You are on page 1of 37

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sistem Pengukuran Kinerja

1. Pengertian Pengukuran Kinerja

Jika kinerja personal diberi suatu penghargaan, maka kemungkinan kinerja

yang diberi penghargaan tersebut akan semakin tinggi, sehingga hal ini

menyebabkan tingginya usaha personal untuk menghasilkan kinerja yang lebih

baik. Jika kinerja personal tidak diberi penghargaan, maka kemungkinan kinerja

personal akan lebih rendah, sehingga hal ini menyebabkan rendahnya usaha

personal untuk menghasilkan kinerja.

Kinerja adalah hasil akhir dari sebuah aktivitas (Robbins S. P. & M.

Coulter, 2010 : 188) sedangkan menurut Wirawan (2009 : 5) Kinerja adalah

Keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu

pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Suatu pekerjaan atau profesi

mempunyai sejumlah fungsi atau indikator yang dapat digunakan untuk mengukur

hasil pekerjaan tersebut. Ukuran-ukuran ini dapat dilihat sebagai faktor

keberhasilan penting masa kini dan masa mendatang. Itu sebabnya sasaran

stategik yang menjadi basis pengukuran kinerja perlu ditentukan ukurannya, dan

ditentukan inisiatif strategik untuk mewujudkan sasaran tersebut. Sasaran

strategik beserta ukurannya kemudian digunakan untuk menentukan target yang

5
akan dijadikan basis pengukuran kinerja, untuk menentukan penghargaan yang

akan diberikan kepada personal, tim atau organisasi.

Tanpa mengukur kinerja dengan tepat, manajer tidak akan mampu untuk

menentukan bagaimana organisasi akan melakukan sesuatu dengan baik, atau

bagaimana mereka membandingkan kinerja dari pesaingnya. Banyak sekali

ukuran kinerja yang tersedia, manajer harus selektif dalam mengindentifikasi dan

mengadopsi hanya yang paling kritis untuk kesuksesan perusahaan mereka. Suatu

ukuran tidak dapat mengendalikan sistem yang kompleks, dan terlalu banyak

ukuran penting membuat sistem tersebut menjadi terlalu kompleks (Anthony, R.

N. & V. Govindarajan, 2009 : 172) Dengan demikian, dibutuhkan suatu

pengukuran kinerja yang dapat digunakan menjadi landasan untuk mendesain

sistem penghargaan agar personal menghasilkan kinerjanya yang sejalan dengan

kinerja yang diharapkan oleh organisasi.

Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat salah satunya dari perspektif

keuangan. Kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai

pihak seperti investor, manajemen, kreditur, analisis, konsultan keuangan, pialang

dan pemerintah. Laporan keuangan suatu perusahaan bila disusun secara baik dan

akurat dapat memberikan gambaran keadaan sebenarnya mengenai hasil atau

prestasi yang telah dicapai oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu. Keadaan

inilah yang akan digunakan untuk menilai kinerja perusahaan.

6
2. Peran Organisasi dalam Pengukuran Kinerja

Dalam memenuhi misi organisasi, seorang manajer merancang dan

menetapkan strategi yang menggunakan sumber daya organisasi dalam

aktivitasnya. Struktur organisasi mencerminkan cara dimana perusahaan

menugaskan dan mengoordinasikan personel dalam pengembangan strategi. Sub

unit dapat dibuat dan diisi dengan membuat kontribusi khusus untuk strategi

bisnis. Sejauh mana masing-masing sub unit berhasil mengemban misinya dapat

dinilai dengan menggunakan pengukuran kinerja yang dirancang secara hati-hati

untuk menangkap dimensi kinerja yang terpenting dari sub-unit.

Bakat dan waktu manajemen didekasikan untuk perencanaan, pengawasan,

pengambilan keputusan dan mengevaluasi kinerja yang berhubungan dengan

kegiatan. Agar sebuah organisasi sukses, manajer harus merancang sistem

informasi yang tepat untuk melacak dan mengukur penggunaan sumber daya

organisasi secara efektif dan efisien. Menurut Raiborn, C. A. & M. R. Kinney

(2011 : 215) ada dua kondisi yang harus ada dalam rangka membuat klasifikasi

tersebut diantara :

a. Mendefinisikan istilah efektif dan efisien, dan

b. Merumuskan ukuran yang sesuai dengan defenisi tersebut.

Defenisi efektif dan efisien bisa berhubungan dengan kinerja historis

organisasi, acuan kompetitif, atau harapan pemegang saham. Setelah didefinisikan

efektivitas dan efisiensi dapat dinilai dengan membandingkan pengukuran kinerja

aktual dengan tujuan kinerja yang telah didefinisikan dan ditargetkan.

7
Menurut Raiborn, C. A. & M. R. Kinney (2011 : 216) Pengukuran kinerja

dapat dibagi menjadi dua antara lain pengukuran Kinerja Internal dan pengukuran

Kinerja Eksternal.

a. Pengukuran Kinerja Internal

Manajemen harus mengembangkan ukuran-ukuran internal yang

memberikan fokus pada efisiensi dan efektivitas proses produksi. Proses

produksi yang tidak memadai akan menyulitkan perusahaan dalam

memproduksi barang atau melakukan jasa sehingga akan menurunkan

kebanggaan karyawan dan kepuasan pelanggan. Ukuran-ukuran proses

internal harus mencerminkan kepedulian terhadap produksi yang efisien,

kualitas tinggi dan meminimalkan kompleksitas produk. Barang atau jasa

akan bersaing dengan pihak-pihak lain dalam dimensi harga, kualitas dan

fitur. Keunggulan kinerja pada salah satu dari tiga area itu dapat

memberikan keunggulan kompetitif yang dibutuhkan untuk sukses.

