You are on page 1of 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mual (nausea) dan muntah (vomiting) merupakan hal yang normal dalam
kehamilan yang biasanya dialami sekitar 80 % ibu hamil. Pengaruh mual dan
muntah bagi ibu hamil dikaitkan dengan pengaruh perubahan hormonal, biokimia
dan psikologis. (buku merah). Mual dan muntah biasanya terjadi saat kehamilan 4
8 minggu dan terus berlanjut sampai usia kehamilan 14 16 minggu dan
gejalanya biasanya akan membaik.1
Hiperemesis gravidarum merupakan keluhan mual dan muntah yang
begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan
sehingga dapat menggangu pekerjaan sehari hari. Akibat hiperemesis
gravidarum dapat menyebabkan ibu mengalami penurunan berat badan, dehidrasi
bahkan terdapat aseton dalam urin.Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan oleh
hiperemesis gravidarum adalah defisiensi vitamin B1 (thiamin) dan Vitamin K.
Pada defisiensi vitamin B1 dapat menyebabkan ensefalopati wernicke yang
ditandai dengan pusing, gangguan penglihatan, ataxia dan nistagmus. Selain
akibat defisiensi vitamin K yang dapat menyebabkan koagulopati yang disertai
dengan epistaksis. 1
Hiperemesis gravidarum terjadi diseluruh dunia dengan angka kejadian
yang beragam mulai dari 1 3 % di Indonesia, 0,3 % dari seluruh kehamilan di
Swedia, 0,5 % di California, 0,8% di Canada, 10,8 % di China, 0,9 %, di
Norwegia 2,2 %, di Pakistan dan Turki sekitar 1,9 %. 2
Usia ibu merupakan faktor resiko dari hiperemesis gravidarum. Hal
tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan
bahwasanya usia ibu kurang dari 20 dan lebih dari 35 tahun lebih sering
mengalami hiperemesis gravidarum. Faktor resiko lain adalah jumlah gravida atau
jumlah kehamilan. Hal tersebut juga berhubungan dengan kondisi psikologis ibu
hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali akan mengalami stress yang lebih
besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan dapat menyebabkan hiperemesis
2

gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu beradaptasi terhadap hormon


estrogen dan korionik gonadotropin, hal tersebut juga menyebabkan ibu yang baru
pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum.2
Pekerjaan juga merupakan faktor resiko hiperemesis gravidarum dimana
pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi
pola makan, aktifitas, dan stress pada ibu hamil.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hiperemesis Gravidarum


2.1.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum merupakan keluhan mual dan muntah yang
begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan
sehingga dapat menggangu pekerjaan sehari hari. Akibat hiperemesis
gravidarum dapat menyebabkan ibu mengalami penurunan berat badan, dehidrasi ,
gangguan kesadaran, bahkan terdapat aseton dalam urin. 1

2.1.2 Epidemiologi
Hiperemesis gravidarum terjadi diseluruh dunia dengan angka kejadian
yang beragam mulai dari 1 3 % di Indonesia, 0,3 % dari seluruh kehamilan di
Swedia, 0,5 % di California, 0,8% di Canada, 10,8 % di China, 0,9 %, di
Norwegia, 2,2 % di Pakistan dan Turki sekitar 1,9 %. (penelitian orang) Kriteria
3

