You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang termasuk di Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun. Di
dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian
besar kejadian tersebut terjadi di Negara berkembang. Sebagai gambaran 17%
kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia hasil
Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian
bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4
tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.
Hasil survei oleh Depkes. diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000
sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada
tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk.(Depkes 2000) Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23
per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita.

Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebanya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umunya bersifat
self limting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin
nutrisi untuk mencegah gavirus merngguan pertumbuhan akibat diare. Rotavirus
merupakanpenyebab tertinggi dari kejadian diare akut baik dinegara berkembang
maupun negara maju. Di Indonesia menurut penelitian Soenarto yati dkk pada
anak yang dirawat di rumah sakit karena diare 60% persennya disebabkan oleh
Rotavirus.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasnya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir.
Dalam modul diare 2009, diare cair akut adalah buang air besar
lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih dari 3
kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari
14 hari. Pada usia 0-2 bulan frekuensi baunag air besar anak yang minum ASI
bisa mencapai 8-10 kali sehari dengan tinja ygang lunak, sering berbiji-biji,
dan berbau asam. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut
tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat
belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.
Disentri adalah episode diare akut yang pada tinjanya ditemukan
darah terlihat secara kasat mata.
Dan diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah
yang berlangsung selama 14 hari atau lebih.

B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah
dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya
diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari
diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan
oleh parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya
inflammatoyi diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus
secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
Rotavirus merupakan penyebab utama diare pada anak. Diperkirakan
20 80 % penyebab diare cair akut pada anak didunia adalah rotavirus. Dan

2
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di 6 RS di Indonesia
menunjukkan bahwa sekitar 55% kasus diare akut pada balita juga
disebabkan oleh rotavirus.
Virus seperti rotavirus meninvasi dan berkembang biak di dalam
epitel usu halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili.
Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbs dan
pergantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang,
meyebabkan malabsorbsi, sekresi air dan elektrolit oleh sel kripta imatur dan
defek transport akibat efek toksin protein virus. Keadaan ini tampak pada
tinja penderita yang berbentuk cair dan tidak didapatkannya darah pada tinja.
Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vili menjadi
matang.
Sekitar 10% episode diare akut pada anak dibawah 5 tahun disertai
darah pada tinjanya. Hal ini menyebabkan 15-25 % kematian akibat diare
pada kelompok umur ini. Dibandingkan dengan diare cair akut, diare akut
berdarah atau disentri lebih lama sembuh dan berhubungan dengan
komplikasi yang lebih banyak antara lain dapat mempengaruhi pertumbuhan
anak dan memiliki resiko kematian lebih tinggi.
Di Indonesia penyebab utama diare akut berdarah adalah Shigella,
Salmonella, Compylobacter jejuni, Escerichia Colli dan Entamoeba
Hystolitica. Bakteri menempel dan berkembang biak di dalam usus halus.
Penempelan terjadi melalui antigen yang menyerupai rambut getar disebut
vili atau fimbria, yang melekat pada reseptor dipermukaan usus. Hal ini
terjadi seperti pada E.Colli enterotoksin dan V. Cholera. Pada beberapa
keadaan, penempelan di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus
yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan
sekresi cairan. Toksin yang dikeluarkan oleh bakteri akan menghambat fungsi
sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbs natrium melalui vili da mungkin
meningkatkan sekresi klorida dari kripta yang menyebabkan sekresi air dan
elektrolit. Bakteri invasive ( Shigella,C.Jejuni, Enterinvasive E.Colli dan
Salmonella) dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan
sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di kolon dan di bagian distal
ileum. Invasi diikuti pembentukan mikroabses dan ulkus superficial yang

3
menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau tampak adanya
darah dalam tinja.
Jika digolongkan, maka penggolongan penyebab diare adalah sebagai
berikut:

Enteral
Dari golongan bakteri dapat disebabkan oleh Shigella sp, E. coli patogen,
Salmonella sp, Klebsiella, Proteus sp, Pseudomonas aeruginosa. Dari
golongan virus dapat disebabkan oleh Rotavirus, Norwalk virus, HIV,
Cytomegalovirus, dll. Parasit yang dapat menyebabkan diare adalah
Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Ballantidium coli, Cryptosporum
parvum. Cacing seperti Ascaris lumbricoides, cacing tambang, Tricuris
trichiura, S. Stercoralis. Jamur yang dapat menyebabkan diare adalah
Candida sp.
Jasad patogen yang paling sering ditemukan pada anak diare di negara
berkembang

