You are on page 1of 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

HERNIA SCROTALIS

TANGGAL: 27 APRIL 2017

DISUSUN OLEH:

FAROH NINGRUM WIDIASTUTIK


NIM: 16.14901.002

PRODI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

TAHUN AKADEMIK 2017

1
LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA SCROTALIS

A. Definisi

Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek
pada fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang
memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut
(Mansjoer dkk, 2012:313).
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding
perut (Sjamsuhidayat, 2014: 523).
Sedangkan menurut Sue Hinclift (2010), Hernia adalah protusio (penonjolan)
abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui lubang (apertura) pada stuktur
disekitarnya, umumnya protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen
(Sue Hinchliff, 2010:206).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga
dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Nada,
2015).
Sedangkan Hernia Scrotalis adalah penonjolan hernia yang terjadi pada kantong
scrotum sering terjadi pada anak-anak karena kelainan kongenital (bawaan). Operasi
hernia adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengembalikan isi hernia
pada posisi semula dan menutup cincin hernia (Long, 2000 : 246).
Menurut Oswari (2005) mengungkapkan hernia Scrotalis adalah hernia isi perut
yang tampak/masuk di daerah kantung scrotum (region genitalis). Hernia Scrotalis
merupakan penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia
masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus
inguinalis eksternus ( Sjamsuhidayat, 2014 : 527 )
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
hhernia menurut Sjamsuhidayat (2014), Hernia Scrotalis adalah hernia yang melalui
atau menekan area Scrotum yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior

2
kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol
keluar dan menekan testis.
Sedangkan Herniotomi adalah pembedahan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi
kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Sjamsuhidayat, 2014:531 )

B. Anatomi Fisiologi

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari


luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus.

Gambar.1.1. Anatomi pencernaan.


Berikut ini adalah bagian-bagian dari anatomi struktur sistem pencernaan. Struktur
pencernaan adalah:
1. Mulut
Mulut merupakan permulaan saluran pencernaan, selaput lendir mulut ditutup
epithelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang
mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan memuat ujung akhir
saraf sensoris didalam rongga mulut.
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dan kerongkongan
(esofagus). Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar
limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan hidung.

3
3. Esofagus/Kerongkongan
Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan tekak dengan lambung,
25cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah panjangnya lambung.
4. Gaster/Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama di daerah spingter. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan
dengan osofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma didepan
pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.

Gambar.1.2. Usus (colon)


5. Usus halus
Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal dari pilorus dan
berakhir pada sekum, panjangnya 6 meter, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Usus halus dibagi tiga bagian, yaitu:
a) Duodenum/Usus 12 jari, panjang 25cm berbentuk seperti tapal kuda melengkung
kekiri, bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri,
disini terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas. Empedu dibuat dihati
untuk dikeluarkan di duodenum melalui duktus koleduktus yang fungsinya
mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase. Pankreas menghasilkan amilase yang
berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi
mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
b) Yeyunum/Jejunum, terletak di regio abdominalis media sebelah kiri dengan panjang
2-3 meter.

4
c) Ileum, terletak di regio abdominalis bawah dengan panjang 4-5 meter, lekukan
yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara
lipatan peritonium yang berbentuk kipas atau yang dikenal sebagai mesenterium.
6. Usus besar/Intestinum mayor
Usus besar/Intestinum mayor 1,5m, lebarnya 5-6cm. Bagian-bagian usus besar yaitu
kolon asenden panjangnya 13cm, apendik (usus buntu), kolon tranversum panjangnya
38cm, kolon desenden panjangnya 25cm, kolon sigmoid, anus.
7. Peritonium (selaput perut)
Peritonium terdiri dari dua bagian yaitu: peritonium parietal yang melapisi dinding
rongga abdomen dan peritonium viseral yang melapisi semua organ yang berada dalam
rongga abdomen. Fungsi peritonium:
a) Menutupi sebagian dari rongga abdomen dan pelvis.
b) Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga
peritonium tidak saling bergesekan.
c) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen.
d) Kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.
Bagian bagian hernia:
1) Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki
kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis.
2) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus,
ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3) Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
4) Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.

