You are on page 1of 28

BAB I

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

Identitas

Nama : An. DNA

Umur : 8 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku bangsa : Jawa

Pekerjaan : Siswa SD

Alamat : Lampung Selatan

Anamnesis

Anamnesis pada pasien dilakukan secara Autoanamnesa pada tanggal 31

Januari 2017.

Keluhan Utama

Sering nyeri menelan sejak 2 tahun yang lalu.

Keluhan Tambahan

Rasa mengganjal pada tenggorokan, demam,batuk dan nafsu makan

menurun.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dibawa oleh ayahnya ke poli THT RSUD Abdul


Moeloek dengan keluhan sering nyeri menelan yag hilang timbul sejak 2
tahun yang lalu. Nyeri menelan timbul apabila pasien jajan minuman dingin
didekat sekolah. Menurut, pasien keluhan nyeri saat menelan dirasa seperti
di tusuk tusuk. Keluhan lain yang menyertainya adalah demam, rasa
mengganjal di tenggorokan, serta batuk. Demam timbul bersamaan dengan

1
nyeri menelan, terus menerus tidak disertai keringat banyak dan menggigil,
demam membaik jika diberi obat penurun panas. Rasa mengganjal
ditenggorokan dan nyeri menelan membuat nafsu makan pasien menurun.
Keluhan seperti ini timbul sejak pasien berusia 4 tahun. Menurut
keterangan dari ayahnya, dalam 1 tahun pasien mengeluh <6 kali. Keluhan
seperti nafas berbau, mendengkur jika tidur, sering terbangun pada malam
hari karena susah bernafas, sakit kepala, nyeri pada telinga, tenggorokan
kering di sangkal.
Menurut ayah pasien, pasien sering berobat ke dokter karena keluhan
nyeri saat menelan tersebut, keluhan menghilang namun timbul lagi. Pada
usia 4 tahun pasien sempat di anjurkan untuk operasi amandel tetapi orang
tua menolak dilakukannya operasi, orang tua takut karena umur pasien
yang masih kecil. Karena, keluhan pasien yang tidak kunjung sembuh
tersebut akhirnya orang tua pasien memutuskan membawa pasien ke poli
THT RSAM untuk di lakukan pengobatan selanjutnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah dinyatakan sakit amandel oleh dokter pada usia 4 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien mempunyai keluhan yang serupa

Riwayat Alergi

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Pengobatan

Meminum obat obatan warung

2
Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Nadi : 96 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,50C

Berat badan : 28 kg

Status Generalis

Kepala : Tidak ada kelainan

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada

injeksi konjungtiva

Thorak : kesan tampak normal

Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal

Ekstremitas : kesan tampak normal

Status Lokalis

Telinga

KANAN TELINGA LUAR KIRI

Normotia Bentuk telinga luar Normotia

Deformitas (-),nyeri tarik Daun telinga Deformitas (-), nyeri tarik


(-),warna kulit sama (-), warna kulit sama
dengan sekitarnya, edema dengan sekitarnya, edema

3
(-) (-)

Warna kulit sama dengan Preaurikular Warna kulit sama dengan


sekitar, nyeri tekan tragus sekitar, nyeri tekan tragus
(-), fistula (-), edema (-), (-), fistula (-), edema (-),
abses (-) abses (-)

Hiperemis (-),nyeri tekan Retroaurikular Hiperemis (-),nyeri tekan


(-), benjolan (-), fistula (-) (-), benjolan (-),fistula (-)

Tidak ada Tumor Tidak ada

KANAN LIANG TELINGA KIRI

Lapang Lapang / Sempit Lapang

Warna menyerupai kulit Warna Epidermis Warna menyerupai kulit

Tidak ada Sekret Tidak Ada

Ada Serumen Ada

Tidak ada Tumor Tidak ada

Tidak ada Edema Tidak Ada

KANAN MEMBRAN TIMPANI KIRI

Putih mutiara Warna Putih mutiara

(+) arah jam 5 Reflek Cahaya (+) arah jam 7

(-) Perforasi (-)

Retraksi (-), bulging (-) Bulging/Retraksi Retraksi (-), bulging (-)

Kesan :

- Telinga kanan dan kiri dalam batas normal.

