You are on page 1of 23

JURNAL RADIOLOGI

The Imaging Manifestations of Lung Cancer

Pembimbing :

dr. Retno Dewi S, Sp. Rad

Disusun oleh :

Titin Aliyatur Rh 15710212

Ratih Sukmarini 15710226

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI

RSUD DR. R. SOSODORO DJATIKOESOEMO

BOJONEGORO

2016

1
Manifestasi Imaging pada Kanker Paru-Paru
Tan-Lucien H. Mohammed, MD,* Charles S. White, MD and Robert D. Pugatch, MD

Melakukan sebuah penggambaran merupakan aspek penting dalam mendiagnosa,


mengklasifikasi, dan memberi suatu perlakuan atau tindakan terhadap penderita kanker
paru- paru. Ada banyak neoplasma yang dapat terdeteksi oleh radiograf, namun
kebanyakan penyakit mereka tersebut telah berada pada stadium lanjut ketika dideteksi
oleh alat tersebut. Terdapat sebuah spektrum radiologi yang besar yang menggambarkan
adanya kanker paru- paru, dan pengenalan akan sejumlah temuan tersebut dirasa sangat
penting untuk memberi perawatan pada pasien tersebut. Ketika kita mencoba untuk
memahami lebih dalam tentang biologis tumor, sebuah teknik penggambaran baru pasti
akan berkembang. Akan tetapi, radiograf dan tomografi berbasis komputer akan
menjadi sejumlah alat yang mampu digunakan untuk mendiagnosis adanya kanker paru-
paru.

Semin Roentgenol 40:98-108 2005 Elsevier Inc. All rights reserved.

Kanker paru-paru merupakan salah satu penyakit kanker yang sering kali menyababkan
kematian di dunia, dengan sedikitnya 172.000 kasus yang baru- baru ini terjadi di Amerika
Serikat.1-3 Prognosis akan terjadinya kanker paru- paru secara langsung terhubung dengan
penyajiannya yang masih tertunda. Sejumlah tanda dan gejala jarang muncul hingga penyakit
tersebut menjadi lebih parah dan bahkan mungkin tidak bisa disembuhkan. Sejumlah prognosis
yang baik ditemukan pada pasien yang menderita penyakit dengan tingkat keparahan level 1A.
Sejumlah pasien tersebut dapat bertahan hingga 5 tahun dengan presentase 61-75 persen setelah
menjalani operasi pembedahan.4,5 Akan tetapi, sekurang kurangnya 1 persen dari penderita
kanker paru- paru memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki peluang tingginya keparahan
ketika didiagnosis. Hasilnya, sejumlah pasien yang didiagnosa menderita kanker paru-paru
memiliki tingkat ketahanan hidup selama 5 tahun dengan persentase 10 hingga 15%.6

Oleh sebab itu, sebuah paksaan dan juga diagnosis yang akurat terhadap kanker paru-
paru dianggap begitu penting pengguna memberikan pasien sebuah pengobatan yang sesuai.7
Sebuah uji yang bersifat noninvasif terhadap terjadinya kanker paru-paru seringkali mencakup
radiografi, tomografi berbasis komputer, penggambaran dengan menggunkan sistem MR,
2
maupun proses scanning menggunakan program PET. Dua dari sejumlah modal dan
perangkatnya tersebut dianggap sebagai aspek penting dalam artikel ini.

Nodul dan Massa

Kanker paru dapat bermanifestasi baik secara perifer atau sentral. Nodul paru soliter
(SPN) adalah lesi intraparenchymal dengan diameter <3 cm dan tidak berhubungan dengan
adenopati atau atelektasis. Lesi paru dengan diameter >3cm disebut sebagai massa paru. Satu
dari 500 radiografi dada menunjukkan adanya nodul paru. Hampir 90% ditemukan secara tak
terduga pada radiografi yang tidak berhubungan dengan diagnostik kerja. Setiap tahun, lebih
dari 150.000 pasien di Amerika Serikat ini dengan SPN. Jumlah ini meningkat lebih lanjut
karena ditemukan nodul paru secara tidak sengaja pada CT thorak. Sebagian besar kanker paru
perifer adalah adenocarcinoma, meskipun sel utama lainnya kadang terjadi perifer.

Ketika nodul intrathoracic baru ditemui, diagnosis harus dipertimbangkan termasuk


neoplastik, infeksi, inflamasi, penyakit pembuluh darah, penyebab trauma dan yang paling
jarang yaitu lesi kongenital. Etiologi jinak lainnya termasuk kelenjar getah bening
intrapulmonary, granuloma sel plasma, arthritis nodul, dan sarkoidosis. Meskipun sebagian
besar nodul paru adalah jinak, kanker paru primer dapat ditemukan sekitar 35% dari paru.
Metastasis Solitary nodule 23%. Karakteristik klinis seperti penggunaan tembakau, riwayat
kanker, dan usia lebih tua meningkatkan kemungkinan bahwa lesi paru adalah suatu keganasan.
Pencitraan (seperti di bawah) dapat juga mempengaruhi kemungkinan keganasan. Secara
keseluruhan, semua nodul paru harus dipertimbangkan ganas sampai terbukti sebaliknya.

