Professional Documents
Culture Documents
1 Jaras Penglihatan
Gambar 2.1 memperlihatkan jaras utama penglihatan dari kedua retina ke korteks
penglihatan. Sinyal saraf penglihatan meninggalkan retina melalui nervus optikus. Di kiasma
optikum, serat nervus optikus dari bagian nasal retina menyebrangi garis tengah, tempat serat
nervus optikus bergabung dengan serat-serat yang berasal dari bagian temporal retina
matayang lain sehingga terbentuklah traktus optikus. Serat-serat dari tiap optikus bersinaps di
nukleus genikulatum lateralis dorsalis pada talamus, dan dari sini, serat-serat
Saraf penglihatan juga melalui beberapa daerah yang lebih primitf di otak :
mata dapat difokuskan ke arah objek yang penting dan untuk mengaktifkan refleks
menuju nukleus genikulatum lateralis ventralis pada talamus dan daerah basal otak
Pada manusia, sistem baru bertanggung jawab untuk persepsi seluruh aspek bentuk
,penglihatan, warna, dan penglihatan sadar lainnya. Sebaliknya pada banyak hewan primitif,
haitu dengan menggunakan kolikulus superior dengan cara yang sama seperti hewan mamalia
keadaan dimana sinar yang sejajar atau jauh dibiaskan atau difokuskan oleh
sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea tanpa mata melakukan
akomodasi. Sinar yang masuk ke dalam mata harus melalui beberapa media
refraksi. Media refraksi adalah bagian mata yang akan membiaskan cahaya dalam proses
melihat sehingga bayangan benda jatuh pada retina. Media refraksi terdiri atas kornea,
humor aqueus, lensa, vitreous humor dan saraf optik. Berikut akan dijelaskan
secara singkat anatomi mata yang berfungsi sebagai media refraksi yang terdiri
dari :
a. Bola Mata
berbeda. Menurut Ilyas (2012), bola mata dibungkus oleh tiga lapisan,
yaitu :
vaskuler. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.
Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk
terbentang dari ora serrata sampai ke papil saraf optik. Koroid kaya
b. Kornea
Merupakan 1/6 bagian pembungkus bola mata yang bening dan berbentuk kaca
arloji terletak di dataran depan bola mata. Kornea hidup bersifat transparan dan
mata (70%). Kornea tidak memiliki vaskularisasi (avaskuler), sehingga bila terjadi
perubahan pada permukaan kornea (yang seharusnya licin) maka akan terjadi
Namun kaya akan serabut sensoris yang berasal dari saraf siliar yang merupakan
cabang oftalmik n.trigeminus. Tebal kornea di bagian sentral 0,5 mm yang terdiri
a. Epitel anterior. Sel epitel gepeng, sel sayap dan sel basal atau sel kuboid. Sel
basal melekat erat dengan membran basal kornea. Sel basal dan membran
basal epitel kornea mempunyai daya regenerasi.
b. Membran bowman (lamina limitan anterior). Tidak memiliki daya regenerasi.
c. Stroma. Tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga proses penyembuhan
akan menghasilkan jaringan parut yang keruh pada kornea, sementara lapisan
ini merupakan yang paling tebal sekitar 90% dari ketebalan kornea.
d. Membran descment (lamina limitan posterior). Lapisan elastik kornea yang
bersifat transparan.
e. Endotel. Terdiri atas satu lapis sel gepeng heksagonal
c. Pupil
bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila
akan mengecil.
d. Lensa
yang melingkupi lensa, dan lebih tebal pada bagian depan daripada di
tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya
datang dari jauh), lensa aka menipis. Sedangkan untuk melihat objek
penglihatan.
presbiopia.
b. Keruh atau yang disebut katarak
c. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
e. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik
depan ora serrata tebal karena adanya serat radial dan dinamakan
Zonula siliaris terbagi atas dua lapisan, salah satunya tipis dan
lebih tebal, dan terdapat pada badan siliaris untuk menempel pada
akan relaksasi jika ada kontraksi serat sirkular otot siliaris, maka lensa
akan menjadi lebih konveks. Tidak ada pembuluh darah pada badan
vitreous, maka nutrisi harus dibawa oleh pembuluh darah retina dan
selama terjadinya persepsi visual. Selama proses visual, bayangan obyek yang dilihat oleh
mata akan terfokus pada retina sehingga tercipta persepsi obyek tersebut.