Hidung
KANAN HIDUNG LUAR KIRI

4
Warna sama dengan Kulit Warna sama dengan
sekitarnya sekitarnya

Normal Bentuk Hidung Luar Normal

Tidak ditemukan Deformitas Tidak ditemukan

Tidak ada Nyeri Tekan Tidak ada

Tidak ada Dahi Tidak ada


Pipi
Tidak ditemukan Krepitasi Tidak ditemukan

Tidak ditemukan Tumor , Fistel Tidak ditemukan

Rhinoskopi Anterior

Kanan Kiri

Hiperemis (-) Mukosa Cavum Nasi Hiperemis (-)

Tidak ada Sekret Tidak ada

Tidak berbau Bau Tidak berbau

Mukosa hiperemis (-), Konka inferior Mukosa hiperemis (-),


eutrofi eutrofi

Sulit dinilai Konka media Sulit dinilai

Tidak ada deviasi septum Septum nasi Tidak ada deviasi septum
nasi
nasi

Tidak ada Krista, abses, massa Tidak ada

Rhinoskopi Posterior (Nasofaring)

Tidak dilakukan pemeriksaan

Cavum Oris

CAVUM ORIS Hasil Pemeriksaan

Mukosa Tidak hiperemis

5
Gingiva Ulkus (-), edema (-)

Gigi Karies (-)

Lidah Bentuk normal, Ulkus (-), Plak (-)

Palatum durum Permukaan licin

Palatum mole Permukaan licin, ptechie (-)

Uvula Posisi ditengah

Tumor Tidak ada

Faring

FARING Hasil Pemeriksaan

Dinding Faring Tidak oedem, tidak bergranular

Mukosa Tidak hiperemis

Uvula Ditengah

Arkus Faring Simetris, tidak hiperemis

Tonsil

TONSIL Hasil Pemeriksaan

Pembesaran T2-T3

Kripta melebar

Destritus Tidak ada

Perlekatan Tidak ada

Pemeriksaan Laring

Tidak dilakukan pemeriksaan

6
Pemeriksaan Nervi Kranialis

Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher

Inspeksi : Tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening

Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Resume

Pasien An.DNA, perempuan, usia 8 tahun, BB 28 kg, dari anamnesis

didapatkan keluhan sering nyeri menelan sejak 2 th yang lalu. Rasa

mengganjal di tenggorokan (+), nafsu makan menurun (+), demam (+).

Nyeripadatelinga (-), mendengkur ketika tidur (-), terbangun pada malam

hari (-), nafas berbau (-). Riwayat nyeri menelan sejak umur 4 tahun,

keluhan <6kali dalam setahun. Dari pemeriksaan fisik tonsil, terdapat

pembesaran tonsil sebesar T2-T3, kripta melebar, hiperemis (-), tidak ada

perlengketan dan tidak ada dekriptus.

Pemerikaan Anjuran

Darah rutin

Kultur bakteri tonsil (swab)

Diagnosa Kerja

Tonsilitis kronik

Penatalaksanaan

7
- Nonmedikamentosa

Edukasi

1. Menjaga higienitas mulut


2. Memperbanyak minum dan Menghindari minuman dingin dan
makanan yang dapat memicu timbulnya keluhan
3. Menghindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi seperti
makanan berminyak atau berlemak
4. Istirahat yang cukup

- Medikamentosa

Obat kumur desinfektan

-Operatif

-Direncanakan tindakan operatif tonsilektomi

Prognosa

Quo ad Vitam : Ad bonam

Quo ad Functionam : Ad bonam

Quo ad Sanationam : Ad bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tonsil
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang
letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.(7) Pada
tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler
dan kapsel jaringan ikat serta kriptus di dalamnya.(7,8)
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :(7)
1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.
2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.
3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari
nasofaring.
4. Tonsillatubaria, terletakpadabagian lateral nasofaring di sekitar
ostium tuba auditiva.
5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

9
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina,
tonsilla pharingica dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada
pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan
nama cincin Waldeyer. (2,7,8) Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap
infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer
menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3
tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa
pubertas.(2,9)
Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal
kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan
dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun.
Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring terjadi tikungan
jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar,
sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian
kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut
pada permukaan penyusun cincin Waldeyer itu semakin besar.(3)

10
Gambar Penampang Kavum Oris

2.1.1 Embriologi Tonsilla Palatina


Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian
dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil
berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripte tonsillar pertama
terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada
usia kehamilan 20 minggu.(10)

2.1.2 Anatomi Tonsilla Palatina


Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid
yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris.
Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya
yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannnya tampak
berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae tonsillares
yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial
tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral
tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula
tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.(9,10,11)
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :(9,10)
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruangorofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior
oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm
dibelakang dan lateral tonsilla.