Mengembangkan pengukuran kinerja untuk setiap dimensi yang

kompetitif dapat membantu mengidentifikasi cara-cara alternatif dalam

meningkatkan kompetensi suatu perusahaan.

Kinerja karyawan merupakan elemen penting dari keberhasilan suatu

organisasi. Setiap level pada tingkatan manajemen menetapkan langkah-

langkah target untuk level dibawahnya. Langkah-langkah ini

mengomunisasikan misi organisasi, tujuan dan strategi serta memotivasi

bawahan untuk mencapai sasaran yang lainnya. Langkah-langkah tersebut

8
juga digunakan untuk menerapkan pengendalian atas kegiatan organisasi,

seperti penggunaan laporan pertanggungjawaban akuntansi untuk

membandingkan hasil aktual dengan anggaran. Perbandingan kinerja

karyawan digunakan dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan

promosi.

b. Pengukuran Kinerja Eksternal

Secara eksternal, pengukuran kinerja harus mengandalkan kemampuan

organisasi untuk memuaskan pelanggan. Kualitas dan Kuantitas

perusahaan yang bersaing di pasar global telah menempatkan konsumen

pada pusat perhatian. Meskipun laba mungkin merupakan ukuran utama

keberhasilan perusahaan dalam melayani konsumen, ukuran yang lain

menunjukkan prestasi relatif di area kinerja pasar tertentu dapat

dikembangkan. Sebagai contoh, pengukuran kinerja harus mencerminkan

karakteristik yang sangat bernilai bagi konsumen seperti reliabilitas, nilai

kualitas dan pengiriman tepat waktu atas barang/jasa. Dengan memenuhi

atau melampaui target kinerja yang ditetapkan untuk pelanggan akan

menghasilkan kemungkinan peningkatan pencapaian atau pelampauan

target kinerja yang ditetapkan untuk investor dan kreditor.

Ukuran yang paling umum digunakan dalam pengukuran kinerja di semua

organisasi adalah laba, yang dapat diukur sebagai pendapatan operasi atau

laba neto. Prinsip akuntasi yang berlaku umum diformulasikan untuk

memberi informasi yang sebanding di seluruh perusahaan.

9
Perbandingan ini memfasilitasi penilaian kreditor/investor tentang

perusahaan yang mana yang layak diberi investasi modal dan yang dapat

memberikan hasil hasil yang relatif sesuai terhadap resiko investasi yang

diasumsikan. Pengukuran kinerja keuangan biasanya menentukan apakah

manajemen puncak dipertahankan atau diberhentikan. Dengan memenuhi

atau melampaui ekspektasi kinerja pasar akan menciptakan arus modal

masuk yang akan mendanai peningkatan proses, memperkerjakan

karyawan yang lebih berkualitas, dan menciptakan lebih banyak kepuasan

pelanggan.

3. Tujuan dan manfaat Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja mempunyai tujuan pokok yaitu untuk memotivasi

karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar

perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil

yang diinginkan. Secara umum tujuan pengukuran kinerja adalah :

a. Menetapkan target-target yang dapat diterima oleh mereka yang kinerjanya

akan diukur dan dilaksanakan dalam suasana yang dikarakteristikan oleh

komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan dan mengusahakan

kebersamaan dalam tindakan.

b. Menggunakan ukuran-ukuran prestasi yang dapat diandalkan, terbuka dan

objektif, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan yang

direncanakan, dan menyediakan umpan balik bagi orang yang dinilai.

10
c. Bila prestasi kurang optimal, setelah melalui berbagai langkah

sebelumnya, timbul kebutuhan untuk menspesifikasikan dan setuju dengan

rencana pengembangan pribadi orang yang dinilai yang dapat didasarkan

pada penilaian kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

d. Membuat ketentuan untuk alokasi baik reward ekstrinsik yang mengikuti

proses penilaian.

e. Menjanjikan hasil-hasil yang diinginkan dalam bentuk pemenuhan

karyawan, pemanfaatan penuh kapasitas individu, perubahan budaya

perusahaan dan pencapaian sasaran organisasi dalam kondisi dimana ada

keharmonisan antara sasaran individu dan organisasi.

f. Mengakui bahwa manajemen prestasi ada pada jantung proses manajemen

umum.

Menurut Raiborn C. A. & M. R. Kinney (2011 : 248) manfaat Pengukuran

Kinerja adalah sebagai berikut :

a. Menilai kinerja organisasi.

b. Menghubungkan tujuan organisasi dan misi terhadap kinerja manajerial

c. Mendorong pertumbuhan manajer bawahan

d. Memotivasi manajer

e. Meningkatkan komunikasi organisasi

f. Mengevaluasi kinerja manjerial secara komparatif

11
g. Mengimplementasikan pengendalian organisasi.

4. Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja

Untuk mencapai sasaran suatu organisasi maka diperlukan partisipasi dari

manajer senior dan para karyawan di seluruh organisasi. Meskipun kontroller

bertanggung jawab untuk mengawasi pengembangannya namun ini merupakan

tugas bagi seluruh tim manajemen. Adapun langkahlangkah implementasi dari

suatu sistem pengukuran kinerja (Anthony, R. A dan V. Govindarajan, 2009 :

178) adalah :

a. Mendefenisikan Strategi

Scorecard membangun suatu kaitan strategi dengan tindakan operasional.