Ketika kanker paru timbul, manifestasi umum adalah massa pada hilus atau lobar
atelektasis sekunder karena terjadi obstruksi bronkus utama. Luasnya atelektasis
postobstructive tergantung pada kelengkapan oklusi bronkial dan bersamaan dengan aliran
udara yang memenuhi aerasi paru distal. Secara klinis, pneumonia postobstructive hanya terjadi
pada sebagian kecil pasien. Secara histologis yang paling sering terjadi yaitu kanker paru
sentral adalah tipe squamous atau small cell.

3
Radiografi Dada

Radiografi dada berperan penting dalam evaluasi awal dan diagnosis berikutnya dari
kanker paru. Radiografi dada mudah diakses, cepat diperoleh, relatif murah dan dapat ditaksir
dengan baik oleh dokter dan radiologist. Pada pasien tanpa gejala, kelainan pada radiografi dada
menjadi petunjuk pertama adanya kanker paru. Pada pasien dengan gejala, rontgen dada sering
mendukung kecurigaan adanya karsinoma paru. Hampir semua kanker paru ditemukan pada
radiografi dada atau secara kebetulan pada CT.

Setelah menemukan lesi pada paru , tahap penting berikutnya adalah membandingkan
dengan radiografi lama. Lesi jinak biasanya memiliki waktu untuk berkembang lebih dari 16
bulan. Sementara pada nodul ganas membutuhkan sekitar 40-360 hari. Biasanya, stabilitas
pertumbuhan dalam interval 2 tahun dianggap sebagai indikator yang dapat diandalkan untuk
penyakit jinak. CT lebih sensitif dalam mendeteksi perubahan ukuran SPN daripada radiografi
dada, terutama untuk nodul kecil, karena penggandaan dalam volume tumor dapat
menyebabkan perubahan diameter hanya beberapa milimeter.

Karakteristik nodul pada radiografi dada mungkin bernilai. Munculnya sebuah margin
spiculated, sering disebut sebagai corona radiata, menunjukkan kemungkinan besar adanya lesi
ganas, meskipun proses jinak seperti round pneumonia atau luka juga merupakan manifestasi
dari tanda ini. Kavitasi dapat terjadi disertai nodul dan massa. Pada lesi ganas, kavitas biasanya
berdinding tebal dan tidak teratur (Gambar. 1).

Deteksi kalsifikasi pada lesi paru sangatlah penting, karena pola-pola tertentu dari
kalsifikasi dikaitkan dengan adanya nodul jinak. Pola dari kalsifikasi, seperti "popcorn" (sering
ditemukan pada hamartoma), konsentris pipih cincin kalsium, kalsifikasi sentral, atau
kalsifikasi dengan densitas homogen yang kemungkinan sebuah keganasan. (Gambar. 2). Tidak
semua nodul yang mengandung kalsifikasi adalah jinak.

Manifestasi radiografi dari lesi sentral hilus atau massa perihilar dengan atau tanpa
kolaps distal paru (Gambar. 3). Pada beberapa kasus, massa pada hilus dapat dibedakan dari
hubungan kolaps, terutama di lobus kanan atas di mana gerakan normal keatas dari fisura minor
pada atelektasis jinak tidak sempurna karena adanya tonjolan oleh tumor (Gambar 4).
Penampakan bentuk sigmoid dari tepi lateral pada lobus kanan atas dan berkaitan dengan massa
hilus disebut sebagai S sign of Golden.

4
Jika kelainan ini baru, atau jika radiografi yang lebih tua tidak tersedia, CT telah terbukti
bermanfaat untuk lebih jauh mengkarasteristikan lesi paru. CT sering dapat melengkapi
radiografi dada dengan mendeteksi metastasis kelenjar getah bening mediastinum dan dinding
dada dan invasi mediastinum yang menyediakan stadium tumor secara akurat.