Ketika bayangan obyek dalam lingkungan tersebut difokuskan pada retina, maka energi
dalam spektrum visual akan dubah menjadi potensial elektris (impuls) oleh sel batang dan
kerucut dalam retina melalui sejumlah reaksi kimia. Impuls dari sel batang dan kerucut akan
mencapai korteks serebri melalui nervus optikus dan sensasi penglihatan akan dihasilkan
dalam korteks serebri. Jadi, proses sensasi visual dapat terjadi berdasarkan pembentukan
bayangan dan fenomena saraf, kimiawi seta elektris. Berikut akan dijelaskan mekanisme
pembentukan bayangan pada melihat jauh dan dekat (Sembulingam 2013 ; Sheerwood 2001).
Ketika melihat suatu obyek, sinar cahaya memasuki mata melewati kornea akan
diteruskan melalui pupil dan kemudian difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu
ke retina sehingga akan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika
dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan
ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen
kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary
dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut
dikenal juga sebagai myoepithelial cells. Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini
berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.
Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika
kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh (Saladin,
Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada
retina tadi bergantung pada kemampuan refraksi mata. Beberapa media refraksi mata yaitu
kornea,aqueous humour dan lensa. Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan
lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus
pada benda yang dekat dan jauh. Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di
retina, harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan
menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat
difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi (Saladin, 2006 ; Sherwood, 2001). Mata
mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat obyek yang jaraknya bervariasi
dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang
dari jauh), lensa akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat lensa mata akan
menebal. Kekuatan lensa untuk menebal dan menipis ini bergantung pada bentuknya, yang
diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi
lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas/ relaksasi dan
lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk
memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-
serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara
sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood,
2001 ; Guyton 2011). Semua media refraksi tersebut harus bekerja simultan untuk dapat
melihat suatu obyek baik dari jarak jauh maupun dari jarak dekat.
Pada keadaan normal cahaya berasal dari jarak yang tidak berhingga atau jauh akan
terfokus pada retina,demikian pula bila benda jauh tersebut di dekatkan, hal ini terjadi akibat
adanya daya akomudasi lensa yang dapat memfokuskan bayangan pada retina atau makula
lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda terfokus pada retina.
Akomodasi adalah kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembungkan yang terjadi
akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi,daya pembiasan lensa yang mencembung akan
lebih kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat
benda makin kuat mata harus berakomodasi ( lensa mencembung). Kekuatan akomodasi
diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan
Dengan bertambahnya usia maka akan berkurang pula daya akomodasi, hal ini
dengan satuan dioptri. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada bintik kuning.
Bila benda tersebut didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat
benda ini didekatkan pengelihatan menjadi kabur maka mata akan berakomodasi dengan
mencembungkan lensa di bagian sentralnya. Pada lensa yang makin cembung di tengah
semakin kuat daya biasnya maka semakin dekat bayangan benda yang terjadi pada mata
Pada akomodasi terjadi kontraksi otot akomodasi atau muskulus siliar. Hal akomodasi
juga dapat terjadi sebaliknya. Pada benda yang dijauhkan maka otot akomodasi melemah
sehingga lensa menjadi pipih kembali dan benda kembali terletak pada retina. Untuk melihat
jauh m.siliar istirahat/ relaksasi dan lensa kembali pada bentuknya yang lebih pipih.
-Teori Helmholtz
menjadi cembung.
-Teori Schoen
Akibat kontraksi otot siliar pada bola karet yang dipegang dengan kedua tangan
-Teori Tscherning
Akibat kontraksi bagian depan kedua serabut radiasi dan sirkular otot siliar akan
terdoronng ke belakang dan keluar; dan mendorong lensa , dimana tekanan bagian
ditentukan dengan satuan dioptri, lensa 1 dioptri mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter.
