You are on page 1of 53

9a.

Penyampaian tujuan pembelajaranb.

Mengadakan apersepsi yakni menjajaki tingkat pemahaman tentang


perkalianbilangan satuan dengan mengajukan beberapa pertanyaan misalnya :7 x 7
= .6 x 9 = .2)

Kegiatan Inti (60menit)Kegiatan inti pada pertemuan ini difokuskan pada


pemahaman siswa tentangpenggunaan alat peraga perkalian model matrik.
Kegiatan yang dilakukan padakegiatan inti antara lain :a.

Guru menerangkan cara penggunaan alat peraga perkalian model matrik yangtelah
dipersiapkan lebih dulu oleh gurub.

Siswa diminta membuat satu soal perkalian dua bilangan dan menuliskannyadi
papan tulis. Misalnya 1534 x 678 = .c.

Dengan bimbingan guru siswa memasukkan angka-angka ke dalam kotak kolom


yang sesuai.1 5 3 4 X678

10d.
Dengan bimbingan guru siswa secara bergantian mengisikan hasil perkalianke
dalam kolom yang sesuai.1 5 3 4 X063018246073521287084024328e.

Dengan bimbingan guru siswa menjumlahkan hasil akhir pada kotak kolomyang
sesuai secara menyilang. Lihat contoh berikut !1 5 3 4
X1063018246007352128740840243280 0 5 2Jadi, 1534 x 678 = 1.040.052
11f.

Setelah paham betul siswa dibagi menjadi 3 kelompok. Setiap anggota darisetiap
kelompok akan berlomba diadu kecepatannya dalam mengerjakan soalperkalian
yang soalnya dibuat oleh siswa sendiri. Ketua kelompok yangdipilih anggota oleh
guru ditunjuk menjadi tutor sebelum diadakan kompetisi.Jadi, teman yang kurang
paham ada kesempatan bertanya kepada tutornya.g.

Guru memilih salah satu anggota dari setiap anggota kelompok untuk berkompetisi
di depan kelas sebagai wakil dari timnya. Salah seorang siswamengukur kecepatan
waktunya.h.

Hasil perolehan kemenangan ditulis di papan tulis. Kelompok mana yangpaling


cepat dalam mengerjakan soal?i.

Selanjutnya tampilan alat peraga perkalian model matrik bisa dipindah kedalam
buku. Murid membuat soal perkalian dalam buku untuk kemudiandikerjakan oleh
teman sebangkunya.3)

Kegiatan akhir (10 menit )Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh guru pada
kegiatan akhir ini antara lain :a.

Refleksi kesulitan maupun kemudahan yang diperoleh siswa dari


prosespembelajaranb.

Memberikan pekerjaan rumah pada siswa

12

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:1)


Alat peraga matematika sangat diperlukan untuk menciptakan prosespembelajaran
yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.2)

Alat peraga perkalian model matrik dapat dipergunakan sebagai


mediapembelajaran matematika yang menyenangkan.3)

Untuk siswa kelas rendah alat peraga perkalian model matrik ini sangat
efektif untuk membuat anak belajar sambil bermain.

Saran-saran

Sebagai akhir dari tulisan ini penulis ingin memberikan saran-saran:1)

Setelah disadari bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaranyang


paling tidak disukai siswa, maka hendaklah seorang guru mampumeramu
pembelajaran matematika, khususnya perkalian menjadipembelajaran yang
menarik dan disukai oleh siswa.2)

Seorang guru dituntut kreatif dan berjiwa inovatif dalam mendesainpembelajaran


matematika sehingga menarik, efektif, dan efisien dengan caramanfaatkan sumber-
sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah.3)

Seorang guru hendaknya mampu mengadakan penelitian-penelitian sederhanayang


bertujuan untuk menemukan formula-formula baru bagi systempembelajaran yang
lebih inovatif untuk meningkatkan mutu pendidikan.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Standar Kompetensi Menggunakan Alat-Alat Ukur merupakan salah satu kompetensi

yang harus dimiliki siswa SMK dari Program Studi Keahlian Teknik Otomotif dengan tujuan

agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menggunakan dan

memelihara alat ukur yang benar. Standar kompetensi yang ditargetkan adalah siswa mampu

menggunakan dan memelihara alat ukur dengan benar sesuai Standar Operasional Prosedur

(SOP).

Namun kondisi di lapangan masih jauh dari kompetensi yang diharapkan, sebagian

besar siswa masih kesulitan dalam menggunakan dan memelihara alat ukur. Hal ini terlihat

dari banyaknya kesalahan siswa dalam menggunakan alat ukur dan membaca hasil

pengukuran pada saat proses belajar praktik pemeriksaan komponen-komponen mesin.

Banyak siswa menyatakan belum bisa menggunakan alat ukur dan membaca hasil

pengukuran sehingga berdampak pada kemampuan dan hasil belajar siswa.


1

Hal tersebut terlihat dari rendahnya hasil belajar (nilai) siswa baik dalam ujian teori maupun
praktik, yakni nilai hasil ujian kompetensi MenggunakanAlat-Alat Ukur siswa kelas X Teknik
Kendaraan Ringan 1 SMK Negeri 2 Sungai Penuh Semester 1 Tahun Pelajaran 2010/2011
hanya + 50 % siswa memperoleh nilai > 7,00 seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini .

Tabel 1.Persentase Nilai Ujian Siswa pada Kompetensi Menggunakan

Alat-Alat Ukur Siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan (TKR)

SMK Negeri2 Sungai Penuh Tahun Pembelajaran 2010/ 2011

Jumlah Penyebaran nilai siswa ( % )


No Kelas
Siswa < 7, 00 > 7,00

1 X TKR 1 40 23 57,50% 17 42,50%

2 X TKR 2 40 25 62,50% 15 37,50%

Sumber ( Arsip data nilai guru otomotif SMKNegeri 2 Sungai Penuh)

Berdasarkan tabel 1 di atas, terlihat bahwa nilai ujian kompetensi MenggunakanAlat-

Alat Ukur masih banyak (>50%) berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang

telah ditetapkan yaitu 7,00.