Oleh karena itu, proses mendefenisikan scorecard dimulai dengan

mendefenisikan strategi organisasi. Dalam tahap ini, adalah penting bahwa

cita-cita organisasi dinyatakan secara eksplisit dan target telah

dikembangkan.

b. Mendefenisikan Ukuran-ukuran dari Strategi

Langkah berikutnya adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran guna

mendukung strategi yang telah dinyatakan. Organisasi tersebut harus fokus

pada sedikit ukuran-ukuran penting pada titik ini atau manajemen akan

dibanjiri dengan ukuran. Adalah penting bahwa masing-masing ukuran

individual dapat dikaitkan satu sama lain dalam sebab-akibat.

12
c. Mengintegrasikan Ukuran ke Dalam Sistem Manajemen

Scorecard haruslah diintegrasikan baik dengan struktur formal maupun

informal dari organisasi, budaya, serta praktik sumber daya manusia.

Misalkan saja, efektivitas scorecard akan dikompromikan jika kompensasi

manajer didasarkan hanya pada kinerja keuangan.

d. Meninjau Ukuran dan Hasilnya secara Berkala

Ketika scorecard dijalankan, scorecard tersebut harus ditinjau secara

konsisten dan terus-menerus oleh manajemen senior. Organisasi tersebut

sebaiknya memerhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran hasil ?

2) Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran pemicu?

3) Bagaimana strategi organisasi berubah sejak tinjauan terakhir ?

4) Bagaimana ukuran scorecard berubah ?

Aspek yang paling penting dari tinjauan ini adalah sebagai berikut :

1) Menginformasikan kepada manajemen mengenai apakah strategi

tersebut telah dilaksanakan dengan benar dan seberapa berhasil strategi

itu bekerja.

2) Menunjukkan bahwa manajemen serius mengenai pentingnya ukuran-

ukuran ini.

13
3) Menjaga agar ukuran-ukuran tersebut sejajar dengan strategi yang

selalu berubah.

4) Memperbaiki pengukuran.

B. Pengukuran Kinerja secara Konvensional

Manajemen konvesional melakukan pengukuran kinerja dengan menggunakan

ukuran keuangan, yaitu hasil laporan keuangan yang diwujudkan dalam rasio

keuangan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan

dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan

yang relevan dan signifikan (Sofyan Syafri Harahap 2007 : 297) antara lain

likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan ukuran yang lainnya. Ukuran keuangan

inilah yang dengan mudah dilakukan pengukurannya, maka kinerja personal yang

diukur adalah hanya yang berkaitan dengan keuangan. Hal yang sulit diukur,

diabaikan atau diberi nilai kuantitatif secara sembarang. Pengukuran kinerja

konvensional dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual dengan kinerja

yang dianggarkan dengan biaya standar sesuai dengan biaya dan karakteristik

pusat pertanggungjawabannya. Hal inilah yang menyebabkan ukuran keuangan

tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan

yang diciptakan oleh organisasi dan lebih menfokuskan pada pengerahan sumber

daya organisasi untuk tujuan-tujuan jangka pendek.

14
1. Analisis Rasio Keuangan

Banyak peneliti yang mengklasifikasikan rasio keuangan dalam beberapa

jenis, namun secara umum menurut Sofyan Syafri Harahap (2007 : 301),

mengelompokkan rasio keuangan sebagai berikut :

a. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) menggambarkan kemampuan

perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya.

Rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal

kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Beberapa rasio

likuiditas ini adalah sebagai berikut :

1) Rasio Lancar (Current Ratio)

Aktiva Lancar (Current Asset)

Current Ratio =

Kewajiban Lancar (Current

Liabilities)

Rasio ini menunjukkan sejauhmana aktiva lancar dapat menutupi

kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva

lancar dengan utang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan

untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat

dibuat dalam bentuk berapa kali atau dalam bentuk persentase.

Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100% ini berarti bahwa aktiva

lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Rasio lancar yang

15
lebih aman adalah jika berada diatas 1 atau di atas 100%. Artinya

aktiva lancar harus jauh diatas jumlah hutang lancar.

2) Rasio Cepat (Quick Ratio)

Aktiva lancar Persediaan

Quick Ratio =

Kewajiban Lancar

Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling

likuid mampu menutupi hutang lancar. Semakin besar rasio ini

semakin baik. Angka rasio ini tidak harus 100% atau 1 : 1

b. Rasio Solvabilitas (Solvability Ratio)

Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-

kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat

dihitung dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva

tetap dan hutang jangka panjang. Ukuran-ukuran dalan rasio

solvabilitas adalah sebagai berikut :

1) Rasio Hutang terhadap Ekuitas (Debt to Equity)

Rasio ini menggambarkan sampai sejauhmana modal pemilik

dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar. Semakin kecil

rasio ini semakin baik. Rumus perhitungan yang digunakan adalah

sebagai berikut :

16
Total Utang

Debt to Equity =

Total Ekuitas

2) Rasio Hutang terhadap Aktiva (Debt to Total Assets)

Rasio ini menunjukkan sejauhmana utang dapat ditutupi oleh

aktiva lebih besar rasionya lebih aman (Solvable). Dapat juga

dibaca berapa porsi utang dibandingkan dengan aktiva. Supaya

aman porsi utang terhadap aktiva harus lebih kecil. Rumusan

perhitungan yang digunakan adalah sebagai beikut :