Jenis Patogen Spesies Patogen Persentase


Kasus

Virus Rotavirus 15-25


Bakteri Eschericia coli enterotoksigenik 10-20
Shigella 5-15
Campylobacter jejuni 10-15
Vibrio cholerae 01 5-10
Salmonella (non-typhi) 1-5
Escherichia coli enteropatogenik 1-5
Protozoa Cryptosporidium 5-15
Tidak terdapat patogen 20-30

Parenteral
Disebabkan oleh Otitis media akut, pneumonia, travelers diarrhea, E.
coli, Giardia lamblia, Shigella sp, Entamoeba hystolitica, dan intoksikasi
makanan. Intoksikasi tersebut dapat berupa makanan beracun atau

4
mengandung logam berat, makanan mengandung toksin Clostridium
perfringens, Bacillus cereus, dll. Dapat pula karena intleransi laktosa,
malabsorbsi atau maldigesti karbohidrat, lemak trigliserida rantai panjang,
asam amino tertentu, malabsorbsi gluten.
1. Imunodefisiensi
Contoh kondisi ini adalah Hipogammaglobulinemia, panipoglobulinemia,
defisiensi Ig A.
2. Terapi obat
Obat yang menyebabkan diare dapat berupa antbiotik, kemoterapi,
antasida.
3. Tindakan Tertentu
Gastrektomi, gastroenterostomi, radiasi terapi tinggi.
4. Lain-lain
Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik, faktor psikologis adalah
contoh kondisi lain yang juga dapat menyebabkan diare.

Secara umum diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi
seperti dibawah ini:

1. Peningkatan osmolaritas intra lumen usus. Hal


ini menyebabkan masa intra lumen menarik atau menahan cairan intra lumen
dan terjadi diare. Penyebab diare osmotik di antaranya adalah MgSO4,
Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan defek absorbsi mukosa usus seperti
defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa.
2. Sekresi cairan dan elektrolit terganggu. Pada
keadaan ini sekresi air dan elektrolit meningkat, reabsorbsi menurun.
Sehingga masa dalam lumen akan menjadi lebih cair, dan terjadi diare. Ciri
dari diare tipe ini adalah jumlahnya yang banyak sekali. Diare tipe ini tetap
berlangsung walaupun pasien puasa. Penyebabnya umumnya toksin bakteri
seperti Vibrio cholerae, E. coli, reseksi ileum.
3. Malabsorbsi asam empedu dan lemak. Hal ini
dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hepatobilier. Lemak yang
tetap berada dalam lumen usus akan meningkatkan tekanan osmotik intra
lumen.

5
4. Defek pertukaran atau transport ion elektrolit
aktif pada enterosit. Terganggunya pomapa Na+ K+ATP-ase di enterosit
menyebabkan absorbsi Na+ abnormal. Na+ tetap berada dalam lumen usus dan
menahan cairan.
5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal.
Terlalu tingginya motilitas usus, motilitas iregular, dan singkatnya waktu
transit dalam usus menyebabkan pencernaan belum sempurna dan banyak
cairan yang tidak sempat direabsorbsi. Kondisi ini ditemukan pada pasien
diabetes melitus, hipertiroid, dan pasien pasca vagotomi.
6. Gangguan permeabilitas usus. Terdapat
kelainan morfologi sel enterosit. Hal ini menyebabkan penyerapan zat
makanan teganggu.
7. Inflamasi dinding usus. Terdapat kerusakan
mukosa usus sehingga terjadi proses inflamasi. Proses inflamasi ini
menyebabkan produksi mukus berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke
dalam lumen usus, disertai gangguan absorbsi. Keadaan ini menyebabkan
diare inflamatorik, seperti pada diare Shigella, kolitis ulseratif, dan penyakit
Crohn.
8. Infeksi dinding usus. Merupakan keadaan yang
mendasari diare infektif. Tipe diere ini adalah tipe yang paling sering terjadi.
Infeksi mikroorganisme tersebut secara garis besar dibedakan menjadi dua,
non invasif dan invasif. Pada tipe non invasif, mikroorganisme tersebut
mngeluarkan toksin yang menyebabkan diare, sehingga diare yang timbul
disebut diare toksikogenik. Contohnya pada diare yang disebabkan Vibrio
cholerae, kuman meproduksi toksin yang meningkatkan produksi cAMP.
Tingginya cAMP akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida yang diikuti air,
Na+, K+, dan bikarbonat. Toksin kolera ini tidak mempengaruhi absorbsi
natrium.