C. Etiologi

5
Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar,
atau akibat tekanan rongga perut yang meninggi. Adapun beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya hernia antara lain sebagai berikut:
1. Kongenital
Terjadi akibat prosesus vaginalis peritonium disertai dengan annulus inguinalis yang
cukup lebar, terutama ditemukan pada bayi. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat
ada sejak lahir atau didapat kemudian dalam hidup. Adapun penyebab kongenital
atau bawaan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelainannya:
a) Hernia congenital sempurna. Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek
pada tempat tempat tertentu.
b) Hernia congenital tidak sempurna. Bayi dilahirkan normal (kelainan belum
tampak) tapi dia mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan
beberapa bulan (0 1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek
tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan,
batuk, menangis).
2. Prosesus vaginalis yang terbuka, yang disebabkan oleh:
a) Pekerjaan mengangkat barang-barang berat.
b) Batuk kronik, bronchitis kronik, TBC.
c) Hipertropi prostat, konstipasi dan Pekerja keras
3. Kelemahan otot dinding perut, yang disebabkan oleh: Usia tua, sering melahirkan
dan Perubahan defek setelah appendiktomy.
4. Aquisial, aquisial adalah hernia yang terbuka disebabkan karena adanya defek
bawaan tetapi disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya,
antara lain:
a) Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien yang sering
mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.
b) Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang
sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena
banyaknya jaaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan
ikat penyokong pada LMR.
c) Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
d) Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intraabdominal.
D. Klasifikasi Hernia

6
Menurut Sjamsuhidayat, tahun2004 terdapat pembagian hernia atau klasifikasi
hernia. Berikut ini adalah pembagian atau klasifikasi dari hernia:
1. Hernia Menurut Lokasinya.
a) Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi dilipatan paha. Batang usus
melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam kanalis
inguinalis. Jenis ini merupakan yang tersering ditemukan atau terjadi pada pasien
dan dikenal dengan istilah turun berok atau burut.

Gambar 1.3. Hernia Inguinalis


b) Hernia Scrotalis adalah hernia yang terjadi apabila usus masuk kedalam kantung
scrotum ini terjadi bila batang usus melewati cincin abdomen dan mengikuti
saluran sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis kemudian masuk kedalam
kantong scrotum dan menekan pada isi kantung scrotum sehingga scrotum
membesar.

Gambar1.4. Hernia Scrotalis

7
c) Hernia umbilikus adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk melalui prosecus
discus pada pusat atau sering disebut hernia di pusat, hernia jenis ini terjadi pada
bayi yang baru lahir yang disebabkan karena kelainaan kongenital.
d) Hernia femoralis adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk melalui prosecus
discus di paha.
2. Hernia Menurut Isinya
a) Hernia usus halus adalah hernia yang terjadi bila yang melewati cincin
abdomen adalah usus halus.
b) Henia Omentum
Hernia omentum adalah hernia yang terjadi bila yang melewati cincin abdomen
adalah penyangga usus. Omentum adalah berupa organ atau jaringan yang
keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga
usus (omentum).
c) Hernia Nukleus Pulposus
Adalah jenis hernia yang terjadi apabila, system syaraf pusat atau sumsum
tulang belakang pada vertebra terjepi pada discus vertebrae terjadi karena
trauma yang melibatkan tulang belakang misalmya jatuh dalam posisi terduduk.
3. Hernia Menurut Sifatnya
a) Hernia Reponibel
Isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika mengejan dan masuk jika
berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri/gejala.
b) Hernia Ireponibel
Kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga, ini disebabkan oleh
perlengketan isi kantong pada peritonial. Penatalaksanaan harus dengan operasi.
c) Hernia Inkaserata/Hernia Stragulata
Isi hernia terjepit oleh cincin hernia/terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam
rongga perut.
Bagian bagian hernia :
a) Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia
memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis.
b) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus,
ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).

8
c) Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
d) Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.

E. Patofisiologi
Pada hernia karena kelainan kongenital yang terjadi bawaan lahir, kanalis
inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke 8 dari kehamilan,
terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis itu akan
menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang
disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah
mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut.
Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis yang kiri turun terlebih
dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka.
Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan
(Soeparman, dkk. 2011).
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka
terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis
kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi karena usia lanjut, karena
pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur,
organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut
telah menutup (Soeparman, dkk. 2011).
Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada
keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk batuk
kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang barang berat, mengejan. Kanal yang
sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena
terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya
menekan dinding rongga yang telah tertekan akibat trauma, hipertropi prostat, asites,
kehamilan, obesitas dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua. Pria lebih
banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses perkembangan alat reproduksi pria
dan wanita semasa janin.
Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding
kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan

9
terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia
menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila
terjadi obtruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi
nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,
muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema
sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Juga dapat terjadi
bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut terjepit dapat terjadi
shock, demam, asidosis metabolik, abses (Soeparman, dkk. 2011).
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara
lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat
menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis. Hernia eksternal merupakan protrusi
abnormal organ intra-abdominal melewati defek faskia pada dinding abdominal. Hernia
yang sering terjadi adalah inguinal, femoral, umbilical, dan paraumbilikal (Soeparman,
dkk. 2011).
Hernia indirek bersifat congenital dan disebabkan oleh kegagalan penutupan
prosesus vaginalis (kantong hernia) sewaktu turun ke dalam skrotum. Kantong yang
dihasilkan bisa meluas sepanjang kanalis inguinalis; jika meluas kedalam skrotum
maka disebut hernia lengkap. Karena processus vaginalis terletak didalam funikulus
spermatikus, maka prosessus ini dikelilingi oleh muskulus kremater dan dibentuk oleh
pleksus venosus pampiniformis, duktus spermatikus dan arteria spermatika. Lubang
interna ke dalam kavitas peritonealis selalu lateral terhadap arteria epigastrica profunda
dngan adanya hernia inguinalis indirek, sedangkan lubang interna medial terhadap
pembuluh darah ini bila hernianya direk (R. Sjamsuhidajat, 2007).
Hernia inguinalis dan scrotalis sering timbul pada pria dan lebih sering pada sisi
kanan dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai
sebab, yang mencakup pengejanan yang mendadak, gerak badan yang terlalu aktif,
obesitas, batuk menahun, asites, mengejan pada waktu buang air besar, kehamilan dan
adanya massa abdomen yang besar, mempredisposisi pasien ke perkembangan hernia
(R. Sjamsuhidajat, 2007).
Peningkatan tekanan intra abdomen ini akan mendorong bagian dari usus dan
lambung ke dalam kanalis ini, atau bahkan kedalam scrotum. Faktor yang dipandang
berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada

10
neonatus kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur
satu tahun sekiar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada
umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosesus vaginalis
paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat dijumpai prosesus
vaginalis paten kontralateral lebih dari separo, sedangkan insidens hernia tidak
melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang paten
bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor lain
seperti anulus ingunalis yang cukup besar.
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik,
hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites sering disertai hernia ingunalis.
Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya
penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan jaringan penunjang berkurang
kekuatannya(Kozier & Erb. 2014) .
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis
berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah
masuknya usus kedalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain
terjadi akibat kerusakan N.Ilioinguinalis dan N.Iliofemoralis setelah apendektomi
(Kozier & Erb. 2014).
Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia skrotalis.
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut lateral pembuluh epigastrika
inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan
kanalis inguinalis; berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui
segitiga Hesselbach dan disebut sebagai hernia direk.
Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong
sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan bulat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis
disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis
peritonium sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum. Hernia geser dapat
terjadi disebelah kanan atau kiri. Sebelah kanan isi hernia biasanya terdiri dari sekum
dan sebagian kolon asendens, sedangkan sebelah kirinya terdiri dari sebagian kolon
desendens. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha
yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat, dan
menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang

11
hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu
dan anak atau bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut
kembung, harus dipikirkan kemungkinan hernia strangulata (R. Sjamsuhidajat, 1997).
Defek pada dinding abdomen dapat kongenital (misalnya: hernia umbilikalis,
kanalis femoralis) atau didapat (misalnya akibat suatu insisi) dan dibatasi oleh
peritoneum (kantung). Peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek
semakin lemah dan menyebabkan beberapa isi intraabdomen (misalnya: omentum,
lengkung usus halus), keluar melalui celah tersebut. Isi usus yang terjebak di dalam
kantung menyebabkan inkarserasi (ketidakmampuan untuk mengurangi isi) dan
kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran darah ke daerah yang mengalami
inkarserasi) (Kozier & Erb. 2014).
Pasien datang dengan benjolan di tempat lokasi hernia. Hernia femoralis berada
di bawah dan lateral dari tuberkulum pubikum. Biasanya hernia ini mendatarkan garis-
garis kulit di lipatan paha dan 10 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pria. 50% kasus merupakan kasus kegawatdaruratan bedah akibat terobstruksinya isi
hernia dan 50% dari kasus ini membutuhkan reseksi usus halts. Hernia femoralis tidak
dapat dikembalikan ke tempat semula (irreducible). Hernia inguinalis dimulai pada
bagian atas dan medial terhadap tuberkulum pubikum namun dapat turun lebih luas jika
membesar, biasanya mempertegas garis-garis lipatan paha. Sebagian besar ringan dan
jarang mengalami komplikasi (Kozier & Erb. 2014).

