You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin


adalah hipertensi dalam kehamilan.Di Indonesia mortalitas dan morbiditas
hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selin oleh
etiologi yang tidak jelas, juga perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh
petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna.1
Preeklamsi yang mengalami penyulit kejang tonik-klonik generalisata
disebut eklamsia.Jika terjadi eklamsi, resiko bagi ibu dan janin meningkat secara
bermakna.Hampir tanpa pengecualian, preeklamsi mendahului awitan kejang
eklamsi.Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan namaToksemia Gravidarum
merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai
adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya
kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia.2
Eklampsi dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa edema paru, kebutaan bahkan
kematian ibu.1
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman eklampsi secara
mendasar dan telah dilakukan pula berbagai penelitian untuk memperoleh
penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk eklampsi.
Namun demikian, eklampsi tetap menjadi satu di antara banyak penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi
kendala dalam penanganannya.2 Oleh karena itu pemeriksaan antenatal yang
teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha
pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap
faktor-faktor predisposisi yang lain.3
Di Indonesia setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi-eklampsia masih
merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang
tinggi.Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian
bayi lebih darci tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan

1
bayi di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-
negara majuterdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal
secara rutin3

BAB II
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama pasien : Ny.F.A Nama suami : Tn. M
Umur : 21 tahun Umur : 25 tahun
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Melayu Suku : Melayu
Alamat : Desa pengalian Alamat :Desa pengalian
No. MR : 838291

2
ANAMNESIS
Pasien masuk Kamar Bersalin IGD RSUD AA Pekanbaru padatanggal
21Desember2013Pukul 15.20 WIB, rujukan dari RSUD Petala Bumi
dengan:G1P0A0H0, + eklamsi.

Keluhan Utama:
Pasien datang dengan kejang

a. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengaku hamil 7bulan( informasi dari keluarga), dengan HPHT:tidak
diketahui dengan TP tidak diketahui , usia kehamilan: tidak diketahui. Nyeri
pinggang menjalar ke ari-ari tidak ada, keluar air air yang tak tertahankan dari
kemaluan tidak ada, keluar lender campur darah tidak ada. Pasien datang
dengan kejang sejak beberapa jam SMRS. Dari rumah ke IGD kejang terjadi
sebanyak 10 kali.

b. Riwayat Penyakit Dahulu:


Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)

c. Riwayat Penyakit Keluarga:


Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)

d. Riwayat Ante Natal Care :


Periksa kehamilan tidak ada

e. Riwayat Minum Obat:


Tidak ada

f. Riwayat Haid:
Pertama menstruasi usia 12 tahun, siklus teratur 28 hari, selama 5-6 hari,
banyaknya 2-3 kali ganti pembalut/hari dan tidak ada nyeri haid.

g. Riwayat Perkawinan:
1 kali menikah, menikah saat usia ibu 20tahun

h. Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus: G1P0A0H0


G1: hamil ini

i. Riwayat KB :
Tidak ada

3
j. Riwayat Sosial Ekonomi
Suami bekerja sebagai buruh tani di perkebunan sawit, ibu sebagai ibu rumah
tangga, hasil kerja suami cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan
sekolah anak.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Tampak sakit berat

b. Kesadaran
Apatis

c. Tanda Tanda Vital


Tekanan Darah : 180 / 100 mmHg
Frek. Nadi : 88 x / menit
Frek. Nafas : 20 x / menit
Suhu : 36,50C

d. Status Generalis
Kepala
Mata: Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening
Thoraks
Paru :vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : Status Obstetrikus
Genitalia : Status Obstetrikus
Ekstremitas : edema pada kedua tungkai, CRT < 2 detik,akral hangat.
Reflek patella: tidak ada data

e. Status Obstretikus
Muka : Kloasma gravidarum (-)
Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae, mammae membesar dan
menegang, papilla mammae menonjol.
Abdomen
Inspeksi :Perut tampak membesar sesuai dengan usia kehamilan,
striae gravidarum (+), hiperpigmentasi linea mediana (+),
skar (-)
Palpasi :
L I:teraba massa bulat, lunak, tidak melenting, 2 jari dari
pusat

4
L II: tahanan terbesar teraba di perut kiri ibu
L III:teraba massa bulat, keras, melenting
L IV: Belum masuk PAP
TFU : 24 cm
His : (-)
Auskultasi : DJJ : 156 x/ menit
TBJ : 1705 gr
VT : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil laboratorium( 21/12/3013 )