Pada saat pelaksanaan proses pembelajaran di kelas guru telah menerapkan metode

pembelajaran demontrasi dengan memperagakan penggunaan alat ukur. Tetapi dalam

pelaksanaan metode tersebut belum sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan siswa

untuk menggunakan dan memelihara alat ukur yang berdampak pada hasil belajar. Banyak
siswa menyatakan belum bisa menggunakan alat ukur dan membaca hasil pengukuran.

Padahal para siswa juga mengetahui bahwa kompetensi MenggunakanAlat-Alat Ukur ini

merupakan salah satu prasyarat untuk mengikuti kompetensi selanjutnya.

Berdasarkan asumsi penulis, rendahnya hasil belajar dan kemampuan siswa dalam

MenggunakanAlat-Alat Ukur disebabkan beberapa faktor, yaitu kurangnya motivasi dan

aktifitas siswa dalam belajar baik dalam belajar teori maupun praktik di bengkel, di mana

dalam proses pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru.

Guru lebih banyak menyajikan materi dengan metode ceramah, siswa mendengar dan

mencatat ringkasan materi yang diberikan guru. Dalam menjelaskan materi yang

berhubungan keterampilan seperti pada materi cara menggunakan alat ukur, guru hanya

mendemontarsikannya di depan kelas dan siswa hanya memperhatikan. Selama proses

pembelajaran siswa lebih banyak pasif. Walaupun guru telah memberikan kesempatan untuk

bertanya mana materi yang belum mengerti, tetapi tetap saja siswa malas bertanya langsung

pada guru. Berdasarkan pengamatan, siswa lebih berani bertanya kepada temannya yang

pandai dan mempunyai kemampuan akademik yang baik.

Oleh sebab itu, diharapkan guru mampu mencari solusi dari permasalahan di atas dan

mampu memfasilitasi siswa untuk berbagi pengetahuan dan keterampilan dengan sesama

temannya, berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan yang ada sehingga siswa dapat

menguasai kompetensi yang diajarkan.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang

cocok agar pembelajaran kompetensi MenggunakanAlat-Alat Ukur lebih berkualitas dan


siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah di atas adalah dengan

menerapkan model belajar Contextual Teaching and Learning (CTL).Penerapanmodel belajar

Contextual Teaching and Learning (CTL) diharapkan dapat meningkatkan aktifitas dan hasil

belajar siswa baik secara individual maupun klasikal.

Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Kompetensi Menggunakan

Alat-Alat UkurMelalui Penerapan Model Belajar Contextual Teaching and Learning (CTL)

Siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan 1 SMK Negeri 2 Sungai Penuh Propinsi Jambi.

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan beberapa identifikasi

masalahnya, yaitu sebagai berikut :

1. Siswa kurang aktif dalam belajar.

2. Siswa kurang motivasi dalam belajar.

3. Proses pembelajaran praktik kurang optimal.

4. Interaksi antar siswa dalam proses pembelajaran kelompok belum dikembangkan secara

optimal.

5. Hasil belajar siswa pada kompetensi MenggunakanAlat-Alat Ukur rendah.


C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini

dibatasi pada hasil belajar siswapada kompetensi MenggunakanAlat-Alat Ukur melalui

penerapan Model Belajar Contextual Teaching and Learning (CTL) siswa Kelas X Teknik

Kendaraan Ringan 1 SMK Negeri 2 Sungai Penuh Propinsi JambiSemester Ganjil Tahun

Pelajaran 2011-2012.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan, dapat

dirumuskan masalahnya adalah: Apakah dengan Menerapkan Model Belajar Contextual

Teaching and Learning (CTL)dapat Meningkatkan Hasil Belajar Kompetensi

MenggunakanAlat-Alat Ukur Siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan 1 SMK Negeri 2

Sungai Penuh Propinsi Jambi ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian Tindakan ini adalah untuk memperoleh informasi peningkatan hasil

belajar siswa kelas X Teknik Kendaraan Ringan SMK Negeri 2 Sungai Penuh dengan

menggunakan Model Belajar Contextual Teaching and Learning (CTL)pada pembelajaran

kompetensi Menggunakan Alat-Alat Ukur. Hasil akhir yang diharapkan adalah agar hasil

penelitian dapat:1) Meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar; 2) Meningkatkan hasil

evaluasi belajar siswa; 3) Meningkatkan kinerja guru dalam proses pembelajaran dikelas

maupun di bengkel.
F. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilaksanakan, maka Manfaat yang diharapkan dari hasil

penelitian ini adalah antara lain:

1. Bagi Siswa

a. Untuk dapat belajar lebih aktif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.

b. Memiliki rasa setia kawan, kerjasama dan tanggung jawab.

c. Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuannya menggunakan dan

memelihara alat ukur.

d. Memperoleh nilai ujian minimal 7,00 (sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal).

2. Bagi Guru

a. Meningkatkan kreatifitas guru.

b. Dapat menyusun suatu strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi

siswa.

c. Meningkatkan kinerja guru.

3. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan mengambil kebijakan terutama dalam menyediakan fasilitas

belajar yang lebih baik, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teoritis

Dalam kajian teoritis ini akan dibahas tentang upaya meningkatkan hasil belajar siswa

dengan menerapkan model belajar Contextual Teaching and Learning (CTL) pada

kompetensi MenggunakanAlat-Alat Ukur

1. Tinjauan Tentang Belajar dan Hasil Belajar

a. Hakikat Belajar

Pembelajaran meliputi dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Belajar

mengacu pada kegiatan siswa sedangkan mengajar mengacu pada kegiatan guru.

Belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang.

Pengertian belajar ini para ahli psikologi pendidikan mengemukakan rumusan yang

berlainan sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing. Tentu saja mereka

mempunyai alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.


pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Sedangkan menurut
Usman (1999:5) Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya.

Walaupun terdapat perbedaan rumusan pengertian belajar, namun pada

hakekatnya pendapat di atas mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu belajar

adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik.

Menurut Depdiknas (2008:3) menjelaskan ciri-ciri belajar, yaitu:

1) Pelakunya adalah siswa yang bertindak belajar atau pembelajar.

2) Tujuan belajar adalah memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup.

3) Prosesnya terjadi secara internal pada diri pembelajar.

4) Tempat belajar di sembarang tempat.

5) Lama belajar sepanjang hayat.

6) Syarat terjadinya belajar yaitu ada motivasi belajar yang kuat.