penelitian untuk hiperemesis gravidarum belum homogen, sehingga laporan


insidens bervariasi. Bagaimanapun biasanya berhubungan dengan etnis dan
riwayat keluarga. Di studi berbasis populasi dari california dan Nova Scotia,
tingkat rawat inap untuk hiperemesis gravidarum adalah 0,5 0, 8 %. Hingga 20
% dari mereka yang dirawat inap dirumah sakit pada kehamilan sebelumnya
akibat hiperemesis gravidarum maka akan lagi dirawat inap kembali pada
kehamilan berikutnya. 3
Mual muntah dalam kehamilan lebih sering dialami di negara barat dan
populasi urban dibandingkan di negara Afrika, eskimo dan populasi Asia.
Berdasarkan penelitian di Kanada dimana 367 sampel wanita dimana orang asian
dan orang kulit hitamn yang tinggal di Kanada lebih sedikit memiliki keluhan
mual dan muntah dibandingkan dengan pribumi kanada. Hal ini biasanya
berhubungan akibat pengaruh genetik yang memegang peranan.4
Hiperemesis Gravidarum lebih jarang dibandingkan dengan emesis
gravidarum dengan insidens sekitar 0,3 2 % dari seluruh kehamilan. Insidens
muncul dengan variasi etnis dan sekitar 3 dan 20 dari 100.000 kehamilan .
Biasanya insidens paling sering di diagnosa di India, Pakistan, Asia, dibandingkan
dengan Eropa, Amerika indian, dan populasi eskimo. ( jurnal ncbi) Hiperemesis
gravidarum ini banyak terjadipada orang Asia dibanding orang Amerika atau
Eropa.4

2.1.3 Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum multifaktorial dan belum diketahui
secara jelas, namun diduga akibat beberapa pengaruh hormonal yaitu peningkatan
kadar - HCG dan estrogen, kadar hormon tiroksin, infeksi helicobacter pylori,
faktor sosial, psikologis, gangguan fungsi hati, kandung empedu, pankreatitis dan
ulkus peptikum. 1
Ada beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi hiperemesis gravidarum
yaitu :
Sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes, dan kehamilan ganda
akibat peningkatan kadar HCG
4

1. Faktor organik, karena masuknya villi khoriales dalam sirkulasi maternal


dan perubahan metabolik
2. Faktor Psikologi : keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa
takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab,
dan sebagainya
3. Faktor endokrin : hipertiroid, diabetes, dan lain lain. 5

2.1.4 Patofisiologi
Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari
meningkatnya kadar korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron karena
keluhan ini mucul pada 6 minggu pertama kehamilan yang dimulai dari
hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama 10 minggu. Pengaruh
fisiologis hormon ini korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron ini masih
belum jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat
berkurangnya sistem pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada
kebanyakan ibu hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat
berlangsung berbulan bulan. Selain teori hormon korionik
gonadotropin,estrogen dan progesteron ini masih ada beberapa teori lain
yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum seperti infeksi H. Pylori. 6
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa infeksi H.pylori dapat
menyebabkan hiperemesis gravidarum. 19 Selain itu masih ada teori
penyebab hiperemesis gravidarum akibat psikologis. Secara umum berdasarkan
berbagai teori, pada hiperemesis gravidarum terjadi mual, muntah dan
penolakan semua makanan dan minuman yang masuk, sehingga apabila terus
menerus dapat menyebabkan dehidrasi, tidak imbangnya kadar elektrolit
dalam darah, dengan alkalosis hipokloremik. 6
Selain itu hiperemesis gravidarum mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi karena energi
yang didapat dari makanan tidak cukup, lalu karena oksidasi lemak yang tidak
sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton asetik, asam
hidroksi butirik dan aseton dalam darah sehingga menimbulkan asidosis.
Selanjut nya, dehidrasi yang telah terjadi menyebabkan aliran darah ke
5

jaringan berkurang, hal tersebut menyebabkan pasokan zat makanan dan


oksigen berkurang dan juga mengakibatkan penimbunan zat metabolik
yang bersifat toksik didalam darah. Kemudian, hiperemesis gravidarum
juga dapat menyebabkan kekurangan kalium akibat dari muntah dan ekskresi
lewat ginjal, yang menambah frekuensi muntah yang lebih banyak, dan
membuat lingkaran setan yang sulit untuk dipatahkan. 6
Human Chorionic gonadotrophin (HCG)
HCG adalah faktor endokrin yang berpengaruh pada hiperemesis
gravidarum. Kesimpulan ini berdasarkan hubungan antara produksi HCG (pada
pasien mola dan gemeli) dan fakta bahwa insiden hiperemesis paling tinggi terjadi
pada saat puncak produksi HCG selama kehamilan (sekitar 9 minggu). Bagaimana
HCG dapat menyebabkan HG masih belum jelas, namun diperkirakan mekanisme
termasuk efek merangsang proses sekresi pada saluran pencernaan bagian atas
(GIT) atau dengan menstimulasi fungsi tiroid karena kesamaan struktural dengan
thyroidstimulating Hormon (TSH).10
Keragaman dalam metode assay dalam mengetahui tingkat HCG telah
digunakan untuk membandingkan kadar HCG antara pasien HG dan kontrol, dan
HCG assay dapat membedakan dengan jelas melalui kemampuannya untuk
mendeteksi subunit, isoform atau metabolit HCG (Berger et al, 1993;. Cole,
1997). Sebuah penjelasan yang berbeda untuk temuan yang tidak konsisten dari
peninggian kadar HCG pada pasien HG adalah bahwa HG tidak hanya disebabkan
oleh peningkatan kadar HCG tapi isoform HCG spesifik dapat menyebabkan HG.
Teori ini telah didukung oleh temuan bahwa pasien HG ditampilkan konsentrasi
HCG meningkat lebih ph asam (pH <4) dari kisaran pH chromatofocusing
dibandingkan yang terlihatpada subyek kontrol. 7
Penelitian terkini menunjukkan hubungan antaraHG dan kadar HCG yang
tinggi, namun peran HCG dalampatogenesis HG masih belum jelas. Perawatan
harus dilakukan dalammenyimpulkan bahwa hubungan kausal karena kondisi
lainterkait dengan tingkat HCG yang tinggi, seperti koriokarsinoma, tidak
menyebabkan mual dan muntah, dan banyak hamilwanita dengan kadar HCG
yang tinggi tidak menderita HG. Selain itu,proporsi besar pasien dengan HG di
6

mana gejalaberlanjut setelah trimester pertama ketika kadar HCG yang telah
turun,dan juga pengamatan bahwa pemberian HCG sebagai fase lutealmendukung
atau untuk memicu pematangan oosit tidak menimbulkan gejalaatau naik HG atau
mual muntah, mengurangi terhadap hipotesisHCG sebagai satu-satunya faktor
dalam etiologi HG.1,3,6,10,11

Gambar 1.
Hubungan peningkatan gejala mual dan muntah dengan level Progesteron
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) 4
Karena
aktivitas hormonal
korpus luteum
meningkat
pada trimester awal ketika hiperemesis umumnya muncul, peneliti mencari
hubungan antara hiperemesis dan level progesteron. Progesteron diduga
menyebabkan mual dan muntah dengan cara menghambat motilitas lambung dan
irama kontraksi otot-otot polos lambung. 1,3

Estrogen
Esrogen memiliki efek pada beberapa mekanisme yaitu dapat memodulasi
beberapa faktor penyebab hiperemesis.Estrogen memiliki beberapa mekanisme
yang bisa memodulasi faktor yang menyebabkan HG. Tingkat estrogen yang
tinggi menyebabkan waktu transit usus dan pengosongan lambung lebih lambat,
dan mengakibatkan peningkatan akumulasi cairan yang disebabkan oleh hormon
steroid tinggi. PergeseranpH dalam GIT dapat menyebabkan manifestasi subklinis
7

dari Infeksi Helicobacter pylori, yang dapat berhubungan dengan gejala sistem
pencernaan (Walsh et al, 1996;.. Kocak et al, 1999)..1,3,6,10,11