F. Manifestasi Klinis
Pada kebanyakan kasus hernia, tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien
yang dapat ditemui antara lain:
1. Berupa benjolan keluar masuk/keras
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
4. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi kandung
kencing.
Hernia yang tak memperlihatkan gejala-gejala diketemukan pada waktu
pemeriksaan rutin. Suatu penonjolan atau gumpalan pada skrotum, dan pada waktu
batuk dan defekasi penonjolan semakin menonjol. Juga pada waktu meningkat sesuatu

12
atau kegiatan fisik lainnya. Pada beberapa kasus tertentu massa menjulur sampai ke
dalam skrotum, daerah pangkal paha terasa tidak enak, terutama kalau hernia membesar
a) Suatu massa di daerah pangkal paha, reponibel atau inkarserata, kadang-kadang
sampai ke daerah skrotum. Pada bayi dan wanita adanya masa itu satu-satunya tanda
yang ada. Hernia kecil yang tak memperlihatkan gejala tak akan terlihat dari luar.
b) Pada anak laki yang lebih besar dan pria, maka harus dilakukan penanganan sebagai
berikut. Skrotum dimasuki jari telunjuk dan jari ditempatkan pada atau melalui
annulus inguinalis eksterna. Instrusikan pada pasien untuk menekan (mengedan)
seakan-akan hendak buang air besar. Ini akan meningkatkan tekanan intraabdominal.
Kantung hernia merupakan suatu struktur bagaikan balon yang menekan jari secara
langsung atau dari sisi lateral. Annulus eksterna yang membesar bukan hernia,
meskipun kemungkinan hernia yang menyebabkan pembesaran itu dan hernia harus
dicari dengan cermat kalau annulus cukup besar sehingga jari telunjuk dapat masuk.
Hernia inguinalis paling mudah diperagakan kalau pasien berdiri tetapi periksalah
pasien baik dalam posisi berdiri maupun dalam posisi telentang.
c) Indirek versus direk. Hernia indirek merupakan suatu massa elips yang berjalan
turun dan miring ke dalam kanal inguinalis. Mungkin akan masuk ke dalam
skrotum. Massa ini menekan sisi lateral jari yang dipakai untuk memeriksa. Dengan
menekan bagian atas annulus interna dengan satu tangan maka dapat dicegah jangan
sampai hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis.
d) Hernia direk adalah suatu massa sferis, yang jarang turun sampai ke skrotum. Massa
itu menekan jari yang memeriksa langsung dari sebelah depan. Dengan menekan
annulus interna dengan tangan kita tak dapat mengurangi hernia tersebut
(Soeparman, dkk. 2011).
Sebagian besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada
pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis
atau suatu kantong setinggi annulus inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa
lebih menonjol bila pasien batuk. Salah satu tanda pertama adalah adanya massa dalam
daerah inguinalis manapun atau bagian atas skrotum. Dengan berlalunya waktu,
sejumlah hernia turun ke dalam skrotum sehingga skrotum membesar. Pasien hernia
sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah ini, yang dapat dihilangkan
dengan reposisi manual hernia ke dalam kavitas peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau

13
terutama dengan gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi (Price. Silvya.
A.2005).
Umumnya pasien pengatakan turun berok, burut atau kelingsir, mengatakan
adanya benjolan di selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau
menghilang pada waktu tidur, dan bila menangis, mengejan, atau mengangkat benda
berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi
dapat ditemukan nyeri (Price. Silvya. A.2005).
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak, pasien dapat
disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia maka
akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksakan apakah
benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas
dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu skrotum diangkat
perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis yang teliti (Price. Silvya. A.2005).
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk
dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus
sampai ke annulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat
masuk. Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh
jari tangan. Bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis
lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adalah hernia inguinalis
medialis (Price. Silvya. A.2005).
Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada annulus inguinalis eksterna yang
mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka
hernia ini jarang sekali menjadi irreponibilis. Hernia ini disebut direkta karena langsung
menuju annulus inguinalis eksterna sehingga meskipun annulus inguinalis interna
ditekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini
sampai ke skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis
dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari massa hernia.
Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis eksterna, tidak akan ditemukan
dinding belakang. Bila pasien disuruh mengejan tidak akan terasa tekanan dan ujung
jari dengan mudah dapat meraba ligamentum Cowperi pada ramus superior tulang
pubis. Pada pasien kadang-kadang ditemukan gejala mudah kencing karena buli-buli
ikut membentuk dinding medial hernia.

