You are on page 1of 20

2.1.

1 Jaras Penglihatan

Gambar 2.1 memperlihatkan jaras utama penglihatan dari kedua retina ke korteks

penglihatan. Sinyal saraf penglihatan meninggalkan retina melalui nervus optikus. Di kiasma

optikum, serat nervus optikus dari bagian nasal retina menyebrangi garis tengah, tempat serat

nervus optikus bergabung dengan serat-serat yang berasal dari bagian temporal retina

matayang lain sehingga terbentuklah traktus optikus. Serat-serat dari tiap optikus bersinaps di

nukleus genikulatum lateralis dorsalis pada talamus, dan dari sini, serat-serat

genikulokalkarina berjalan melalui radiasio optikus (traktus genikulokalkarina), ke korteks

penglihatan primer, yang terletak di fisura kalkarina lobus oksipitalis.

Saraf penglihatan juga melalui beberapa daerah yang lebih primitf di otak :

1. Dari traktus optikus menuju nukleus suprakiasmatik di hipotalamus, mungkin untuk

pengaturan irama sirkardian yang menyinkronisasikan berbagai perubahan fisiologi

tubuh dengan siang dan malam.


2. Ke nuklei pretektalis di otak tengah, untuk mendatangkan gerakan refleks mata agar

mata dapat difokuskan ke arah objek yang penting dan untuk mengaktifkan refleks

pupil terhadap cahaya.


3. Ke kolikulus superior, untuk mengatur pergerakan arah kedua mata yang cepat dan

menuju nukleus genikulatum lateralis ventralis pada talamus dan daerah basal otak

sekitarnya, diduga untuk membantu mengendalikan beberapa fungsi sikap tubuh.

Jadi jaras penglihatan dapat dibagi menjadi :

a. Sistem Primitif untuk otak tengah dan dasar otak depan


b. Sistem baru untuk penghantaran sinyal penglihatan secara langsung ke korteks

penglihatan yang terletak di lobus oksipitalis.

Pada manusia, sistem baru bertanggung jawab untuk persepsi seluruh aspek bentuk

,penglihatan, warna, dan penglihatan sadar lainnya. Sebaliknya pada banyak hewan primitif,
haitu dengan menggunakan kolikulus superior dengan cara yang sama seperti hewan mamalia

menggunakan korteks penglihatan.

Gambar 2.1.1 Jaras Penglihatan

2.1.1 Media Refraksi


Menurut Ilyas (2012), mata normal atau mata emetropia adalah suatu

keadaan dimana sinar yang sejajar atau jauh dibiaskan atau difokuskan oleh

sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea tanpa mata melakukan

akomodasi. Sinar yang masuk ke dalam mata harus melalui beberapa media

refraksi. Media refraksi adalah bagian mata yang akan membiaskan cahaya dalam proses

melihat sehingga bayangan benda jatuh pada retina. Media refraksi terdiri atas kornea,

humor aqueus, lensa, vitreous humor dan saraf optik. Berikut akan dijelaskan

secara singkat anatomi mata yang berfungsi sebagai media refraksi yang terdiri

dari :
a. Bola Mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola

mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih

tajam sehingga terdapat bentuk dengan dua kelengkungan yang

berbeda. Menurut Ilyas (2012), bola mata dibungkus oleh tiga lapisan,

yaitu :

(1) Sklera merupakan jaringan ikat yang

kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian

terluar yang melindungi bola mata.

(2) Jaringan uvea merupakan jaringan

vaskuler. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.

Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk

kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris

menghasilkan cairan bilik mata (humor aqueus), yang dikeluarkan

melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea

dan sklera. Humor aqueus dibentuk dalam mata rata-rata 2 sampai

3 mikroliter tiap menit (Guyton, 1997). Menurut Perhimpunan

Dokter Mata Indonesia (2002), koroid adalah suatu membran

berwarna coklat tua, yang terletak diantara sklera dan retina

terbentang dari ora serrata sampai ke papil saraf optik. Koroid kaya

pembuluh darah dan berfungsi terutama memberi nutrisi kepada

retina bagian luar.

