You are on page 1of 14

CASE REPORT

STASE ILMU PENYAKIT DALAM

DEMAM TIFOID

Diajukan oleh:
Nuri Febtitasari Nugroho, S. Ked

Pembimbing:
dr. Rosa Priambodo, Sp.PD.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
TUGAS STASE ILMU PENYAKIT DALAM

Case Report

DEMAM TIFOID
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:
Nuri Febtitasari Nugroho, S. Ked
(J 500.090.021)

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu Penyakit Dalam
Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Pada Hari........................Tanggal.....................

Pembimbing :
dr. Rosa Priambodo, Sp.PD. (...................................)

Dipresentasikan dihadapan:
dr. Rosa Priambodo, Sp.PD. (...................................)

Disahkan Ketua Program Profesi


dr. Dewi Dona Nirlawati (...................................)
BAB I
PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel
fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyers patch.
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan
demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama
dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini biasanya
disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai
baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid (Soedarmo & Soemarmo,
2008).
Istilah typhoid berasal dari kata Yunani typhos. Terminologi ini
dipakai pada penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang
terganggu. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan
penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Prawitro et al, 2002).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam
tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap
tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi
pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam
tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir
semua daerah endemik, insidensi demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19
tahun (Soedarmo & Soemarmo, 2008).
BAB II
LAPORAN KASUS

I.IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Alamat : Tegalrejo 4/2 Pengkol
: Nguter Sukoharjo
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Tanggal MRS : 02 Januari 2014
No. RM : 23.49.xx

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang
lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
a. 3 hari sebelum masuk rumah sakit: Pasien mengeluh demam dari sore
sampai pagi tidak turun-turun, menggigil kedinginan, mual-mual dan
pusing.
b. 2 hari sebelum masuk rumah sakit: Pasien periksa ke dokter puskesmas
dan sudah diberi obat tetapi demam tidak turun juga, mual-mual dan
pusing.
c. Hari masuk rumah sakit: Pasien datang ke IGD dengan keluhan
demam, mual-mual dan pusing, pasien muntah-muntah ketika di IGD.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat mondok di RS : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
f. Riwayat DM : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat mondok di RS : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat hipotensi : diakui
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat alergi obat dan makanan: disangkal
g. Riwayat DM : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tekanan darah : 120/40 mmHg
RR : 18x/menit
Frekuensi nadi : 78x/menit
Suhu : 38 C

b. Status Lokalis
Kepala
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam
Mata
Palpebra : Edema -/-
Konjungtiva : Anemi -/-
Sclera : Ikterik -/-
Pupil : Bulat, isokor
Reflek cahaya : +/+
Leher
KGB : Tidak ada pembesaran
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Fremitus normal, ketinggalan gerak (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, ronkhi (-), Wheezing(-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Kuat angkat
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 interval reguler, bising
jantung tidak didapatkan
Abdomen
Inspeksi : Sejajar dengan dada
Auskultasi : Peristaltik (+) bisisng usus (+)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Massa abnormal (-), supel
Hati : Tak teraba membesar
Limpa : Sedikit teraba membesar
Ekstremitas
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak sianosis
Ikterik : (-)
Kesimpulan :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu meningkat 38C

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah lengkap
HB : 16,2
Leukosit : 8,31
Trombosit : 130
Eritrosit : 4,97
Golongan darah :O
HbsAg :-
Glukosa : 106,1

Hasil Pemeriksaan Serologi:


Salmonella Typhi O : negative
Salmonella Typhi H : negative
Salmonella Paratyphi AO : 1/80
Salmonella Paratyphi AH : negative
Salmonella Paratyphi BO : 1/80
Salmonella Paratyphi BH : 1/160

V. DIAGNOSIS KERJA
Demam Tifoid

VI. TERAPI
1. Balance Cairan dengan RL 30 tpm
2. Bioticol 3x500 mg
3. Intermoxin 1 gr/8 jam
4. Pamol 2x1
5. Akran amp/ 12 jam
FOLLOW UP