14
Umumnya penderita hernia menyatakan adanya benjolan di kemaluan. Benjolan
itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi,
mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada
benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi (Smeltzer S. C. B. G.
2002).
Umumnya klien mengatakan adanya benjolan pada lipatan paha. Pada bayi dan
anak adanya benjolan yang hilang timbul dilipatan paha, dan hal ini biasanya diketahui
oleh orang tuanya. Pada inspeksi, diperhatikan pada keadaan osimetris pada kedua sisi,
lipatan paha, posisi berdiri dan berbaring. Pada saat batuk dan mengedan biasanya akan
timbul benjolan. Pada palpasi, teraba bising usus, suara omentum (seperti karet)
(Smeltzer S. C. B. G. 2002).

G. Pemeriksaan Diagnostik
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau
sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia
ditemukan di daerah inguinal. Biasanya impuls hernia lebih jelas dilihat daripada
diraba.
Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan.
Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan
mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan
mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dengan impuls
pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri
dan periksalah kembali daerah itu.
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam
skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit
skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus
diletakkan dengan kuku menghadap ke luar dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri
pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik.
Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke dalam
kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan ke atas ke arah
cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum.
Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.

15
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis
inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau
mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung
atau bantal jari penderita. Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan
perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-
menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan,
tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk
kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari
telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk
memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda
rasakan lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia
inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai
untuk menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna
untuk menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek. Jika anda menemukan massa
skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya
diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan
testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan merah
menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel atau
spermatokel. Dalam menegakkan diagnostik pada penderita hernia dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan fisik, pasien diminta untuk mengejan dengan menutup mulut dalam
keadaan berdiri bila ada hernia maka akan tampak benjolan.
2. Bila sudah ada benjolan dapat diperiksa dengan cara meminta pasien untuk
berbaring bernafas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intra abdominan,
lalu scrotum diangkat perlahan-lahan.
3. Limfadenopati inguinal. Perhatikan apakah ada infeksi pada kaki sesisi.
Tindakan diagnostik yaitu :
a) Foto thoraks: Menunjukan adanya massa tanpa udara jika omentum yang
masuk dan massa yang berisi udara jika lambung adalah usus yang masuk.
b) Laboratorium : Menunjukan adanya peningkatn pada hasil pemeriksaan
SGOT.
c) EKG : Biasanya dilakukan untuk persiapan operasi.

16
H. Penatalaksanaan
Pada hernia inguinalis lateralis responbilitas maka dilakukan tindakan bedah
efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang iresponbilitas, maka diusahakan
agar isi hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau
mendapat diit halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan
bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan.
Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan
bedah efektif di kemudian hari atau menjadi inkarserasi.
Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan
bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit
kantong hernia). Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong
diikat dan dilakukan bassin plasty untuk memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis. Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia
langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan
ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan anastomois end to end.
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi.
2. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar
operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
3. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
4. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting
artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi.
Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil anulus inguinalis
internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan

17
menjahitkan pertemuan muskulus tranversus internus abdominis dan muskulus
oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke
ligamentum inguinale poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia
tranversa musculus transversus abdominis, musculus oblikus internus abdominis
ke ligamentum cooper pada metode Mac Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi
residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene
mesh atau marleks untuk menutup defek. Dalam melaksanakan tindakan
penatalaksanaan pada pasien dengan hernia maka yang hal-hal yang harus
diperhatikan antara lain adalah prinsip pembedahan:
a) Herniotomi: eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.
b) Herniorafi: memperbaiki defek, perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh)
yang biasa dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukkan melalui bedah
terbuka atau laparoskopik.
Setelah dilakukan tindakan pembedahan herniotomy yang harus
diperhatikan adalah perawatan untuk post operasi:
1) Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan, Syok, Muntah,
Distensi, Kedinginan, Infeksi, Dekubitus, Sulit buang air kecil.
2) Observasi keadaan klien.
3) Cek Tanda-tanda vital pasien.
4) Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai dengan jadwal.
5) Perhatikan drainase.
6) Penuhi kebutuhan nutrisi klien.
7) Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan hari kedua.
a) Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45o - 60o).
b) Hari kedua boleh duduk (untuk herniotomi hari ke-5).
c) Hari ketiga boleh jalan (untuk herniotomi hari ke-7).
8) Diet dan pemenuhan kebutuhan nutrisi:
a) Hari 0: Bila pengaruh obat anestesi hilang boleh diberi minum
sedikit-sedikit
b) Hari 1: Diet Vloiher atau bubur sumsum dan susu cair (herniotomi
diet sama dengan post laparatomi)
c) Hari 2: Diet bubur saring
d) Hari 3: Berturut-turut diet ditingkatkan

