You are on page 1of 7

BAB 9

Akuntansi Keuangan Syariah

Akad Murabahah

A. Pengertian Akad Murabahah


Secara luas, jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas
dasar saling rela. Menurut (Sabiq, 2008) jual beli adalah memindahkan milik
dengan ganti (iwad) yang dapat dibenarkan (sesuai syariah), pertukaran dapat
dilakukan antara uang dengan barang, barang dengan yang biasa kita kenal
dengan barter dan uang dengan uang misalnya pertukaran nilai mata uang
rupiah dengan yen.
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. Hal yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita
kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga
pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya.
Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar-menawar atas besaran margin
keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan.
Harga beli menggunakan harga pokok yaitu harga beli dikurangi
dengan diskon pembelian. Apabila diskon diberikan setelah akad, maka
diskon yang didapat akan menjadi hak pembeli atau hak penjual sesuai
dengan kesepakatan mereka di awal akad. Dalam PSAK 102 dijelaskan lebih
lanjut, jika akad tidak mengatur, maka diskon tersebut menjadi hak penjual.
Namun pada hakikatnya, diskon pembelian adalah hak pembeli. Sehingga
akan lebih baik jika prosedur operasional perusahaan menyatakan bahwa
diskon setiap akad murabahah adalah hak pembeli.
Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain meliputi
(PSAK No. 102 par 11):
a. Diskon dalam bentuk apa pun dari pemasok atas pembelian
b. Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka
pembelian barang
c. Komisi dalam bentuk apa pun yang diterima terkait dengan pembelian
barang
Sedangkan keuntungan yang diinginkan bisa dinyatakan dalam jumlah
tertentu (lump sum) misalnya Rp 20.000.000 atau berdasarkan persentase
tertentu, misalnya 20% atau 30% dari harga pokok.

Penjual dapat meminta pembeli untuk mewakilinya membeli barang


yang dibutuhkan pembeli sehingga barang yang dibeli sesuai dengan
keinginannya. Dan akad murabahah dapat terjadi setelah barang tersebut
menjadi milik si penjual karena akad tidak sah kalau penjual tidak
memiliki barang yang dijualnya.

Penjualan dapat dilakukan secara tunai atau kredit (pembayaran


tangguh). Dalam akad murabahah, diperkenankan harga berbeda untuk
cara pembayaran yang berbeda. Misalnya, harga tunai, harga tangguh
dengan periode 1 tahun atau 2 tahun berbeda. Namun penjual dan pembeli
harus memilih harga mana yang disepakati dalam akad tersebut dan
begitu disepakati maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang
digunakan dan harga ini tidak dapat berubah. Apakah pembeli melunasi
lebih cepat dari jangka waktu kredit yang ditentukan atau pembeli
menunda pembayarannya, harga tidak boleh berubah.

Penjual dapat meminta uang muka pembelian kepada pembeli sebagai


bukti keseriusannya ingin membeli barang tersebut. Uang muka menjadi
bagian pelunasan piutang murabahah jika akad murabahah disepakati.
Namun apabila penjual telah membeli barang dan pembeli
membatalkannya, uang muka ini dapat digunakan untuk menutup
kerugian si penjual akibat dibatalkannya pesanan oleh penjual, penjual
dapat meminta kekurangannya kepada pembeli. Sebaliknya,bila lebih
besar, pembeli berhak untuk mengambil atau menerima kembali sebagian
uang mukanya.

Apabila akad penjualan secara tangguh dan pembeli dapat


melunasinya secara tepat waktu atau bahkan ia melakukan pelunasan
lebih cepat dari periode yang telah ditetapkan, maka penjual boleh
memberikan potongan. Namun demikian, besarnya potongan ini tidak
boleh diperjanjikan di awal akad (untuk menghindari adanya unsur riba).

Apabila pembeli tidak dapat membayar utangnya sesuai dengan waktu


yang ditetapkan, penjual tidak diperbolehkan mengenakan denda atas
keterlambatan pada pembeli karena kelebihan pembayaran atas suatu
utang sama dengan riba. Pengecualian berlaku, apabila pembeli tersebut
tidak membayar bukan karena mengalami kesulitan keuangan tapi karena
lalai.dalam kasus seperti ini, pengenaan denda diperbolehkan. Namun,
denda ini pun tidak boleh diakui sebagai pendapatan penjual tapi harus
digunakan untuk dana kebajikan/sosial (dana qard) yang akan disalurkan
pada orang yang membutuhkan. Tujuan dikenakannya denda adalah
sebagai hukuman/sanksi bagi orang yang lalai agar ia lebih disiplin dalam
menunaikan kewajiban membayar utangnya.