Tanggal 02 Januari 2014


S/ Pasien mengeluh kedinginan, pusing, mual-mual, muntah waktu di IGD
O/ KU : Compos mentis, tampak lemah
Kep : ca -/- si -/- edema palpebra -/-
Leher : PKGB -/-
Thorax : SDV +/+ sonor, Rh -/-, Wh -/-
Abd : supel, peristaltic + ,Asites -
Eks : akral hangat, edema
- -
VS - - :HR : 78, RR : 20, S ;38C, TD: 120/40
A/ observasi febris
P/ BalanceCairan dengan RL 30 tpm
Bioticol 3x500 mg
Intermoxin 1 gr/8 jam
Pamol 2x1
Akran amp/ 12 jam
Cek darah rutin
Test widal
Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan darah lengkap
HB : 16,2
Leukosit : 8,31
Trombosit : 130
Eritrosit : 4,97
Golongan darah :O
HbsAg :-
Glukosa : 106,1

2. Hasil Pemeriksaan Serologi:


3. Salmonella Typhi O : negative
4. Salmonella Typhi H : negative
5. Salmonella Paratyphi AO : 1/80
6. Salmonella Paratyphi AH : negative
7. Salmonella Paratyphi BO : 1/80
8. Salmonella Paratyphi BH : 1/160

Tanggal 03 Januari 2014


S/ Pasien mengeluh pusing, panas-dingin, batuk-batuk, BAB dan BAK lancar
O/ KU : Compos mentis, tampak lemah
Kep : ca -/- si -/- edema palpebra -/-
Leher : PKGB -/-
Thorax : SDV +/+ sonor, Rh -/-, Wh -/-
Abd : supel, peristaltic + ,Asites

Eks : akral hangat, edema


- -
VS - - :HR : 63, RR : 16, S ;38C, TD: 120/60
A/ Demam Tifoid
P/ BalanceCairan dengan RL 30 tpm
Bioticol 3x500 mg
Intermoxin 1 gr/8 jam
Pamol 2x1
Akran amp/ 12 jam
Dexamethasone amp/12 jam

Tanggal 04 Januari 2014


S/ Pasien sudah merasa baikkan dan sudah ada perkembangan , sudah tidak
pusing, mual, dan muntah, sudah tidak batuk dan tidak mengeluh panas-dingin
O/ KU : Compos mentis, tampak lemah
Kep : ca -/- si -/- edema palpebra -/-
Leher : PKGB -/-
Thorax : SDV +/+ sonor, Rh -/-, Wh -/-
Abd : supel, peristaltic + ,Asites

Eks : akral hangat, edema


- -
VS - - :HR : 78, RR : 18, S ;37,3C, TD:
130/80
A/ Demam Tifoid
P/ Amoxcicilin 3x250 mg (X)
Bioticol 3X500 mg (X)
BLPL
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu tidak
turun-turun, mual-mual dan pusing.
Hal ini sesuai dengan teori gejala klinis dari demam tifoid antara lain:Secara
umum gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu
d e m a m , n y e r i k e p a l a , pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif, lidah berselaput (kotor di tengah, tepi, dan ujung merah serta tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium, atau psikosis (Widodo & Djoko, 2006), (Baker, 2010), dan
(Lifshitz & Edward, 2003).
Mual dan Muntah pada pasien terjadi dikarenakan kuman salmonella
typhosa masuk ke saluran cerna sebagian dimusnahkan asam lambung asam
lambung meningkat mual-muntahintake makanan kuranggangguan nutrisi
tubuh sehingga memperlambat proses penyembuhan (Sibernagl & Lang, 2007).
Demam pada pasien terjadi karena kuman salmonella typhosa masuk saluran
cernailleum terminalis membentuk limfoid plaque payeridilepasnya zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradangdemam tifoid (Sibernagl &
Lang, 2007).
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap didapatkan bahwa semua dalam batas
normal kecuali angka trombosit yang mengalami penurunan :
HB : 16,2
Leukosit : 8,31
Trombosit : 130
Eritrosit : 4,97
Golongan darah :O
HbsAg :-
Glukosa : 106,1
Pemeriksaan darah ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit
normal atau leukositosis. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan
dan trombositopenia (Widodo, Djoko, 2006).

Dari hasil pemeriksaan Serologi didapatkan:


Salmonella Typhi O : negative
Salmonella Typhi H : negative
Salmonella Paratyphi AO : 1/80
Salmonella Paratyphi AH : negative
Salmonella Paratyphi BO : 1/80
Salmonella Paratyphi BH : 1/160
Uji Widal dianggap positif bila titer antibodi 1/160, baik untuk aglutinin O
maupun H dengan kriteria diagnostik tunggal atau gabungan. Bila dipakai
kriteria tunggal maka aglutinin O lebih bernilai diagnostik daripada aglutinin H
(Loho, T., Sutanto, H., Silman, E., 2000).
Sedangkan menurut Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, 2005 dikatakan uji widal positif bila memenuhi persyaratan sesuai
dengan tabel di bawah ini:

Cutoff value Antigen Antigen Antigen

Lokal impor

Antigen O Salmonella typhi 1/160 1/80


O

Antigen H Salmonella typhi H 1/160 1/80

Antigen H Salmonella 1/160 1/80


paratyphi A

Antigen H Salmonella 1/160 1/80


paratyphi B
Pasien mendapatkan terapi sepeti di bawah ini:
Balance Cairan dengan RL 30 tpm
Bioticol 3x500 mg
Intermoxin 1 gr/8 jam
Pamol 2x1
Akran amp/ 12 jam
Berdasarkan tatalaksana menurut Widodo, Djoko 2006 dan Setiabudi 2007:
1. Kloramfenikol
Dosis diberikan 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau
intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan
intramuskular tidak di anjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat
diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
2. Thiamfenikol
Dosis dan efektifitas thiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan
kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol. Dosisnya 4 x 500mg, demam rata-rata turun pada hari ke 5-
6.
3. Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis
untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1tablet mengandung
sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprin ) diberikan selama
2 minggu.

4. Ampisilin dan amoksisilin


Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan antara 50-150
mg/ kgbb dan digunakan selama 2 minggu
5. Sefalosporin generasi ketiga
Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke 3 yang tebukti efektif
untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan antara 3-4
gram dalam dekstrosa 100 cc diberikanselama jam per infus sekali
sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.
6. Golongan Fluorokuinolon
Norfloksasin dosis 2x400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin dosis 2x500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin dosis 2x400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Demam pada umumnya turun pada hari ke 3 atau menjelang hari ke 4.
Hasil penurunan demam sedikit lambat pada penggunaan norfloksasin
yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavabilitas tidak
sebaik fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian.
7. Kombinasi obat antimikroba
Kombinasi 2 obat antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada
keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi,
septik syok, dimana pernah terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam
kultur darah selain kuman salmonellla.
8. Kortikosteroid
Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksisk tifoid atau demam
tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3x 5 mg.
9. Paracetamol
Penurun demam menggunakan paracetamol karena menekan
prostaglandin yang akan merangsang hipotalamus sehingga demam turun.

10. Balance cairan


Balance cairan diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
11. Akran
Akran yang mengandung ranitidine berfungsi untuk melindungi
lambung karena hiperasiditas sehingga keluhan mual pada pasien
berkurangnafsu makan pasien meningkat nutrisi terpenuhi sehingga
mempercepat penyembuhan.
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia,
keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju,
dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara
berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan
diagnosis, perawatan, dan pengobatan (Soedarmo & Soemarmo, 2008).
Prognosa pada pasien ini baik dikarenakan ketepatan dalam perawatan karena
pada demam hari ke 4 sudah mendapatkan penanganan dan tidak disertai
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Baker D.S. 2010 Searching For The Elusive Typhoid Diagnostic. BMC Infectious
Diseases 2010.

Lifshitz, Edward I. 2003. Travel trouble: Typhoid fever--a case presentation and
review. Journal of American College Health, 07448481, Vol. 45.

Loho, T., Sutanto, H., Silman, E., 2000, Dalam: Demam tifoid peran mediator,
diagnosis dan terapi. (Editor: ulkarnain). Pusat Informasi dan Penerbitan
bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta, 22-42

Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam :


Soegijanto S,Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi
1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43

Setiabudy, R dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Silbernagl S., Lang F. 2007. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri
tropis.Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
Widodo, Djoko. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid
III. 2006. Jakarta : IPD FKUI

You might also like