18
I. Komplikasi dan Dampak Pembedahan Herniotomy
1. Hemtoma (luka atau pada skrotum).
2. Retensi urin akut.
3. Infeksi pada luka.
4. Gangguan aktivitas
5. Nyeri kronis.
6. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
7. Rekurensi hernia (sekitar 2%).
Dampak post herniotomi terhadap sistem tubuh dan system kelangsungan
aktivitas pasien setelah dilakukan post operasi herniotomy antara lain adalah
sebagai berikut:
a) Sistem Gastrointestinal
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses
fisiologi normal pencernaan dan penyerapan. Mual, muntah dan nyeri dapat
terjadi selama pembedahan ketika digunakan anestesia spinal. Dan
penurunan peristaltik usus ini mengakibatkan distensi abdomen dan gagal
untuk mengeluarkan feses dan flatus. motalitas gastrointestinal dapat
mengakibatkan distensi abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan
flatus ( Brunner & Suddarth 2002 : 484 & 455 ).
b) Sistem Neurologi
Luka pembedahan mengakibatkan spasme otot dan pembuluh darah
sehingga merangsang pelepasan mediator kimia ( seratonin, bradikinin,
histamin ). Proses ini merangsang reseptor nyeri kemudian rangsangan
ditransmisikan ke thalamus, kortek cerebri sehingga terasa nyeri. Nyeri
akan merangsang RAS ( Retikular Activating Sistem ) stimulus ini
menyebabkan sikap terjaga dan berkurangnya stimulus untuk mengantuk.
c) Sistem Pernapasan
Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri pada luka operasi, hal
ini merangsang sinyal dari sum-sum tulang belakang yang dihantarkan
melalui dua jalur yaitu Spinal Thalamus Traktus ( STT ) ke Spinal
Respiratory Traktus ( SRT ). Dari spinal thalamus traktus akan dihantarkan
ke korteks cerebri sehingga nyeri dipersepsikan, sedangkan dari spinal
respirator, traktus akan dihantarkan ke medula oblongata sehingga

19
mengakibatkan neural inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi
pernapasan. Nyeri pada luka operasi dapat menekan pengembanahan
rongga dada dan pasien dapat memerlukan sangat banyak dorongan untuk
beergerak, ambulasi dan bernafas dalam (C.Long, Barbara, 1996 : 251).
d) Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan denyut nadi,
hal ini disebabkan dari rasa nyeri akibat luka operasi sehingga
mengakibatkan medula oblongata untuk meningkatkan frekuensi
pernapasan dan merangsang epineprin sehingga menstimulasi jantung untuk
memompa lebih cepat selain itu juga dapat terjadi akibat faktor metabolik,
endokrin dan keadaan yang menghasilkan adrenergik sehingga
dimanifestasikan peningkatan denyut nadi.
e) Sistem Integumen
Luka operasi akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas jaringan dan
keterbatasan gerak dapat mengakibatkan kerusakan kulit pada daerah yang
tertekan karena sirkulasi perifer terhambat. Akibat dari keadaan post
operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi
pembekakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinal lateral ( C.Long,
Barbara, 1996 : 247 ).
f) Sistem Muskuloskeletal
Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan serta
adanya spasme otot, terjadi penekanan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga menghasilkan asam laktat,
hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pergerakan ( otot persendian )
sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Selain itu nyeri akibat luka
operasi dapat mengakibatkan klien mengalami keterbatasan gerak.
g) Sistem Perkemihan
Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur pembedahan. Retensi
terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina
setelah pembedahan pada abdomen bagian bawah, penyebabnya diduga
adalah spasme spinkter kandung kemih (Brunner & Suddarth 2002 : 484).

20
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan menentukan hasil
dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis mulai dari pengumpulan
data, identifikasi dan evaulasi status kesehatan klien (Nursalam, 2011).
Pengkajian data fisik berdasarkan pada pengkajian abdomen dapat menunjukan
benjolan pada lipat paha atau area umbilikal. Keluhan tentang aktivitas yang
mempengaruhi ukuran benjolan. Benjolan mungkin ada secara spontan atau hanya
tampak pada aktivitas yang meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin,
mengangkat berat atau defekasi. Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa
ketidaknyamanan dialami karena tegangan yang meningkatkan tekanan intra abdomen,
seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi.
Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan dialami karena
tegangan. Nyeri menandakan strangulasi dan kebutuhan terhadap pembedahan segera.
Selain itu manifestasi obstruksi usus dapat dideteksi (bising usus, nada tinggi sampai
tidak ada mual/muntah).Data yang diperoleh atau dikaji tergantung pada tempat
terjadinya, beratnya, apakah akut atau kronik apakah berpengaruh terhadap struktur
disekelilingnya dan banyaknya akar saraf yang terkompresi atau tertekan. Pengkajian
secara teoritis menurut Doengoes (2000) yang dapat muncul diantaranya:
a) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk,
mengemudi dalam waktu lama. Membutuhkan matras/papan yanag keras saat tidur.
Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian tubuh. Tidak
mampu melakukan aktivitas yang biasa dilakukan.
Tanda : Atropi otot pada bagian yang terkena. Gangguan dalam berjalan.
b) Eliminasi
Gejala : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya inkontinensia
atau retensi urine.
c) Integritas Ego
Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial
keluarga.
Tanda : Tampak cemas, depresi menghindar dari keluarga atau orang terdekat.