Total Utang

Debt to Total Assets =

Total aktiva

c. Rasio Profitabilitas (Profitabilitas Ratio)

Rasio Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan

mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang

ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan,

jumlah cabang dan sebagainya. Rasio ini menghubungkan laba dari

penjualan dan investasi. Oleh karena itu profitabilitas dalam

konteks analisis rasio untuk mengukur pendapatan menurut laporan

laba rugi dengan nilai buku investasi. Rasio profitabilitas yang

digunakan pada umumnya meliputi sebagai berikut :

17
1) Margin Laba ( Profit Margin)

Rasio ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai

pendapatan yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar

rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan

dalam mendapatkan laba cukup tinggi. Rumus perhitungan yang

digunakan adalah sebagai berikut :

Pendapatan Bersih

Profit Margin =

Penjualan

2) Return On Asset (ROA)

Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume

penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti

bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba. Rumus

perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Penjualan Bersih

Return On Asset =

Total Aktiva

3) Return On Investment (ROI)

Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila

diukur dari modal pemilik. Semakin besar semakin baik Rumus

Perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut :

18
Laba Bersih

Return On Investment =

Total Ekuitas

d. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

Rasio aktivitas atau disebut juga sebagai rasio efisiensi dan

efektivitas dipergunakan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas

perusahaan dalam penggunaan aktiva. Rasio ini semuanya

mempergunakan perbandingan antara tingkat penjualan dengan

investasi dalam beberapa aktiva. Asumsi yang diambil adalah

menggunakan hubungan antara penjualan dengan berbagai aktiva

tersebut. Rasio efisiensi dan efektivitas yang digunakan pada

umumnya meliputi sebagai berikut :

1) Inventory Turn Over

Rasio ini menunjukkan berapa cepat perputaran persediaan dalam

siklus produksi normal. Semakin besar rasio ini semakin baik

karena dianggap bahwa kegiatan penjualan berjalan cepat.

Harga Pokok Penjualan

Inventory Turn Over =

Rata-rata persediaan Barang

19
Rata-rata persediaan dihitung dengan cara :

Persediaan Awal + Persediaan Akhir

2) Receivable Turn Over

Rasio ini menunjukkan berapa cepat penagihan piutang. Semakin

besar semakin baik karena penagihan piutang dilakukan dengan

cepat. Dengan rumus sebagai berikut :

Penjulan Kredit Bersih


Receivable Turn Over =
Rata-rata Piutang

Receivable Turn Over ini dapat dikonversikan ke hari dengan

rumus :

360

Rasio Receivable Turn Over

3) Fixed Assets Turn Over

Rasio ini menunjukkan berapa kali nilai aktiva berputar bila

diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin

baik. Artinya kemampuan aktiva tetap menciptakan penjualan

tinggi. Dengan rumus sebagai berikut :

Penjualan

Fixed Assets Turn Over =

Aktiva Tetap Bersih

20
e. Rasio pertumbuhan (Growth Ratio)

Rasio ini menggambarkan persentase pertumbahan pos-pos

perusahaan dari tahun ke tahun. Ukuran yang dipakai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Penjualan tahun berjalan Penjualan Tahun lalu


Kenaikan
Penjualan =

Penjualan Tahun lalu

Rasio ini menunjukkan persentase kenaikan penjualan tahun berjalan

dengan penjualan tahun lalu. Semakin tinggi pencapaiannya maka

semakin baik.

Laba Bersih Tahunun berjalan Laba Bersih Tahun lalu


Kenaikan
Laba Bersih =

Laba Bersih Tahun lalu

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan meningkatkan laba

bersih dibanding tahun lalu.

2. Kelebihan dan Kekurangan Pengukuran Kinerja secara Konvensional

Kelebihan dari penggunaan rasio keuangan sebagai pengukur kinerja

perusahaan adalah karena mudahnya dalam proses perhitungannya, selama data

yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap.

Menurut Puspasari (2011) kelebihan-kelebihan terdapat dalam sistem

pengukuran kinerja konvesional adalah :

21
a. Data-data yang diperlukan mudah didapat, karena datanya sudah

tersedia.

b. Dianggap handal karena sudah dihasilkan melalui proses yang

dilindungi dengan berbagai aturan sesuai standar akuntansi

c. Pengukuran sudah jelas didasarkan pada data, sehingga lebih mudah

diterapkan.

Sedangkan kelemahan dari rasio keuangan adalah karena perhitungannya

berdasarkan data akuntansi. Salah satu kelemahan dari pengukuran akuntansi

adalah rasio-rasio tersebut dihasilkan dari nilai buku. Dengan demikian, nilainya

tidak mencerminkan nilai yang ada di pasar. Misalnya, jika terdapat dua

perusahaan yang identik, baik asset maupun struktur modal modalnya, namun

berbeda waktu pendiriannya, maka perusahaan yang lebih dulu berdiri memiliki

laba bersih yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berdiri

kemudian. Hal ini tentu saja dapat dipahami, karena perusahaan yang lebih dahulu

berdiri cenderung memiliki nilai penyusutan yang lebih kecil.

Selain itu pengukuran kinerja secara konvensional juga membawa dampak

yang ternyata akan membahayakan posisi kompetitif perusahaan di masa yang

akan datang. Pengukuran kinerja hanya didasarkan pada aspek keuangan semata,

karena aspek ini bersifat kuantitatif dan karenanya menjadi mudah untuk diukur.