Computed Tomography

Untuk semua lesi paru yang baru ditemukan atau tak tentu, pemeriksaan CT dapat
menjamin. CT merupakan pencitraan yang ideal untuk lokalisasi dan karakterisasi dari nodul.
Kemampuan CT scan untuk mengevaluasi seluruh thorax pada dugaan adanya nodul memiliki
manfaat lebih lanjut. Munculnya multislice scanner telah menyebabkan kemajuan dalam
resolusi gambar dengan pengurangan substansial dalam kedua tabung dan waktu scan hingga
64 irisan dapat diperoleh secara bersamaan. Artefak dari kurang pernafasan terjadi pada scanner
multislice karena waktu pemindaian yang lebih singkat. Peran kontras IV untuk evaluasi SPNs
berkembang. Dalam praktek rutin, kontras IV dianggap tidak diperlukan untuk mendeteksi
nodul paru, karena sifat nodul yang menonjol dari sekitar aerasi parenkim paru. Namun, untuk
karakterisasi nodul, peningkatan kontras mungkin berguna (lihat di bawah). Selain itu,
limfadenopati mediastinum, metastasis ke kelenjar adrenal, hati, atau tulang dan lesi paru
tambahan yang mungkin tidak terlihat pada radiografi dada mungkin lebih jelas pada CT. CT
dada juga dapat membantu dalam menilai dinding dada, mediastinum, atau diafragma untuk
invasi.

Banyak SPNs memiliki penampilan karakteristik jinak dari CT. Misalnya, nodul
mengandung kepadatan lemak dapat diklasifikasikan sebagai hamartoma (Gbr. 5). Fistula
arteriovenosa menunjukkan adanya feeding arteri dan draining vena serta peningkatan kontras
pada CT. Sebuah densitas "comet tail " tanda di CT menunjukkan adanya round atelektasis
(Gambar. 6). Sebuah densitas nodular dalam rongga menunjukkan etiologi jamur. Infark paru
dapat dicirikan pada CT sebagai wedge shaped berbatasan pleura dan mengandung air
bronchograms.

Seperti pada radiografi dada, nodul pada CT yang tidak jelas atau memiliki bentuk tidak
teratur atau spiculated margin adalah suatu keganasan (Gambar. 7). Bahkan, 84-90% dari nodul
spiculated merupakan keganasan. Ukuran nodul paru juga merupakan indikator yang baik
kemungkinan adanya keganasan. Jika ukuran nodul lebih dari 2 cm, memiliki kemungkinan
lebih besar menjadi ganas, dibandingkan 50% dari keganasan pada ukuran nodul kurang dari

5
2 cm. Sebuah lesi ditemukan lebih besar dari 3 cm memiliki insiden lebih tinggi dari keganasan
disebut sebagai massa. Air bronchogram dan pseudokavitas merupakan karakteristik yang
terlihat pada pencitraan CT yang lebih umum pada lesi ganas (30%) dibandingkan jinak (5%).
Kavitas dari nodul juga konsisten dengan keganasan; Namun, infeksi dan etiologi inflamasi
mungkin memiliki presentasi yang sama. Dalam situasi ini, ketebalan dinding dapat membantu
dalam menentukan kemungkinan bahwa SPN jinak atau ganas.(Gambar. 1).

Dengan meningkatnya teknologi CT, nodul paru yang lebih kecil sekarang lebih mudah
terdeteksi. Paling banyak adalah jinak, seperti granuloma atau kelenjar getah bening
intrapulmonary. Kebanyakan biasanya, kelenjar getah bening intrapulmonary memiliki
diameter yaitu 1 sampai 2 mm dan terletak di bagian subpleural basal posterior paru. Nodul
kecil ini umumnya tidak dapat ditentukan oleh kriteria dari pencitraan, dan terlalu kecil untuk
digambarkan dengan PET atau sampel dengan biopsi perkutan. Masalah ini dibahas secara lebih
rinci dalam artikel pada skrining kanker paru.

Sementara CT bisa sangat spesifik untuk lesi jinak tertentu, banyak kelainan tak dapat
ditentukan dan kanker paru tidak dapat dikecualikan. Bagi mereka SPNs dengan morfologi tak
tentu, kontras IV tambahan dengan pencitraan heliks CT mungkin dapat membantu. Swensen
dan peneliti lainnya menemukan nodul meningkat >20 Hounsfield Unit menjadi fitur prediksi
keganasan sementara kontras <15 Hounsfield Unit adalah karakteristik dari lesi jinak dengan
sensitivitas 98%, spesifisitas 73%, dan ketepatan 85% .

Untuk nodul tak tentu, pilihan tindak lanjut yaitu dengan CT scan serial, PET scan, atau
invasif prosedur seperti bronkoskopi, biopsi jarum transthoracic, atau operasi.

Pitfalls Pencitraan Kanker Paru

Over dan underdiagnosis kanker paru tetap menjadi masalah serius pada radiografi dada
dan CT. Overdiagnosis dapat menyebabkan tes diagnostik yang tidak perlu dan prosedur
invasif. Underdiagnosis dapat menyebabkan kelalaian kanker paru, sebuah akibat yang
mematikan, dan tindakan medikolegal.

