Pasien-pasien GERD datang keluhan heartburn atau regurgitasi, wheezing
atau dispneu, batuk kronis, suara parau kronis atau sakit tenggorokan, throatclearing, nyeri dada, halitosis. Gejala heartburn atau regurgitasi sering terjadi setelah makan, terutama makanan yang berlemak. Posisi berbaring, membungkuk, atau aktivitas fisik akan memperberat gejala. Pasien- pasien dengan gejala klasik heartburn atau regurgitasi jarang dilakukan uji konfirmasi untuk menegakkan diagnosis karena nilai prediksinya positif tinggi ketika didapatkan heartburn (spesifitas 89%, 81% nilai prediktif positif 81%) dan/atau regurgitasi (spesifitas 95%, nilai prediktif positif 57%). Diagnosis banding GERD seringkali sulit karena intensitas dan frekuensi heartburn dan gejala GERD yang lain tidak dapat dijadikan untuk memprediksi beratnya manifestasi yang terjadi pada esofagus (Wilson, 2008). Hampir 80% pasien-pasien dengan GERD disertai sedikitnya satu dari gejala extraesophageal. Namun demikian tidaklah mudah menghubungkan penyebab GERD dan gejala extraesophageal, dikarenakan GERD mungkin salah satu dari banyak penyebab gejala ini. Gejala extraesophageal antara lain masalah pernapasan, nyeri dada, suara parau, keradangan pita suara. Endoskopi saluran cerna atas pada pasien dengan gejalaheartburn atau regurgitasi bukan keharusan bagi pasien GERD, mengingat lebih dari 90% pasien GERD di Asia tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan endoskopi (Wilson, 2008). Sitokin inflamasi, termasuk di dalamnya kemokin, memegang peranan penting sebagai penyebab perubahan awal inflamasi pada pasien dengan GERD. Didapatkan kadar IL-8 mRNA yang lebih tinggi pada pasien GERD, yang mana ekspresi IL-8 mRNA berada di lapisan basal epitel esofagus. IL-8 adalah faktor yang mengaktifkan netrofil yang memproduksi lekosit-lekosit dan sel endotel vaskular. Dalam hal ini pentingnya peranan sel epitel esofagus dalam menyebabkan inflamasi mukosa dengan memproduksi IL-8. Pasien-pasien dengan pemberian terapi dengan PPI selama 8 minggu, kadar IL-8 m-RNA menurun dengan cepat seiring dengan perbaikan gejala dan gambaran endoskopi, namun tidak ada perubahan kadar MCP-1 (Monocyte Chemoattractant Protein-1) mRNA. IL-8 adalah petanda sensitif untuk inflamasi esofagus. Pada penelitian kultur sel-sel esofagus dan mukosa esofagus menunjukkan bahwa sitokin inflamasi seperti IL-8, infiltrasi lekosit, dan stres oksidatif semuanya terlibat dalam patogenesis refluks esofagitis (Waleleng, 2007).
dalam mukosa esofagus pada pasien GERD. Hal ini mengindikasikan peningkatan kadar radikal bebas dan peroxynitrite pada mukosa esofagus pasien. Inflamasi mukosa disebabkan oleh produksi hidrogen peroksidase yang menstimulasi sintesis PAF (platelet activating factor) dan PGE2 (prostaglandin E2) dan terlibat dalam relaksasi LES (lower oesophageal sphincter). Para penulis menunjukkan peranan penting stres oksidatif yang mempengaruhi refluks karena gangguan fungsi LES. Oksidatif stres disebabkan oleh refluks asam lambung dan cairan duodenum (asam empedu dan cairan pankreas) ke esofagus yang dikaitkan dengan berkembangnya inflamasi dan keganasan. Secara umum bahwa refluks asam lambung dan refluks cairan duodenum yang membuat sulit kondisi pasien untuk diterapi (Yoshida, 2007). DAFTAR PUSTAKA
Waleleng, 2007. The Pathophysiology Gastroesophageal
Reflux Disease vol 3 No 1 : 5-8. ISSN 2088-818x
Wilson, L.M. 2007. Patofisiologi Edisi 6. EGC. Jakarta. 415-417
Yoshida S, et al, 2007. Identification of bottom-fermenting
yeast genes expressed during lager beer fermentation.