6
C. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta
gejala lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi
neurologic. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan
hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen
antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurolgik
dari infeksi usus bisa berupa parestesia akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot. Bila terdapat panas
dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan
umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang
lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum
menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang
nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena
mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti enteric
virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery
diare, menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh
karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi
tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.

7
Pemeriksaan Penunjang
Untuk diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari atau diare
dengan dehidrasi perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini.

1. Pameriksaan darah tepi: kadar hemoglobin, hematokrit, hitung


leukosit, hitung diferensial leukosit. Penting untuk mengetahui berat
ringannya hemokonsentrasi darah, dan respon leukosit. Contohnya pada diare
karena Salmonella dapat terjadi neutropenia. Pada diare karena kuman yang
bersifat invasif dapat terjadi shift to the left leukosit.
2. Elektrolit darah. Diperlukan untuk mengobservasi dampak
diare terhadap kadar elektrolit darah.
3. Ureum dan kreatinin. Diperlukan untuk memonitor adanya
gagal ginjal akut.
4. Pemeriksaan tinja untuk mencari penyebab diare. Pada infeksi
bakteri, ditemukan leukosit pada tinja. Dapat pula ditemukan telur cacing
maupun parasit dewasa. Dapat pula dilakukan pengukuran toksin
Closstridium difficile pada pasien yang telah mendapatkan terapi antibiotik
dalam jangka waktu tiga bulan terakhir. Tinja dengan pH 5,5 menunjukkan
adanya intoleransi karbohidrat yang umumnya terjadi sekunder akibat infeksi
virus. Pada infeksi oleh organisme enteroinvasif, leukosit feses yang
ditemukan umumnya berupa neutrofil. Tidak ditemukannya netrofil tidak
mengeliminasi kemungkinan infeksi enteroinvasif, tetapi ditemukannya
neutrofil feses mengeliminasi kemungkinan infeksi organisme enterotoksin
dan virus.
5. Apabila ditemukan leukosit pada feses, lakukan kultur feses
untuk menentukan apakah penyebab diare adalah Salmonella, Shigella,
Campylobacter, atau Yersenia.
6. Pemeriksaan serologis untuk mencari amoeba.
7. Foto roentgen abdomen. Untuk melihat morfologi usus yang
dapat membantu diagnosis.
8. Rektoskopi, sigmoideoskopi, dapat dipertimbangkan pada
pasien dengan diare berdarah, pasien diare akut persisten. Pada pasien AIDS,
kolonoskopi dipertimbangkan karena ada kemungkinan diare disebabkan oleh

8
infeksi atau limfoma di area kolon kanan. Biopsy mukosa sebaiknya
dilakukan bila dalam pemeriksaan tampak inflamasi berat pada mukosa.
9. Biopsi usus. Dilakukan pada diare kronik, atau untuk mencari
etiologi diare pada AIDS.
ota
D. DIAGNOSIS
Untuk menegakan diagnosis maka perlu dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan secara seksama. Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan
menentukan 3 hal yaitu persistensinya, etiologi dan derajat dehidrasi.

1. Menentukan persistensinya
Pada orang tua pasien, perlu juga ditanyakan sudah berapa lama anak
menderita diare. Apakan sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehinggal
nantinya dapat menentukan apakah diare akut atau diare persisten.
Selain itu, perlu juga ditanyakan hal-hal sebagai berikut : frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,
pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak
diare: member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit
dan obat obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

2. Menentukan Etiologi
Diagnosa klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan adanya darah
yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat ditanyakan
langsung pada orang tua pasien atau dilihat sendiri oleh pemeriksa/dokter.
Pada beberapa episode Shigellosis, diare pada awalnya lebih cair dan menjadi
berdarh setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat berat dan menimbulkan
dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada rectum dan
tenesmus. Kematian Karen disentri biasanya disebabkan oleh kerusakan yang
berat pada ileum dan kolon, komplikasi sepsis, infeksi sekunder (misalnya
pneumonia) atau gizi buruk.

9
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

GEJALA
KLINIS :
17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
Masa Tunas
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual,
Sering Jarang Sering + - sering
muntah
Tenesmus, Tenesmus, Tenesmus,
Nyeri perut Tenesmus - Kramp
kramp kolik kramp
Nyeri
- + + - - -
kepala
lamanya
5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit
SIFAT
TINJA:
Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Volume
Terus
Frekuensi 5-10 x/hari >10 x/hari Sering Sering Sering
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - + Kadang - + -
Amis
Bau Langu - Busuk - -
khas
Seperti
Kuning Merah Merah air
Warna Kehijauan Tak berwarna
hijau hijau hijau cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Infeksi
Lain-lain Anorexia Kejang Sepsis Meteorismus -
sistemik

3. Menentukan Derajat Dehidrasi


Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda tambahan lainnya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong

10
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah
kering atau basah. Pernpasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis
metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat
dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan
menggunakan criteria WHO dan MMWR.

Derajat dehidrasi berdasarkan deficit berat badan adalah sebagai berikut :


Dehidrasi ringan : deficit 2 - 5 %
Dehidrasi sedang : deficit 5 10 %
Dehidrasi berat : deficit > 10 %

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003


Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan
Dehidrasi berat,
Symptom dehidrasi, sedang,
kehilangan
kehilangan BB<3% kehilangan BB 3%-
BB>9%
9%
Normal, lelah, Apatis, letargi, idak
Kesadaran Baik
gelisah, irritable sadar
Takikardi, bradikardi,
Denyut jantung
Normal Normal meningkat (kasus
berat)
Lemah, kecil tidak
Kualitas nadi Normal Normal melemah
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Dingin,mottled,
Ekstremitas Hangat Dingin
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

11
Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum *lesu,lunglai/tidak sada
Baik,sadar *Gelisah,rewel

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Tidak ada Kering

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa,tidak *haus ingin minum *malas minum atau
haus banyak tidak bias
Minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Penentuan Derajat Dehidrasi berdasarkan Tanda dan Gejala


Klasifikasi Gejala/Tanda

Dehidrasi berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut:

Letargi/tidak sadar
Sunken eyes
Tidak dapat minum atau sulit minum
Skin pinch sangat lambat kembali (>2 detik)
Dehidrasi sedang Dua atau lebih tanda-tanda berikut:

Rewel
Sunken eyes

12
Terlihat kehausan
Skin pinch lambat kembali
Dehidrasi ringan Tidak cukup tanda-tanda untuk mengklasifikasikannya
sebagai dehidrasi sedang atau berat

E. TATALAKSANA
Setelah menentukan tiga hal tersebut di atas, maka kemudian
menentukan tatalaksana yang akan diterapkan secara konsisten. Pada
pokokny terdapat lima lintas tatalaksana, yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi,
sumplement zinc, antibiotik selektif, dan edukasi orang tua.

REHIDRASI

Mencegah dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan


memberikan lebih banyak cairan (minum) yang dianjurkan seperti air tajin,
kuah sayur, dan air sup. Bila terjadii dehidrasi, anak harus segera dibawa ke
petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepta yaitu
dengan oralit. Komposisi cairan rehidrasi oral sangat penting untuk
memperoleh penyerapan yang optimal. Cairan rehidrasi oral (CRO) yang
dianjurkan WHO selama 3 dekade terakhir ini menggunakan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa telah berhasil menurunkan angka
kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula dan garam ini
dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. CRO selain murah juga
mudah digunakan dan aman, sehingga sangat efektif dan efisien untuk
digunakan. Jika akan diberikan larutan oralit di rumah, maka diperlukan
oralit dengan formula baru sesuai dengan rekomendasi dari WHO dengan
formula sebagai berikut :

Natrium : 75 mmol/L
Klorida : 65 mmol/L
Glukosa, anhidrous : 75 mmol/L
Kalium : 20 mmol/L

13
Sitrat : 10 mmol/L
Total Osmolaritas : 245 mmol/L

Mengatasi dehidrasi

Pengobatan diare dilakukan melalui beberapa langkah yang


disebutkan satu persatu dibawah ini ;

a. Tetapkan derajat dehidrasi penderita, apakah tanpa dehidrasi, dehidrasi


ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat.
b. Tetapkan rencana pengobatan sesuai derajat dehidrasi penderita :
1. Rencana terapi A untuk pasien tanpa dehidrasi
2. Rencana terapi B untuk pasien dengan dehidrasi ringan dan dehidrasi
sedang
3. Rencana terapi C untuk pasien dengan dehidrasi berat.