Lebih dari 100.000 kasus medikolegal yang dikumpulkan dari tahun 1985-1995 oleh
data besar dari organisasi dan mencakup semua spesialisasi medis, tindakan yang melibatkan
neoplasma ganas dari bronkus atau paru merupakan yang keenam paling umum terjadi. Di
antara ahli radiologi, kesalahan dalam diagnosis kanker paru adalah penyebab paling umum

6
kedua untuk litigasi, setelah neoplasma ganas payudara wanita. Sekitar 90% dari dugaan
kesalahan dalam diagnosis kanker paru terjadi pada radiografi dada, 5% pada CT scan, dan 5%
pada penelitian lain.

Etiologi dari Kelalaian Kanker Paru

Sebuah klasifikasi konvensional dari faktor yang berkontribusi terhadap kelalaian


kanker paru termasuk yang timbul dari kesalahan pengamat, karakteristik lesi, atau
pertimbangan teknis.

Kesalahan pengamat mungkin adalah faktor yang paling penting. Kundel dan rekan
kerjanya menjelaskan tiga jenis kesalahan dalam pengamatan. Sebuah kesalahan pemindaian
didefinisikan oleh nonfixation dari nodul selama 350 msec bahwa lesi difokuskan pada fovea.
Sebuah pengakuan hasil kesalahan jika lesi dipindai memadai tapi tidak terdeteksi. Kesalahan
dalam pengambilan keputusan disebabkan oleh kesalahan dalam menginterpretasi.(Gambar. 8).
Di antara 20 kesalahan oleh empat pengamat yang menafsirkan 36 radiografi dada dengan
simulasi nodul, kesalahan scanning, kesalahan pengakuan, dan kesalahan dalam pengambilan
keputusan terhitung 30, 25, dan 45%, masing-masing dari kesalahan pengamat.

Kesalahan dalam penelitian, kesalahan pengamat menyebabkan kelalaian kanker paru.


Dalam situasi ini, ahli radiologi terganggu pada kelainan radiografi yang tidak terkait, yang
nantinya mengarah ke kegagalan untuk mendiagnosa kanker paru (Gambar. 9). Suatu studi
menunjukkan berkurangnya deteksi nodul pada radiografi ketika kelainan mayor lainnya
muncul, menjelaskan kesalahan dalam penelitian. Karakteristik lesi merupakan penentu
penting untuk mendiagnosis secara dini kanker paru. Ukuran dari lesi sangat penting (Gambar.
10). Lesi terkecil yang dapat divisualisasikan pada radiografi dada, bahkan dalam retrospeksi,
adalah 4 mm. Studi menggunakan simulasi nodul dari 1 cm pada radiografi dada telah
menunjukkan tingkat kesalahan negatif palsu mulai dari 40 sampai 87%. Dalam sebuah
penelitian terdahulu, kelalaian kanker paru-paru oleh Austin dkk., 31% dari lesi dengan
diameter lebih besar dari 2 cm. Dengan demikian, jelas bahwa ukuran bukanlah satu-satunya
karakteristik lesi yang mempengaruhi deteksi nodul paru.

Lesi conspicuity sangat penting dalam pendeteksian dari kanker paru.28 Conspicuity
mengacu pada lesi dengan opasitas serupa yang dapat mengganggu visibilitas (atau lebih
sederhana) (Gambar. 10). Istilah ini mencakup baik kepadatan nodul itu sendiri dan struktur

7
yang mengurangi visibilitas seperti tulang costae, klavikula, atau pembuluh darah yang
proyeksinya berdekatan dengan nodul. Meskipun lesi conspicuity merupakan konsep yang
sangat berguna, gambaran tersebut tetap sulit dipahami.

Pertimbangan teknis mungkin memiliki peran dalam kegagalan untuk mendiagnosa


kanker paru-paru. Pemeriksaan anteroposterior mungkin menjadi salah satu faktor terutama jika
teknik portabel bekas. Dalam sebuah studi oleh Latief dan rekan kerjanya, rata-rata diameter
lesi dari kanker paru-paru yang diabaikan pada radiografi anteroposterior adalah 2,3 cm.29
Gerakan pasien atau inspirasi suboptimal meningkatkan upaya memperlihatkan lesi paru-paru
yang diabaikan. Faktor-faktor lain seperti kontras film, densitas, dan kvp mempengaruhi
pendeteksian dari lesi. Secara umum, lebar lintang, teknik kontras rendah (130-140 kvp) lebih
disukai karena memberikan paparan film yang lebih seragam dibandingkan teknik kvp rendah.
Penggunaan radiografi digital menurunkan variabilitas dari penampakan gambar.30
Dibandingkan dengan film layar radiografi, digital radiography lebih efektif dalam mendeteksi
nodul dan memungkinkan penggunaan computer-aideddetection (CAD).

