You are on page 1of 17

REFERAT

Kehamilan Serotinus (Postterm)

Disusun Oleh :

Andriansyah Karnanda 1510221020

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Rudi Kurniawan

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
RSUD AMBARAWA
2017

Telah disetujui referat berjudul:


Kehamilan Serotinus (Postterm)

Disusun oleh:
Andriansyah Karnanda
151.0221.020

Tanggal 25 April 2017

Dokter Pembimbing,

dr. Rudy Kurniawan

KATA PENGANTAR
2
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat berjudul Kehamilan Postterm (Serotinus) tepat pada
waktunya.
Penyusunan laporan kasus ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan kasus ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Rudi Kurniawan, dr. Hary
Purwoko, SpOG KFER, dan dr. Adi Rahmanadi, SpOG atas bimbingannya selama ini dan
juga tidak lupa kepada teman-teman sejawat dari FK UPN maupun FK UNIMUS di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan dan Kebidanan atas saran selama penyusunan laporan
kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca, maupun
bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 25 April 2017

Andriansyah Karnanda

3
DAFTAR ISI

COVER 1

LEMBAR PENGESAHAN 2

KATA PENGANTAR 3

DAFTAR ISI 4

BAB I. PENDAHULUAN 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 6

BAB III. DAFTAR PUSTAKA 16

4
BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama
haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kandungan antara 38-42 minggu dan ini
merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun, sekitar 3,4-14% atau rata-rata 10%
kehamilan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. 1,2
Dalam setiap kehamilan penting untuk mengetahui usia gestasi janin, pengetahuan ini
menjadi sangat penting jika kehamilan tersebut bermasalah dan untuk menghindari kesalahan
dalam pengelolaan selanjutnya. Usia gestasi janin dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus Naegele, dimana tanggal persalinan ang diperkirakan didapat dari tanggal HPHT
ditambah 7, bulan dikurangi 3 dan tahun ditambah 1. Untuk itu dipastikan bahwa siklus haid
teratur, lama haid dalam batas normal dan perdarahan haid terakhir bulan merupakan akibat
dari metode kontrasepsi yang digunakan sebelum kehamilan. 1,2,4
Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294
hari) atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Pada
umumnya KLB dianggap berkaitan erat dengan kesakitan pada janin maupun ibunya.
Terdapat dua pilihan macam pengelolaan KLB yaitu dengan pengelolaan aktif/progresif
dengan melakukan induksi persalinan secara rutin pada umur kehamilan 41 atau 42 minggu,
atau pengelolaan ekpektatif/pasif dengan pemeriksaan kesejahteraan janin dan induksi
persalinan dilakukan apabila serviks sudah matang atau timbul komplikasi obstetri yang
menjadi indikasi untuk mengakhiri kehamilan.1,3
Kehamilan serotinus mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, moriditas perinatal,
atau makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan serotinus dapat berupa
perdarahan pascapeersalinan ataupun tindakan obstretik yang meningkat. Berbeda dengan
angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih
mununjukkan angka yang cukup tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang
tepat terhadap kehamilan serotinus akan memberikan sumbangan besar dalam upaya
menurunkan angka kematian, terutama kematian perinatal. 1,7

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Postterm adalah kehamilan 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari atau lebih) setelah
periode mentruasi yang terakhir. Terminology postterm juga dapat digunakan untuk
menggambarkan keadaan neonatus pada kehamilan lebih dari 42 minggu.1,2,3
Menurut The World Health Organization (WHO) dan International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO), kehamilan postterm adalah kehamilan 42 minggu
lengkap atau lebih.2,3

II.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian KLB rata-rata 10%, bervariasi antara 3,5%-14% dan 4%-7,3%
diantaranya kehamilan berlangsung melebihi 43 minggu. Perbedaan yang lebar ini
disebabkan perbedaan dalam menentukan umur kehamilan berdasarkan definisi yang dianut,
populasi dan kriteria dalam penentuan umur kehamilan. Karena pada umumnya umur
kehamilan diperhitungkan dengan rumus Naegle, sehingga masih ada faktor kesalahan pada
penentuan siklus haid dan kesalahan dalam perhitungan. 8,9
Dengan adanya ultrasonografi maka angka kejadian KLB dari 7,5% berdasarkan HPHT
turun menjadi 2,6% berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi secara dini (pada umur
kehamilan 12-18 minggu) dan turun menjadi 1,1% bila diagnosis ditegakkan berdasarkan
HPHT dan ultrasonografi. Saito dkk dalam penelitian terhadap 110 pasien yang taksiran
tanggal ovulasi diketahui berdasarkan suhu basal, angka kejadian KLB adalah 11%
berdasarkan HPHT dibandingkan 9% berdasarkan tanggal ovulasi.3,10
II.1.3 Etiologi
Terjadinya KLB sampai sekarang belum jelas diketahui, beberapa teori dicoba untuk
menjelaskan terjadinya KLB. Secara umum teori-teori tersebut menyatakan KLB terjadi
karena adanya gangguan terhadap timbulnya persalinan. Menjelang persalinan terjadi
penurunan hormon progesteron, peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin,
tetapi yang paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang menyebabkan
his adekuat. 3,10