Pengukuran kinerja konvensional dirasakan terlalu menekankan pada pengukuran

laba murni tanpa melihat bagaimana pelanggan, karyawan, proses bisnis internal

dan pengendalaian di dalam operasi organisasi yang lainnya, walaupun

sebenarnya aspek-aspek tersebut juga menjadi pemicu dalam pelaporan keuangan

22
suatu perusahaan, namum hanya diletakkan sebagai pendukung dan bukan

pengukur yang utama.

Sementara itu Mulyadi (2007) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja

keuangan hanya mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi

yang berjangka pendek (pada umumnya satu tahun). Hal ini menyebabkan

eksekutif lebih berfokus pada kinerja jangka pendek dan mengabaikan faktor-

faktor non keuangan untuk mewujudkan kinerja jangka panjang perusahaan.

Kaplan dan Norton (2006) menjelaskan beberapa kelemahan alat ukur

kinerja konvensional sebagai berikut :

a. Ukuran finansial tidak cukup untuk mengevaluasi perjalanan

perusahaan di dalam lingkungan yang kompetitif

b. Ukuran finansial menceritakan hanya sebagian, Tidak semua tindakan

masa lalu dan tidak mampu memberikan pedoman yang memadai bagi

upaya penciptaan nilai finansial masa depan yang dilaksanakan saat ini

dan masa yang akan datang

c. Sistem konvensional kurang mendukung investasi jangka panjang dan

hanya menekankan pada usaha pengembalian investasi jangka pendek

yang tujuannya mempengaruhi harga saham saat ini.

d. Sistem Konvensional lebih menyukai bentuk investasi yang mudah

diukur dibandingkan investasi pada aktiva tidak berwujud seperti

inovasi, kemampuan pekerja, dan kepuasan pelanggan yang lebih sulit

diukur secara kuantitatif.

23
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengukuran

kinerja konvensional hanya menekankan sisi keuangan saja, tanpa memperhatikan

aspek non keuangan. Hal itu mengakibatkan keputusan jangka pendeklah yang

menjadi perhatian manajemen, sementara keputusan-keputusan yang berfungsi

untuk dapat bertahan dalam jangka panjang, yaitu aspek non keuangan terabaikan.

C. Pengukuran Kinerja berdasarkan Balanced Scorecard

1. Definisi Balanced Scorecard

Balanced Scorecard adalah salah satu alat pengukuran kinerja yang

menekankan pada keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berlainan

satu sama lain dalam usaha untuk mencapai keselarasan tujuan sehingga

mendorong karyawan bertindak demi kepentingan terbaik perusahaan (Supriyono

2009 : 143), Sedangkan menurut Anthony, R. A. dan V. Govindarajan (2009 :

173), Balanced Scorecard adalah Suatu contoh dari sistem ukuran kinerja. Unit

bisnis harus diberikan cita-cita dan diukur dari empat perspektif berikut ini:

a. Keuangan (contohnya : margin laba, tingkat pengembalian atas aktiva,

arus kas)

b. Pelanggan (contohnya : pangsa pasar, indeks kepuasan pelanggan)

c. Bisnis internal (contohnya : retensi karyawan, pengurangan waktu siklus)

d. Inovasi dan pembelajaran (contohnya : persentase penjualan dari dari

produk baru)

24
Tiap ukuran pada Balanced Scorecard membahas suatu aspek dari strategi

perusahaan. Dalam menciptakan Balanced Scorecard, eksekutif harus memilih

bauran dari ukuran yang secara akurat mencerminkan faktor kunci yang akan

menentukan keberhasilan strategi perusahaan, menunjukkan hubungan antara

ukuran-ukuran individual dalam hubungan sebab akibat, mengindikasikan

bagaimana ukuran-ukuran keuangan memengaruhi hasil keuangan jangka panjang

dan memberikan pandangan luas mengenai kondisi perusahaan saat ini.

Selain itu, menurut Thomas Sumarsan (2013 : 219) Balanced Scorecard

adalah sebagai berikut:

Sebuah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan


secara luas baik dalam organisasi yang berorientasi laba maupun dalam
organisasi nirlaba di seluruh dunia dalam kegiatan-kegiatan usaha untuk
menyelaraskan visi dan strategi organisasi, meningkatkan komunikasi
internal dan eksternal, dan mengawasi kinerja organisasi sesuai dengan
tujuan strategik perusahaan.

Balanced Scorecard telah berevolusi yang pada mulanya digunakan

sebagai kerangka pengukuran kinerja yang sederhana menjadi sebuah alat

perencanaan strategik dan sistem manajemen. Balanced Scorecard

mentransformasikan rencana strategik organisasi yang hanya ditulis pada

dokumen yang menarik namun sebuah kertas yang tidak berarti menjadi

pedoman untuk kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Balanced Scorecard

tidak hanya merupakan kerangka kerja yang menyediakan pengukuran kinerja,

tetapi membantu perencana untuk mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan

25
dan diukur. Ini memungkinkan para eksekutif untuk menjalankan strategi mereka

dengan benar.