Pengertian Malpraktik pada kelalaian kanker paru

Secara umum, kelalaian adalah kriteria hukum yang digunakan untuk memutuskan
apakah malpraktek telah terjadi dalam kasus-kasus kanker paru-paru yg dilalaikan. Kelalaian
dapat ditampilkan jika radiolog melanggar standar perawatan (yang dilakukan oleh cukup
prudent dokter) karena gagal dalam mendiagnosis kanker paru-paru, dan kegagalan dalam
mendiagnosis ini adalah penyebab langsung dari cidera pasien. Meskipun dimungkinkan untuk
melanggar standar perawatan dan tidak ditemukan pertanggung jawaban karena ketidak jelasan
penyebab secara langsung atau cedera substansial, itu jauh lebih mudah untuk digunakan
sebagai argumen bahwa standar perawatan tidak dilanggar. Sayangnya, argument teersebut
susah untuk dipertahankan.

Pengacara penggugat secara berpendapat bahwa setiap kelalaian pada kanker paru-paru
merupakan malpraktek, tapi bukti kuat di literatur radiologis menunjukkan bahwa mengabaikan
kanker paru-paru tidak selalu menunjukkan kelalaian. Muhm dan rekan kerjanya menggunakan
radiografi thorax untuk menyaring kanker paru-paru lebih awal di interval 4 bulan di sebuah
penelitian pada laki-laki yang perokok berat.31 Dari 50 penderita kanker paru-paru perifer yang
didiagnosis, 45 (90%) yang terlihat dalam retrospeksi pada radiograf 4 bulan sebelumnya.
Empat kanker (8%) yang terlihat dalam retrospeksi 2 tahun sebelum diagnosis, dan salah satu

8
dari ini terlihat 53 bulan sebelumnya. Dua belas (75%) dari 16 lesi perihiller yang juga terlihat
pada pemeriksaan sebelumnya. Dalam penelitian ini, kegagalan untuk mendiagnosa type lesi
terjadi walaupun tingkat kecurigaan yang tinggi oleh dua intepretasi. Hal ini jelas bahwa
harapan ahli radiologi dapat dan harus mendiagnosa semua kanker paru-paru adalah hal yang
tidak masuk akal.

Karena tidak ada definisi yang ketat untuk apa yang merupakan standar perawatan dalam
diagnosis kanker paru-paru dini, keputusan akhir biasanya bergantung pada kemampuan para
ahli dari masing-masing pihak pihak yang berhadapan membujuk hakim atau juri
bahwa definisi mereka benar. The conspicuity lesi (seperti didefinisikan sebelumnya) mungkin
adalah faktor yang paling penting dalam menentukan apakah standar perawatan telah
dilanggar. Sebuah lesi dari conspicuity tinggi (yaitu, lesi yang jelas) mungkin terkait dengan
legal outcome hukum yang merugikan.28

Strategi untuk Mengurangi Kelalaian Kanker Paru

Penghapusan tentang kelalaian terhadap kanker paru-paru merupakan tujuan yang tidak
realistis, tetapi tujuan yang tepat akan secara substansial mengurangi tingkat kelalaian pada
penanganan kanker paru-paru, terutama di kalangan lesi conspicuity tinggi. Beberapa metode
tingkat kesalahan pengurangan telah diusulkan. Dalam studi sebelumnya dari litigasi kanker
paru-paru oleh Physician Insurers Association of America, sebuah organisasi yang dibawahi
oleh dokter dan dokter gigi, faktor utama dalam terjadinya kelalaian kanker paru-paru adalah
diduga karena kegagalan untuk membandingkan radiografi yang misdiagnosis dengan
pemeriksaan sebelumnya yang bersangkutan. Demikian pula, dalam sebuah penelitian kelalaian
terhadap kanker bronkogenik, kegagalan dalam membandingkan dengan urutan radiografi yang
sebelumnya adalah penyebab dari interpretatif error.27 Pendekatan terpisah untuk mengurangi
kesalahan akan menekankan kebutuhan untuk menghindari kepuasan mencari kesalahan,
karena tampaknya menjadi kontributor penting kegagalan untuk mendiagnosa kanker di
hadapan terkait temuan utama.

Strategi berbasis CAD mungkin juga penting untuk mengurangi kelalaian pada kanker
paru-paru dengan radiografi thorax jika teknik radiografi digital yang digunakan. Kebanyakan
CAD paru telah diarahkan menuju pencitraan CT tapi setidaknya satu sistem CAD radiografi
telah diberikan persetujuan FDA.