Hemoglobin : 15.0 gr/dl
Hematokrit : 42,6 %
Leukosit : 19.100 /ul
Trombosit : 399.000 /ul
SGOT : 47 u/l
SGPT : 30 u/l
Ptotein urin : +2
Albumin : 3,9 mg/dl
DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0H0, Gravid 26 mg, Belum inpartu, eklamsi gravidarum
Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, letak memanjang, presentasi kepala

TERAPI / SIKAP
Observasi KU, TTV, His, DJJ/30 menit
Rawat ICU
Rencana terminasi perrabdominam, dalam 6 jam akan dilakukan stabilisasi
umum setelah itu dilakukan SC
Pemberian regimen MgSO4 40% 4 gram dosis loading kemudian diberikan 6
gram dosis maintenance dengan dosis 2g/jam.
Lapor konsulen jaga kemudian di acc rencana diatas
Diagnosis Pre Operasi:
G1P0A0H0 gr 26 minggu + belum inpartu + eklamsi gravidarum
Janin Hidup Tunggal Intrauterin + Peresentasi Kepala

5
Diagnosis Post Operasi:
P1A0H0 post SC atas indikasi eklamsi

LAPORAN OPERASI
21 Desember 2013 (21.55 WIB)
- Pasien tidur telentang dengan spinal anastesi dilakukan SCTPP
- Lahir bayi perempuan BBL: 770 gram PB: 30 cm AS:2/4
- Perdarahan lebih kurang 400 cc
Intruksi Post Op
1. Rawat ICU
2. Regimen SM
3. Ceftriakson 2x1 gr
4. Tirah baring 24 jam

FOLLOW UP DI RUANG NIFAS:


Hari/Tanggal Follow up
Senin 23
Pasien diterima dari ICU pukul 11.00 dengan permasalahan:
Desember 2013
S Nyeri pada bekas luka operasi
KU : baik Kes: CM
TTV : TD: 130/100 mmHg, Nadi: 98 x/ menit, Nafas: 20
x/menit, Suhu: 36.5oC
O
Status generalis: edema ekstremitas, CRT >2 detik
Status obstetris: TFU 2 jari dibawah pusat, Kontraksi
baik
-perdarahan aktif tidak ada
A P1A0H0, Post SC TPP a/I eklamsia nifas hari ke-2
Observasi KU, TTV, perdarahan, kontraksi
Mobilisasi dini
Diet TKTP
P
Cefradroxil 2x500 mg
Paracetamol 3x 500 mg

09.00 WIB Diagnosis


Hasil visite P1A0H0, Post SC TPP a/I eklamsia nifas hari ke-2
konsulen tanggal Terapi
23 Desember Cefradroxil 2x 500 mg
2013 Asam mefenamat 3x 500 mg

6
Natrium Diklofenat 3x 25 mg
S Nyeri luka operasi
KU: baik Kes: CM
TTV : TD: 125/100 mmHg, Nadi: 92 x/ menit, Nafas: 22
x/menit, Suhu: 36.5OC
Status generalis: DBN
O
Status obstetris:
-TFU 2 jari dibawah pusat
-Kontraksi baik
-perdarahan aktif tidak ada
A P1A0H0, Post SC TPP a/i eklamsia nifas hari ke-3

P
Selasa 23/12/13
Pasien Pulang
14.00 WIB

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Eklamsia
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti halilintar,
karena seolah-olah gejala timbul secara tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda
lain. Eklampsia biasanya timbul pada wanita hamil atau dalam masa nifas dengan
tanda-tanda preeklampsia.3 Eklamsi merupakan kasus akut pada penderita

7
preeklamsia, yang disetrai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya
dengan preeklamsi, eklamsia dapat timbul pada ante, intra dan postpartum.3
2. Frekuensi
Frekuensinya bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain.
Frekuensi rendah umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan
antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan
penanganan preeklampsia yang sempurna.3
Di negara-negara berkembang frekuensi dilaporkan berkisar 0,3 0,7 %,
sedangkan di negara-negara maju berkisar 0,05 0,1 %.3
3.
Klasifikasi
Eklampsia di bagi menjadi:
1. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan atau
(ini paling sering terjadi), kejadiannya 150 % sampai 60 %.
2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat persalinan. Kejadian sekitar 30
% sampai 35 %. Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan
terutama saatmulai inpartu.
3. Eklampsia postpartum kejadiannya jarang . serangan kejang atau komaterjadi
setelah persalinan berakhir.
4. Etiologi eklampsia
Penyebab eklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya eklampsia adalah:6

a. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
eklampsi.Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa.Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia
membaik setelah plasenta lahir.
b. Faktor Imunologik
eklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Fierlie FM mendapatkan beberapa data yang
mendukung adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :

8
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek
imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
c. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
d. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan
peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain :
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia
pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia.
e. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam
lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis
Prostaglandin yang memicu terjadinya preeklampsia.

f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan


Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan
normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian
akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin
III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan
tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
5. Patofisiologi eklampsia

9
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat
mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.
Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler
meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan
peningkatan tahanan pembuluh perifer.2
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.2
Perubahan pada organ-organ :4
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia
dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara
nyata dipengaruhi oleh berkurangnyasecara patologis hipervolemia kehamilan
atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutanonkotik atau kristaloid
intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam
ruangektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui
penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau
penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan

10
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan
klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala
lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia
adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi
partus prematur.

6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena
terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

6. Diagnosis eklampsia
Diagnosis eklampsia umumnya tidak sukar. Dengan adanya tanda dan
gejala preeklampsia yaitu 2 dari trias tanda utama (hipertensi, edema, proteinuria)
yang disusul oleh serangan kejang seperti yang telah diuraikan, maka diagnosis
eklampsia sudah tidak diragukan.4

11
Umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual keras, nyeri di epigastrium atau nyeri abdomen kuadran kanan atas dan
hiperefleksia pada patella.1
Konvulsi pada eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :
1. Tingkat awal atau aura yang berlangsung 30 detik.
Biasanya berawal di sekitar bibir dalam bentuk kedutan pada otot-otot
muka.1 Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar
dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.2
2. Tingkat kejangan tonik yang berlangsung 30 detik.
Seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan kaku, tangan menggenggam
dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi
sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Tingkat kejangan klonik yang berlangsung 1 2 menit.
Spasme tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang
dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tegigit
lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbus, muka
menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tidak sadar. Kejangan
klonik ini dapat demikian hebatnya sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat
tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara
mendengkur.4
4. Tingkat koma.
Lama kesadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita
menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul
serangan baru dan yang berulang sehingga ia tetap dalam keadaan koma.Selama
serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu meningkat sampai 400 C.1
Sepanjang serangan kejang, diafragma tidak bergerakdan pernapasan
terhenti. Selama beberapa detik tampak seolah-olah akan meninggal karena
penghentian napas, tetapi pada saat keadaan yang membawa kematian ini terlihat
tidak akan terhindarkan, pasien ini mulai menghirup napas panjang dan dalam
serta berbunyi mengorok lalu pernapasan pulih kembali. Koma kemudian
menyusul. Koma setelah kejang menunjukkan lama yang bervariasi. Jika kejang
tidak sering, pasien akan terlihat sedikit sadar di antara saat-saat kejang. Pada
kasus yang berat, koma akan terus menetap dan kematian dapat terjadi sebelum
pasien sadar.4

12
7. Penatalaksanaan eklampsia
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.1
Dasar-dasar pengelolaan eklamsi8

a.Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibu

b.Selalu diingit ABC (Airway, Breathing, Circulation).

c.Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka

d.Mengatasi dan mencegah kejang

e.Koreksi hipoksemia dan asidemia

f.Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis

g. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat

Pemberian terapi medikamentosa8


a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi
kejang.
e. Pemberian MgSO4 dibagi :
- Loading dose (initial dose) :
dosis awal
- Maintenance dose : dosis
lanjutan

Sumber Regimen Loading dose Maintena Dihentika


nce dose n

1. Pric Intermitent
hard,
1955 intramuscular
1957
injection

13
Preeklamsi

10 g IM 5g 50% 24 jam
tiap 4-6 pasca
jam persalinan

Bergantian
Eklamsi salah satu
bokong
1)
4g 20% IV;
1g/menit
2) 5g 50%
10g 50% IM: tiap 4-6
Kuadran atas jam
sisi luar kedua
bokong Bergantian
salah satu
- 5g IM bokong bokong
kanan
(10 g
- 5g IM bokong MgSO4 IM
kiri dalam