6
Secara garis besar penyebab terjadinya KLB dari beberapa teori tersebut di atas dapat
dirangkum:
1 HPHT tidak jelas terutama pada ibu-ibu yang tidak melakukan pemeriksaan
antenatal yang teratur dan berpendidikan rendah.
2 Ovulasi yang tidak teratur dan adanya variasi waktu ovulasi oleh karena sebab
apapun.
3 Kehamilan ekstrauterin.
4 Riwayat KLB sebelumnya, sebesar 15% beresiko untuk mengalami KLB.
5 Penurunan kadar estrogen janin, dapat disebabkan karena:
- Kurangnya produksi 16-a-hidroksidehidroeplandrosteron-sulfat (prekursor
estrogen) janin, yang sering ditemukan pada anensefalus.
- Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofisis janin yang dapat mengakibatkan
penurunan produksi prekursor estriol sintesis.
- Defisiensi sulfatase plasenta, yang merupakan x-linked inherited disease yang
bersifat resesif, sehingga pemecahan sulfat dari dehidroandrosteron sulfat tidak
terjadi
6 Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin serta peningkatan
reseptor oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi uterus yang kuat, yang
paling berperan adalah prostaglandin.
7 Nwotsu et al menemukan bahwa kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta dan
rendahnya kadar kortisol dalam darah janin akan menimbulkan kerentanan terhadap
tekanan dari miometrium sehingga tidak timbul kontraksi.
8 Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan penyimpanan
glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan penyedia asam arakidonat
pada pembentukan konversi prostaglandin.
9 Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan, diduga gangguan yang
menyebabkan tidak adanya tekanan pada pleksus Frankenhauser oleh bagian tubuh
janin, oleh sebab apapun, dapat mengakibatkan terjadinya KLB.
II.1.4 Klasifikasi
Bayi postterm pasca persalinan dapat ditegakkan dengan memperhatikan tanda-tanda
postterm yang dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu sebagai berikut:
1. Stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi),
verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. Stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang

7
kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. Stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada
jaringan tali pusat.5,8

II.1.5 Patofisiologi 6,10


a. Jika plasenta terus berfungsi dengan baik, janin akan terus tumbuh yang mengakibatkan bayi
LGA dengan manifestasi masalah seperti trauma lahir dan hipoglikemia.
b. Jika fungsi plasenta menurun, janin mungkin tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat. Janin
akan menggunakan cadangan lemak subkutan sebagai alergi penyusutan lemak
subkutan terjadi yang mengakibatkan syndrome dismatur janin , terdapat 3 tahap
sindrom dismaturitas janin:
1) Tahap I insufisiensi plasenta kronis
Kulit kering, pecah pecah, mengelupas, longgar dan berkerut.
Penampilan malnutrisi
Bayi dengan mata terbuka dan terjaga
2) Tahap II insufisiensi plasenta akut
Seluruh gambaran tahap I kecuali nomor 3
Terwarnai mekonium
Depresi perinatal
3) Tahap III insufisiensi plasenta subakut
Hasil temuan pada tahap I dan tahap II kecuali nomor 3
Terwarnai hijau dikulit, kuku, tali pusat dan membrane plasenta
Resiko kematian intrapartum atau kematian neonatus lebih tinggi
c. Bayi baru lahir beresiko tinggi terhadap perburukan komplikasi yang berhubungan dengan
perfusi utero plasenta yang terganggu dan hipoksia, misalnya: sindrom aspirasi
mekonium.
d. Hipoksia intra uteri kronis menyebabkan peningkatan eritroptia.lin janin dan produksi sel
darah merah yang menyebabkan polisitemia.
e. Bayi postmatur rentan terhadap hipoglokemia karena penggunaan cadangan glikogen yang
cepat.