(3) Retina atau selaput jala adalah bagian

mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan

cahaya. Retina merupakan lapisan bola mata yang terletak paling

dalam dan mempunyai susunan sebanyak sepuluh lapis yang


merupakan lapisan membran neurosensoris yang akan merubah

sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.

b. Kornea

Merupakan 1/6 bagian pembungkus bola mata yang bening dan berbentuk kaca

arloji terletak di dataran depan bola mata. Kornea hidup bersifat transparan dan

jernih sehingga mampu meneruskan sinat atau membiaskannya ke dalam bola

mata (70%). Kornea tidak memiliki vaskularisasi (avaskuler), sehingga bila terjadi

perubahan pada permukaan kornea (yang seharusnya licin) maka akan terjadi

gangguan pembiasan sinar dan berkurangnya tajam penglihatan secara nyata.

Namun kaya akan serabut sensoris yang berasal dari saraf siliar yang merupakan

cabang oftalmik n.trigeminus. Tebal kornea di bagian sentral 0,5 mm yang terdiri

atas 5 lapisan yaitu:

a. Epitel anterior. Sel epitel gepeng, sel sayap dan sel basal atau sel kuboid. Sel
basal melekat erat dengan membran basal kornea. Sel basal dan membran
basal epitel kornea mempunyai daya regenerasi.
b. Membran bowman (lamina limitan anterior). Tidak memiliki daya regenerasi.
c. Stroma. Tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga proses penyembuhan
akan menghasilkan jaringan parut yang keruh pada kornea, sementara lapisan
ini merupakan yang paling tebal sekitar 90% dari ketebalan kornea.
d. Membran descment (lamina limitan posterior). Lapisan elastik kornea yang
bersifat transparan.
e. Endotel. Terdiri atas satu lapis sel gepeng heksagonal

c. Pupil

Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil

merupakan lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang

mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil akan membesar

bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila

berada di tempat terang atau intensitas cahayanya besar, maka pupil

akan mengecil.
d. Lensa

Lensa terletak tepat di belakang iris, di depan badan vitreous, dan

dilingkari oleh prosesus siliaris yang mana overlap pada bagian

tepinya. Kapsul lensa (capsula lentis) merupakan membran transparan

yang melingkupi lensa, dan lebih tebal pada bagian depan daripada di

belakang. Lensa merupakan struktur yang rapuh namun sangat elastis.

Di bagian belakang berhadapan dengan fossa hyaloid, bagian depan

badan vitreous; dan di bagian depan berhadapan dengan iris. Lensa

merupakan struktur transparan bikonveks. Kecembungannya di bagian

anterior lebih kecil daripada bagian posteriornya. Peranan lensa yang

terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi. Lensa

mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina.

Fungsi lensa adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh

tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya

datang dari jauh), lensa aka menipis. Sedangkan untuk melihat objek

yang dekat lensa mata akan menebal.

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertantu, yaitu:

a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam

akomodasi untuk menjadi cembung.


b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media

penglihatan.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

a. Menjadi kaku karena bertambahnya umur mengakibatkan

presbiopia.
b. Keruh atau yang disebut katarak
c. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
e. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik

mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik

mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan

f. Badan Vitreous (Vitreous body)

Vitreous body membentuk sekitar empat perlima bola mata. Zat

seperti agar-agar ini mengisi ruangan yang dibentuk oleh retina.

Transparan, konsistensinya seperti jeli tipis, dan tersusun atas cairan

albuminus terselubungi oleh membrane transparan tipis, membran

hyaloid. Membran hyaloid membungkus badan vitreous. Porsi di bagian

depan ora serrata tebal karena adanya serat radial dan dinamakan

zonula siliaris (zonule of Zinn). Disini tampak beberapa jaringan yang

tersusun radial, yaitu prosesus siliaris, sebagai tempat menempelnya.

Zonula siliaris terbagi atas dua lapisan, salah satunya tipis dan

membatasi fossa hyaloid, lainnya dinamakan ligamen suspensori lensa,

lebih tebal, dan terdapat pada badan siliaris untuk menempel pada

kapsul lensa. Ligamen ini mempertahankan lensa pada posisinya, dan

akan relaksasi jika ada kontraksi serat sirkular otot siliaris, maka lensa

akan menjadi lebih konveks. Tidak ada pembuluh darah pada badan

vitreous, maka nutrisi harus dibawa oleh pembuluh darah retina dan

prosesus siliaris. Fungsi dari vitreous humor yaitu sebagai media

refraksi, pembentuk massa bola mata, tamponade.


2.1.1 Gambar Anatomi Bola Mata

2.2 Fisiologi proses penglihatan

Proses visual (proses penglihatan) merupakan rangkaian aktivitas yang berlangsung

selama terjadinya persepsi visual. Selama proses visual, bayangan obyek yang dilihat oleh

mata akan terfokus pada retina sehingga tercipta persepsi obyek tersebut.

Ketika bayangan obyek dalam lingkungan tersebut difokuskan pada retina, maka energi

dalam spektrum visual akan dubah menjadi potensial elektris (impuls) oleh sel batang dan

kerucut dalam retina melalui sejumlah reaksi kimia. Impuls dari sel batang dan kerucut akan

mencapai korteks serebri melalui nervus optikus dan sensasi penglihatan akan dihasilkan

dalam korteks serebri. Jadi, proses sensasi visual dapat terjadi berdasarkan pembentukan
bayangan dan fenomena saraf, kimiawi seta elektris. Berikut akan dijelaskan mekanisme

pembentukan bayangan pada melihat jauh dan dekat (Sembulingam 2013 ; Sheerwood 2001).

2.2.1 Penglihatan jauh dan dekat

Ketika melihat suatu obyek, sinar cahaya memasuki mata melewati kornea akan

diteruskan melalui pupil dan kemudian difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu

ke retina sehingga akan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika

dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan

ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen

kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary

dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut

dikenal juga sebagai myoepithelial cells. Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini

berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.

Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika

kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh (Saladin,

2006 ; Sherwood, 2001).

Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada

retina tadi bergantung pada kemampuan refraksi mata. Beberapa media refraksi mata yaitu

kornea,aqueous humour dan lensa. Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan

lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus

pada benda yang dekat dan jauh. Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di

retina, harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan

menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat

difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi (Saladin, 2006 ; Sherwood, 2001). Mata

mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat obyek yang jaraknya bervariasi
dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang

dari jauh), lensa akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat lensa mata akan

menebal. Kekuatan lensa untuk menebal dan menipis ini bergantung pada bentuknya, yang

diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi

lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas/ relaksasi dan

lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk

memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-

serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara

sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood,

2001 ; Guyton 2011). Semua media refraksi tersebut harus bekerja simultan untuk dapat

melihat suatu obyek baik dari jarak jauh maupun dari jarak dekat.

2.2.2 Proses Akomodasi

Pada keadaan normal cahaya berasal dari jarak yang tidak berhingga atau jauh akan

terfokus pada retina,demikian pula bila benda jauh tersebut di dekatkan, hal ini terjadi akibat

adanya daya akomudasi lensa yang dapat memfokuskan bayangan pada retina atau makula

lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda terfokus pada retina.

Akomodasi adalah kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembungkan yang terjadi

akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi,daya pembiasan lensa yang mencembung akan

lebih kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat

benda makin kuat mata harus berakomodasi ( lensa mencembung). Kekuatan akomodasi

diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan

pada waktu konvergensi atau melihat dekat.

Dengan bertambahnya usia maka akan berkurang pula daya akomodasi, hal ini

diakibatkan berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencumbung. Keadaan


berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut di sebut presbiopia. Daya akomodasi diukur

dengan satuan dioptri. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada bintik kuning.

Bila benda tersebut didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat

benda ini didekatkan pengelihatan menjadi kabur maka mata akan berakomodasi dengan

mencembungkan lensa di bagian sentralnya. Pada lensa yang makin cembung di tengah

semakin kuat daya biasnya maka semakin dekat bayangan benda yang terjadi pada mata

terhadap retina yang sebelumnya terletak dibelakang retina.

Pada akomodasi terjadi kontraksi otot akomodasi atau muskulus siliar. Hal akomodasi

juga dapat terjadi sebaliknya. Pada benda yang dijauhkan maka otot akomodasi melemah

sehingga lensa menjadi pipih kembali dan benda kembali terletak pada retina. Untuk melihat

jauh m.siliar istirahat/ relaksasi dan lensa kembali pada bentuknya yang lebih pipih.

Dibawah ini akan dijelaskan beberapa teori akomodasi :

-Teori Helmholtz

Bertambahnya kecembungan lensa mata diakibatkan kendornya zonula Zinn, yang

menghilangkan pengaruh penarikan lensa sehingga memungkinkan lensa yang elastis

menjadi cembung.

-Teori Schoen

Akibat kontraksi otot siliar pada bola karet yang dipegang dengan kedua tangan

dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian tengah.