3) 2-3 jam
Ditambah 1.0 dicapai
mllidocaine kadar
plasma

3, 5-6
mEq/l

4)
Jika konvulsi tetap
terjadi
Setelah 15
menit, beri :
2g

20% IV : 1
g/menit

Obese : 4g iv

Pakailah jarum
3-inci, 20

14
gauge

2. Zusp Continous
an,
1966 Intravenous

Injection

Preeklamsi
berat Tidak ada 1 g/jam IV

Eklamsi 4-6 g IV / 5-10 1 g/jam IV


minute

3. Sibai Continous 4-6 g 20% IV 1) Dimulai 24 jam


, 1984 dilarutkan dalam 2g/jam IV pascasalin
Intravenous dalam
100 ml/D5 / 15-20
Preeklamsi - Injection menit 10g 1000
eklamsi cc D5 ; 100
cc/jam

2) Ukur
kadar Mg
setiap 4-6
jam

3) Tetesan
infus
disesuaika
n untuk
mencapai
maintain
dose 4-6
mEq/l

(4,8-9,6
mg/dL)

15
4. Mag Sama dengan 1) 4g 50% 1)
pie Pritchard dilarutkan dalam 1g/jam/IV
Trial normal dalam 24
regimen jam
Colaborativ Saline IV / 10-15
e menit atau
Group, 2002 2) 10 g 50% IM: 2) 5g IM/4
jam dalam
- 5g IM bokong 24 jam
kanan

- 5g IM bokong
kiri

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O

1. Refleks patella normal


2. Respirasi > 16 menit
3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam
4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

Antidotum

Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan
injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit

Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O,dapat diberikan salah satu regimen


dibawah ini :

1. 100 mg IV sodium thiopental


2. 10 mg IV diazepam
3. 250 mg IV sodium amobarbital
4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV
16,7 mg/menit/1 jam
500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam

16
f. Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi 180/110 atau MAP 126

Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit,


maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa


lidah (sub lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah
melalui saluran pencernaan makanan.
Desakan darah diturunkan secara bertahap :

1. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik


2. Desakan darah diturunkan mencapai :
3. - < 160/105
- MAP < 125

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL


diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam
dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila
masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan
dosis 15 mg selama 5 menit
Pengelolaan eklamsi8

a. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan


dengan eklamsi harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap
kehamilannya adalah aktif.
b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi
stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.
c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam,
setelah salah satu atau lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu
setelah :

17
1). Pemberian obat anti kejang terakhir

2). Kejang terakhir

3). Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir

4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale


yang meningkat)

1. Prognosis
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia.
Kriteria Eden antara lain:7
a. Koma yang lama (prolonged coma)
b. Nadi diatas 120
c. Suhu 39,4C atau lebih
d. Tekanan darah di atas 200 mmHg
e. Konvulsi lebih dari 10 kali
f. Proteinuria 10 g atau lebih
g. Tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke
kelas ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis
akan lebih buruk.7

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan sebagai berikut:


1. Apakah sistem rujukan pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah diagnosa dan penatalaksanaan awal dari RSUD PB sudah tepat?
3. Apakah diagnosis dan tindakan pada pasien ini di VK IGD sudah tepat?
4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

1. Apakah sistem rujukan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat?
Jawaban: Tidak Tepat

18
Berdasarkan pedoman sistem rujukan, pasien merupakan kelompok faktor
resiko III ada gawat darurat obstetrik (AGDO), pada pasien ini dengan eklampsi.
Ibu dengan AGDO dalam kondisi yang langsung dapat mengancam nyawa ibu
atau janin, harus segera dirujuk tepat waktu (RTW), ke rumah sakit dalam upaya
menyelamatkan ibu atau bayi baru lahir. Pada pasien ini dalam sistem rujukan dari
RSUD PB seharusnya dirujuk dengan terapi regimen MgSO4 sesuai teori terlebih
dahulu. Namun RSUD PB tidak melakukan hal tersebut.2
RSUD PB sebagai rumah sakit kota mempunyai fasilitas tenaga dokter
spesialis obstetri dan ginekologi dan fasilitas ruang operasi, tetapi pada pasien ini
dirujuk dengan alasan ruang operasi sedang rusak sehingga pasien ini di rujuk ke
rumah sakit umum daerah tingkat provinsi. Seharusnya sebagai Rumah sakit yang
memiliki standar PONEK yaitu Rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan
kedaruratan maternal dan neonatal secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam
memiliki fasilitas ini.11
Kekurangan pada sistem rujukan pada pasien ini adalah kurangnya
kerjasama lintas program antara rumah sakit yang merujuk dengan rumah sakit
rujukan sehingga pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik atas
kasus yang ditangani menjadi kurang baik.