II.1.6 Gejala Klinis


Kehamilan serotinus merupakan penyakit yang didefinisikan dari waktu kehamilan dan
berdasarkan rumus naegle, sehingga pada umumnya pasien tidak merasakan apapun kecuali
perasaan khawatir karena bayinya tidak lahir-lahir. Jika sudah terjadi komplikasi dari
kehamilan serotinus, maka terjadi tanda-tanda gawat janin pada janin. Keadaan klinis yang
mungkin ditemukan ialah air ketuban yang berkurang dan gerakan janin yang jarang.4,7

8
II.1.7 Diagnosis 1,5
Untuk menegakkan diagnosis KLB, perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang
teliti, dapat dilakukan saat antenatal maupun postnatal. Anamnesis dan pemeriksaan yang
perlu dilakukan dalam menegakkan diagnosis KLB antara lain:
1 Riwayat haid
2 Denyut jantung janin
3 Gerakan janin

4 Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian


distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter bipariental 9,8 cm atau
lebih.

5 USG : ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban

6 Pemeriksaan air ketuban : air ketuban diambil dengan amniosentesis, baik


transvaginal maupun transabdominal.

Kadar lesitin/spingomielin
Bila lesitin/spongiomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur
kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spongiomielin 28-32
minggu, pada kehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak
dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan
untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dialhirkan yang
berkaitan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur
kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65
detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang
dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA antara 42-46 detik menunjukkan bahwa
kehamilan berlangsung lewat waktu.
Sitologi cairan amnion
Air ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah
kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas

9
dengan sulfat biru nil maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna
jingga. Bila :

o Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu

o Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu

7 Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta

8 Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi
janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini
mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.

9 Pemeriksaan kadar estriol dalam urin

10 Pemeriksaan PH darah kepala janin

Menurut pernoll, digunakan beberapa parameter, dianggap KLB jika 3 dari 4 kriteria
hasil pemeriksaan ditemukan, yaitu: 1,5
1 Telah lewat 36 minggu sejak tess kehamilan urin dinyatakan positif
2 Telah lewat 32 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan
menggunakan fetalphone Doppler.
3 Telah lewat 24 minggu sejak ibu merasakan aktivitas/gerakan janin (quickening)
4 Telah lewat 22 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan
menggunakan stetoskop Laennec.

II.1.8 Pengaruh Kehamilan Serotinus Terhadap Ibu dan Janin Serta Plasenta1,2,3
Terhadap Ibu :

Partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, perdarahan postpartum.

Resiko perdarahan postpartum menjadi lebih tinggi akibat makrosomia.


Psikologi ibu yang cemas akibat bayinya tidak lahir-lahir.

Terhadap janin :

10
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari
kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin.

Adapula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.

Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai


bayi meninggal.

Keluarnya mekoneum yang dapat menyebabkan aspirasi mekoneum.

Berat janin menjadi lebih besar dan dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik
Gawat janin yang disebabkan :
o Makrosomia
o Insufisiensi plasenta :
Pertumbuhan janin terhambat
Oligohidramnion
Hipoksia janin
Keluarnya mekonium
Terhadap Plasenta :
Penimbunan kalsium (kalsifikasi)
Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili
Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang.
Insufisiensi plasenta

II.1.9 Terapi
Penatalaksanaan kehamilan postterm saat ini masih kontroversi. Kehamilan postterm
ini dapat ditatalaksana secara aktif dimana kehamilan diterminasi dengan induksi persalinan
setelah usia kehamilan 41 minggu. Agent pematangan servik seperti prostaglandin digunakan
untuk menyiapkan servik, dan bila perlu oksitosin dan amniotomi juga dapat digunakan.
Selain itu juga dapat ditatalaksana secara ekspetatif, dimana dilakukan pada kehamilan 42
minggu atau lebih. Persalinan di induksi hanya jika servik telah matang atau dilatasi, atau
keduanya, atau terjadi penurunan kondisi janin. Keadaan fetus dievaluasi dengan berbagai
tehnik pengawasan fetus.1,3
Sebelum menentukan penatalaksanaan yang dilakukan, perlu diperhatikan beberapa
hal berikut ini:1

11
1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm) atau
bukan. Dengan demikian penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari postterm ini.
2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin . Pemeriksaan
Kardiotokografi seperti nonstres test (NST) & contraction stress test dapat mengetahui
kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap kontraksi uterus. Pemeriksaan ultrasonografi
untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin,
keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah dan kualitas air ketuban. Beberapa
pemeriksaan laborat dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar Estriol
3. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang
peranan penting dalam pengelolaan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa
induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu
bilamana serviks telah matang. 10

Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41


minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur
kehamilan maka janin tumbuh besar, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan
oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5 7 % pada persalinan 42 mg atau
lebih.6
1. Bila serviks telah matang ( dengan nilai Bishop > 5 ) dilakukan induksi persalinan dan
dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin

2. Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan
tidak diakhiri :
a) NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan
dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu dua kali.