7) Ukuran keberhasilan dari belajar adalah dapat memecahkan masalah.

8) Faedah belajar bagi pembelajar adalah dapat mempertinggi martabat pribadi.

9) Hasil belajar adalah dampak yang diperoleh dari pengajar


Menurut Hamzah (2009:1) Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk

membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar siswa tidak hanya berinteraksi

dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan

keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

diinginkan. Sedangkan Menurut Suryosubroto (1997:19) Proses pembelajaran

meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan

sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif

untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran.

Selanjutnya Winkel dan Paulina (2001:24) Pembelajaran sebagai aktivitas

mental dan fisik yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,

menghasilkan perubahan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap, bersifat tetap dan

membekas. Pembelajaran bukan proses pemindahan pengetahuan melainkan suatu

kegiatan yang memungkinkan siswa membentuk pengetahuan, mengkonstruksi

makna secara jelas dan kritis dalam menghadapi fenomena baru dan menemukan

cara-cara pemecahan permasalahan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran adalah suatu

kegiatan atau proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas

dasar timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif sehingga tingkah laku

siswa berubah ke arah yang lebih baik untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Hakikat Hasil Belajar


Hasil belajar diperoleh melalui kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan

keputusan melalui penilaian kelas. Data yang diperoleh guru selama pembelajaran

berlangsung dapat dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai

dengan hasil belajar yang akan dinilai. Dari hasil belajar diperoleh profil kemampuan

siswa dalam mencapai sejumlah kompetensi dasar. Untuk mengetahui penguasaan

setiap siswa terhadap mata pelajaran tertentu maka perlu dilaksanakan evaluasi. Dari

hasil evaluasi itulah akan dapat diketahui kemajuan siswa.

Menurut Winarno ( 1986 : 88 ) Hasil belajar adalah hasil dimana guru melihat

bentuk akhir dari pengalaman interaksi edukatif yang diperhatikan adalah

menempatkan tingkah laku. Kemampuan siswa dalam menguasai konsep

pengetahuan yang disampaikan oleh guru akan bervariasi hal ini dapat dilihat dari

hasil belajar yang diperoleh oleh siswa melalui penilaian. Selanjutnya Hamzah

(2009:139) Hasil belajar biasanya mengikuti pelajaran tertentu yang harus dikaitkan

dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dari beberapa pendapat di atas

dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu hal yang dimiliki oleh siswa

setelah mengikuti proses pembelajaran yang digunakan untuk menentukan tingkat

keberhasilan siswa dalam menguasai dan memahami materi pelajaran. Dari

beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu

hal yang dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang digunakan

untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai dan memahami

materi pelajaran.
2. Tinjauan Tentang Kompetensi MenggunakanAlat-Alat Ukur

a. Hakikat Kompetensi

Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan

sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. McAshan dalam

Mulyasa (2004 : 45) mengemukakan bahwa kompetensi:

is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves,


which become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily
perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviours.

Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya,

sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, efektif, dan psikomotorik

dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu, Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa

(2004: 222) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas,

keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh siswa untuk dapat

melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.

Dengan demikian terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari siswa

di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja. Untuk itu,

kurikulum menuntut kerja sama yang baik antara pendidikan dengan dunia kerja,

terutama dalam mengidentifikasi dan menganalisis kompetensi yang perlu diajarkan

kepada siswa di sekolah.


Kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa

agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman

langsung.Siswa perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan

yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan

berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan memiliki kontribusi terhadap

kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajari. Penilaian terhadap pencapaian

kompetensi perlu dilakukan secara objektif, berdasarkan kinerja siswa, dengan bukti

penguasaan mereka terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap sebagai

hasil belajar. Dengan demikian dalam pembelajaran yang dirancang berdasarkan

kompetensi, penilaian tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan yang bersifat

subyektif.

Dalam materi pelatihan KTSP dijelaskan bahwa Kompetensi adalah

kemampuan bersikap, berpikir dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan

dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki siswa (Depdiknas : 2008).

Berkaitan dengan perumusan tersebut, maka kompetensi dapat dikenali melalui

sejumlah hasil belajar dan indikator yang dapat diukur dan diamati.

Berdasarkan batasan pengertian kompetensi belajar tersebut, dapat disimpulkan

bahwa kompetensi Menggunakan Alat-Alat Ukur adalah hasil yang telah dicapai

siswa melalui suatu kegiatan belajar. Kegiatan belajar dapat dilakukan secara

individu maupun dan secara kelompok.Tujuan pembelajaran kompetensi

Menggunakan Alat-Alat Ukur adalah agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan

dan sikap dalam menggunakan dan memelihara alat ukur dengan benar. Untuk
memenuhi tuntutan tersebut, maka proses pembelajaran kompetensi Menggunakan

Alat-Alat Ukur dalam tahapan-tahapan sebagai berikut ; (1) kegiatan belajar

pengetahuan yaitu siswa mempelajari tentang mengidentifikasi alat-alat ukur, cara

menggunakan alat-alat ukur dan merawat alat-alat ukur.(2) Kegiatan pembelajaran

praktik, siswa belajar menggunakan alat-alat ukur mekanik, menggunakan alat-alat

ukur pneumatic, menggunakan alat-alat ukur elektrik/elektronik dan merawat alat-

alat ukur.Keberhasilan pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar yang

dicapai oleh siswa, tetapi juga dari segi proses pembelajarannya. Proses

pembelajaran terjadi ketika ada interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa

dengan siswa, karena keduanya mempunyai hubungan timbal balik.

b. Menggunakan Alat-Alat Ukur

Alat ukur merupakan peralatan yang sangat penting dalam

pemeriksaan/perawatan pengukuran kendaraan bermotor baik roda empat maupun

roda dua.Alat ukur terdiri dari alat ukur mekanis, alat ukur pneumatic dan alat ukur

elektronis.Alat ukur pneumatic adalah alat ukur yang bekerja karena pengaruh

tekanan ataupun karena adanya perbedaan tekanan pada gas, udara dan zat

lain.Sedangkan alat ukur elektronis merupakan salah satu alat ukur yang bekerja atas

dasar arus yang mengalir.

1) Alat-alat Ukur Mekanis

a) Jangka Sorong (Vernier caliver/Mistar geser)


Gambar 2.1 Jangka Sorong (Vervier caliper/Mistargeser)

Jangka Sorong atau Vernier caliver digunakan untuk mengukur diameter luar,
diameter dalam dan mengukur kedalaman ketelitiannya adalah 0,05 mm, 0,02
mm dan 0,1 mm.

b) Dial Indikator

Fungsi Dial Indikator:

Mengukur permukaan bidang datar.

Mengukur kebulatan sebuah poros

Mengukur kerataan dinding silinder

Berdasarkan batas ukurnya Dial gauge terbagi atas :

Dial gauge ketelitian 0,01 mm Batas ukur s/d = 10 mm

Dial gauge ketelitian 0,001 mm Batas ukur s/d = 1 mm

Dial gauge ketelitian 0,0005 mm Batas ukur s/d = 0,25 mm


Gambar 2.2 Dial Indikator

c) Silinder Bore Gauge

Fungsi silinder bore gauge adalah untuk mengukur garis tengah bagian

dalam dari sebuah benda kerja, seperti: Cylinder, lubang dudukan poros dan

lain-lain.

Gambar 2.3 Silinder Bore Gauge

d) Mikrometer

FUNGSI :
Mengukur benda kerja dengan lebih teliti (presisi) pada bagian luar, bentuk

kubus, persegi panjang, bujur sangkar atau bulat (Out Side Micrometer).

Mengukur benda kerja dengan lebih teliti (presisi) pada bagian dalam,

bentuk pipa bulat, segi empat dll (Inside Micrometer)

Micrometer dibagi menjadi dua macam:

Outside micrometer: mengukur diameter luar.

Inside micrometer: mengukur diameter dalam

Kedua alat ini memiliki ketelitian 0,01 mm, satu putaran thimble terdiri dari

50 strip (0,5 mm)

Gambar 2.4 Mikrometer luardan mikrometer dalam

2) Alat-Alat Ukur Pneumatic

a) Tire gauge : Fungsinya untuk mengukur tekanan angin ban Satuan ukuran

dalam Psi atau Bar


Gambar 2.5 : Pengukur tekanan angin ban

b) Compression Tester

Berfungsi untuk mengukur tekanan kompresi yang terjadi di dalam silinder

Satuan ukuran dalam Psi atau Kg/cm2.

Gambar 2.6 Compression Tester

c) Fuel Pressure Tester dan Vacum Tester

Alat ukur tekanan dan kevacuuman digunakan untuk menguji kevacuuman

pada saluran masuk sebuah engine atau besarnya tekanan pompa bahan bakar.
Gambar 2.7 Fuel Pressure Tester dan Vacum Tester

d) Kunci Momen (Tension wrench)

Berfungsi untuk mengencangkan baut atau mur sesuai dengan

torsi/momen tertentu. Satuan ukuran dalam Kg.m atau N.m

Gambar 2.8 : Kunci Momen

e) Hidrometer

Berfungsi untuk melakukan pengukuran berat jenis battery

Gambar 2.9 : Hidrometer

3) Alat-Alat Ukur Elektrik / Elektronik


a) Multitester

Fungsi dan Konstruksi


Gambar 2.11 Engine Tune Up tester

3. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Sistem pembelajaran saat ini masih dominan dengan istilah belajar yang diartikan

sebagai kegiatan-kegiatan berupa duduk, dengar, catat kemudian pulang untuk dihapal.

Melihat kondisi yang demikian, siswa akan merasakan kejenuhan yang berkepanjangan.

Untuk menghindari dan mengantisipasi kejenuhan itu, maka perlu adanya pembentukan

konsep penting yang harus dilaksanakan dalam praktik pembelajaran. Salah satu di

antaranya adalah pembelajaran kontektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL).
a. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

Yang dimaksud dengan Pembelajaran kontekstual menurut Best (2001) adalah:

Contextual Learning :

A conception that helps teachers relate subject matter content to real world
situations and motivates students to make connections between knowledge
and its applications to their lives as family members, citizens, and workers.

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan salah satu

model pembelajaran berbasis kompetensi yang dapat digunakan untuk

mengefektifkan dan menyukseskan implementasi kurikulum berbasis kompetensi.

Menurut Nurhadi (2004:103) menyatakan bahwa :

Pendekatan CTL adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk


menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa
dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan diterapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual (CTL)

merupakan suatu konsep yang membantu guru-guru menghubungkan isi mata

pelajaran dengan situasi keadaan di dunia nyata (real world) dan memotivasi siswa

untuk lebih memahami hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam

kehidupannya sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja. Guru sebagai

fasilitator lebih banyak mengembangkan strategi pembelajaran dibanding mengajar

atau memberi informasi, mengelola kelas sebagai tim bekerja untuk menemukan

sesuatu yang berguna bagi anggota tim (siswa). Guru mendorong kegiatan

pembelajaran agar siswa mengkonstruksi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap


dengan cara menemukan sendiri (inquiry). Siswa didorong untuk membentuk

masyarakat belajar (learning community) selalu aktif bertanya (questioning), kreatif,

menggunakan waktu secara efektif, efesien dalam suasana hati yang menyenangkan.

b. Karakteristik Pembelajaran CTL

1) Kerjasama

2) Saling menunjang

3) Menyenangkan

4) Tidak membosankan

5) Belajar dengan bergairah

6) Pembelajaran terintegrasi

7) Menggunakan berbagai sumber

8) Siswa aktif

Guna mewujudkan model pembelajaran CTL yang memiliki karakteristik

seperti di atas, seorang guru perlu mengkondisikan dan mempersiapkan materi

pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta mengkaitkannya dengan

realitas dan kebenaran (kontruktivisme). Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh

seorang guru sebagai pengajar adalah:


1) Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu

kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.

2) Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan,

membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, mengadakan

justifikasi.

3) Guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses

belajar siswa berjalan dengan baik, sehingga proses belajar lebih ditekankan pada

siswa yang belajar.

c. Komponen CTL

1) Inquiry (merumuskan masalah)

Bagaimanakah cara melukiskan suasana kerja di suatu unit kerja. Dapat

dilakukan antara lain dengan melakukan:

a) Mengamati atau melakukan observasi

b) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan atau gambar.

c) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

sekelas, guru, atau audien yang lain.

2) Questioning ( bertanya)
Questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan

siswa, antara siswa dengan guru atau antara siswa dengan orang lain yang

didatangkan ke kelas. Bisa juga dilakukan saat berdiskusi, bekerja dalam

kelompok, ketika mengamati atau ketika menemui kesulitan.

3) Konstruktivisme

Merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja praktek

mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan

atau menciptakan ide.

4) Learning Community (masyarakat belajar)

Dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam pembelajaran dan materi

yang akan diberikan, antara lain pembentukan kelompok kecil, kelompok besar,

mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat atau bekerja dengan

kelas di atasnya, serta bekerja dengan masyarakat di lingkungan sekolah.

5) Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya)

Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan hanya hasil.Menilai

pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang diperoleh siswa.Penilai tidak

hanya oleh guru, tetapi juga bisa teman atau orang lain.Karakteristik Penilaian

dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, bisa

digunakan untuk formatif maupun sumatif.Yang diukur pengetahuan dan


keterampilan, bukan mengingat fakta, tetapi berkesinambungan, terintegrasi dan

dapat digunakan sebagai feed back.

6) Modeling (permodelan)

Guru bukan satu-satunya model, tetapi bisa juga model dari siswa yang

memiliki suatu kelebihan untuk mendemonstrasikan kemampuannya atau dari

pihak luar yang bertindak sebagai native speaker.

7) Reflection (refleksi)

Bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang sudah diketahui, dan hal-hal

yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan.

Realisasinya dapat berupa:

a) Pernyataan langsung tentang apa yang diperolehnya hari itu.

b) Catatan atau jurnal siswa.

c) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.

d) Diskusi.

e) Hasil karya.

d. Konsep Model Pembelajaran CTL

Dalam pembelajaran kontekstual tugas guru adalah memberikan kemudahan

belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang
memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa

hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan

siswa dapat belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat penting dan sangat

menunjang pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaran secara

keseluruhan.

Secara garis besar penerapan pendekatan dalam belajar memiliki 7 (tujuh)

langkah sebagai berikut (Nurhadi, 2002: 10):

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara

bekerja sendiri membangun pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri pada semua topik.

3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan cara bertanya.

4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar kelompok).

5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6) Lakukan refleksi pada akhir pertemuan.

7) Lakukan penilaian dengan berbagai cara.

Menurut (Nurhadi, 2002:5) Dalam konsep pendekatan CTL ada 3 (tiga) unsur

yang harus dipahami yaitu:


1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,

artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara sadar. Proses

belajar dalam CTL tidak mengharapkan siswa hanya menerima pelajaran, akan

tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

2) CTL mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari

dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap

hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini

sangat penting, sebab dengan mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan

kehidupan nyata akan memberikan makna secara fungsional serta akan lama

tertahan dalam memori siswa sehingga materi yang telah dipelajari tidak akan

mudah terlupakan.

3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya

CTL bukan hanya mengharapkan siswa memahami materi yang dipelajarinya,

akan tetapi bagaimana materi itu mewarnai prilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran kontekstual mendorong siswa memahami hakikat makna dan

manfaat belajar sehingga mereka akan rajin belajar dan termotivasi untuk senantiasa

belajar. Selama pembelajaran, guru bukan hanya menyampaikan materi pelajaran

berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan belajar yang kondusif agar terjadi

keberhasilan pembelajaran sesuai yang diharapkan.

Pelaksanaan model pembelajaran CTL, dilaksanakan dengan langkah sebagai

berikut :
1) Mengkaji konsep atau teori (materi ajar) yang akan dipelajari oleh siswa.

2) Memahami latar belakang, dan prediksi pekerjaan dimasa mendatang bagi siswa.

3) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari

dengan latar belakang, dan prediksi pekerjaan yang akan ditekuni dimasa depan

bagi siswa.

4) Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengkaitkan

apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman sebelumnya dan

fenomena kehidupan sehari-hari, serta mendorong siswa untuk membangun

kesimpulan yang merupakan pemahaman siswa terhadap konsep atau teori yang

sedang dipelajarinya.

5) Melakukan penilaian autentik (authentic assessment) yang memungkinkan siswa

untuk menunjukkan penguasaan tujuan dan pemahaman yang mendalam terhadap

pembelajarannya, sekaligus pada saat yang bersamaan dapat meningkatkan dan

menemukan cara untuk peningkatan pengetahuannya. (Depdiknas (2003:17).

B. Kerangka Konseptual

Secara grafis pemikiran yang dilakukan peneliti dapat digambarkan dengan bentuk

diagram sebagai berikut :

Diagram 1. Kerangka Berpikir


Deskripsi kerangka berpikir:

1. Kondisi awal, guru belum memanfaatkan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching

and Learning (CTL) pada kegiatan pembelajaran. Pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan kelompok, dengan metode-metode: ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan

diskusi. Hasilnya, banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam memahami

kompetensi Menggunakan Alat-alat Ukur sehingga hasil belajar masih rendah.


2. Agar semua siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran dan kualitas pembelajaran

meningkat , maka perlu tindakan yang harus dilakukan oleh guru, yaitu dengan

menerapkan pendekatan model belajar Contextual Teaching and Learning (CTL)dalam

proses pembelajaran.

3. Pada Siklus 1: guru memanfaatkan pendekatan model pembelajaran Contextual Teaching

and Learning (CTL) pada kegiatan pembelajaran. Adapun wujud pengalaman nyata untuk

siswa, diberikan melalui metode belajar kelompok (learning community), metode

pemodelan denagn tahapan-tahapan skenario pembelajarannya.

4. Pada Siklus 2: guru memanfaatkan model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) pada kegiatan pembelajaran. Adapun wujud pengalaman nyata untuk

siswa, difokuskan melalui metode inkuiri, belajar praktik langsung menggunakan media

konkrik dan bermodel teman sejawat. Materi pelajaran yang dipelajari sesuai modul.

5. Dari kondisi siklus 1 ke siklus 2 diharapkan hasil belajar siswa pada kompetensi

Menggunakan alat-alat ukur meningkat.

6. Pada kondisi akhir, diduga melalui pemanfaatan pendekatan pembelajaran Contextual

Teaching and Learning (CTL), dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas X Teknik

Kendaraan Ringan 1 SMK Negeri 2 Sungai Penuh pada kompetensi Menggunakan alat-

alat ukur.