Balanced Scorecard adalah sebuah sistem menajemen (bukan hanya

sebuah alat pengukuran saja) dimana organisasi dapat menjelaskan visi dan

strategi mereka sekaligus menterjemahkan dalam tindakan. Balanced Scorecard

menyediakan umpan balik baik dalam proses bisnis internal maupun hasil

eksternal untuk meningkatkan kinerja secara terus-menerus. Jika dipahami dan

dan digunakan Balanced Scorecard secara optimal, maka Balanced Scorecard

dapat menstrasformasikan perencanaan strategi dari latihan akademis untuk

diterapkan dalam sistem suatu perusahaan.

Kaplan dan Norton menggambarkan inovasi dari Balanced Scorecard

sebagai berikut : Balanced Scorecard tetap mempertahankan ukuran kinerja

keuangan tradisional. Tetapi ukuran memberikan gambaran peristiwa masa lalu,

akan tetapi gambaran tersebut cukup untuk sebuah perusahaan yang ukuran

kesuksesannya tidak mementingkan kemampuan perusahaan untuk melakukan

investasi pada jangka panjang dan hubungan dengan pelanggan tidak penting.

Ukuran kinerja ini tidak cukup bagi perusahaan untuk mengevaluasi perjalanan

perusahaan pada abad informasi yang menuntut perusahaan untuk menciptakan

nilai di masa depan melalui investasi pada pelanggan, pemasok, karyawan, proses

bisnis internal, teknologi dan inovasi.

26
Balanced Scorecard adalah kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi

dengan mencakup empat perspektif : perspektif keuangan, perspektif pelanggan,

perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Perspektif
Finansial

Perspektif Visi dan Strategi Perspektif


Pelanggan Perusahaan Proses Bisnis

Perspektif
Pembelajaran dan
Pertumbuhan

Gambar 2.1
Hubungan Perspektif dengan Balanced Scorecard

Sumber : Henry Simamora. 2012. Akuntansi Manajemen

2. Keunggulan Balanced Scorecard

Dengan perusahaan memahami dan mengetahui berbagai keunggulan

Balanced Scorecard akan membuka peluang bagi perusahaan untuk

memanfaatkan secara optimum alat manajemen dalam meningkatkan kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan. Menurut Mulyadi (2009 : 15)

27
keunggulan yang akan diberikan Balanced Scorecard untuk perusahaan yang

menerapkannya adalah sebagai berikut :

a. Komprehensif

Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam

perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada

perspektif keuangan, kemudian meluas ketiga perspektif antara lain

pelanggan (customer), proses bisnis internal, serta pembelajaran dan

pertumbuhan. Dengan mengarahkan sasaran-sasaran strategik keempat

perspektif tersebut, rencana strategik perusahaan akan mencakup lingkup

yang luas, yang memadai untuk menghadapi lingkungan bisnis yang

semakin kompleks. Jika sasaran strategik hanya diarahkan ke perspektif

keuangan, akan terlalu sempit, sehingga tidak memadai untuk menghadapi

lingkungan bisnis yang semakin kompleks.

b. Koheren

Balanced Scorecard mewajibkan personil untuk membangun

hubungan sebab akibat (causal relationship) diantara berbagai sasaran

strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran yang

ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus memiliki hubungan kausal

dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kekoherenan sasaran startegik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan

strategik memotivasi personil untuk bertanggung jawab dalam mencari

inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan.

28
Sistem perencanaan strategik yang menghasilkan sasaran strategik

yang koheren akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan

berjangka panjang. Karena personal dimotivasi untuk mencari inisiatif

strategik yang memiliki manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di

perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis internal,

pelanggan atau keuangan.

Kekoherenan juga berarti dibangunnya hubungan sebab akibat

antara keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategi dengan

keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan strategik merupakan

penerjemahan visi, tujuan, dan strategi yang dihasilkan sistem perumusan

strategi.

c. Berimbang

Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem

perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan

berkesinambungan.

d. Terukur

Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem

perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik

yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Balanced Scorecard mengukur

sasaran-sasaran yang sulit untuk diukur. Sasaran-sasaran strategik di

perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan

pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam

29
pendekatan Balanced Scorecard, sasaran di ketiga perspektif non

keuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola sehingga

dapat diwujudkan. Dengan demikian, keterukuran sasaran-sasaran

startegik di ketiga perspektif tersebut menjanjikan perwujudan berbagai

sasaran strategik non keuangan, sehingga kinerja keuangan dapat

berlipatganda dan berjangka panjang.

3. Analisis Kinerja menggunakan Balanced Scorecard

Konsep Balanced Scorecard telah lama dikembangkan oleh Kaplan dan

Norton. Konsep Balanced Scorecard ini dikembangkan untuk melengkapi

pengukuran kinerja keuangan atau dikenal dengan pengukuran tradisional dan

sebagai alat yang cukup penting bagi organisasi perusahaan untuk merefleksikan

pemikiran baru dalam era competitiveness dan efektivitas organisasi.

Konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuruan kinerja perusahaan

dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut sebenarnya

merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam

jangka panjang, yang digolongkan menjadi empat perspektif yang berbeda

(Thomas Sumarsan, 2013 : 221) yaitu :

a. Perspektif Keuangan (Finansial)

Balanced Scorecard tidak mengabaikan kebutuhan akan data keuangan.