21
d) Neuro Sensori
Gejala : Kesemutan, kekauan, kelemahan dari tangan atau kaki.
Tanda : Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan
atau spasme otot pada vertebralis. Penurunan persepsi nyeri (sensorik).
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk dengan adanya
batuk, bersin, membengkokan badan, mengangkat, defekasi, mengangkat kaki atau
fleksi pada leher, nyeri yang tiada hentinya atau adanya episode nyeri yanag lebih
berat secara intermiten. Nyeri yang menjalar pada kaki, bokong (lumbal) atau
bahu/lengan, kaku pada leher atau servikal. Terdengar adanya suara krek saat
nyeri bahu timbul/saat trauma atau merasa punggung patah. Keterbatasan untuk
mobilisasi atau membungkuk kedepan.
Tanda : Sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang tekena. Perubahan
cara berjalan, berjalan dengan terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian
tubuh yang terkena. Nyeri pada palpasi.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rektal.
2. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu
3. Resti infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
4. Perubahan eliminasi urinaria berhubungan dengan rasa takut nyeri setelah
operasi

22
C. Tujuan/Rencana Tindakan (NOC/NIC)

DIAGNOSA
No.
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
Dx
KOLABORASI
1 Nyeri berhubungan NOC: NIC :
dengan iritasi, tekanan, Pain Level Pain Management
dan sensitifitas pada area Pain Control 1. Lakukan pengkajian nyeri
rektal. Comfort Level secara komprehensip
termasuk lokasi,
Kriteria Hasil: karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas, dan
(tahu penyebab nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan teknik 2. Observasi reaksi nonverbal
nonfarmakologi untuk dari ketidaknyaman
mengurangi nyeri, mencari 3. Gunakan teknik
bantuan) komunikasi terapeutik
2. Melaporkan bahwa nyeri untuk mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri pasien
menggunakan manajemen 4. Kaji kultur yang
nyeri mempengaruhi respon nyeri
3. Mampu mengenali nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri
(skala, intensitas, frekuensi masa lampau
dan tanda nyeri) 6. Evaluasi bersama pasien
4. Menyatakan rasa nyaman dan tim kesehatan lain
setelah nyeri berkurang tentang ketidakefektivan
kontrol nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan

23
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakoligi, non
farmakologi dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang managemen nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi

24
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dsari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
7. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama kali
8. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
9. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2 Ansietas berhubungan NOC: NIC:
dengan rencana Anxiety Control Anxiety Reduction
pembedahan dan rasa Coping (Penurunan Kecemasan)
malu Impulse Control 1. Gunakan pendekatan yang
menenangkan
Kriteria hasil : 2. Nyatakan dengan jelas
1. Klien mampu harapan terhadap pelaku
mengidentifikasi dan pasien
mengungkapkan gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur
2. Mengidentifikasikan, dan apa yang dirasakan
mengungkapkan, dan selama prosedur
menunjukkan teknik untuk 4. Pahami prespektif pasien
mengontrol cemas terhadap situasi stres

25
3. TTV dalam batas normal 5. Temani pasien untuk
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, memberikan keamanan dan
bahasa tubuh, dan tingkat mengurangi takut
aktivitas menunjukan 6. Berikan informasi faktual
kekurangan kecemasan mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
7. Dorong keluarga untuk
menemani anak
8. Lakukan back/neck rub
9. Dengarkan dengan penuh
perhatian
10. Identifiksi tingkat
kecemasan
11. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
12. Dorong pasien untuk
mengungkapan perasaan,
ketakutan, persepsi
13. Intruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
14. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

3 Resti infeksi NOC: NIC:


berhubungan dengan Immune Status Infection Control (Kontrol
insisi pembedahan Knowledge : Infection Control Infeksi)
Risk Control 1. Bersihkan lingkungan