Tiroid
Karena kesamaan struktural dengan TSH, meningkatnya kadar HCG
dapat menyebabkan stimulasi berlebihan hormon kelenjar tiroid (Kimura et al.,
1993). Ia mengemukakan bahwa insiden tinggi hipertiroidisme transien pada
pasien HG disebabkan oleh peningkatan sirkulasi kadar HCG, reseptor hormon
tiroid hipersensitif terhadap HCG atau produksi jenis HCG yang lebih potensial
untuk merangsang kelenjar tiroid. Selama kadar HCG puncak pada kehamilan
normal, kadar TSH serum turun dan merupakan bayangan dari gambaran puncak
HCG, kadar triiodothyronine dan T4 bebas meningkat secara signifikan pada saat
ini (Harada et al, 1979;Glinoer et al, 1990). Temuan ini mengindisikan bahwa
HCG memainkan peran penting dalam menyebabkan hipertiroidisme dan
didukung dengan ditemukannya hiperstimulasi tiroid dalam kasus kehamilan mola
dan gemmeli, yakni kondisi yang berhubungan dengan kadar HCG tinggi
(Hershman dan Higgins, 1971; Grun et al., 1997).8
Dalam studi lanjutan, pasien HG dengan hipertiroidisme yang lebih
cenderung memiliki kadar elektrolit yang abnormal, peningkatan kadar enzim hati
dan muntah yang lebih parah (Goodwin et al., 1992a).10
Bukti mendukung hubungan antara kadar HCG dan kehamilan
tirotoksikosis transien,tetapi peran yang tepat dalam HG, bagaimanapun,masih
belum jelas. Apakah tingkat HCG dapat berpartisipasi dalam memicu terjadinya
muntah atau menjadi konsekuensi paralel dari hipersekresi HCG masih belum
diketahui. Penyebab lain hipertiroidisme seperti penyakit Graves 'tidak
menimbulkan gejala HG. Selain itu, hipertiroidisme lebih sering terjadi tetapi
tidak eksklusif hanya pada pasien HG, dan banyak pasien HG tidak menderita
hipertiroidisme.10

Infeksi Helicobacter pylori


8

Peningkatan insidens infeksi Helicobacter Pylori ditemukan pada pasien


HG dan sehingga hal ini menjadi kandidat salah satu faktor etiologi HG. Pada
total sebelas penelitian case control prospektif, 5 di antaranya adalah kontrol,
insidens Infeksi Helicobacter pylori pada pasien HG diukur, sebagian besar
menunjukkan secara signifikan peningkatan laju infeksi pada pasien HG daripada
kelompok kontrol.Hanya satu penelitian menggunakan pemeriksaan histologi
biopsi mukosa, dianggap sebagai standar emas untuk pemeriksaan infeksi
H.pylori,sebagai alat diagnostik. Dalam studi ini, 95% dari semua pasien HG diuji
positif untuk H. pylori dibandingkan dengan 50% pada kelompok kontrol(Bagis et
al., 2002). Mereka juga menemukan secara signifikan densitas H. Pylori yang
lebih tinggi pada antrum dan corpus lambung pada pasien HG. DensitasH. Pylori
berkorelasi dengan derajat keparahan gejaladan mungkin menjadi sebuah
penjelasan untuk perbedaan antara 'Morning sickness' biasa dan HG yang parah.
Infeksi Helicobacter pylori pada wanita hamil bisadisebabkan oleh perubahan pH
lambung atau perubahan sistem kekebalan tubuh yang berhubungan dengan
kehamilan. Sebuah manifestasi subklinis Infeksi H. Pyloridapat terjadi akibat
perubahan pH lambung karenapeningkatan akumulasi cairan yang disebabkan
oleh peningkatan hormon steroid pada wanita hamil. 8
Perubahanimunitas humoral dan selular selama kehamilan bisa
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi H. pylori pada
kehamilan,hal ini ini mungkin yang lebih cocok pada pasien HG(Lanciers et al.,
1999).10
Hipotesis bahwa kerentanan terhadap H. Pylori yang merupakan hal
sekunder terhadap kadar steroid atau perubahan dalam sistem kekebalan tubuh
tidak memberikan penjelasan yang memuaskan. Jika infeksi berkaitan secara
kausal dengan hormon steroid tinggi, efek ini akan paling menonjolpada akhir
kehamilan, sedangkan fungsi kekebalan akan diaktifkan pada pasien HG dan tidak
mungkinmenyebabkan kerentanan lebih besar terhadap infeksi. Tampaknya lebih
mungkin bahwa jika kerusakan pada GIT terjadi akibat muntah yang berlebihan
meningkatkan kerentananterhadap infeksi H.pylori subklinis.10
9