Variasi kekuatan maksimal mata disebut sebagai kekuatan akomudasi mata tersebut. Cara
mengetahui adanya akomodasi adalah dengan menjauhkan tangan dan menatap kuku ibu jari
yang diacungkan dilihat detail bagian kuku tersebut. Kuku ibu jari tersebut didekatkan dan
dilihat terus gambaran detail kuku tersebut sampai terlihat mulai kabur. Bila detail mulai
tidak jelas ini menunjukkan kemampuan akomodasi maksimal sudah tercapai. Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu peroses dimana mata menyesuaikan diri pada objek
yang didekatkan pada mata untuk difokuskan pada retina.Demikian pula terjadi sebaliknya
dimana benda dijauhkan akan tetap terfokus pada retina. Sesungguhnya mekanisme
terjadinya akomodasi belum terdapat kata sepakat. Pada akomodasi melihat dekat otot siliar
berkontraksi disertai dengan manik mata atau pupil mengecil dan sumbu mata bergulir
kedalam atau berkonvergensi. Ketiga hal ini disebut sebagai reflaks akomodasi (Ilyas, 2012)
Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpastis yang
dihantarkan ke mata melalui saraf kranial III pada batang otak. Perangsangan saraf
parasimpatis menimbulkan kontraksi kedua set serat otot siliaris, yang akan mengendurkan
ligamen suspensorium di lensa sehingga menyebabkan lensa menjadi tebal dan meningkatkan
daya biasnya. Makin besar suatu lensa membelokkan cahaya, makin besar pula daya bias
lensa tersebut. Dengan meningkatnya daya bias, mata mampu melihat obyek lebih dekat
dibanding sewaktu daya biasnya rendah. Akibatnya dengan memendeknya objek ke arah
mata, jumlah impuls parasimpatis yang sampai ke otot siliaris harus ditingkatkan secara
progresif agar pbyek dapat terlihat dengn jelas. Perangsangan simpatis memberikan efek
tambahan terhadap relaksasi otot siliaris tapi efek ini sangat kecil sehingga hampir tidak
merupakan cara mata untuk memfokuskan benda pada jarak tertentu, tebalnya lensa
merupakan kemampuan memfokuskan benda yang dekat. Pada anak mungkin adalah mudah
untuk melihat jauh dan dekat dengan jelas. Pada usia 40 tahun lensa kurang kenyal dan
bertambah sukar. Keadaan ini dinamakan presbiopia (Guyton, 2012 ; Ilyas dan Yulianti
2012)
Refraksi
benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea
(Ilyas, 2006 ; Ilyas dan Yulianti 2012). Individu dengan mata emetropia dapat
melihat jarak jauh dengan jelas tanpa berakomodasi (Bruce, et al, 2003).
Gambar 2. Mata Normal (emetropia)
Pada mata emetropia terdapat keseimbangan antara kekuatan pembiasan
besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya
bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding media
panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (Ilyas, 2006). Menurut Ilyas
tinggi, biasanya karena bola mata yang panjang, dan sinar cahaya
terlalu rendah, biasanya karena bola mata terlalu pendek, dan sinar
tidak sama. Sinar cahaya paralel yang melewati bidang yang berbeda
1. Definisi Miopia
Miopia didefinisikan sebagai keadaan refraksi dimana pantulan paralel sinar yang
masuk ke mata saat istirahat difokuskan di depan retina. Pantulan sinar pada bola mata yang
mengalami miopia terlihat pada gambar 2. Sedangkan juvenile-onset miopia adalah miopia
dengan onset (angka kejadian) antara usia 7 hingga 16 tahun, terutama tergantung dari
pertumbuhan globe axial length (Vaughan, DG. Asbury, 2009). Tidak ada mekanisme bagi
mata miopia untuk mengurangi kekuatan lensanya sampai lebih kecil dari kekuatannya bila
otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna. Pasien miopia tidak mempunyai mekanisme
untuk memfokuskan dari obyek jauh dengan jelas di retina. Namun, bila obyek didekatkan ke
mata, benda tersebut akhirnya menjadi cukup dekat sehinggan bayangan dapat difokuskan
(Guyton, 2011).
pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa bentuk miopia, antara lain miopia
refraktif dan miopia aksial. Miopia refraktif adalah miopia yang terjadi akibat bertambahnya
indeks bias media penglihatan. Hal ini terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea
dan lensa yang terlalu kuat. Miopia aksial adalah miopia yang terjadi akibat panjangnya
sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. 5
2. Etiologi Miopia
Miopia tinggi dapat diturunkan, baik secara autosomal dominan maupun autosomal
resesif. Penurunan secara sex linked sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang
berhubungan dengan penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Pada ras oriental,
3. Patogenesis Miopia
Pada miopia atau penglihatan dekat sewaktu otot siliaris relaksasi total, cahaya dari
objek jauh difokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh bola mata
terlalu panjang, tetapi dapat disebabkan oleh daya bias sistem lensa yang lebih kuat
(Guyton, 2012).
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum
diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini,
seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya,
tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya,
tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya.
Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal
pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan
elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini, dimana pembuangan
sebahagian masenkhim sklera dari perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini,
karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan
kongenital ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari bundle serat
kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya.
Bundle serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora equatorial.
Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang kurang dapat diperluas perunitnya
dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm 2. Tekanan intraokular
equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior
ditemukan 4 x dari pada bidang anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior
kirakira 2 x lebih diperluas. Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak
berhubungan dengan hilangnya luasnya bundle serat sudut jala yang terlihat pada sklera
posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-
Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia.1
b. Ektodermal-Mesodermal
Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidak harmonisan
pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan
jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam
hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah
pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen
abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin
menimbulkan defek ektodermal-mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona
oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari pole posterior mata, dimana
Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada
glaucoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan
Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi
deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata
yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti
konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan
tekanan intraokular 60 mmHg.Juga pada penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai 70
mmHg -110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering
Dalam hal ini, terjadinya miopia akibat panjang sumbu bola mata (diameter Antero-
posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa normal, refraktif power normal dan tipe
b. Miopia Kurvatura
Dalam hal ini terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea
atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen
dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola
mata normal.
c. Perubahan Index Refraksi
Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media
penglihatan seperti yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus sehingga pembiasan lebih
kuat.
Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaukoma berhubungan dengan
terjadinya miopia.
Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam miopia ringan, dimana miopia lebih kecil
dari 3 dioptri; miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri; dan miopia berat atau tinggi,
dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri. Dioptri adalah ukuran daya bias lensa, daya bias
lensa konveks dalam dioptri sama dengan 1 dioptri tadi, sebuah lensa sferis mempunyai daya
bias +1 dioptri bila lensa itu memusatkan cahaya sejajar menuju satu titik fokus 1 meter di
belakang lensa.10
Progresi miopi 1 D atau lebih dilaporkan pada 15%-25% anak usia 7-13 tahun,
prevalensi miopia paling meningkat pada anak perempuan usia 9-10 tahun, sedangkan pada
anak laki-laki usia 11-12 tahun. Semakin dini terjadinya miopia, semakin besar progresinya.
Pada sebagian besar individu, progresi miopi berhenti pada pertengahan usia remaja, sekitar
usia 15 tahun untuk anak perempuan dan 16 tahun untuk anak laki-laki. 75% miopia pada
Faktor genetik mungkin merupakan faktor yang paling penting, namun faktor lain
meliputi pekerjaan jarak dekat dan pendidikan juga dapat mempengaruhi. Terdapat hubungan
antara aktivitas melihat dekat meliputi waktu yang dihabiskan untuk membaca, penggunaan
komputer, menonton televisi dan bermain TV game, serta lamanya pajanan terhadap cahaya
tertentu. Tingkat luminansi yang diukur dengan luxmeter juga akan mempengaruhi
kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan intensitas penerangan
lebih besar untuk melihat objek gambar. Semakin besar luminansi dari sebuah objek, rincian
objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan semakin bertambah.3
Selain tingkat luminasi faktor lain yang mempengaruhi adalah silau. Silau adalah suatu
proses adaptasi yang berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang
berlebihan. Keempat adalah faktor ukuran pupil. Agar jumlah sinar yang diterima oleh retina
sesuai, maka otot iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh
memfokusnya lensa mata, mengecil ketika lensa mata memfokus pada objek yang dekat.3
cukup jendela pada bangunan yang ada. Kalau karena alasan teknis penggunaan penerangan
alamiah tidak dimungkinkan, barulah penerangan buatan dimanfaatkan dan inipun harus
dilakukan dengan tepat. penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan
seseorang dapat melihat objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya
Iluminasi atau intensitas penerangan adalah flux cahaya yang jatuh pada suatu bidang
atau permukaan, sehingga suatu intensitas penerangan adalah lumen/m2 atau lux (lx).
Diketahui luas ruangan asrama 48 m2, tinggi 2,80 m, lampu yang digunakan TLD 18 watt
Maka besar lumen = 18 Watt x 57 lumen/watt = 1026 x 3 buah lampu = 3078 lumen E=
jenis pekerjaan teliti (membaca, menggambar) yaitu 350-700 lux. 8 Untuk ukuran pembagian
ruangan dalam rumah berdasarkan pada satuan ukuran modular dan standar internasional
untuk ruangan gerak atau kegiatan manusia, sehingga diperoleh ruang tidur 3 x 3 (9 m2),
sedangkan luas ruangan asrama 8 x 6 m (48 m2) diisi 6 orang, yang seharusnya diisi 4 orang.
sehingga ukuran ruangan terasa profesional dengan ruangan yang ada, apabila ditinjau dari
sudut pandang estetika maka keberadaannya pada suatu ruangan akan mengahadirkan nuansa
6. Pengobatan Miopia
Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus atau negatif yang sesuai untuk
mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca
mata dan lensa kontak. Miopia juga dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain