You are on page 1of 16

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 40 Tahun
Alamat : Pedongkelan Depan RT6/RW6
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 25 April 2017
No. RM : 251***
Perawatan : CVCU

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Muntah dan nyeri ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke RSUD Cengkareng atas rujukan dari RS MMC
karena nyeri ulu hati mendadak dari jam 2 siang dan juga muntah-
muntah. Nyeri yang dirasakan tidak menjalar ke punggung dank e
tangan, namun pasien mengaku nyeri yang dirasakan sangat tajam
hingga menganggu aktivitas. Muntah dengan darah disangkal, pasien
mengaku sudah sarapan saat pagi, dan baru pertama kali merasakan
sakit yang hebat kali ini. Volume muntah lumayan banyak dan tidak
disertai ampas. Pasien mengaku juga sering merasa sesak saat aktifitas
namun saat istirahat membaik. Pasien memiliki riwayat merokok
sekitar 2-3 bungkus per hari, sebelumnya pasien belum pernah
membeli obat untuk mengatasi keluhannya.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat merokok (+), sejak 25 tahun lalu, 2-3 bungkus dalam 1
hari
Riwayat DM dan hipertensi disangkal
Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui

C. PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis
GCS 15 (E4M6V5)
BB : 54 kg, TB : 168 cm
Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis

Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 70x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,5oC

Pemeriksaan Kepala dan Leher


Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : DVS R+2 cmH2O

Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 4 kanan
Auskultasi : BP: vesikular, bunyi tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ : S I/II murni, reguler

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigstrium (-), hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)

Pemeriksaan Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

TES HASIL NILAI RUJUKAN


Hb 16,2 g/dl 12,0 - 16,0 g/dl
Hct 46 % 37,0 - 47,0 %

Ureum 35 mg/dl 10 - 50 mg/dl

Kreatinin 1,1 mg/dl L(<1,3); P(<1,1) mg/dl


Glucose Sure
119 mg/dl < 110 mg/dl
Step

CK 147 U/l L(<190); P(<167) U/l

CK-MB 44,5 U/l < 25 U/l

HBsAg
Non reaktif Non reaktif
(ELISA)

Anti HCV Non reaktif Non reaktif

Anti HIV 1-2 Non reaktif Non reaktif

Natrium 141 mmol/l 135 - 145 mmol/l

Kalium 4,12 mmol/l 3,5 - 5,1 mmol/l

Klorida 101,4 mmol/l 97 - 111 mmol/l

< 50 ng/L negative, 50-100


ng/L Kmg MCI, 100-900
Troponin T 818
ng/L MCI, >2000ng/L
Massive MCI

Foto Thoraks
corakan bronchovascular dalam batas normal
tampak infiltrate di mediobsal dan perihilar kiri-kanan
cor : CTR > 50 % membesar ke kiri dan aorta konfigurasi normal
kedua sinus dan diafragma baik
tulang-tulang intak
Kesan :
Cardiomegaly dengan sugestif edema paru

EKG
Interpretasi
Irama : sinus
Rate : 83
PR : 129
QRSD : 86
QT : 372
QTC : 437
Axis
P : 11
QRS : 68
T : -4
12 Lead; standard placement
Kesan EKG: Normal
E. DIAGNOSA
Non ST-segmen Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)

F. TERAPI
O2 3 lpm via nasal kanul
IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
Isosorbid dinitrat 5 mg/sublingual
Aspilet loading 160 mg
Clopidogrel loading 300 mg
Farsorbid 3 x 10 mg
Arixtra 2,5mg/24 jam/subkutan
Simvastatin 20 mg 0-0-1
Laxadine syrup 0-0-2 cth
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1

PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu keadaan gawat


darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada
atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom ini
menggambarkan suatu penyakit yang berat dengan mortalitas tinggi.
Mortalitas tidak bergantung pada besarnya persentase stenosis (plak) koroner,
namun lebih sering ditemukan pada penderita dengan plak kurang dari 50-
70% yang tidak stabil, yaitu fibrous cap dinding (punggung) plak yang tipis
dan mudah erosi atau ruptur.
Terjadinya SKA, khususnya Infark Miokard Akut (IMA), dipengaruhi
oleh beberapa keadaan, yaitu aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tak
terkondisikan), keadaan emosional, udara dingin, waktu dari suatu siklus
harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan
tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga
tekanan darah meningkat, frekuensi denyut jantung meningkat, kontraktilitas
jantung meningkat, dan aliran koroner juga meningkat.
Sindrom koroner akut mencakup :
1. Angina pektoris tak stabil (APTS)
2. Non ST-segmen elevation myocard infark (NSTEMI)
3. ST-segmen elevation myocard infark (STEMI)

II. ETIOLOGI
Faktor faktor yang menyebabkan SKA, khususnya IMA, antara lain
suplai oksigen ke miokard berkurang (aterosklerosis, spasme, artritis, stenosis
aorta, insuffisiensi jantung, anemia), curah jantung yang meningkat (emosi,
aktivitas berlebihan, hipertiroidisme), dan kebutuhan oksigen miokard
meningkat (kerusakan miokard, hipertrofi miokard, hipertensi diastolik).
Penyebab yang paling sering adalah terjadinya sumbatan coroner sehingga
terjadi gangguan aliran darah. Sumbatan tersebut terjadi karena ruptur plak
yang menginduksi terjadinya agregasi trombosit, pembentukan trombus, dan
spasme koroner. Penyebab infark miokard yang jarang adalah penyakit
vaskuler inflamasi, emboli (endokarditis, katup buatan), spasme koroner yang
berat (misal setelah menggunakan kokain), peningkatan viskositas darah serta
peningkatan kebutuhan oksigen yang bermakna saat istirahat.