B. Hipotesis Tindakan
Melalui Penerapan Model Belajar Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat

peningkatan Hasil Belajar Kompetensi Menggunakan Alat-Alat Ukur Siswa Kelas X Teknik

Kendaraan Ringan 1 SMK Negeri 2 Sungai PenuhPropinsiJambi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Uraian tentang setting penelitian meliputi rincian waktu yang dialokasikan untuk

penyelenggaraan/pelaksanaan penelitian, dan informasi tentang tempat diselenggarakannya

penelitian tindakan ini.

1. Tempat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di Kelas X Teknik Kendaraan Ringan 1

SMK Negeri 2 Sungai Penuh dengan jumlah siswa 36 orang, karena kelas tersebut tingkat

kemampuannya rata-rata sedang dan peneliti mengajar dikelas tersebut.

2. Lokasi Penelitian

Nama sekolah : SMK Negeri 2 Sungai Penuh

Alamat : Jl. Raya Kayu Aro KM. 03 Sungai Penuh

Kecamatan : Pesisir Bukit

Kabupaten/Kota : Kota Sungai Penuh

Provinsi : Jambi
Telpon/ Fax : (0748) 21070/ (0748) 21070)

3. Waktu Penelitian

303

Penelitian ini direncanakan selama 2 (dua ) bulan yaitu pada bulan Januari sampai dengan bulan
Februari 2011 tepatnya pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Waktu penelitian ini
sesuai dengan program pembelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan
yang telah ditetapkan pada Kurikulum Program Studi Keahlian Teknik Otomotif SMK Negeri 2
Sungai Penuh Semester Genap tahun pelajaran 2011/2012 dengan kompetensi yang diajarkan
saat itu adalah Menggunakan Alat-Alat Ukur.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas X Teknik Kendaraan Ringan 1 SMK Negeri 2

Sungai Penuh dengan jumlah siswa 36 orang laki-laki dengan tingkat kemampuan rata-rata

sedang.

C. Sumber Data

Data primer, yang merupakan hasil belajar siswa, diperoleh dari subyek penelitian, yaitu

seluruh siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan 1 tahun pelajaran 2011/2012 dengan jumlah

siswa 36 orang, sedangkan data sekunder diperoleh dari temuan guru lain yang menjadi team

teaching dalam proses pembelajaran di kelas tersebut.

D. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpul Data


Pada penelitian ini, teknik pengumpul data yang digunakan adalah: teknik tes dan

teknik non tes. Teknik tes digunakan ketika pengumpulan data tentang tingkat

pemahaman kognitif siswa. Sedangkan teknik non tes digunakan sebagai sarana

pengumpulan data tentang perubahan sikap/ perilaku yang terjadi.

2. Alat Pengumpulan Data

Saat pengumpulan data dengan teknik tes, alat yang digunakan adalah soal tes,

sedangkan ketika pengumpulan data dengan teknik non tes, alat yang digunakan adalah

lembar/pemandu observasi.

E. Validasi data

Untuk data kuantitatif, ditetapkan untuk dilakukan validasi teoritik, dengan cara

memeriksa instrumen dan kisi-kisi yang telah di buat. Sedangkan untuk data kualitatif,

dilakukan validasi melalui triangulasi, baik triangulasi sumber maupun trianggulasi metode.

F. Analisis Data

Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan deskriptif komparatif, yaitu

membandingkan nilai tes pada kondisi awal, nilai tes setelah siklus 1, dan nilai tes setelah

siklus 2. Sedangkan data hasil observasi dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Analisis data bertujuan untuk melihat apakah terdapat peningkatan hasil belajar. Dalam

analisis nilai digunakan rumus :


Rata-rata hitung :

Keterangan : rata-rata tes

nilai peserta tes

N = Banyak peserta tes

G. Indikator Kinerja

Indikator Keberhasilan dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

yang telah ditetapkan dalam KTSP Teknik Otomotif SMK Negeri 2 Sungai Penuh tahun

pelajaran 2011, yaitu :

1. Siswa dikatakan tuntas belajar secara individu, jika siswa tersebut telah menguasai

70% dari materi yang diuji.

2. Siswa dikatakan tuntas secara klasikal bila 85% dari seluruh pengikut tes sudah

menguasai 70% dari materi yang diujikan.


H. Prosedur Penelitian

Berdasarkan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka jenis penelitian ini adalah

Penelitian Tindakan Kelas (PTK).Penelitian ini dilakukan dengan prosedur yang mengacu

pada langkah-langkah sebagai berikut, yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (acting),

observasi (observing), dan refleksi (refecting).

1. Persiapan penelitian tindakan

Adapun persiapan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi :

a. Guru peneliti membuat perangkat pembelajaran, yaitu Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) dan menyusun modul pembelajaran. Untuk mengetahui RPP dan

Modul sudah valid dan layak pakai maka RPP dan modul dibahas bersama guru mitra

team teching dan mitra kolaborasi yang juga mengajar kompetensi yang sama.

b. Mempersiapkan job sheet yang akan digunakan pada saat proses belajar praktik di

bengkel. Job sheet diberikan kepada siswa sebagai panduan siswa dalam melakukan

kegiatan praktik

c. Mempersiapkan instrumen pengumpulan data untuk mengukur kesiapan siswa dalam

belajar dan untuk mengetahui proses pembelajaran di kelas dan di bengkel, yaitu

lembar observasi aktifitas siswa.

d. Mempersiapkan sumber-sumber, alat dan bahan yang digunakan saat proses

pembelajaran di kelas/bengkel.
e. Mempersipkan perangkat penilaian yaitu; format penilaian unjuk kerja (praktik),

penilaian ujian teori dan kisi-kisinya.

f. Membentuk kelompok-kelompok belajar praktik, yaitu membagi siswa menjadi 6

kelompok, masing-masing beranggotakan 6 orang dengan tingkat kemampuan siswa

yang berbeda. Setiap kelompok ditunjuk satu orang sebagai ketua kelompok.