2. Apakah diagnosa dan penatalaksanaan awal dari RSUD PB sudah tepat?


Jawaban :Tidak tepat
Diagnosis pasien dari RSUD PB belum tepat.RSUD PB mendiagnosis
pasien ini dengan G1P0A0H0+ eklamsi.Diagnosis pada pasien ini tidak sesuai
dengan kaidah penulisan diagnosis yaitu penulisan diagnosis ibu yang tidak
diikuti dengan diagnosis janin, yaitu G1P0A0H0 gr 26 minggu + belum inpartu +
eklamsi gravidarum Janin Hidup Tunggal Intrauterin + Peresentasi Kepala dari
hasil lab juga tidak dilengkapi dengan hasil pemeriksaan fungsi hepar ( SGOT,
SGPT ).
Penatalaksanaan awal yang dilakukan di RSUD PBbelum tepat yaitu belum
dilakukannya pemberian terapi awal sebelum pasien dirujuk. Berdasarkan literatur
penatalaksanaan eklampsi dengan pemberian2:

19
a. Obat anti kejang, berupa MgSO4
b. Pemberian antihipertensi, diberikan bila tensi 180/110 mmHg atau
MAP 126 mmHg.
Sikap pengelolaan obstetrik pada eklampsia dalam literatur juga tindakan
aktif berupa terminasi kehamilan tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan
janin2.

3. Apakah diagnosisdan tindakan pada pasien ini di VK IGD sudah tepat?


Jawaban: kurang tepat
Diagnosis pasien di VK IGD G1P0A0H0, Gravid 26 mg, Belum
inpartu,Eklamsi Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, Presentasi Kepala.
Diagnosis pada pasien ini sudah sesuai dengan kaidah penulisan diagnosis yaitu
penulisan diagnosis ibu yang diikuti dengan diagnosis janin. Diagnosis G1 karena
kehamilan ini merupakan kehamilan pertama pada pasien . Untuk gravid 26
minggu pada pasien jika berdasarkan tinggi fundus uteri sudah tepat meskipun
HPHT tidak diketahui
Belum inpartu didapatkan dari pemeriksaan belum ada tanda-tanda inpartu
yaitu belum ada His dan belum ada keluar lendir darah yang menunjukkan belum
ada perubahan pada serviks uteri.
Pada pasien ini tidak ada data mengenai dilakukan pemeriksaan reflek
patella karena pada pasien dengan eklamsi reflek patella + meningkat, dan dari
catatan rekam medik didapatkan kesadaran apatis sedangkan tingkat kesadaran
hanya dibagi 4 yaitu komposmentis, somnolen, sopor/stupor, koma. Dari
pemeriksaan Vaginal Tusse(VT) tidak didapatkan data, seharusnya dilakukan VT
setelah pemberian regimen MgSO4 untuk menentukan sudah inpartu atau belum.
Diagnosis eklamsi sudah tepat karena kriteria eklamsi dalam literatur
adalah adanya tanda dan gejala preeklamsi yaitu 2 dari trias tanda utama
( hipertensi,edema, proteinuria) yang disusul oleh serangan kejang. 4 Dari hasil
anamnesis pada pasien ini didapatkan adanya edema pada kedua tungkai disertai
adanya kejang, sedangkan pada pemeriksaan fisik di dapatkan adanya peningkatan
tekanan darah 180/100 mmHg, maka pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis
eklamsi.

20
Pada saat tiba di VK IGD RSUD AA, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini dilakukan tindakan yang
dilakukan antara lain: Pemberian regimen SM dengan loading dan maintenance
dose karena magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada eklampsia. Namun tidak disertai dengan pemberian
Nifedipine3x10mg yang merupakan antihipertensi lini pertama pada kasus
eklamsia, sedangkan tekanan darah pada pasien ini adalah 180/100mmHg.
Sehingga tindakan yang dilakukan di VK IGD kurang tepat.Pada pasien ini tidak
terdapat catatan 6 jam setelah obeservasi apakah pasien telah stabil atau belum.
Dan tidak adanya catatan tentang observasi selama 6 jam sebelum operasi.
Berdasarkan literatur sikap pengelolaan obstetrik pada eklampsia adalah
berupa tindakan aktif berupa terminasi kehamilan tanpa memandang usia
kehamilan. Tindakan yang dilakukan di VK IGD tepat, setelah mengetahui adanya
eklampsia maka pasien ini segera dikonsulkan untuk melakukan terminasi
kehamilan mengingat resiko tinggi pada pasien sambil melakukan stabilisasi
kondisi pasien.Pada pasien ini diagnosis post operasinya adalah P1A0H0 Post SC
atas indikasi eklamsi, seharusnya diagnosis pada pasien ini adalahP1A0H0 Post
histerotomi atas indikasi eklamsi. Setelah operasi lahir bayi perempuan dengan
BB 770 gram, 30 cm AS 2/4 dan ketuban jernih.