Data yang tepat waktu dan akurat mengenai data pendanaan akan selalu

menjadi prioritas, dan para controller atau manajer akan melakukan apa

saja yang diperlukan untuk menyediakan data tersebut. Dengan

30
menggunakan database perusahaan, diharapkan bahwa proses pengolahan

dapat menjadi terpusat dan otomatis. Tujuan keuangan pada umumnya

berhubungan dengan arus kas perusahaan, kemampulabaan perusahaan dan

yang perlu ditambahkan dalam keuangan adalah penilaian risiko dan biaya

data manfaat. Perspektif keuangan menetapkan kinerja keuangan jangka

pendek dan jangka panjang. Pengukuran kinerja keuangan

mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu :

1) Growth (bertumbuh) : Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan

dimana perusahaan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Disini

manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu

produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi,

mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang

akan mendukung hubungan global, serta membina dan

mengembangkan hubungan dengan pelanggan.

2) Sustain (bertahan) : Tahapan kedua dimana perusahaan masih

melakukan investasi dan reinvestasi dengan menisyaratkan tingkat

pengembalian terbaik. Pada tahap ini, perusahaan mencoba

mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya,

jika memungkinkan.

3) Harvest (menuai) : Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar

menuai hasil investasi ditahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi

investasi besar, baik ekspansi pembangunan kemampuan baru, kecuali,

pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas.

31
Sedangkan menurut Hansen D.R & M.M. Mowen 2009 : 371

perspektif keuangan juga memiliki tiga tema strategis yaitu :

1) Pertumbuhan Pendapatan

Beberapa kemungkinan tujuan berhubungan dengan pertumbuhan

pendapatan. Kemungkinan-kemungkinan ini diantaranya :

meningkatkan jumlah produk baru, menciptakan aplikasi baru bagi

produk yang sudah ada, mengembangkan pelanggan dan pasar yang

baru, serta pengadopsian strategi penentuan harga baru. Setelah tujuan

operasional diketahui, ukuran kinerja dapat dirancang. Sebagai contoh,

ukuran yang mungkin untuk daftar tujuan diatas (dalam urutan yang

diberikan) adalah persentase pendapatan dari produk baru, persentase

pendapatan dari aplikasi baru, persentase pendapatan dari pelanggan

dan segmen pasar yang baru, serta profitabilitas produk atau

pelanggan.

2) Penurunan Biaya

Penurunan biaya perunit produk, perpelanggan, atau per jalur distribusi

adalah contoh tujuan penurunan biaya. Ukuran yang tepat sudah jelas :

biaya perunit dari objek biaya tertentu. Tren dalam ukuran ini akan

menyatakan apakah biaya telah berkurang atau tidak. Untuk tujuan ini,

keakuratan pembebanan biaya berperan penting. Penghitungan biaya

berdasarkan aktivitas dapat memainkan peranan pengukuran yang

penting, khususnya biaya penjualan dan administrasi, biaya yang

32
biasanya tidak dibebankan pada objek biaya seperti pelanggan dan

jalur distribusi.

3) Penggunaan Aset

Perbaikan pemanfaatan aset adalah tujuan utama. Ukuran keuangan

seperti laba atas investasi dan nilai tambah ekonomi digunakan.

Ringkasan tujuan dan ukuran perspektif keuangan dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

33
Tabel 2.1

Tabel Ringkasan Tujuan & Ukuran Perspektif Keuangan

Tujuan Ukuran
Pertumbuhan Pendapatan

Menaikkan jumlah produk baru Persentase pendapatan dari produk


baru

Membuat aplikasi baru Persentase pendapatan dari aplikasi


baru

Mengembangkan pelanggan dan Persentase pendapatan dari sumber


pasar baru baru

Mengadopsi strategi penetapan Profitabilitas produk dan pelanggan


harga baru

Penurunan Biaya

Menurunkan biaya produk per Biaya produk per unit


unit

Menurunkan biaya pelanggan Biaya pelanggan per unit


per unit

Menurunkan biaya jalur Biaya per jalur distribusi


distribusi

Pemanfaatan Asset

Memperbaiki pemanfaatan asset Laba atas investasi

Nilai tambah ekonomi

Sumber : Hansen D.R & M.M. Mowen. 2009. Akuntansi Manajerial

34
b. Perspektif Pelanggan (Customer)

Filosofi manajemen baru-baru ini telah menunjukkan peningkatan

realisasi pentingnya fokus pelanggan dan kepuasan pelanggan dalam setiap

bisnis. Ini adalah indikator utama : jika pelanggan tidak puas, mereka

akhirnya akan mencari pemasok lain yang untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini merupakan

indikator utama penurunan pada masa depan, meskipun kinerja keuangan

pada saat ini sangat baik. Dalam mengembangkan dan meningkatkan

tingkat kepuasan pelanggan maka perusahaan harus menganalisis

pelanggan. Tolok ukur kinerja konsumen dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu :

1) Customer Core Measurement yang memiliki beberapa komponen

pengukuran, yaitu :

a). Customer Retention : Menunjukkan tingkat dimana perusahaan

dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.

b) Customer Acquisition : Pengukuran ini menunjukkan tingkat

dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru

memenangkan bisnis baru.

c) Customer Profitability : pengukuran ini menunjukkan suatu tingkat

laba bersih yang diperoleh perusahaan dari suatu target/segmen

pasar yang dilayani.

35
d) Customer Satisfaction : Pengukuran ini berfungsi untuk menaksir

tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria spesifik dalam

value proportion.