2. Siklus Penelitian

Pada penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebanyak 2 siklus, setiap siklus

terdiri dari 3 kali pertemuan. Permasalahan yang belum dapat dipecahkan pada siklus

pertama, direfleksikan bersama teman kolaborator dalam suatu pertemuan kolaborasi

untuk mencari penyebabnya. Selanjutnya peneliti merencanakan berbagai langkah

perbaikan untuk diterapkan pada siklus kedua.

a. Siklus 1

1) Perencanaan (planning)

a) Identifikasi masalah dan penetapan alternative pemecahan masalah.

b) Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses

pembelajaran.

c) Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

d) Memilih materi pembelajaran yang sesuai

e) Menentukan skenario pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL).


f) Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat yang dibutuhkan.

g) Menyusun lembar kerja (job sheet) siswa

h) Membuat rencana kegiatan awal (apersepsi)

i) Membuat rencana kegiatan pokok

j) Membuat rencana kegiatan penutup

k) Mengembangkan format evaluasi.

l) Mengembangkan format observasi pembelajaran.

2) Pelaksanaan (acting)

a) Menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario pembelajaran.

b) Mengadakan tanya jawab tentang alat-alat ukur yang biasa di gunakan di

bengkel otomotif.

b) Membentuk kelompok belajar menjadi 6 kelompok, setiap kelompok

beranggotakan 6 orang siswa yang heterogen.

c) Menugaskan siswa untuk mengidentifikasi alat ukur yang digunakan di

bengkel otomotif, kemudian mendiskusikannya dalam kelompok.

d) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok

e) Diskusi pembahasan semua hasil kelompok


f) Menyimpulkan bersama-sama

g) Membuat laporan hasil kerja secara berkelompok dan individu

h) Melaksanakan evaluasi

3) Observasi (observing)

a) Melakukan observasi dengan memakai format observasi yang sudah disiapkan

untuk mengamati situasi pembelajaran, mengamati keaktifan siswa dan

kemampuan siswa.

b) Menilai hasil tindakan dengan menggunakan format lembar kerja (job sheet)

siswa.

4) Refleksi

a) Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasai mutu,

jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.

b) Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evalusi tentang skenario

pembelajaran dan laporan praktik pada lembar kerja (job sheet) siswa.

c) Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan

pada siklus berikutnya.

d) Indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus 1 ini diharapkan minimal 75%

dari seluruh pengikut tes sudah menguasai 70% dari materi yang diujikan.

b. Siklus II
1) Perencanaan

a) Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasidan

penetapan alternative pemecahan masalah.

b) Menentukan indikator pencapaian hasil belajar.

c) Pengembangan program tindakan pada siklus II.

2) Tindakan

Pelaksanaan program tindakan pada siklus II mengacu pada identifikasi

masalah yang muncul pada siklus I, sesuai dengan alternative pemecahan maslah

yang sudah ditentukan, antara lain melalui:

a) Membentuk kelompok belajar menjadi 6 kelompok, setiap kelompok

beranggotakan 6 orang siswa yang heterogen.

b) Siswa mempelajari materi pelajaran melalui penggalian informasi pada modul

dengan metode diskusi kelompok

c) Siswa mengidentifikasi dan memilih alat-alat ukur dan bahan yang sesuai

berdasarkan tugas pada job sheet.

d) Siswa mengerjakan tugas praktik menggunakan alat ukur dan

mendemontrasikan penggunaan alat ukur.

e) Siswa mendiskusikan hasil praktik di dalam kelompoknya


f) Masing-masing kelompok mengutus seorang anggota kelompoknya untuk

mempresentasikan hasil tugas kelompoknya.

g) Siswa menyelesaikan laporan praktik

3) Pengamatan (observing)

a) Melakukan observasi dengan memakai format observasi yang sudah disiapkan

untuk mengamati situasi pembelajaran, mengamati keaktifan siswa dan

kemampuan siswa.
Upaya Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika materi suku banyak dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw Pada SMAN 2 Madiun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara berkembang selalu berusaha untuk mengejar ketinggalannya, yaitu dengan giat melakukan

pembangunan di segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan pemerintah selalu berusaha untuk

meningkatkan kualitas pendidikan dengan berbagai cara seperti mengganti kurikulum, meningkatkan kualitas guru

melalui penataran-penataran atau melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, memberi dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) dan sebagainya. Sesuai dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional, pasal 3 menyatakan bahwa ; Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan memperhatikan isi dari UU No. 20 tahun 2003 tersebut, peneliti berpendapat bahwa tugas

seorang peneliti memang berat, sebab kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan pendidikan dari bangsa

itu sendiri. Jika seorang seorang guru atau pendidik tidak berhasil mengembangkan potensi peserta didik maka

negara itu tidak akan maju, sebaliknya jika guru atau pendidik berhasil mengembangkan potensi peserta didik, maka

terciptalah manusia yang cerdas, terampil, dan berkualitas. Sesuai dengan Depdiknas (2005 : 33) yang menyatakan

bahwa, Pendidikan Matematika adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam

dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan

berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.

Untuk mencapai tujuan ini peranan guru sangat menentukan. Menurut Wina Sanjaya (2006 : 19), peran guru adalah:
Sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, dan evaluator. Sebagai motivator guru

harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktivitas siswa dalam proses pembelajaran berhasil dengan baik.

Salah satu cara untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan mengganti cara /

model pembelajaran yang selama ini tidak diminati lagi oleh siswa, seperti pembelajaran yang dilakukan dengan

ceramah dan tanya-jawab, model pembelajaran ini membuat siswa jenuh dan tidak kreatif. Suasana belajar mengajar

yang diharapkan adalah menjadikan siswa sebagai subjek yang berupaya menggali sendiri, memecahkan sendiri

masalah-masalah dari suatu konsep yang dipelajari, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan

fasilitator. Situasi belajar yang diharapkan di sini adalah siswa yang lebih banyak berperan (kreatif).