Gambar 2
Hipotesis efek endokrinologi dalam patogenesis hiperemesis
Penyebab Psikologi gravidarum10
Secara historis, muntah pada wanita hamil dianggap mewakili berbagai
konflik psikologi. Mual dan muntah diyakini hasil penolakan terhadap keamilan
atau ketidaksiapan untuk menjadi seorang ibu akibat kepribadian yang tidak
dewasa, kecemasan dan tekanan yang dialami selama kehamilan. 12
Hipotesis lain mengemukakan bahwa hiperemesi gravidarum digambarkan
dengan gejala histeria atau depresi. Hiperemesis gravidarum dapat menajdi hasil
dari stres psikogenik, kemiskinan dan konflik perkawinan.12
Peneliti telah menemukan dukungan untuk patogenesis ini karena
penyebab biologis yang belum jelas dan memberikan penjelasan yang
memuaskan, dimana ditemukan adanya penurunan angka kejadian muntah setelah
pasien masuk di rumah sakit jauh dari pengaruh keluarga dan tanggung jawab.
10

Peneliti lain menolak teori ini dan menytakan bahwa gejala psikologi adalah hasil
dari stres dan hanya beban fisik dari hiperemesis bukan penyebab.12

2.1.5 Gambaran Klinis


Batas antara mual dan muntah dalam kehamilan yang masih fisiologis
dengan hiperemesis gravidarum masih belum jelas, akan tetapi muntah yang
menyebabkan gangguan kehidupan sehari hari dan dehidrasi memberikan
petunjuk bahwa wanita hamil tersebut memerlukan perawatan yang intensif.
Pada hiperemesis gravidarum, gejala gejala yang dapat terjadi adalah:
- Muntah yang hebat
- Haus, mulut kering
- Dehidrasi
- Foetor ex ore (mulut berbau)
- Berat badan turun
- Kenaikan suhu
- Ikterus
- Gangguan serebral (kesadaran menurun)
- Laboratorium : hipokalemia dan asidosis. Dalam urin ditemukan
protein,aseton, urobilinogen, porfirin bertambah, dan silinder positif
Gambaran klinis dari hiperemesis gravidarum mulai terjadi pada trimester
pertama. Gejala klinik yang sering dijumpai adlah nausea, muntah, penurunan
berat badan, ptialism (salivasi yang berlebihan), tanda tanda dehidrasi termasuk
hipotensi postural dan takikardi. Pemeriksaan Laboratorium dapat dijumpai
hiponatremia, hipokalemia, dan peningkatan hematokrit. Hipertiroid dan LFT
yang abnormal juga dapat dijumpai.9
Secara klinis hiperemesis gravidarum dibedakan menjadi 3 tingkatan yaitu :
Tingkat 1 (Ringan)
Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan
minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar
makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah.
Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik
menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin
sedikit tetapi masih normal.
Tingkat 2 (Sedang)
11

Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus
hebat, subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100 140 kali per menit, tekanan
darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang
ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun
Tingkat 3 (Berat)
Walaupun kondisi tingkat 3 sangat jarang, yang mulai terjadi adalah
gangguan kesadaran (delirium koma), muntah berkurang atau berhenti,
tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin
dan proteinuria dalam urin.1