III. PATOGENESIS
Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan
oleh penurunan suplai oksigen dan/atau peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada a.
koroner diawali dengan adanya ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil. Plak
yang tidak stabil ini biasanya memiliki inti lipid yang besar, densitas otot
polos yang rendah, fibrous cap yang tipis, dan konsentrasi faktor jaringan
yang tinggi.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang
poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi
yang larut (integrin), seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di
mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat dua platelet
yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel
endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi
protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi
(total atau subtotal) oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan
fibrin.

IV. GEJALA KLINIS


Keluhan yang khas adalah nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai
berikut :
Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, panas, atau ditindih beban
berat
Nyeri dapat menjalar ke lengan (umunya kiri), bahu, leher, rahang
bawah, punggung, perut
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat dan responsif terhadap nitrat
Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, atau sesudah
makan
Gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas
(sesak), keringat dingin, cemas, dan lemas

V. DIAGNOSIS
a) Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan
anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung
atau dari luar jantung. Jika dicurigai dari jantung, perlu dibedakan
apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis
pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-
faktor risiko, antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemi,
merokok, stres, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang epigastrium
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar,
nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, nyeri berlangsung lebih
dari 20 menit dan tidak dipengaruhi aktivitas, menjadi manifestasi
gejala yang sering ditemui pada NSTEMI. Analisis berdasarkan
gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala
dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih baik jika
dibandingkan dengan yang nyeri dada pada saat istirahat. Walaupun
gejala khas rasa tidak enak di dada pada NSTEMI telah diketahui
dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneau, mual, diaforesis,
sinkop, atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher, juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia
lebih dari 65 tahun.
b) Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila
telah terjadi komplikasi seperti gagal jantung, maka dapat ditemukan
irama gallop (bunyi jantung ketiga) atau ronki basah halus. Bila terjadi
aritmia dan hipotensi, maka penderita mungkin tampak pucat dan
berkeringat dingin. Kadang-kadang pasien datang dengan keluhan
nyeri ulu hati, dada rasa terbakar, atau rasa tidak nyaman di dada yang
sulit digambarkan oleh penderita.
c) Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pada NSTEMI, dapat ditemukan depresi segmen ST ( 1mV) atau
inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang
bersebelahan.
Depresi ST pada iskemia
miokard:
A. Depresi ST horizontal,
spesifik untuk iskemia
B. Depresi ST landai ke
bawah, spesifik untuk
iskemia
C. Depresi ST landai ke atas,

Inverse T pada iskemia


miokard:
A. Inverse T yang kurang
spesifik untuk iskemia
B. Inverse T berujung lancip
Laboratorium (cardiac marker) dan simetris, spesifik
untuk iskemia.
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan
menggunakan tes enzim jantung, seperti : creatine-kinase (CK),
creatine-kinase myocardial band (CK-MB), cardiac specific
troponin (cTn) I/T, dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CK-
MB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya
nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung
sebaiknya dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn) T dan I
Paling spesifik dan sensitif untuk infark miokard
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga
mudah dideteksi
b. Myoglobin
Marker paling cepat terdeteksi, memiliki sensitivitas
yang tinggi tapi tidak spesifik
Ditemukan pada otot jantung dan otot skeletal
sangat berguna untuk deteksi dini infark miokard
c. Creatine Kinase (CK)
Ditemukan pada otot, otak, jantung
Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Spesifik untuk infark miokard

Cardiac
Meningkat Puncak Normal
Marker
cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari
cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari
CK-MB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari
CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari
Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam
LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari
Ekokardiografi
Pemeriksaan ini juga dapat membantu dalam mendiagnosis karena
dapat memperlihatkan abnormalitas dari kontraksi ventrikel yang
mengalami iskemik atau infark.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Oksigenasi
Untuk meningkatkan suplai oksigen pada miokard yang mengalami
cedera (iskemik)
Diberikan sampai pasien stabil dengan kadar oksigen 2-4 liter per
menit
2. Terapi Antiiskemia
Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga
dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga
meningkatkan suplai oksigen dengan vasodilatsai pembuluh koroner
dan memperbaiki aliran darah kolateral. Untuk mengatasi nyeri dada
akut, preparat nitrat kerja cepat yang biasanya diberikan adalah
ISDN (Isosorbid Dinitrat) secara sublingual dengan dosis 5 mg,
dapat diulang sebanyak 3 kali dengan interval waktu 5 menit. Jika
nyeri dada belum teratasi, dapat diberikan nitrogliserin intravena
dengan dosis awal 5 ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit)
setiap 5 menit sampai nyeri dada menghilang. Dosis maksimal 200
ug/menit.
Morfin atau Pethidin
Jika nitrat intravena belum berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat
diberikan morfin dengan dosis 2,5-5 mg atau pethidin dengan dosis
12,5-25 mg secara intravena.