Pada SMAN 2 Madiun sejak peneliti mengajar, dalam pembelajaran Matematika , peneliti sering

menggunakan model pembelajaran ceramah. Model pembelajaran ini tidak dapat membangkitkan aktivitas siswa

dalam belajar. Hal ini tampak dari perilaku siswa yang cenderung hanya mendengar dan mencatat pelajaran yang

diberikan guru. Siswa tidak mau bertanya apalagi mengemukakan pendapat tentang materi yang diberikan. Melihat

kondisi ini, peneliti berusaha untuk mencarikan model pembelajaran lain yaitu model pembelajaran diskusi. Siswa

dibagi atas beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang (melihat kondisi siswa di kelas). Dari diskusi yang

telah dilaksanakan, ternyata siswa masih kurang mampu dalam mengemukakan pendapat, sebab kemampuan dasar

siswa rendah. Dalam bekerja kelompok, hanya satu atau dua orang saja yang aktif, sedangkan yang lainnya

membicarakan hal lain yang tidak berhubungan dengan tugas kelompok. Dalam melaksanakan diskusi kelompok,

peneliti juga melihat di antara anggota kelompok ada yang suka mengganggu teman karena mereka beranggapan

bahwa dalam belajar kelompok (diskusi) tidak perlu semuanya bekerja. Karena tidak semua anggota kelompok yang

aktif, maka tanggung jawab dalam kelompok menjadi kurang, bahkan dalam kerja kelompok (diskusi), peneliti juga

menemukan ada di antara anggota kelompok yang egois sehingga tidak mau menerima pendapat teman.

Melihat kenyataan-kenyataan yang peneliti temui pada sikap siswa di dalam proses pembelajaran

tersebut di atas, peneliti berpendapat bahwa aktivitas siswa di SMAN 2 Madiun dalam pembelajaran Matematika

sangat kurang. Dalam hal ini peneliti berani mengungkapkan karena memang aktivitas siswa SMAN 2 Madiun

masih jauh dari pengertian aktivitas yang diungkapkan dari para ahli, seperti Paul D. Dierich dalam Oemar Hamalik

(2001: 173), mengemukakan bahwa jenis aktivitas dalam kegiatan lisan atau oral adalah mengemukakan suatu fakta

atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat,

wawancara, diskusi dan interupsi.


Berdasarkan pengamatan atau observasi pendahuluan yang peneliti lakukan, ditemukan bahwa siswa

SMAN 2 Madiun dalam melaksanakan diskusi kelas jarang sekali mengemukakan pendapat, mengajukan

pertanyaan, apalagi mengajukan saran. Karena aktivitas siswa yang rendah itu, hasil belajar yang diperoleh juga

menjadi rendah. Hal ini dapat kita lihat dari nilai rata-rata hasil ujian semester 1 kelas XI IA - 3 tahun pelajaran

2006/2007

Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain rendahnya perhatian siswa

dalam mengikuti pelajaran Matematika. Guru sering memberikan pelajaran dalam bentuk ceramah dan tanya-jawab,

sehingga siswa tidak terangsang untuk mengembangkan kemampuan berfikir kreatif.

Berdasarkan pengalaman yang peneliti hadapi di dalam proses pembelajaran Matematika yang tidak aktif

maka peneliti berusaha mencarikan model pembelajaran lain, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan lebih

berkualitas. Model pembelajaran yang akan peneliti coba untuk melakukannya adalah model pembelajaran

Kooperatif tipe Jigsaw. Ketertarikan peneliti mengambil model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, karena peneliti

melihat dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw semua anggota kelompok diberi tugas dan

tanggungjawab, baik individu maupun kelompok. Jadi, keunggulan pada pembelajaran kooperatif Jigsaw dibanding

dengan diskusi yaitu seluruh anggota dalam kelompok harus bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan, sebab

tugas itu ada yang merupakan tanggung jawab individu dan ada pula tanggung jawab kelompok. Oleh sebab itu,

dalam penelitian ini peneliti mengambil sebuah judul yaitu: Upaya Peningkatan Aktivitas Siswa dalam

Pembelajaran Matematika materi suku banyak dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw.

Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di SMAN 2 Madiun , diharapkan aktivitas siswa

meningkat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Siswa kurang memperhatikan dalam pembelajaran.

2. Siswa kurang berani dalam mengemukakan pendapat.

3. Adanya siswa beranggapan bahwa dalam belajar kelompok tidak perlu semua bekerja.

4. Adanya siswa yang suka membicarakan hal lain, yang tidak berhubungan dengan tugas kelompok.

5. Tanggung jawab siswa terhadap tugas masih rendah.


6. Adanya anggota kelompok yang tidak mau menerima pendapat teman.

C. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan kemampuan waktu dan tenaga yang peneliti miliki, maka peneliti memberi batasan masalah:

1. Siswa kurang berani dalam mengemukakan pendapat.

2. Tanggung jawab siswa terhadap tugas masih rendah.

3. Motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran kurang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah ditetapkan dalam pembelajaran Matematika dengan menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Sejauh mana manfaat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap pembelajaran Matematika ?

2. Sejauh mana aktivitas belajar siswa dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw?

3. Sejauh mana pengaruh motivasi terhadap siswa dalam mengikuti pelajaran?

E. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang yang telah dikemukakan maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan cara yang lebih efektif dalam membelajarkan Matematika pada materi suku

banyak

2. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika khususnya dalam materi suku banyak

melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw.

3. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran Matematika

Membangkitkan minat siswa untuk menyukai mata pelajaran Matematika

DAFTAR PUSTAKA

Anton M Mulyono, 2000, Kamus Besar Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka

Depdikbud, 1999, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Depdikbud


Depdiknas, 2005, Pendidikan Matematika , Kurikulum dan Silabus Pendidikan Matematika , Jakarta : Depdiknas

Depdiknas, 2005, Pendidikan Matematika , Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Matematika , Jakarta :

Depdiknas

Johnson DW & Johnson, R, T (1991) Learning Together and Alone. Allin and Bacon : Massa Chussetts

Oemar Hamalik, 2001, Proses Belajar Mengajar, Jakarta, P.T., Bumi Aksara

Sardiman, A.M, 2003, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Suharsimi Arikunto, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara

Team Pelatih Penelitian Tindakan, 2000, Penelitian Tindakan (Action Research), Universitas Negeri Yogyakarta

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, 2003, Jakarta :

Depdiknas

Wina Senjaya, 2006, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana Prima
b) Menilai hasil tindakan dengan menggunakan format lembar kerja (job sheet)

siswa.

4) Refleksi

a) Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasai mutu,

jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.

b) Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evalusi tentang skenario

pembelajaran dan laporan praktik pada lembar kerja (job sheet) siswa.

c) Indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus ini diharapkan 85% dari

seluruh pengikut tes sudah menguasai 70% dari materi yang diujikan.

You might also like