Apabila pelunasan piutang tertunda dikarenakan pembeli mengalami


kesulitan keuangan, maka penjual hendaknya memberi keringanan.
Keringanan dapat berupa menghapus sisa tagihan, membantu menjualkan
objek murabahah pada pihak lain atau melakukan restrukturisasi piutang.

Restrukturisasi piutang dilakukan terhadap debitur yang mengalami


penurunan kemampuan pembayaran piutang yang bersifat permanen.
Restrukturisasi piutang dapat dilakukan dalam bentuk (PSAK ED 108):

a. Memberi potongan sisa tagihan, sehingga jumlah angsuran


menjadi lebih kecil.
b. Melakukan penjadwalan ulang (rescheduling), di mana jumlah
tagihan yang tersisa tetap (tidak boleh ditambah) dan
perpanjangan masa pembayaran disesuaikan dengan
kesepakatan kedua pihak sehingga besarnya angsuran menjadi
lebih kecil.
c. Mengonversi akad murabahah, dengan cara menjual objek
murabahah kepada penjual sesuai dengan nilai pasar,
kemudian dari uang yang ada digunakan untuk melunasi sisa
tagihan. Kelebihannya (bila ada) digunakan sebagai uang
muka akad ijarah atau sebagai bagian modal dari akad
mudharabah musyarakah atau musyarakah dalam rangka
perolehan suatu barang. Hal ini dilakukan terhadap debitur
yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran namun
debitur tersebut masih prospektif. Sebaliknya, apabila terjadi
kekurangan tetap menjadi utang pembeli yang cara
pembayarannya disepakati bersama.
B. Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
Murabahah dalam syariah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam
kaitan ini, bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang
kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah diperlukan.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut,pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

Murabahah kepada nasabah:

1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu


barang atau asset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan
pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membelinya) sesuai dengan janji yang
telah disepakatinya. Karena secara hukum janji tersebut mengikat
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank diperbolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya
bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada
nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternative dari
uang muka, maka:
a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut,
ia tinggal membayar sisa harga.
b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik
bank maka mal sebesar kerugian yang ditanggung oleh
bank akibat pembatalan tersebut dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Jaminan dalam Murabahah:
1. Jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat
dipegang.

Utang dalam murabahah:


1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan
nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah
menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia
tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap
harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh
memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu
diperhitungkan.
Penundaan pembayaran dalam Murabahah:
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian utangnya.
2. Jika nasabah menunda-menunda pembayaran dengan sengaja, atau
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank
harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali atau
berdasarkan kesepakatan.
C. Jenis Murabahah
Murabahah dapat dibedakan berdasarkan jenis dan cara pembayarannya
sebagai berikut:

Tanpa pesanan Mengikat


Murabahah Jenis
Berdasarka pesanan Tidak mengikat
Cara bayar Tunai

Tangguh
1. Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order)
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang
setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan
dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli
barang yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli
harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan
pesanannya. Jika asset murabahah yang telah dibeli oleh penjual,
dalam murabahah pesanan meningkat, mengalami penurunan nilai
sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut
menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
2. Murabahah tanpa pesanan
Murabahah tanpa pesanan bersifat tidak mengikat, sehingga dapat
membatalkan pesanannya.
D. Cara pembayaran Murabahah
1. Murabahah tunai
Murabahah dengan cara pembayaran sekaligus sesuai dengan harga
barang yang telah disepakati keduanya.
2. Murabahah tangguh
Murabahah dengan cara pembayarannya dilakukan secara tangguh
atau secara dicicil atau angsuran sesuai dengan yang disepakati
keduanya.

Jual beli murabahah yang dilakukan lembaga keuangan syariah, dan dikenal
dengan berbagai nama, seperti berikut:

1. Al- murabahah lil Aamir bi Asy-Syira


2. Al-murabahah lil Waid bi Asy-Syira
3. Bai al-Muwaadah
4. Al-murabahah al-Mashrafiyah
5. Al-muwaaadah Ala al-murabahah

You might also like