Beta Blocker
-blocker memiliki efek inotropik dan kronotropik negatif sehingga
dapat meningkatkan suplai oksigen dan menurunkan kebutuhan
oksigen jantung melalui efek penurunan denyut jantung dan daya
kontraksi miokardium. Pemberian -blocker pada jam-jam pertama
IMA dapat membatasi perluasan infark, mengurasi risiko reinfark,
dan memperpanjang harapan hidup. Jika tidak terdapat
kontraindikasi (bradikardi, bronkospasme, hipotensi, gagal jantung),
-blocker dapat diberikan dalam 24 jam pertama onset nyeri dengan
tujuan untuk mencapai denyut jantung sekitar 60x/menit. -blocker
yang diberikan sebaiknya yang merupakan kardioselektif, seperti
atenolol, acebutolol, bisoprolol, esmolol, atau metoprolol.
Antagonis Kalsium
Dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan
darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat
dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit
dan efek inotropik negatif juga kecil (Contoh : nifedipin)
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom
koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang
berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada
golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).
3. Terapi Antiplatelet
Aspirin
Aspirin memiliki efek menghambat COX-1 dan mencegah
pembentukan tromboksan (TXA2) yang merupakan mediator dalam
aktivasi platelet sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi
arterial. Dosis awal :160-325 mg, kemudian dilanjutkan 75-160
mg/hari, diberikan pada semua pasien SKA jika tidak terdapat
kontraindikasi (ulkus peptikum, gastritis berat, atau penyakit
perdarahan lainnya).
Clopidogrel
Clopidogrel (derivat Tinopiridin) memiliki efek dalam menghambat
aktivasi P2Y12, yang merupakan reseptor ADP pada platelet sehingga
dapat mencegah agregasi trombosit dan menghambat pembentukan
trombus. Pemberian clopidogrel efektif pada pasien-pasein yang alergi
terhadap aspirin. Dosis loading : 300 mg, kemudian dilanjutkan 75
mg/hari.
Antagonis GP IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah
ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena antagonis GP
IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan
fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Contoh :
absiksimab, eptifibatid, tirofiban.
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil
maupun untuk obat tambahan dalam tindakan PCI terutama pada
kasus-kasus angina tak stabil.
4. Terapi Antikoagulan
Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari berbagai
rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas
antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan
heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin
juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang
mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga
diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya
kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida
heparin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH
mempunyai ikatan terhadap protein plasma yang kurang,
bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah
dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah, yaitu dapat
disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan
laboratorium.
5. Statin
Dengan menghambat biosintesis kolesterol serta meningkatkan ekspresi
reseptor LDL di hepar, statin memiliki efek menurunkan LDL-kolesterol
dan prekursornya dari sirkulasi. Statin juga memiliki efek pleiotropik,
yaitu perbaikan fungsi endotel, anti-inflamasi, anti-proliferasi otot polos,
anti-oksidan, anti-trombosis, dan stabilisasi plak, sehingga pemberian
statin dianjurkan pada pasien SKA dengan target kadar LDL < 70 mg/dl.
6. Revaskularisasi Pembuluh Koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
iskemik berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien
dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh
darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan operasi
bypass (CABG) dapat mengurangi risiko masuknya kembali ke rumah
sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan
penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau
bila ada kontraindikasi, tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan
utama.
Teknik-teknik invasif, misalnya percutaneous transluminal coronary
angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan
serangan angina klasik. Dengan PTCA, lesi aterosklerotik didilatasi oleh
sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam arteri femoralis
atau brakhialis dan didorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh
yang sakit, balon yang ada di kateter digembungkan. Hal ini akan
memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas,
potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena
dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran
darah dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling
sering ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna.
Pemasangan selang artifisial atau stent ke dalam arteri agar tetap terbuka
kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah
pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak
mempengaruhi mortalitas jangka panjang.

VII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling terjadi adalah pada pasien IMA adalah aritmia
dan gagal jantung. Komplikasi lainnya, seperti syok kardiogenik, ruptur
septum atau dinding ventrikel, perikarditis, myocardial stunning, dan
tromboemboli.

VIII. PROGNOSIS

Skor risiko TIMI


Usia 65 tahun 1
3 faktor risiko PJK 1
(riw. keluarga, HT, dislipidemi, DM, rokok)
Diketahui PJK 1
Pemakaian aspirin dalam 7 hari terakhir 1
2 episode angina dalam 24 jam 1
Peningkatan biomarker jantung 1
Deviasi ST > 0,5 mm 1
Interpretasi
Risiko
Skor
(%)
0-1 4,7
2 8,3
3 13,2
4 19,9
5 26,2
6-7 40,9

You might also like