-Teori Tscherning

Akibat kontraksi bagian depan kedua serabut radiasi dan sirkular otot siliar akan

terdoronng ke belakang dan keluar; dan mendorong lensa , dimana tekanan bagian

depan otot mengakibatkan lensa menjadi lebih cembung.


Lensa berakomodasi secara langsung untuk jauh dan dekat. Kekuatan akomudasi

ditentukan dengan satuan dioptri, lensa 1 dioptri mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter.

Variasi kekuatan maksimal mata disebut sebagai kekuatan akomudasi mata tersebut. Cara

mengetahui adanya akomodasi adalah dengan menjauhkan tangan dan menatap kuku ibu jari

yang diacungkan dilihat detail bagian kuku tersebut. Kuku ibu jari tersebut didekatkan dan

dilihat terus gambaran detail kuku tersebut sampai terlihat mulai kabur. Bila detail mulai

tidak jelas ini menunjukkan kemampuan akomodasi maksimal sudah tercapai. Akomodasi

dapat dibatasi dengan kesadaran keinginan melihat jelas.

Akomodasi merupakan suatu peroses dimana mata menyesuaikan diri pada objek

yang didekatkan pada mata untuk difokuskan pada retina.Demikian pula terjadi sebaliknya

dimana benda dijauhkan akan tetap terfokus pada retina. Sesungguhnya mekanisme

terjadinya akomodasi belum terdapat kata sepakat. Pada akomodasi melihat dekat otot siliar

berkontraksi disertai dengan manik mata atau pupil mengecil dan sumbu mata bergulir

kedalam atau berkonvergensi. Ketiga hal ini disebut sebagai reflaks akomodasi (Ilyas, 2012)

Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpastis yang

dihantarkan ke mata melalui saraf kranial III pada batang otak. Perangsangan saraf

parasimpatis menimbulkan kontraksi kedua set serat otot siliaris, yang akan mengendurkan

ligamen suspensorium di lensa sehingga menyebabkan lensa menjadi tebal dan meningkatkan

daya biasnya. Makin besar suatu lensa membelokkan cahaya, makin besar pula daya bias

lensa tersebut. Dengan meningkatnya daya bias, mata mampu melihat obyek lebih dekat

dibanding sewaktu daya biasnya rendah. Akibatnya dengan memendeknya objek ke arah

mata, jumlah impuls parasimpatis yang sampai ke otot siliaris harus ditingkatkan secara

progresif agar pbyek dapat terlihat dengn jelas. Perangsangan simpatis memberikan efek

tambahan terhadap relaksasi otot siliaris tapi efek ini sangat kecil sehingga hampir tidak

berperan dalam mekanisme akomodasi normal (Guyton, 2012).


Kemampuan mata berakomodasi berkurang pada pertambahan umur. Akomodasi

merupakan cara mata untuk memfokuskan benda pada jarak tertentu, tebalnya lensa

merupakan kemampuan memfokuskan benda yang dekat. Pada anak mungkin adalah mudah

untuk melihat jauh dan dekat dengan jelas. Pada usia 40 tahun lensa kurang kenyal dan

kemampuan akomodasi perlahan-lahan berkurang dan mengakibatkan pekerjaan dekat

bertambah sukar. Keadaan ini dinamakan presbiopia (Guyton, 2012 ; Ilyas dan Yulianti

2012)

Refraksi

Pada orang normal (emetropia) susunan pembiasan oleh media

penglihatan dan panjang bola mata demikian seimbang sehingga bayangan

benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea

(Ilyas, 2006 ; Ilyas dan Yulianti 2012). Individu dengan mata emetropia dapat

melihat jarak jauh dengan jelas tanpa berakomodasi (Bruce, et al, 2003).
Gambar 2. Mata Normal (emetropia)
Pada mata emetropia terdapat keseimbangan antara kekuatan pembiasan

sinar dengan panjang bola mata. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian

besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya

bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding media

penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan terutama pada saat

melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.

Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan

pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan

panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat

terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (Ilyas, 2006). Menurut Ilyas

(2006), terdapat 3 keadaan yang menyebabkan ametropia, yaitu :

a. Miopia (penglihatan dekat), terjadi bila kekuatan optik mata terlalu

tinggi, biasanya karena bola mata yang panjang, dan sinar cahaya

paralel jatuh pada fokus di depan retina


b. Hipermetropia (penglihatan jauh), terjadi apabila kekuatan optik mata

terlalu rendah, biasanya karena bola mata terlalu pendek, dan sinar

cahaya paralel mengalami konvergensi pada titik di belakang retina.


c. Astigmatisma, terjadi bila kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda

tidak sama. Sinar cahaya paralel yang melewati bidang yang berbeda

ini jatuh ke titik fokus yang berbeda.


Miopia

1. Definisi Miopia

Miopia didefinisikan sebagai keadaan refraksi dimana pantulan paralel sinar yang

masuk ke mata saat istirahat difokuskan di depan retina. Pantulan sinar pada bola mata yang

mengalami miopia terlihat pada gambar 2. Sedangkan juvenile-onset miopia adalah miopia

dengan onset (angka kejadian) antara usia 7 hingga 16 tahun, terutama tergantung dari

pertumbuhan globe axial length (Vaughan, DG. Asbury, 2009). Tidak ada mekanisme bagi

mata miopia untuk mengurangi kekuatan lensanya sampai lebih kecil dari kekuatannya bila

otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna. Pasien miopia tidak mempunyai mekanisme

untuk memfokuskan dari obyek jauh dengan jelas di retina. Namun, bila obyek didekatkan ke

mata, benda tersebut akhirnya menjadi cukup dekat sehinggan bayangan dapat difokuskan

(Guyton, 2011).

Gambar 2: Mata miopia dan koreksinya.


Sumber: Vaughan, DG. Asbury, T. Neurooftalmogy. Oftalmologi Umum edisi 14. 2000; P.
389-406
Pada miopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan

pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa bentuk miopia, antara lain miopia

refraktif dan miopia aksial. Miopia refraktif adalah miopia yang terjadi akibat bertambahnya

indeks bias media penglihatan. Hal ini terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea

dan lensa yang terlalu kuat. Miopia aksial adalah miopia yang terjadi akibat panjangnya

sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. 5

2. Etiologi Miopia

Miopia tinggi dapat diturunkan, baik secara autosomal dominan maupun autosomal

resesif. Penurunan secara sex linked sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang

berhubungan dengan penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Pada ras oriental,

kebanyakan miopia tinggi diturunkan secara autosomal resesif.1,2,3,5

3. Patogenesis Miopia
Pada miopia atau penglihatan dekat sewaktu otot siliaris relaksasi total, cahaya dari

objek jauh difokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh bola mata

terlalu panjang, tetapi dapat disebabkan oleh daya bias sistem lensa yang lebih kuat

(Guyton, 2012).
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum

diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini,

seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya,

tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya,

tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya.

Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal

pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan

dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan pada miopia.1,2,3

Menurut tahanan sklera


a. Mesadermal

Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan

elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini, dimana pembuangan

sebahagian masenkhim sklera dari perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini,

karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan

jaringan terakhir yang berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan

kongenital ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari bundle serat

kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya.

Bundle serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora equatorial.

Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang kurang dapat diperluas perunitnya

dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm 2. Tekanan intraokular

equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior

ditemukan 4 x dari pada bidang anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior

kirakira 2 x lebih diperluas. Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak

berhubungan dengan hilangnya luasnya bundle serat sudut jala yang terlihat pada sklera

posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-

Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia.1

b. Ektodermal-Mesodermal

Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidak harmonisan

pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan

ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif

jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam

hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah

pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen

abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin
menimbulkan defek ektodermal-mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona

oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari pole posterior mata, dimana

dapat dilihat pada miopia patologik (tipe stafiloma posterior).1

Meningkatnya suatu kekuatan yang luas

a. Tekanan intraokular basal

Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada

glaucoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan

pemanjangan sumbu bola mata.1

b. Susunan peningkatan tekanan

Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi

deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata

yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti

konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan

tekanan intraokular 60 mmHg.Juga pada penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai 70

mmHg -110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering

diantara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular.1

4. Klasifikasi Bentuk Miopia1,3,5


a. Miopia Axial

Dalam hal ini, terjadinya miopia akibat panjang sumbu bola mata (diameter Antero-

posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa normal, refraktif power normal dan tipe

mata ini lebih besar dari normal.

b. Miopia Kurvatura

Dalam hal ini terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea

atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen

dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola

mata normal.
c. Perubahan Index Refraksi

Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media

penglihatan seperti yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus sehingga pembiasan lebih

kuat.

d. Perubahan Posisi Lensa

Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaukoma berhubungan dengan

terjadinya miopia.

Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam miopia ringan, dimana miopia lebih kecil

dari 3 dioptri; miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri; dan miopia berat atau tinggi,

dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri. Dioptri adalah ukuran daya bias lensa, daya bias

lensa konveks dalam dioptri sama dengan 1 dioptri tadi, sebuah lensa sferis mempunyai daya

bias +1 dioptri bila lensa itu memusatkan cahaya sejajar menuju satu titik fokus 1 meter di

belakang lensa.10

Progresi miopi 1 D atau lebih dilaporkan pada 15%-25% anak usia 7-13 tahun,

prevalensi miopia paling meningkat pada anak perempuan usia 9-10 tahun, sedangkan pada

anak laki-laki usia 11-12 tahun. Semakin dini terjadinya miopia, semakin besar progresinya.

Pada sebagian besar individu, progresi miopi berhenti pada pertengahan usia remaja, sekitar

usia 15 tahun untuk anak perempuan dan 16 tahun untuk anak laki-laki. 75% miopia pada

remaja bersifat stabil.2

5. Hal-Hal Umum yang Dapat Menyebabkan Miopia

Faktor genetik mungkin merupakan faktor yang paling penting, namun faktor lain

meliputi pekerjaan jarak dekat dan pendidikan juga dapat mempengaruhi. Terdapat hubungan

antara aktivitas melihat dekat meliputi waktu yang dihabiskan untuk membaca, penggunaan

komputer, menonton televisi dan bermain TV game, serta lamanya pajanan terhadap cahaya

dengan kejadian miopia.3


Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna

tertentu. Tingkat luminansi yang diukur dengan luxmeter juga akan mempengaruhi

kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan intensitas penerangan

lebih besar untuk melihat objek gambar. Semakin besar luminansi dari sebuah objek, rincian

objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan semakin bertambah.3

Selain tingkat luminasi faktor lain yang mempengaruhi adalah silau. Silau adalah suatu

proses adaptasi yang berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang

berlebihan. Keempat adalah faktor ukuran pupil. Agar jumlah sinar yang diterima oleh retina

sesuai, maka otot iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh

memfokusnya lensa mata, mengecil ketika lensa mata memfokus pada objek yang dekat.3

Penerangan sebaiknya lebih mengutamakan penerangan alamiah dengan merencanakan

cukup jendela pada bangunan yang ada. Kalau karena alasan teknis penggunaan penerangan

alamiah tidak dimungkinkan, barulah penerangan buatan dimanfaatkan dan inipun harus

dilakukan dengan tepat. penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan

seseorang dapat melihat objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya

yang tidak perlu.

Iluminasi atau intensitas penerangan adalah flux cahaya yang jatuh pada suatu bidang

atau permukaan, sehingga suatu intensitas penerangan adalah lumen/m2 atau lux (lx).

Diketahui luas ruangan asrama 48 m2, tinggi 2,80 m, lampu yang digunakan TLD 18 watt

dan 57 ml/watt dan terdapat 3 buah lampu.

Maka besar lumen = 18 Watt x 57 lumen/watt = 1026 x 3 buah lampu = 3078 lumen E=

lumen/m2= 3078 lumen/ 48 m2 = 64,125 lux. Sedangkan tingkat penerangan berdasarkan

jenis pekerjaan teliti (membaca, menggambar) yaitu 350-700 lux. 8 Untuk ukuran pembagian

ruangan dalam rumah berdasarkan pada satuan ukuran modular dan standar internasional

untuk ruangan gerak atau kegiatan manusia, sehingga diperoleh ruang tidur 3 x 3 (9 m2),
sedangkan luas ruangan asrama 8 x 6 m (48 m2) diisi 6 orang, yang seharusnya diisi 4 orang.

sehingga ukuran ruangan terasa profesional dengan ruangan yang ada, apabila ditinjau dari

sudut pandang estetika maka keberadaannya pada suatu ruangan akan mengahadirkan nuansa

yang nyaman, indah dan tenang.

6. Pengobatan Miopia
Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus atau negatif yang sesuai untuk

mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca

mata dan lensa kontak. Miopia juga dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain

keratotomi radial, keratektomi fotorefraksi.3

You might also like