2.1.3 Vaskularisasi
Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tapi juga bisa melalui
polus cranialis. Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis

11
linguae, a. palatina ascendens dan a. facialis. Melalui polus cranialis :
rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua
cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna.
Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v.
lingualis dan di sekitar kapsula tonsillaris membentuk pleksus venosus
yang mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena
paratonsillaris dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian
atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus
pharyngealis.
Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis
superficialis dan sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior
terutama pada limfonodi yang terdapat di dorsal angulus mandibular
(lnn. tonsillaris). Nodus paling penting pada kelompok ini adalah
nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus
mandibulae.(4,9,11)

12
2.1.4 Innervasi
Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga
oleh n. palatina minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan
pada n. IX menyebabkan anestesia pada semua bagian tonsil (Dandy).
(4,11)

2.1.5 Imunologi
Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam
pembentukan imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh. Limfosit
B berproliferasi di germinal center. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D),
komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi
di jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan
menyebabkan terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel
T. (10,11)
Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas
seseorang masih diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan
produksi Imunoglobulin A nasofaring terhadap vaksin polio setelah
adenoidektomi atau adanya peningkatan kasusu Hodgkins limfoma. (1)
Namun bagaimanapun peran tonsil masih tetap kontroversial dan
sekarang ini belum terbukti adanya efek imunologis dari tonsilektomi.
(10,11)

2.2 Tonsilitis Kronis


2.2.1 Definisi
Peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang pada
umumnya sering didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain,
seperti misal sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan
sebagainya.(12)
Tonsiltis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara
serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan
tonsil diluar serangan membesar disertai dengan hiperemi ringan yang
mengenai pilar anterior dan bila tonsil ditekan keluar detritus.(13)

13
14
2.2.2 Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan
Surgeon General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :
- 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa
penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi
dalam serum penderita.
- 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.
- Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.(12)
Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai
berikut :(10)
1. StreptokokushemolitikusGrup A
2. Hemofilusinfluensa
3. Streptokokus pneumonia
4. Stafilokokus (dengandehidrasi, antibiotika)
5. Tuberkulosis (padaimmunocompromise)

2.2.3 FaktorPredisposisi
1. Rangsangankronis (rokok, makanan)
2. Higienemulut yang buruk
3. Pengaruhcuaca (udaradingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)
5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)
6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.(6,12,14)

2.2.4 Patologi
Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil. Karena
proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan
diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte
akan melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh detritus

15
(epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi
kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas
hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan
jaringan sekitar fossa tonsillaris. Pada anak, proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar submandibula.(6,12,14)

2.2.5 Manifestasi Klinis


Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan
pernafasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan
sakit waktu menelan.(6,12,14)
Pada pemeriksaan, terdapat 2 macam gambaran tonsil yang
mungkin tampak :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan
perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil
ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-
kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang
hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang
purulen.(5,12)
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat
dibagi menjadi :
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25 % volume tonsil dibandingkandengan volume
nasofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkandengan volume
nasofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkandengan volume
nasofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkandengan volume
nasofaring(11)

16
Gambarpembesaran tonsil

2.2.6 Diagnosis
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50
% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering
datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus
menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada
sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.(6,12,14)
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan
parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen)
dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus,
kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju/dempul amat banyak
terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah
dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali

17
dianggap sebagai kuburan dimana tepinya hiperemis dan sejumlah
kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.(5,12)
3. PemeriksaanPenunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus
tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman
dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus
hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.(12,14)

2.2.7 Diagnosa Banding


Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah:
1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan
pseudomembran yang menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)
a. Tonsilitisdifteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak
semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit.
Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer
antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3
golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam
subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi
lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak
berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang
makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran
yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan
mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi
miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial
dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot
pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

