam lainnya. Pada keadaan ini pasien
mungkin mengalami insufisiensi adrenal akut yang mengancam nyawa.2

Defisiensi Aldosteron bermanifestasi sebagai meningkatnya pengeluaran natrium dan
reabsorpsi kalium diginjal. Deplesi garam menyebabkan berkurangnya air dan volume
plasma. Menurunnya volume plasma menimbulkan hipotensi postural. Pasien dengan
penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah yang normal saat berbaring tetapi
mengalami hipotensi mencolok dan takikardia saat berdiri beberapa menit.
Berdasarkan definisi , hipotensi postural terjadi apabila tekanan sistolik dan diastolik
turun lebih dari 20 mmHg saat pasien mengambil posisi tegak. Takikardia postural
terjadi apabila kecepatan nadi meningkat lebih dari 20 denyut permenit (bpm) pada
keadaan seperti diatas. Berkurangnya tekanan darah dan meningkatnya kecepatan nadi
biasanya menetap lebih dari 3 menit setelah perubahan posisi. Dengan demikian,
pasien penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah 120/80 mmHg saat
berbaring, tetapi tekanan darah tersebut turun menjadi 60/40 mmHg setelah pasien
berdiri. Demikian juga kecepatan nadi dapat meningkat dari 80 menjadi 140 bpm
dengan perubahan posisi tersebut. Berkurangnya volume intravascular dan tekanan
arteroil aferen ginjal merangsang pelepasan rennin dan meningkatkan pembentukan
angiotensin II. Namun, Karena korteks adrenal rusak, maka angiotensin II tidak dapat
merangsang produksi aldosteron dan memulihkan kadarnya ke kadar basal. Kadar
rennin yang tinggi dan aldosteron yang rendah merupakan ciri defisiensi aldosteron
primer.

Defisiensi Androgen dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut ketiak dan pubis. Efek
ini tertutupi pada laki-laki, yang memiliki androgen testis untuk menimbulkan efek
metabolic androgenic. Pada perempuan insufisiensi adrenal menyebabkan hilangnya
rambut ketiak dan pubis serta berkurangnya rambut di ekstremitas.2

Insufisiensi adenokortisol sekunder


Etiologi
Insufisiensi adrenokortikal sekunder disebabkan oleh defisiensi ACTH.
Etiologi insufisiensi adrenokortisol sekunder yaitu terapi glukokortikoid eksogen,
tumor hipotalamus atau hipofisis
Gejala Klinis
1. Hiperpigmentasi
Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin pada kulit
dan mukosa. Pigmentasijuga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan
kortikosteroid jangka panjang, karena timbul insufisiensiadrenal dengan akibat
meningkatnya hormon adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini
mempunyaiMSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta
MSH dan hormon adrenokortikotropik.
2. Sistem Kardiovaskuler
a) Hipotensi
Hipotensi merupakan gejala dini dari penyakit Addison, di mana tekanan darah
sistolik biasanya antara 80100 mmHg, sedang tekanan diastolik 5060 mmHg.
Mekanisme penyebab terjadinya hipotensi ini diduga karena menurunnya salt hormon
yang mempunyai efek langsung pada tonus arteriol serta akibat gangguan elektrolit.
Reaksi tekanan darah terhadap perubahan sikap adalah abnormal, pada perubahan
posisi dari berbaring menjadi posisi tegak maka tekanan darah akan menurun
(postural hipotensi) yang menimbulkan keluhan pusing, lemah, penglihatan kabur,
berdebar-debar .
Hipotensi ini juga terdapat pada penderita dengan atrofi korteks adrenal dengan
medula yang intak, sehingga diduga bahwa epinefrin bukan penyebab dari hipotensi
ini. Tekanan darah akan kembali normal setelah pemberian garam dan
desoksikortikosteron yang meningkatkan tonus vasomotor.
b) Jantung
Ukuran jantung penderita Addison biasanya mengecil pada pemeriksaan radiologi, hal
ini mungkin karena penurunan volume darah sekunder akibat kehilangan air.
Bertambah besarnya ukuran jantung merupakan petunjuk berhasilnya pengobatan.
Perubahan elektrokardiografi biasanya tampak tapi tak mempunyai nilai diagnostik,
seringkali didapatkan voltase yang rendah, PR dan QT interval memanjang, oleh
karena kelainan degeneratif organik pada otot jantung serta akibat gangguan elektrolit.
Gejala lain adalah kelemahan kontraksi otot jantung, nadi kecil dan sinkop.
3. Kelemahan Badan
Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit
serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan
sampai paralisis oto bergaris. Di samping itu, akibat metabolisme protein, terutam
pada sel-sel otot menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala
kelemahan otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid.
4. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan biasanya berkisar antara 1015 kg dalam waktu 612 bulan.
Penurunan berat badan ini karena adanya anoreksia, gangguan gastrointestinal lain,
dehidrasi, serta katabolisme protein yang meningkat pada jaringan ekstrahepatik,
terutama jaringan otot. Dengan pengobatan yang adekuat akan didapatkan kenaikan
berat badan.
5. Kelainan gastrointestinal
Kelainan gastrointestinal didapatkan pada 80% dari kasus Addison. Anoreksia
biasanya merupakan gejala yang mula-mula tampak, disertai perasaan mual dan
muntah, nyeri epigastrium, disfagia, konstipasi, kadang-kadang dapat timbul diare.
Cairan lambung biasanya menunjukkan hipoklorhidria sampai aklorhidria. Ini karena
rendahnya konsentrasi klorida dan natrium dalam darah dan jaringan, sehingga
produksi asam klorida lambung menurun. Hipoklorhidria biasanya kernbali normal
bila keseirnbangan elektrolit sudah diperbaiki.
6. Gangguan elektrolit dan air
Penurunan hormon aldosteron menyebabkan pengeluaran natrium, klorida dan air
serta retensi kalium. Sebagai akibat dari gangguan elektrolit ini terjadi dehidrasi,
hemokonsentrasi dan asidosis.
7. Gangguan Metabolisme Karbohidrat
Akibat proses glukoneogenesis yang menurun, penggunaan glukosa oleh jaringan
yang meningkat serta gangguan absorbsi karbohidrat pada usus halus, akan terjadi
hipoglikemi puasa, di mana kadar gula darah puasa. lebih rendah dari harga normal.
Pada tes toleransi glukosa oral didapat kenaikan kadar gula darah yang kurang
adekuat, yaitu menunjukkan kurve yang datar.
8. Darah Tepi
Sel-sel darah merah dan hemoglobin sedikit menurun dengan hemokonsentrasi.
Jumlah sel darah putih sedikit menurun dengan relatif limfositosis, eosinofil sedikit
meningkat Perubahan gambaran darah tepi di atas karena menurunnya hidrokortison.
Gambaran hematologi ini tak mempunyai arti yang khas untuk diagnostik.
9. Gangguan Neurologi dan psikiatri
Manifestasi kelainan pada saraf antara lain penglihatan kabur ngantuk, yang mungkin
berhubungan dengan kelemahan yang progresif, kadang-kadang penderita gelisah,
mudah tersinggung serta dapat timbul psikosis. Pada elektro-ensefalogram didapat
gelombang alfa lebih pelan terutama pada daerah frontalis, serta menghilangnya
gelombang beta.

Diagnosis
Kadar kortisol dalam darah pada jam 08.00 pagi normal 620 mg%, dan kurang dari 8 mg
% pada waktu tengah malam, pada penyakit Addison kadar kortisol plasma pada jam 08.00
pagi kurang dari 5 mg% .

Pemeriksaan kadar hormon adrenokortikotropik plasma


Untuk membedakan antara insufisiensi korteks adrenal primer dan sekunder. Kadar
normal hormon adreno- kortikotropik plasma 0,1 0.4 m Unit per 100 ml plasma.
Pada insufisiensi korteks adrenal primer kadar hormon adreno kortikotropik plasma
lebih besar dari 8,2 m Unit per 100 ml plasma. Dengan pemberian 10 mg hidrokortison,
kadar hormon adreno kortikotropik akan menurun dan meningkat lagi setelah injeksi
dihentikan.
Rasio natrium serum dibanding kalium
Pada penyakit Addison, didapatkan pengeluaran natrium dan retensi kalium karena
menurunnya hormon mineralokortikoid, di mana kadar natrium serum kurang dari 142
mEq/1, dan kadar kalium serum lebih besar dari 4,5 mEq/1. Rasio natrium serum
dibanding kalium normal 30 35, bila rasio kurang dari 30 berarti terdapat
insufisiensi korteks adrenal.
Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid dalam urin dengan Porter Silber Chromogen.
Kadar normal 17 hidroksikortikoid urin = 4 - 10 mg/24 jam. Pada insufisiensi korteks
adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid urin kurang dari 4 mg/24 jam. Dengan pemberian
ACTH/kosintropin pada insufisiensi korteks adrenal primer tak ada kenaikan dari 17
hidroksikortikoid, sedang pada insufisiensi korteks adrenal sekunder kadar 17
hidroksikortikoid urin meningkat
Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid plasma denganPorter Silber Chromogen
Kadar normal 820 Ug/100 ml (pagi) dan akan turun 50% waktu sore. Pada insufisiensi
korteks adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid plasma kurang dari 8 Ug/100 ml.