2.1.6 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Hiperemesis gravidarum apabila terjadi
1. Mual muntah berat
2. Berat badan turun > 5 % dari berat sebelum hamil
3. Ketonuria
4. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
Pada anamnesis ditemukan amenore yang disertai dengan keluhan muntah
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan pekerjaan sehari-hari terganggu.
Pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda dehidrasi seperti fungsi vital didapatkan
nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan menurun pada keadaan berat,
subfebril hingga gangguan kesadaran (apatis-koma).8,12
Pada pemeriksaan laboratorium termasuk hematokrit, elektrolit,
transsaminase, bilirubin, fungsi tiroid, dan status urin (ada tidaknya badan keton
dan pH). Pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai hiponatremia, hipokalemia,
dan peningkatan hematokrit. Hipertiroid yang abnormal juga dapat dijumpai. 40%
pada ibu dengan hiperemesis gravidarum memiliki kadar fungsi hati yang
abnormal, terutama pada enzim transaminase. Bilirubin dapat meningkat sedikit
tapi tanpa dijumpai adanya kuning pada tubuh. Keabnormalitasan ini menjelaskan
untuk terjadinya hiperemesis gravidarum.8,12
12

Ultrasonography dapat dilakukan untuk menyingkirkan kehamilan ganda,


kelainan trophoblast dan neoplasia. Untuk mendiagnosa adanya kelainan
psikologis dibutuhkan konsultasi psikologi. Untuk menentukan apakah pasien
tersebut diindakikan untuk rawat jalan atau dirawat dibutuhkan penilaian menurut
PUQE skor sebagai berikut:

Gambar 3. Skor PUQE


Indikasi rawat pada ibu dengan hiperemesis gravidarum menggunakan skor
PUQE yaitu berapapun skor PUQE dengan komplikasi dan tidak berhasilnya
pentalaksanaan rawat berjalan.
Jika skor dibawah 2 tanpa komplikasi maka, ibu dapat pulang dan diberikan
obatan anti emetik
Jika skor 2-12 tanpa adanya komplikasi maka ibu dilakukan rawat berjalan.12

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi hiperemesis gravidarum dapat terjadi pada :
1. Maternal
Akibat defisiensi vitamin B1 akan menyebabkan terjadinya diplopia, palsi
nervus 6, nistagmus, ataxia dan kejang. Jika hal ini tidak segera ditangani, akan
terjadi psikosis korsakoff (amnesia, menurunya kemampuan untuk beraktifitas),
13

ataupun kematian. Oleh karena itu , untuk hiperemesis gravidarum tingkat 3 perlu
dipertimbangkan terminasi kehamilan. Hiperemesis graviarum dapat
menyebabkan komplikasi yang ringan dan buruk. Berat badan menurun, dehidrasi,
asidosis metabolik, alkalosis, hypokalemia, kelemahan otot, EKG yang abnormal,
tetani, dan gangguan psikologi dapat dimasukkan dalam komplikasi yang ringan.
Komplikasi yang mengancam hidup yaitu ruptur esofagus karena muntah yang
berat, wernickes encephalopathy, central pontine myelinolysis, retinal
haemorrhage, kerusakan ginjal, spontan pneumomediastinum. 11
Hiperemesis gravidarum yang berat dapat menyebabkan persediaan
karbohidrat habis dan tidak memadai untuk mempertahankan tingkat glukosa
darah. ketika hal ini terjadi maka tubuh akan berespon dengan cara
glukoneogenesis yaitu dengan membentuk glukosa selain dari karbohidrat yaitu
dari lemak dan protein. Produk sampingan dari glukoneogenesis ini adalah benda
keton yang bila berlebih dapat ditemukan pada darah dan urin. 12
2. Fetal
Penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian gangguan
pertumbuhan janin dalam rahin (IUGR). 12

2.1.8 Penatalaksanaan
Tata Laksana Awal
Pasien hiperemesis gravidarum dengan dehidrasi berat atau ketonuria
harus dirawat inap di rumah sakit dan dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium
klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian makanan per oral selama 24-48
jam, serta pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Volume dan penggantian
elektrolit (setidaknya 3 L per hari), perbaikan elektrolit potensial, vitamin dan
nutrisi parenteral berupa karbohidrat dan asam amino solution disarankan. Cairan
dekstrosa dapat menghentikan pemecahan lemak. Untuk pasien dengan defisiensi
vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa.10
Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per
oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium. Menurut RCOG tahun 2016,
regimen rehidrasi terbaik adalah natrium dengan chloride dengan memonitor
14

cairan elektrolit dan cairan dekstrose tidak dianjurkan terkecuali jika kadar
natrium sudah normal dan setelah pemberian thiamin. 10, 11

Pengaturan Diet
Pada pengaturan diet ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum disarankan
untuk minum sedikit namun frekuensi sering. Selain itu dianjurkan pula untuk
mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
Waktu bangun pagi disarankan makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Pada suatu
penelitian crossover yag melibatkan 14 ibu hamil dengan muntah, makanan
dengan komposisi protein leih banyak menurunkan muntah lebih baik daripada
makanan dengan jumlah yang sama yang mengandung kalori dari karbohidrat dan
lemak atau makanan nonkalori. 1,2,11

Terapi Farmakologi
Sekitar 10% dari wanita yang hamil yang mengalami mual muntah
membutuhkan pengobatan. Jika gejala tidak bisa diatasi dengan diet atau
perubahan gaya hidup, antiemetik dengan dosis kecil dapat diberikan. Terapi
farmakologi yang diberikan termasuk vitamin B6, antihistamin, agen prokinetik,
dan obat yang lain. 2,5
Kombinasi vitamin B6 dan antihisamin doxylamine telah diteliti pada
lebih dari 6000 pasien dan kontrol dengan tidak ada bukti efek teraogenik dan
pada penelitian acak kombinasi ini berhubungan dengan 70% penurunan gejala
mual dan muntah. Kombinasi ini direkomendasikan oleh American college of
Obstetricians and Gynecologist (ACOG) sebagai terapi lini pertama untuk mual
dan muntah pada kehamilan. 2,4,5
Antihistamin lain dapat dilihat pada tabel dibawah. Tidak ada dari obat-
obatan tersebut yang menunjukkan efek teratogenik. Phenothiazine atau
methoclorpramide biasanya digunakan bila antihistamin gagal. Prochlorperazine
tersedia dalam buccal tablet dengan lebih kurang menyebabkan kantuk dan sedasi
bila dibandingkan dengan tablet oral. 4
15

Metoclorpramide adalah agen prokinetik, antagonis dopamin.


Berhubungan dengan beberapa kasus jarang dengan tardive dyskinesia, dan FDA
(Food and Drug Administration) telah mengeluarkan peringatan black-box
sehubungan dengan penggunaan obat ini. Resiko komplikasi meningkat seiring
durasi pengobatan dan total dosis kumulatif; penggunaan diatas 12 minggu harus
dihindari. . 2,4,5,7,11
5-hydroxytryptamine receptor antagonist, seperti ondansetron,
penggunanaanya meningkat pada hiperemesis gravidarum tetapi informasi sangat
terbatas tentang kegunaannya untuk wanita hamil. Sebuah percobaan acak
membandingkan ondansetron dan promethazine dalam kehamilan menunjukkan
kesamaan efektifitas, tetapi ondansetron memiliki lebih sedikit efek sedatif.
Dalam sebuah kasus melibatkan 169 bayi yang terekspose ondansetron pada
trimester awal, 3,6% memiliki kelainan mayor. 2,4
Droperidol dahulu efektif digunakan untuk mual dan muntah dalam
kehamilan, tetapi sekarang tidak digunakan karena beresiko menyebabkan interval
QT memanjang pada EKG dan aritmia. Telah dilaporkan kematian pada pasien
yang mendapat dosis kurang dari dosis standar obat ini. 1,4
Methylprednisolone adalah salah satu pilihan dalam kasus refrakter. Dalam
percobaan acak yang melibatkan 40 wanita, methylprednisolone lebih baik dari
promethazine untuk menangani mual dan muntah dalam kehamilan. 1,5,7,11
Dalam metaanalisis pada 4 penelitian, penggunaan glucocorticoid sebelum 10
minggu pada kehamilan berhubungan dengan resiko cleft lip dengan atau tanpa
cleft palatum. 1,4
16

Gambar 4
Algoritme terapi farmakologi untuk mual dan muntah dalam kehamilan3
17

2.1.9 Prognosis
Pada sebagian besar kasus, mual dan muntah dalam kehamilan akan sembuh
dengan sendirinya setelah usia kehamilan 20 minggu. Dengan penangan yang baik
prognosisnya sangat memuaskan namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi
elektrolit dan ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat dan cepat.1,12
18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mual dan muntah biasanya 80 dialami selama kehamilan trimester
pertama. Mual dan muntah terjadi akibat perubahan endokrin, biokimia dan
psikologis. Mual dan muntah yang berlebihan dan hebat yang dapat menggangu
aktifitas sehari hari itu dikatakan sebagai hiperemesis gravidarum. Akibat mual
dan muntah berlebihan maka dapat menimbulkan dehidrasi, penurunan berat
badan ibu, gangguan kesadaran, aseton dalam urin dan bahkan akibat defisiensi
vitamin B1 dapat menimbulakan komplikasi ensefalopati wernicke. Hiperemesis
gravidarum manifestasi klinisnya tergantung 3 derajat hiperemesis gravidarum
tersebut. Akibat resiko hiperemesis gravidarum dapat menimbulkan komplikasi
pada ibu hamil berupa ensefelapotai wernicke dan pada janin dapat menimbulkan
pertumbuhan janin terhambat / IUGR ( intrauterin Growth retardation). Dalam
penatalaksanaan Hiperemesis gravidarum terdiri dari non farmakologis dan
farmokologis dan biasanya pengobatanya ada pemberian makan sedikit sedikit
tapi sering, jika dehidrasi maka rehidrasi dengan cairan Nacl 0,9 % selang seling
dekstrose 10 % dan pemberian antiemetik serta vitamin B6.
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, A.B., 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo
2. Sheehan P. 2007. Hyperemesis Gravidarum : Assessment and
Management. Australian Family Physician [Review
article].2007;36(9):698-701
3. Gunawan K, Manengkei P, Ocviyanti D. Diagnosis dan Tata Laksana
Hiperemesis Gravidarum. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian
Berkelanjutan. [Review article]. 2011;61(11):458-464
4. Niebyl JR. Nausea and Vomiting in Pregnancy. N Engl J Med.
2010;363:1544-50
5. Kuscu NK, Koyuncu F. Hyperemesis Gravidarum: Current concepts and
management. Journal by postgrad Med J. [Review article]. 2002:78:76-79
6. Wilcox Susan R. Hyperemesis Gravidarum in Emergency Medicine.
Medscape; 2013.
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/796564-
overview#showall.
7. Edmonds K. Miscellaneous Medical Disorders. In : Dewhursts Textbook
of Obstetrics & Gynaecology. 7th ed. Blackwell publishing; 2007
8. Ogunyemi DA. Hyperemesis Gravidarum Clinical Presentation.
Medscape; 2013.
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/254751-
clinical#showall
9. Roy KR. Gastrointestinal Disease and Pregnancy. Medscape; 2013.
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/186225-
overview#showall
10. Verberg MFG, Gillott DJ, Al-Fardan N et all. Hyperemesis Gravidarum, a
literature review. Journal by Oxford University. [Review
article].2005;11(5):527-539
11. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spon CY.
Williams Obstetric 23rd ed. USA: McGraw-Hill Companies;2005
12. Pearlman M, Tintinalli J, Dyne P. Problems During the First 20 weeks of
Pregnancy. In : Obstetric & Gynecologic Emergencies : Diagnosis and
Management. 1st ed. The McGraw-Hill Companies;2004
20

You might also like