18
Gejala yang timbuladalahdemamtinggi (39C), nyeri di mulut,
gigidankepala, sakittenggorok, badanlemah,
gusimudahberdarahdanhipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak
membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi
dan prosesus alveolaris. Mukosamulutdan faring hiperemis.
Mulutberbau (foetor ex ore)
dankelenjarsubmandibulamembesar.
c. MononukleosisInfeksiosa
Terjaditonsilofaringitisulseromembranosa bilateral.
Membransemu yang
menutupulkusmudahdiangkattanpatimbulperdarahan,
terdapatpembesarankelenjarlimfeleher, ketiakdanregio
inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit
mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain
adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap
sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
2. Penyakitkronik faring granulomatus
a. Faringitistuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum
pasien buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh
nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan
pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitisluetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer,
sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi
superfisial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat.
Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum
mole dan pilar tonsil.
c. Lepra
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada
faring kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan
jaringan yang luas dan timbulnya jaringan ikat.

19
d. Aktinomikosis faring
Terjadiakibatpembengkakanmukosa yang tidakluas, tidaknyeri,
bisamengalamiulseasidan proses supuratif. Blastomikosis
dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial,
dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan
dengan nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti
berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan/kultur, X
ray dan biopsi.(6,14)

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum
ke daerah sekitar atau secara hematogen/limfogen ke organ yang jauh
dari tonsil.(6,13,14,15)
1. Komplikasisekitar tonsil
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa
adanya trismus dan abses.
b. AbsesPeritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil.
Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang
mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran
dari infeksi gigi.
c. AbsesParafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah
bening/pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,
faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal,
mastoid dan os petrosus.
d. Absesretrofaring

20
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya
terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
e. Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan
pada tonsil berwarna putih/berupa cekungan, biasanya kecil dan
multipel.
f. Tonsilolith (kalkulusdari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam
jaringan tonsil membentuk bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasike organ jauh
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitisberulangdankoroiditis
d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
e. Artritisdanfibrositis

2.2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan
gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin
yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk
membersihkan kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi/oral. Ukuran
jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi
kronis/berulang.(5)
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan
oleh Celsus dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga
merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan
oleh Lague dari Rheims (1757).(10)

21
Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu (1)
Obstruksi :
- Hiperplasia tonsil denganobstruksi.
- Sleep apnea atau gangguan tidur.
- Kegagalan untuk bernafas.
- Corpulmonale.
- Gangguan menelan.
- Gangguan bicara.
- Kelainan orofacial / dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.

Infeksi
- Tonsilitis kronika / sering berulang.
- Tonsilitis dengan :
+ Absces peritonsilar.
+ Absces kelenjar limfe leher.
+ Obstruksi Akut jalan nafas.
+ Penyakit gangguan klep jantung.
- Tonsilitis yang persisten dengan :
+ Sakit tenggorok yang persisten.
- Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap
terapi.
- Otitis Media Kronika yang berulang.
Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.

Indikasi tonsilektomi secara garis besar terbagi 2, yaitu :


1. Indikasiabsolut
a. Tonsilitisakut/kronisberulang-ulang
b. Absesperitonsillar
c. KarierDifteri
d. Hipertrofi tonsil yang menutup jalan nafas dan jalan makanan
e. Biopsiuntukmenentukankemungkinankeganasan

22
f. Cor Pulmonale
2. Indikasirelatif
a. Rinitisberulang-ulang
b. Ngorok (snoring) dan bernafas melalui mulut
c. Cervical adenopathy
d. Adenitis TBC
e. Penyakit-penyakit sistemik karena Streptokokus hemolitikus:
demam rematik. Penyakitjantungrematik, nefritis, dll.
f. Radang saluran nafas atas berulang-ulang
g. Pertumbuhanbadankurangbaik
h. Tonsil besar
i. Sakittenggorokanberulang-ulang
j. Sakittelingaberulang-ulang

Secara umum dapat disebutkan indikasi tonsilektomi adalah:


1. Infeksi berulang : 3 kali dalam setahun selama 3 tahun, 5 kali setahun
selama 2 tahun, 7 kali atau lebih dalam setahun atau tidak masuk
kerja/sekolah lebih dari 2 minggu dalam 1 tahun karena penyakitnya
itu.
2. Hipertrofi sehingga menyebabkan obstruksi saluran nafas atas
(obstruksi,sleep apnea)
3. Absesperitonsilar
4. Kemungkinan keganasan, baik pembesaran unilateral atau mencari
sumber primer yang tidak dikeahui
5. Hipertrofi yang menyebabkanmasalahpencernaan
6. Tonsilitis rekuren yang menyebabkan kejang demam
7. Karierdifteri

Sedangkan kontraindikasi dari tonsilektomi adalah :


1. Kontraindikasirelatif
a. Palatoschizis
b. Radangakut, termasuktonsilitis

23
c. Poliomyelitis epidemica
d. Umurkurangdari 3 tahun
2. Kontraindikasiabsolut
a. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia
b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : DM, penyakit jantung,
dan sebagainya.(2,5,6,10,16)

24
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosa ditegakan berdasarkan anamnesa, dan pemeriksaan fisik.

Diagnosa berdasarkan gejala klinis

Pada anamnesa, didapatkan keluhan utama yaitu nyeri pada saat menelan

dan disertai dengan demam keluhan pernah dirasakan sebelumnya,terdapat

keluhan berulang yang dialami sejak 2 tahun yang lalu, keluhan terjadi hilang

timbul <6 kali dalam 1 tahun. Dari keluhan yang dirasakan pada pasien

menunjukkan adanya gangguan pada organ tempat dilaluinya makanan, selain itu

adanya keluhan sistemik seperti demam menunjukkan bahwa penyakit yang

dialami adalah suatu penyakit infeksi

Hal ini sesuai dengan teori bahwa gejala dari tonsillitis kronik adalah nyeri

menelan, rasa mengganjal pada tenggorokan,nafsu makan menurun dan suhu

tubuh naik serta terjadi keluhan berulang dari tonsilitis akut yang tidak sembuh.

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar T2-T3 tidak hiperemis, kripta melebar

dan tidak ada perlengketan.3,4

Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan

tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis

atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Untuk menjaga

hieginitas mulut dan gigi pasien diberikan betadine kumur.

25
BAB V

KESIMPULAN

Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, tanda dan gejala pada

tonsillitis kronik adalah nyeri menelan, rasa mengganjal pada tenggorokan,nafsu

makan menurun dan suhu tubuh naik serta terjadi keluhan berulang dari tonsilitis

akut yang tidak sembuh.

Pada pemeriksaan fisik tampak tonsil membengkak, tidak hiperemis dan

kripta melebar. Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan

pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-

gejala.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, BashirudinJ,Restuti RD, Buku Ajar


IlmuKesehatanTelingaHidungTenggorokKepaladanLeher, EdisiKeenam,
BalaiPenerbitFakultasKedokteranUniversitas Indonesia, Jakarta, 2008.
H213-225
2. Ballenjer JJ. Diseases of the oropharynx. In: Otorhinolaryngology head and
neck surgery. 15th Ed. Lea Febiger Book. Baltimore, Philadelphia, Sydney,
Tokyo: p.236-44.
3. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses
penyakit. Edisi ke-enam. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta, 2005 :
87-91
4. Bailey BJ, Johnson JT, American Academy of Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume one,
United States of America, 2006. p601-13.
5. Adam GL. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. In: Boies
fundamentals of otolaryngology. A text book of ear, nose and throat diseases
6th Ed. WB Saunders Co 2009: p,332-69.
6. Jill G. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of
Physician Assistants: February 2013- Volume 26-Issue 2- p 57-58.
7. Soepardi, Efiaty A, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, edisi ke 6. Jakarta:FKUI, 2010, 238-241.
8. John L. Boone, MD. Etiology of Infectious Diseases of the Upper
Respiratory Tract. In: Ballengers Otorhinolaryngology Head and Nexk
Surgery 16th Edition. 2003 BC Decker Inc. Chapter 30. P: 635-7.
9. Adams, G.L., Boies, L.R., dan Hilger, P.A., 2013. Boies: Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.
10. Kumar S, Disease of the Larinx in Fundamental Of Ear, Nose, & throath
Disease And Head-Neck Surgery, Calcutta,publisher Mohendra Nath
Paul,2016:391-99

27
28

You might also like