Tes ACTH/Kortrosin
1) Plasma ACTH Tes
Diambil plasma dalam keadaan puasa, kemudian diukur kadar 17 hidroksikortikoid
dengan cara Porter Silber Chromogen. Kemudian disuntik 25 unit ACTH atau 0,25 mg
kortrosin intramuskuler, lalu diambil darah setelah 30 dan 60 menit. Pada insufisiensi
korteks adrenal primer kenaikan plasma kortikoid kurang dari 10 Ug per 100 ml.
2) Tes ACTH Urin
25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dilarutkan dalam 500 1.000 ml larutan salin
kemudian diberikan secara intravena selama 8 jam, diukur kadar 17 hidroksikortikoid
urin per 24jam sebelum dan sesudah tes. Pada penyakit Addison tidak terdapat kenaikan
17 hidroksikortikoid urin setelah pemberian ACTH.
Repeated 8 Hour ACTH Test
25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dalam 5001.000 ml larutan salin di infus selama
8 jam, hal ini dikerjakan selama 3 hari berturut-turut, kemudian diukur ekskresi 17
hidroksi kortikoid urin/24 jam. Pada insufisiensi korteks adrenal primer tak didapat
kenaikan ekskresi 17 hidroksikortikoid urin/24 jam.
Water Load Test (Robinson Kepler Power Test)
Tes ini kurang spesifik, tetapi dapat digunakan apabila tidak ada fasilitas pemeriksaan
hormon kortisol dan lainnya. Penderita diberi air minum dengan dosis 20 ml per kg
berat badan, kemudian urin ditampung selama 4 jam, pada hipofungsi korteks adrenal
ekskresi air kurang 80% dari dosis total air yang diminum, dan akan kembali normal
apabila diberi 100 mg hidrokortison sebelum tes.

Pemeriksaan Penunjang
Perlu diperhatikan prosedur berikut untuk memastikan diagnosis dan
penanganannya.Sampel darah harus diambil untuk pemeriksaan kortisol darah. Kemudian
diberikan NaCl 0,9 % intravena 1 liter / jam dan pada setiap liter ditambahkan deksametason
sodium fosfat 4 mg dan aqueos tetrosuctin 200 mg. Setelah 1 jam, ulangi pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan kortisol darah.Cara ini efektif dan pemeriksaan kortisol
darah dapat memastikan diagnosis klinis dan pemeriksaan respon adrenal.

Pemeriksaan penunjang dan penegakan diagnosis pada Penyakit Addison


Tes hormone Metode Hasil
kortisol plasma basal diukur kadar kortisol pk normal : 6-24 microg/dl
08.00 -09.00 serta pk insufisiensi adrenal : 3
17.00 mcg/dl
bukan insufisiensi adrenal :
19 mcg/dl
tes stimulasi ACTH kortisol darah/urin kadar kortisol rendah atau
pendek (tes synacten) diukur sebelum dan tidak naik sama sekali
sesudah pemberian sesudah injeksi
injeksi ACTH sintetik.
tes pendek : ukur kadar
kortisol sebelum dan
30-60 menit sesudah
injeksi
tes stimulasi ACTH pemberian injeksi tidak ada peningkatan kadar
panjang ACTH sintetik selama kortisol pada insufisiensi
48-72 jam primer (Addison)
tes autoantibodi imunoflouresensi ditemukan antibodi
indirek menunjukan adanya
insufisiensi adrenal primer
autoimun.

Penatalaksanaan
Terapi untuk penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20 sampai 30
mg/hari dalam dosis terbagi, dan suatu analog aldosteron, 9-alfa-fluorokortisol. Apabila dosis
steroid-steroid ini sudah di sesuaikan dengan benar, maka status metabolik pasien kembali ke
normal dan ia mampu menjalani hidup secara normal. Dosis kortisol dan 9-alfa-fluorokortisol
perlu ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat saat stress (misalnya, penyakit demam,
pembedahan, trauma), karena apabila tidak, maka pasien dapat mengalami insufisiensi
adrenal akut.Terapi pada insufisiensi adrenal sekunder hanya memerlukan penggantian
dengan kortisol terapi. Pasien harus diperiksa untuk memastikan apakah sekresi
aldosteronnya normal.

You might also like