2) Customer Value Proportion yang merupakan pemicu kinerja yang

terdapat pada core value proportion didasarkan pada atribut sebagai

berikut :

a) Product atau service attributes yang meliputi fungsi produk/jasa,

harga dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang

diinginkan pelanggan atas produk atau jasa yang ditawarkan.

b) Customer Relationship, adalah strategi dimana perusahaan

mengadakan pendekatan agar perasaan pelanggan merasa puas atau

produk/jasa yang ditawarkan perusahaan.

c) Image dan Reputation, membangun image dan reputasi dapat

dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang

dijanjikan.

Berikut ini ringkasan tujuan dan ukuran bagi perspektif pelanggan.

36
Tabel 2.2
Tabel Ringkasan Tujuan & Ukuran Perspektif Pelanggan

Tujuan Ukuran

Utama :

Meningkatkan pangsa pasar Pangsa pasar (persentase pasar)

Meningkatkan retensi pelanggan Persentase pertumbuhan bisnis


dari pelanggan yang ada

Meningkatkan akuisisi pelanggan Persentase pelanggan yang


kembali

Meningkatkan kepuasan pelanggan Jumlah pelanggan baru

Meningkatkan profitabilitas Tingkat dari survei pelanggan


pelanggan

Nilai Kinerja :

Menurunkan harga Harga

Menurunkan biaya pasca pembelian Biaya Pasca pembelian

Memperbaiki fungsi produk Tingkat dari survei pelanggan

Memperbaiki kualitas produk Persentase barang yang


dikembalikan

Meningkatkan keandalan Persentase pengiriman tepat waktu


pengiriman
Jadwal yang tidak terpenuhi

Memperbaiki citra dan reputasi Tingkat dari survei pelanggan


produk

Sumber : Hansen D.R & M.M. Mowen. 2009. Akuntansi Manajerial

37
c. Perspektif Proses Bisnis Internal

Proses ini mengacu pada proses bisnis internal. dalam proses

internal bisnis, manajer harus mengindentifikasikan proses internal yang

penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik proses

internal tersebut. Secara garis besar proses inovasi dapat dibagi menjadi

dua yaitu :

1) Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan

terapan

2) Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.

a) Proses operasi barang dan jasa yang diberikan kepada customer

Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi

bisnis, lebih menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi dan

ketepatan waktu dari barang dan jasa yang diberikan kepada

customer.

b) Pelayanan purna jual

Tahap terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal adalah

dilakukannya pengukuran terhadap pelayanan purna jual kepada

customer. Pengukuran ini menjadi bagian yang cukup penting

dalam proses bisnis internal, karena pelayanan purna jual ini akan

berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan.

Berikut ini tabel tujuan dan ukuran perspektif bisnis internal.

38
Tabel 2.3
Tabel Ringkasan Tujuan & Ukuran Perspektif Proses Bisnis Internal

Tujuan Ukuran

Inovasi :

Meningkatkan jumlah produk baru Jumlah produk baru versus yang


direncanakan

Meningkatkan produk yang Persentase pendapatan dari


dimiliki produk yang dimiliki

Menurunkan waktu Waktu pemasaran


pengembangan produk baru (dari awal hingga akhir)

Operasional :

Meningkatkan kualitas proses Biaya kualitas


Hasil output
Persentase unit cacat
Meningkatkan efisiensi proses Tren biaya unit
Output/input
Menurunkan waktu pemrosesan Waktu siklus dan velositas
MCE
Pelayanan Pasca penjualan :
Meningkatkan kualitas pelayanan Pertama langsung berhasil

Meningkatkan efisiensi pelayanan Tren biaya


Output/input
Menurunkan waktu pelayanan Waktu siklus

Sumber : Hansen D.R & M.M. Mowen. 2009. Akuntansi Manajerial

39
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif keempat dalam Balanced Scorecard ini meliputi pelatihan

karyawan dan sikap budaya perusahaan yang berkaitan dengan

perbaikan diri individu dan korporasi. Pada saat ini dengan perubahan

teknologi yang cepat, adalah sangat penting bagi individu untuk belajar

secara berkesinambungan, perspektif ini dapat menjadi panduan bagi

manajer untuk menggunakan dana pelatihan secara tepat kepada

karyawan yang tepat. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam

menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kerja jangka panjang, yang

merupakan suatu perspektif yang tidak dimiliki oleh perspektif lain.

Pembelajaran adalah melebihi daripada pelatihan karena pembelajaran

mencakup hal-hal seperti mentor dan tutor dalam organisasi, serta

menciptakan sebuah kondisi berkomunikasi yang mudah diantara

pekerja sehingga mereka segera mendapatkan bantuan jika mereka

menemukan sebuah masalah. Berikut ini tujuan dan ukuran dalam

perspektif pembelajaran dan pertunbuhan.

40
Tabel 2.4
Tabel Ringkasan Tujuan & Ukuran Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan

Tujuan Ukuran

Peningkatan kemampuan Tingkat kepuasan karyawan


karyawan Persentase pergantian karyawan
Produktivitas karyawan
(pendapatan per karyawan)
Jumlah jam pelatihan
Rasio strategis cakupan pekerjaan
(persentase kebutuhan kritikal
pekerjaan yang dipenuhi)
Peningkatan motivasi dan Saran per karyawan
pelibatan Saran per karyawan yang
dilaksanakan
Peningkatan kemampuan sistem Persentase proses dengan
informasi kemampuan merespon balik
dalam waktu nyata
Persentase karyawan menghadapi
pelanggan dengan akses online ke
informasi pelanggan dan produk

Sumber : Hansen D.R & M.M. Mowen. 2009. Akuntansi Manajerial

41

You might also like