9
Kelalaian pada Kanker Paru-paru

CT Pesatnya perkembangan CT scan dan, khususnya, Teknologi multislice telah


menyebabkan kemungkinan bahwa kesalahan dalamdiagnosis kanker paru-paru akan terjadi
pada CT. Kesalahan diagnosis pada CT pasien kanker paru-paru dapat diklasifikasikan sebagai
akibat salah diskripsi dari struktur normal atau nodul jinak yang digolongkan dalam kanker
paru-paru (diagnosis positif palsu), salah interpretasi dari kanker paru-paru sebagai proses jinak
(diagnosis negatif palsu), atau kegagalan untuk menvisualisasikan atau menggambarkan lesi
yang mewakili kanker paru-paru ( missed kanker paru-paru) .32

Pada CT Scan, struktur normal dapat disalah artikan sebagai nodul paru karena volume
artefak sebagian atau kurangnya kesadaran dari struktur anatomi normal. Contoh dari fenomena
ini adalah persepsi yang salah dari Bagian paling bawah dari persimpangan costochondral
pertama sebagai nodul paru. Review dari gambar dalam modus cine di workstation dan off-
aksial rekonstruksi dapat mengatasi ini kesulitan. Granuloma, hamartoma, putaran pneumonia,
hematoma, atau arteriovenous malformation juga dapat meniru nodul kanker paru-paru.

Sebuah kategori kedua perangkap adalah lesi atipikal yang mewakili kanker paru-paru.
Seperti pada radiografi dada, karsinoma paru pada CT dapat mengasumsikan berbagai bentuk.
Sebuah wilayah udara atau Pola dasar-kaca atau daerah yang tidak jelas konsolidasi adalah
dijelaskan baik manifestasi dari kanker paru-paru, terutama sel Bronchioloalveolar atau
adenokarsinoma (Gambar. 11).

Kalsifikasi, yang sering dikaitkan dengan kondisi jinak, bisa juga terjadi pada kanker paru-
paru. Dalam suatu studi, kalsifikasi telah diidentifikasi dengan CT pada 19% pasien dengan
kanker paru-paru, yang paling sering pada massa yang lebih besar.33 pada Cavitas yang
berdinding tipis (+/-4 mm) kemungkinan menjadi ganas hingga 6% dari kasus yang ada.34
Manifestasi atipikal yang lain dari kanker paru-paru mencakup sebuah cystic Appearance yang
menyerupai kista bronkogenik dan an air-crescent sign.

Mungkin pada penunjang radiologi dan klinis yang paling relevan adalah CT scan. Dalam
sebuah studi yang dilakukan pada phantom, Naidich dan peneliti yang lain menggunakan
sebuah model eksperimen untuk menilai nodul yang terdeteksi pada nodul simulasi yang
dimulai dari 1 sampai 7 mm yang secara elektronik akan masuk kedalam data yg suda
terkomputerisasi.35 Tingkat persentase yang terdeteksi rata-rata 91, 82, 48, dan 1% untuk nodul
lebih kecil mulai dari yang ukurannya 7, 4, 5, 3, dan 1,5 mm. Nodul yang terletak di perifer dan
padat lebih mungkin untuk terdeteksi.

10
CT scan yang terkait dengan tidak tampaknya bahwa itu kanker paru-paru dapat terjadi
pada pemeriksaan klinis yang rutin serta pada skrining tes yang rutin pula (Gbr. 12). Pada kedua
contoh, missed dapat karena kurangnya deteksi atau, dalam beberapa kasus juga terjadi
kesalahan identifikasi dari lesi sebagai struktur normal atau jinak seperti pembuluh darah.
Kejadian ini bisa menjadi masalah dalam diagnosis pada penyakit paru-paru yang mendasar
seperti fibrosis paru. Diameter yang relatif besar dari lesi yg tidak tampak rata-rata pada CT
(>1 cm) di beberapa seri perlu dicatat.

Pada kasus sebelumnya kanker paru-paru yang di CT Scan, dilaporkan dalam pengaturan
klinis rutin, dan telah dijelaskan campuran lesi yang berada di pusat serta diperifer.36,37 Dalam
suatu penelitian dikatakan bahwa dua-pertiga dari lesi yang ditemukan adalah lesi endobronkial
(Gambar. 13). Penemuan Distraction Major (misalnya, aneurisma aorta, perubahan
tuberkulosis tua) menunjukan hampir setengah dari pasien yg melakukan sudah Scan.

Dalam penelitian skrining yang terbaru, nodul kecil yang tidak terlihat dari area utama
sangat sulit. Dalam studi Swensen dan peneliti yang lain, 26% dari semua nodul akhirnya
terdiagnosis pada studi screening prevalensi yangtidak tampak dari awal dan telah terdeteksi
dengan retrospektif pada insiden follow-up scan.38 Para penulis tidak menyatakan proporsi
nodul tersebut yang akhirnya terbukti menjadi ganas.