4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?


Jawab: prognosa baik
Penentuan prognosis pada eklamsia harus dilakukan dengan cermat, sebab
eklampsi merupakan suatu kondisi yang bahaya dalam kehamilan.Prognosis
pasien ini ditegakkan berdasarkankriteria prognosis Eden yaitu kriteria untuk
menentukan prognosis eklampsia,yang terdiri dari: 12
- Koma yang lama (prolongedcoma)
- Frekuensi nadi diatas120 kali permenit
- Suhu 103F atau 39,4C atau lebih
- Tekanan darah lebih dari 200mmHg
- Konvulsi lebih dari 10 kali
- Proteinuria 10gr atau lebih
- Tidak ada edema, edema menghilang
Jika tidak ditemui tanda atau ditemui satu tanda dari kriteria Eden maka prognosis
tergolong baik sedangkan jika ditemui lebih dari 2 tanda dari kriteria Eden maka

21
tergolong buruk.12 Pada pasien ini sulit ditentukan prognosisnya karena beberapa
informasi masih tidak lengkap. Penjelasan mengenai ada atau tidaknya koma ydan
lamanya koma tidak ada tercantum dalam anamnesis ataupun follow up.
Seharusnya tingkat kesadaran pasien dinilai dengan Glasgow coma scale. Selain
itu, hasil proteinuria yang dicantumkan tidak dijelaskan apakah pemeriksaan
proteinuria dalam 24 jam atau tidak.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
1. Kurangnya kerjasama lintas program antara rumah sakit yang merujuk
dengan rumah sakit rujukan
2. RS PB sebagai RS PONEK tidak mampu melayani pasien emergensi
3. Diagnosis yang tepat pada pasien ini: G1P0A0H0 Gravis 26 minggu, Belum
inpartu, Eklamsi, Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, Presentasi Kepala.
4. Prognosis pada pasien ini dubia sesuai dengan indikasi prognosis dalam
kriteria eden.
2. Saran
1. Perlu adanya pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik atas
kasus yang di tangani
2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lebih
baik mulai di fasilitas kesehatan primer sehingga rencana terapi pada pasien
lebih cepat dan tepat.

22
3. Perlu ditingkatkan lagi pemeriksaan antenatal care mengingat pentingnya
melakukan deteksi dan pencegahan adanya gangguan kehamilan sejak dini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F. G., 2005. Chapter 34. Eclamsia. In Williams Obstetri.


22nd Ed. New York :Medical Publishing Division, pp. 785-96

2. Syarif U, Referat preeklamsi dan eklamsi [Referat]. Rumah sakit umum


daerah budhi asih Fakultas kedokteranUniversitas trisakti: Jakarta: 09 april
2012-16 juni 2012

3. Wiknjosastro, H. Hipertensi dalam kehamilan. Ilmu Kandungan edisi


ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2012.

4. Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar


POGI Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA
Malang.

5. Haram K, Svender E, Abildgaard U. The HELLP syndrome: Clinical tissue


and management a review. BMC Pregnancy and Chilbirth. 2009

23
6. Sunaryo R., 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan Preeklampsia-
Eklampsia, in : Holistic and Comprehensive Management Eclampsia.
Surakarta : FK UNS, pp 14

7. Rachma N., 2008. Eklampsia : Preventif dan Rehabilitasi Medik Pre dan
post Partum, in Holistic and Comprehensive Management Eclampsia.
Surakarta : FK UNS, pp. 99

8. POGI 2006. Panduan Penatalaksanaan Hipertensi Dalam


Kehamilan;Jakarta

9. Duley L. 2003. Pre eklamsi and The Hypertensive Disorder of Pregnancy.


British Medical Bulletin;67: 161-176

10. Chronic Hyperetension in Pregnancy; ACOG Practise Bulletin; number


29, July 2001.
11. Dirjen pelayanan medic. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensive (PONEK) 24 jam di Rumah Sakit:
Jakarta ;2007

12. Rustam M, 1998. Toksemia Gravidarum.Sinopsis Obstetri Jilid 1:Jakarta:


EGC Penerbit buku Kedokteran. Hal 203-208.

24

You might also like