26
setelah dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Klien bebas dari tanda dan 3. Batasi pengunjung bila
gejala infeksi perlu
2. Mendeskripsikan proses 4. Instruksikan pada
penularan penyakit, faktor pengujung untuk mencuci
yang mempengaruhi penularan tangan saat berkunjung dan
serta penatalaksanaannya setelah berkunjung
3. Meunjukan kemampuan meninggalkan pasien
untuk mencegah timbulnya 5. Gunakan sabun
infeksi antimikroba untuk cuci
4. Jumlah leokosit dalam batas tangan
normal 6. Cuci tangan setiap sebelum
5. Menunjukan perilaku hidup dan sesudah tindakan
sehat keperawatan
7. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasanan
alat
9. Ganti letak IV perifer san
line cental dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
10. Gunakan katete intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik
bila perlu

Infection Protection

27
(Proteksi Terhadap Infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemikdan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
6. Pertahankan teknik aspirasi
pada pasien yang berisiko
7. Pertahankan teknik isolasi
k/p
8. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukossa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
11. Dorong masukan nutrisi
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi

28
17. Laporkan kecurigaan
infeksi
18. Laporkan kultur positif

4 Perubahan eliminasi NOC: NIC:


urinaria berhubungan Urinary Eleimination Urinary Retention Care
dengan rasa takut nyeri Urinary Contiunence 1. Monitor intake dan output
setelah operasi 2. Monitor penggunaan obat
Kriteria Hasil : antikolinergik
1. Kandung kemih kosong secara 3. Monitor derajat distensi
penuh bladder
2. Tidak ada residu urine >100- 4. Instruksikan kepada pasien
200 cc dan keluarga untuk
3. Intake cairan dalam rentang mencatat output urine
normal 5. Sediakan privasi untuk
4. Bebas dari ISK eliminasi
5. Tidak ada spasme bladder 6. Stimulasi reflek bladder
6. Balance cairan seimbang dengan kompres dingin
pada abdomen
7. Kateterisasi jika perlu
8. Monitor tanda dan gejala
ISK (panas,hematuria,
perubahan bau dan
konsistensi urien)

29
Lampiran
Pathway Hernia Scrotalis

30
DAFTAR PUSTAKA

Biggs WS, Dery WH. (2008) Evaluation and Treatment of Constipation in Infants and
Children. http://www.aafp.org/afp/20060201/469.html. Di akses tanggal 29 April
2017
Brunner & Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, EGC.
Jakarta.
Bulechek, G dkk. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) .Edisi Keenam.
Missouri:Elseiver Mosby.
Carpenito, Linda Juall (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan).PT EGC, Jakarta.
Digiulio Mary, dkk (2007). Medical Surgical Nursing Demystified. New York Chicago.
Doenges,et al, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan), PT EGC. Jakarta.
Gaffar. L. Oj. (2009) Pengantar Keperawatan Profesional. EGC. Jakarta
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017. Oxford: Whiley Blackwell.
Kozier & Erb. (2014) Hernia Scrotalis Post Surgery Management dan Wounds.
Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice (7th ed.). New Jersey:
Pearson prentice hall. Available from http://www.pewarta-
kabarindonesia.blogspot.com/april 2009. Di akses tanggal 22 Juli 2011.
Moorhead, S dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC): Pengukuran Outcome
Kesehatan. Edisi Kelima. Missouri: Elsevier Saunder.
Oeswari E. (2010) Bedah dan Perawatannya. FKUI. Jakarta
Pearce. C. Evelyn. (1999), Anatomi dan Fisioloogi untuk Paramedis (terjemahan).
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Price. S. A.(2005) Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. (terjemahan). Edisi
6. EGC. Jakarta.
San Fransisco Lisbon London, (1999).Mexico City Milan New Delhi San Juan Seoul,
Singapore Sydney Toronto.
Sjamsuhidajat, R. Jong. Wd. (2015) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2
(terjemahan) EGC. Jakarta.
Smeltzer S. C. B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddarth (terjemahan) Vol 2. EGC. Jakarta.

31
Soeparman, (2011). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Sylvia dan Lorraine (1999). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi empat, buku
kedua. EGC. Jakarta.
Underwood, J. C. E. (2000) Patologi Umum dan Sistemik (terjemahan) vol 2. EGC.
Jakarta.
Wilkinson, J.M. (2000) Nursing diagnosis handbook with NIC interventions and NOC
outcomes (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall
Health.http://wps.prenhall.com/chet_kozier_fundamentals_7/0,7865,764086-,00.htm
l . Di akses tanggal 22 Juli 2011.

32

You might also like