Kanker paru-paru pada screening CT bisa lebih sering dilaporkan sebagai perifer dan pada
stadium awal dibandingkan dengan pemeriksaan klinis yang rutin.39,40 Li dan rekan kerjanya
menginvestigasi 32 penderita dengan kanker paru-paru diabaikan pada 39 CT scan dengan dosis
rendah dan menyimpulkan bahwa 23 yang eror disebabkan oleh deteksi yang gagal dan 16
adalah karena misidentification.39 Kegagalan deteksi rata-rata hampir lesi dengan diameter
10mm dan 91% menunjukkan komponen penting dari groud-glass opacity. Lesi yang salah
diidentifikasi memiliki diameter rata-rata hampir 16mm dan sering terjadi karena dilatar
belakangi oleh penyakit yang signifikan mendasari seperti emfisema, fibrosis, atau tuberkulosis
(Gambar. 14). Sebagian besar (88%) lesi adalah yang stadium 1A. Untuk saat ini, CT scan
dalam studi kanker paru-paru telah diakuisisi dengan irisan 10-mm-tebal. Efek dari
menggunakan tipis CT collimation, seperti yang sekarang sering dilakukan masih belum
diketahui.

Konsekuensi Medikolegal yang hilang dari kanker paru-paru pada CT terdokumentasi


dengan baik. Dari tahun 1996 sampai 2001, delapan kasus yang diajukan membuktikan bahwa
kanker paru-paru dapat terdiagnosis dengan CT, seperti yang dilaporkan oleh not-for-profit

11
consortium that monitors insurance claims (Lori Bartholomew, PIAA, komunikasi pribadi). Ini
mewakili sedikitnya kurang dari 10% dari semua kasus yang diajukan mengarah pada
kegagalan untuk mendeteksi kanker paru-paru selama waktu itu. Sebuah komentar baru-baru
ini dijelaskan bahwa gugatan yang diajukan atas nama pasien dengan kanker paru-paru dengan
lesi 8mm di lobus paru-paru kiri bawah yang sebelumnya telah diabaikan pada skrining kanker
paru-paru dengan CT scan.41

Bukti tidak langsung menunjukkan bahwa CAD mungkin berharga dalam Fungsi kedua-
reader untuk menilai nodul paru-paru pada CT. Di subkelompok 38 nodul pada paru diabaikan
interpretasi awal selama program skrining CT dosis rendah, 32 (84%) nodul pada paru
terdeteksi secara otomatis.42

Kesimpulan

Radiografi Thorax dan CT Scan tetap penting untuk analisis pencitraan kanker paru-paru.
Namun, setiap teknik penunjang berhubungan dengan perangkap diagnosis kanker paru-paru
dan percabangan medikolegal mereka.

12
Daftar pustaka

1. Patz EF: Imaging bronchogenic carcinoma. Chest 117:90S-95S, 2000

2. Levi F, Lucchini F, Negri E, et al: Worldwide patterns of cancer mortality: 1990-1994. Eur
J Cancer Prev 8:381-400, 1999

3. Landis SH, Murray T, Bolden S, et al: Cancer statistics, 1999. CA Cancer J Clin 49:8-31,
1999
4. Abeloff MD, Annitage IO, Lichter AS, et al: Clinical Oncology (ed 2). New York, NY, W.B.
Saunders, NY, 2000, pp 1398-1464

5. Mountain CF: Revisions in the international system for staging lung cancer. Chest 111:1710-
1717, 1997

6. Yankelvitz DF, Hensche CI: Lung cancer: small solitary pulmonary nodules. Radiol Clin
North Am 38:1-9, 2000

7. Tan BB, Flaherty KR, Kazerooni EA, et al: The solitary pulmonary nodule. Chest 123:89S-
96S, 2003

8. Tuddenham WI: Glossary of terms for thoracic radiology: recommendations of the


Nomenclature Committee of the Fleischner Society. Am J Roentgenol 43:509-517, 1984

9. Leef JL 3rd, Klein JS: The solitary pulmonary nodule. Radiol Clin North Am 40:123-143,
2002

10. Patz EF, Lowe VJ, Hoffman JM, et al: Focal pulmonary abnormalities: evaluation with F-
18 fluorodeoxyglucose PET scanning. Radiology 188:487-490, 1993

11. Greenlee RT, Hill-Harmon MB, Murray T, et al: Cancer statistics, 2001. CA Cancer J Clin
51:15-36, 2001
12. Jemal A, Murray T, Thun LA: Cancer statistics, 2002. CA Cancer J Clin 52:23-47, 2002

13. Swensen SJ, Iaklitsch MT, Mentzer SI, et al: Management of the solitary pulmonary nodule:
role of thoracoscopy in diagnosis and therapy. Chest 116:523S-524S, 1999

14. Swensen SJ, Silverstein MD, Ilstrup DM, et al: The probability of malignancy in solitary
pulmonary nodules: application to small radiologically indeterminate nodules. Arch Intern
Med 57:849-855, 1997

15. Lillington GA: Management of solitary pulmonary nodules: how to decide when resection
is required. Postgrad Med 101:145-150, 1997