12
b) Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical atau indeks
cairan amnion < 5 ) atau dijumpai deselerasi variable pada NST maka dilakukan
induksi persalinan.
c) Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan kontraksi (CST)
harus dilakukan. Bila hasil CST positif, janin perlu dilahirkan sedangkan bila CST
negatif kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari
kemudian.
d) Keadaan serviks ( Skor Bishop ) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan
kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.
3. Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri
Induksi Persalinan pada Kehamilan Postterm10
Diperlukan tindakan untuk mempercepat persalinan jika jiwa ibu dan janin terancam.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan
risiko dan manfaat masing-masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi
yang paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janin dan hiperstimulasi
pada uterus. Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran
kehamilan. 1,3,10
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan
dari induksi persalinan adalah ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi
distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi.
Metode Induksi persalinan dapat berupa secara farmakologis dan secara non farmakologis:
1. Farmakologis
a. Prostaglandin
Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui
sejumlah mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks,
dan PGE2 meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan
kadar elastase, glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks.
Relaksasi pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin
menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi
otot miometrium. Risiko yang berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi
hiperstimulasi uterus dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan demam.
b. Oksitosin
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi persalinan
apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa selama

13
kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan
yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan.
Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah tali pusat, yang
menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin selama
persalinan.
c. Misoprostol
Misoprostol (Cytotec) merupakan PGE sintetis, analog yang ditemukan aman dan tidak
mahal untuk pematangan serviks, meskipun tidak diberi label oleh Food and drug
administration di Amerika Serikat untuk tujuan ini. Penggunaan misoprostol tidak
direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang
pernah mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena
kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk
pematangan serviks atau induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan
aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi
dan membuktikan keamanan terapi pada pasien. Uji klinis menunjukkan bahwa dosis
optimal dan pemberian interval dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam.
Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan
insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma hiperstimulasi, yang
didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90 detik atau lebih dari lima
kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan, dan hipersistole, suatu
kontraksi tunggal selama minimal dua menit.

Teknik penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :


1. Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa menggunakan gel
apapun (gel dapat mencegah tablet melarut)
2. Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit
3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama minimal 3
jam setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh bergerak
4. Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan interval
minimal 3 jam setelah dosis misoprostol terakhir
5. Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien yang memiliki skar
uterus.

2. Non Farmakologis

14
a. Amniotomi
Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan pelepasan
prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali
pusat menumbung atau kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi
denyut jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan
kemungkinan luka pada janin.
b. Rangsangan pada Puting Susu
Stimulasi payudara ini telah direkomendasikan sejak zaman Hipocrates dan diyakini
dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus dan inisiasi persalinan. Sebagaimana
diketahui rangsangan puting susu dapat memfasilitasi pelepasan oksitosin dari
kelenjar hipofisis posterior sehingga terjadi kontraksi rahim. Teknik yang paling
sering dilakukan yaitu pemijatan dengan lembut pada payudara atau kompres hangat
pada payudara selama satu jam, tiga kali sehari.
c. Pemakaian Rangsangan Listrik
Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang yang lain
ditempelkan pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi
rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini
bermacam-macam, bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-
bawa dan ibu tidak perlu tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan
dan disetujui pasien. 1,6,7

II.1.10 Prognosis
Dubia

15
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Briscoe D, Nguyen H, Mencer M, Gautam N, Kalb DB. 2015. Management of


Pregnancy Beyond 40 Weeks' Gestation. CHRISTUS St. Joseph Hospital Family
Practice Residency, Houston: Texas. (http://www.aafp.org/afp/20050515/1935.html,
diakses tanggal 4 Oktober 2015).
2. Odutayo K, Odunsi K. 2006. Post Term Pregnancy. Vol 2. No 9. Yale-New Haven
Hospital: England.
3. Prawiroharjo, Sarwono.2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. 2011. Hal 203-9

4. Kristanto, Herman; Mochtar Anantyo B. 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo Edisi: 4. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

5. Cunningham, Gary dkk. 2013. Obsetri Williams Edisi 23 Vol.1. EGC. Jakarta

6. Tjahjanto, Hari. 2000. Prediksi Skor Bishop Dalam Menentukan Keberhasilan Induksi
Persalinan Kehamilan Lewat Bulan. Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

7. Saifudin, Abdul B. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

8. Winkjosastro Hanifa. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.

9. Norwitz E, Robinson J, Repke J. Labor and delivery. In: Gabbe SG, Niebyl JR,
Simpson JL, eds. 2002. Obstetrics: normal and problem pregnancies.4th ed. New
York: Churchill Livingstone.

10. Vadakaluru U et al, 2014. Postterm Pregnancy and Fetal Outcome. :International
Journal of Modern Research and Reviews.

16
17

You might also like