Rencana Terapi A Untuk Mengobati Penderita Diare


Tanpa Dehidrasi

Peranan ibu penting dalam tatalaksana diare di rumah. Ibu


diharapkan bisa mengobati anak diare dirumah. Perlu diterangakan kepada
ibu bagaimana cara terapi diare dirumah, berikut penjelasannya :

1. Berikan anak lebih banyak cairan dari pada biasanya untuk mencegah
dehidrasi
Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit,
makanan yang cari (sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang
gunakan oralit untuk anak. (catatan: jika anak berusia < 6 bulan dan
belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang
daripda makanan cair)
Berikan larutan ini sebanyak anak mau.
Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.
2. Beri tablet zinc
Dosis zinc untuk anak-anak : Anak < 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per
hari

14
Anak > 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah
sembuh dari diare.
Cara pemberian zinc : untuk bayi, tablet zinc dilarutkan dengan air
matang, ASI, atau oralit. Untuk anak yang lebih besar, zinc dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

Tunjukkan cara penggunan tablet zinc kepada orang tua atau wali dan
meyakinkan bahwa pemberian tablet zinc harus diberikan selama 10 hari
berturut-turut meskipun anak sudah sembuh.

3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi


Teruskan ASI
Bila anak tidak mendapatkan ASI berikan susu yang biasa diberikan.
Untuk anak kurang dari 6 bulan atau belum mendapat maknan padat,
dapat diberikan susu.
Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah menbdapat makanan padat :
- Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur,
daging, atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok the minyak sayur tiap
porsi.
- Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambah kalium.
- Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk
makanan dengan baik
- Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan porsi
makanan tambhan setiap hari selama 2 minggu

4. Bawa anak kepada petugas kesehatan b anak tidak membaik dalam 3 hari
atau menderita sebagai berikut :
Buang air besar cair lebih sering
Muntah terus menerus
Rasa haus yang nyata
Makan atau minum sedikit
Demam
Tinja berdarah
5. Anak harus diberi oralit di rumah
Setelah mendapat terapi B atau C
Tidak dapat kembali ke petugas kesehatah bila diare memburuk
Memberikan oralit kepada semua anak denga diare yanga datang ke
petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah.

15
Jika akan diberikan oralit di rumah, maka perlu diberika oralit formula baru
seperti tersebut di atas dengan ketentuan sebagai berikut :

Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru


Larutkan oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persiapan
24 jam
Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar denga
ketentuan sebagai berikut : Untuk anak kurang dari 2 tahun : berikan
50-100 ml tiap kali buang air besar. Untuk anak berumur 2 tahun atau
lebih, berikan 100-200 ml tiap kali buang air besar.
Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka
sisa larutan oralit harus dibuang.

Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit :

Berikan satu sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak dibawah umur 2
tahun
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih tua
Bila anak muntah, tunggulah sepuluh menit. Kemudian berikan cairan
lebih lama (misalnya satu sendok tiap 2-3 menit)
Bila diare berlanjut setelah oralit habis, kembali ke petugas kesehatan
untuk mendapatkan oralit kembali.

Rencana Terapi B Untuk Penderita Diare Dengan Dehidrasi Tak Berat

Pada dehidrasi tak berat, cairan oral diberikan dengan pemantauan


yang di lakukan di pojok upaya rehidrasi oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah
rehidrasi oral yang akan diberikan selam 4 jam pertama.

Umur 4 bulan 4 12 bulan 12 bln 2 tahun 2 5 tahun


Berat badan < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - < 12 kg 12 19 kg
Dalam ml 200 400 400 700 700 900 900 - 1400

Jika anak minta minum lagi, berikan.

Tunjukk kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral

16
Berikan minum sedikit demi sedikit
Jika anak muntah, tunggu 10 menit, lalu lanjutkan kembali rehidrasi
oral pelan-pelan
Lanjutkan ASI kapanpun anak minta

Setelah 4 jam :

Nilai ulang derajat dehidrasi


Tentuka tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi
Mulai beri makan

Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencan terapi B :

Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dan terapi 3 jam


dirumah
Berikan oralit untuk rehidrasi selam 2 hari seperti dalam rencana
terapi A
Jelaskan 4 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak diare di
rumah
Berikan anak lebih banya cairan daripada biasanya
Beri tablet zinc
Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
Kapan anak harus dibawa kembali ke pelayanan kesehatan

Rencana Terapi C Untuk Penderita Diare Dengan Dehidrasi Berat

Untuk rencana terapi C, hal paling pertama yang harus dilakukan


adalah menentukan bagaimana cairan akan diberikan, yaitu dengan jalur oral
atau dengan jalur intravena. Jalur pilihan pada pasien dengan dehidrasi berat
sebenarnya adalah jalur intravena, karena membutuhkan waktu rehidrasi yang
cepat. Cairan yang paling baik adalah Ringer Laktat (Hartmanns Solution for
Injection). Jika tidak ada, maka dapat digantikan dengan NaCl 0,9%. Larutan
dekstrosa 5% tunggal tidak efektif dan tidak boleh digunakan. Bila pada
pasien tidak bisa diberikan cairan secara intravena, segera berikan per oral
dengan pipa nasogastrik sejumlah 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam. Jumlah dan
lama cairan yang diberikan pada pasien dengan dehidrasi berat dapat dilihat
pada tabel dibawah :

17
Rencana Terapi C untuk Penderita Diare dengan Dehidrasi Berat.

Umur Pemberian 30 ml/kgBB Pemberian 70 ml/kg BB


dalam dalam

Bayi < 12 bulan 1 jam 5 jam


Anak 1-5 tahun 30 jam 2,5 jam

Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba. Nilai kembali
penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan intravena.
Juga berika

cairan oralit (5ml/kgBB/jam) bila penderita bias minum, biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau 1-2 jam (anak). Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai
kembali penderita menggunakan table penilainan kemudian tentukan terapi yang
sesuai selanjutnya (A,B,C).

DUKUNGAN NUTRISI
Makanan tetap harus diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat untuk pengganti nutrisi yang hilang serta mencegah
agar tidak menjadi gizi buruk. Pada diare berdarh nafsu makan anak berkurang,
adanya perbaikan nafsu makan menandakn fase kesembuhan. ASI tetap
diteruskan selama terjadinya diare cair akut maupun diare akut berdarah dan
diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke
atas sebaiknya mendapat makan seperti biasanya.

SUPLEMENTASI ZINC
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi
lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc
juga dapat m engembalikan nafsu makan anak. Dosis zinc untuk anak-anak yaitu
anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg(1/2 tablet) per hari dan anak diatas umur 6
bulan : 20 mg 91 tablet) per hari; diberikan selam 10 -14 hari berturut-turut. Cara
pemberian tablet zinc : untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air

18
matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapt dikunyah
atau dilarutkan dalam air matang atau oralit. Tunjukkan kepada orang tua dan
meyakinkan bahwa pemberian zinc harus diberikan selama 10 -14 hari meskipun
anak sudah sembuh.

Zinc merupan maikronutrien yang penting sebagai kofaktor sebih dari


90 enzim. Saat ini zinc telah digunakan salam pengelolaan siare. Diare dapat
menurunkan kadar zinc dalam plasma pad abayi dan anak. Pada binatang
percobaan, defisiensi zinc dapat mengganggu absorbs air dan elektrolit. Uji
klinik pertama penggunaan zinc sebagai terapi diare cair akut dilakukan di India
pada tahun 1988 dan menunjukkan bahwa zinc mampu menurunkan durasi dan
frekuensi diare pada anak, terutama anak dengan penurunan kadar zinc yang
berat.

ANTIBIOTIKA SELEKTIF

Antibiotika tidak diberikan pada kasus diare cair akur=t kecuali dengan
indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.

Secara umum tatalaksana pada kasus disentri dkelola sama dengan


kasus diare lain sesuai dengan acuan tatalaksana diare akut. Hal khusus
mengenai tatalaksana disentri adalah pemberian antibiotika oral selama 5 hari
yang masih sensitive terhadap Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu
semua kasus disentri pada tahap awalnya diberikan antibiotika kotrimoksazol
dengan dosis 5-8 mg/kgBB/hari. Namun saat ini telah banyk strain Shigella yang
resisten terhadap ampisilin, amoksisilin, metronidazol, tetrasiklin, golongan
aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamide, dan kotrimoksazol sehingga WHO
tidak merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat pilihan untuk
pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah dengan golongan seperti
siprofloksasin dengan dosis 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5
hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari pengobatan, dilihat apakah ada
perbaikan seperti tidak adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses
berkurang dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan maka amati
adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotic sebelumnya dan berikan
antibiotic yang sensitive terhadap Shigella berdasarkan area. Jika kedua jenis
antibiotika tersebut diatas tidak memberikan perbaikan, maka amati kembali

19
adanya penyulit atau penyebab selain disentri. Pada pasien rawat jalan
dianjurkan pemberian sefalosforin generasi ketiga seperti sefiksim 5
mg/kgBB/hari per oral.

Pemeriksaan tinja dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya


amebiasis. Temuan tropozoit atau kista amuba atau giardia mendukung diagnosis
amebiasis atau giardiasis. Berikan metronidazol 7,5 mg/kgBB 3 kali sehari untuk
kasus amebiasis dan metronidazol 5 mg/kgBB 3 kali sehari untuk kasus
giardiasis selama 5 hari. Temuan leukosit dalam jumlah banyak (>10/lpb) atau
makrofag mendukung diagnosis Shigella atau bakteri invasive lain. Temuan
Trichuris Trichiura, mengarahkan kita pada peranan trichuriasis sebagai
penyebab disentri.

EDUKASI ORANG TUA

Nasihat kepada orang tua atau pengasuh untuk kembali jika demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan minum sedikit, sangat haus, diare makin
sering atau belum membaik dalam 3 hari.

BAB III
KESIMPULAN

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi


defekasi lebih dari biasnya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir Penyebab infeksi utama

20
timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. dua tipe
dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan
inflammatory.
Rotavirus merupakan penyebab utama diare pada anak. Diperkirakan 20
80 % penyebab diare cair akut pada anak didunia adalah rotavirus. Infeksi usus
menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila terjadi
komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. Penderita dengan
diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida
dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan
yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi
berat.
Untuk diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari atau diare dengan
dehidrasi perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini
pameriksaan darah tepi, elektrolit darah, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja
pemeriksaan serologis untuk mencari amoeba, foto rontgen abdomen, rektoskopi,
sigmoideoskopi, dapat dipertimbangkan pada pasien dengan diare berdarah,
pasien diare akut persisten. Pada pasien AIDS, kolonoskopi dipertimbangkan
karena ada kemungkinan diare disebabkan oleh infeksi atau limfoma di area
kolon kanan. Biopsy mukosa sebaiknya dilakukan bila dalam pemeriksaan
tampak inflamasi berat pada mukosa, biopsi usus dilakukan pada diare kronik,
atau untuk mencari etiologi diare pada AIDS.

Untuk menegakan diagnosis maka perlu dilakukan anamnesis dan


pemeriksaan secara seksama. Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan
menentukan 3 hal yaitu persistensinya, etiologi dan derajat dehidrasi.
a Tetapkan derajat dehidrasi penderita, apakah tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat.
b Tetapkan rencana pengobatan sesuai derajat dehidrasi penderita :
1 Rencana terapi A untuk pasien tanpa dehidrasi

21
2 Rencana terapi B untuk pasien dengan dehidrasi ringan dan dehidrasi
sedang
3 Rencana terapi C untuk pasien dengan dehidrasi berat.

Setalah penanganan dehidrasi, empat hal pokok dalam penangangan


diare adalah dukungan nutrisi, sumplement zinc, antibiotik selektif, dan edukasi
orang tua.

DAFTAR PUSTAKA

WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO
Indonesia.2008.

Staff Pengajar FK-UI.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:1985.

22
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I.
Badan Penerbit IDAI. Jakarta.2004.

UKK Gastro-Hepatologi IDAI. Modul Diare Edisi I.2009.

Dept.Ilmu Kes Anak FK-UNDIP. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Badan Penerbit
UNDIP. Semarang. 2011.

PAPDI.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Pusat Penerbit IPD FK-
UI.Jakarta.2006.

www.pediatric.com

23

You might also like