16. Fraser RG, Pare JA: Diagnosis of Diseases of the Chest, Vol 2 (ed 3). Philadelphia, PA,
W.B. Saunders, 1989, pp 1327-1699

13
17. Lillington GA, Caskey CI: Evaluation and management of solitary multiple pulmonary
nodules. Clin Chest Med 14:111-119, 1993

18. Good CA, Wilson TW: The solitary circumscribed pulmonary nodule. JAMA 166:210-215,
1958

19. Zwirewich CV, Vedal S, Miller RR, et al: Solitary pulmonary nodule: high resolution CT
and radiologic-pathologic correlation. Radiology 179:469-481, 1991
20. Zerhouni EA, Stilik FP, Siegelman SS, et al: CT of the pulmonary nodule: a cooperative
study. Radiology 160:319-327, 1986

21. Shure D, Fedullo PF: Transbronchial needle aspiration of peripheral masses. Am Rev Respir
Dis 728:1090-1092, 1983

22. Hendriks J, Van Schil P, Corthouts B, et al: Intrapulmonary lymphnodes in the differential
diagnosis of solitary pulmonary nodules: case report and review of the literature. Acta Chir
Belg 95:130-132, 1995

23. Swensen SJ, Brown LR, Colby TV, et al: Lung nodule enhancement at CT: prospective
findings. Radiology 201:447-455, 1996

24. Brogdon BG, Kelsey CA, Moseley RD: Factors affecting perception of pulmonary lesions.
Radiol Clin North Am 21:633-654, 1983

25. Kundel HL, Nodine CF, Carmody D: Visual scanning, pattern recognition and decision-
making in pulmonary nodule detection. Invest Radiol 13:175-181, 1978

26. Samuel S, Kundel HL, Nodine CF, et al: Mechanism of satisfaction of search: eye position
recordings in the reading of chest radiographs. Radiology 194:895-892, 1995

27. Austin JHM, Romney BM, Goldsmith LS: Missed bronchogenic carcinoma: radiographic
findings in 27 patients with a potentially resectable lesion evident in retrospect. Radiology
182:115-122, 1992

28. White CS, Salis AI, Meyer CA: Missed lung cancer on chest radiography and CT: imaging
and medicolegal issues. J Thorac Imaging 14:63-68, 1999

29. Latief KH, White CS, Protopapas Z, et al: Search for a primary lung neoplasm in patients
with brain metastasis: is the chest radiograph sufficient? AJR Am J Roentgenol 168:1339-
1344, 1997

30. Woodard PK, Slone RM, Sagel SS, et al: Detection of CT-proved pulmonary nodules:
comparison of selenium-based digital and conventional screen-film chest radiographs.
Radiology 209(3):705-709, 1998

31. Muhm JR, Miller WE, Fontana RS, et al: Lung cancer detected during a screening program
using four-month chest radiographs. Radiology 148:609-615, 1983
32. White CS: Pitfalls in lung cancer assessment with CT. J Thoracic Imaging 19:32-34, 2004

14
33. Mahoney MC, Shipley RT, Corcoran HL, et al: CT demonstration of calcification in
carcinoma of the lung. AJR Am J Roentgenol 154:255-8, 1990

34. Woodring JH: Pitfalls in the radiologic diagnosis of lung cancer. AJR Am J Roentgenol
154:1165-1175, 1990

35. Naidich DP, Rusinek H, McGuinness G, et al: Variables affecting pulmonary nodule
detection with computed tomography: evaluation with threedimensional computer
simulation. J Thorac Imaging 8:291-299, 1993

36. Gurney JW: Missed lung cancer at CT: imaging findings in nine patients. Radiology
199:117-122, 1996

37. White CS, Romney BM, Mason AC, et al: Primary carcinoma of the lung overlooked at
CT: analysis of findings in 14 patients. Radiology 199:109-115, 1996

38. Swensen SJ, Jett JR, Sloan JA, et al: Screening for lung cancer with low-dose spiral
computed tomography. Am J Respir Crit Care Med 165:508-13, 2002

39. Li F, Sone S, Abe H, et al: Lung cancers missed at low-dose helical CT screening in a
general population: comparison of clinical, histopathologic, and imaging findings.
Radiology 225:673-683, 2002
40. Kakinuma R, Ohmatsu H, Kaneko M, et al: Detection failures in spiral CT screening for
lung cancer: analysis of CT findings. Radiology 212:61-66, 1999

41. Berlin L: Liability of performing CT screening for coronary artery disease and lung cancer.
AJR Am J Roentgenol 179:837-842, 2002

42. Armato SG 3rd, Li F, Giger ML, et al: Lung cancer: performance of automated lung nodule
detection applied to cancers missed in a CT screening program. Radiology. 225:685-692,
2002

15
Lampiran

16
17
18
19
20
21
22
23

You might also like