You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Insulin adalah hormon yang mengendalikan gula darah. Tubuh menyerap
mayoritas karohidrat sebagai glukosa (gula darah). Dengan meningkatnya gula darah
setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang membantu membawa gula darah ke
dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar atau disimpan sebagai lemak apabila
kelebihan. Orang-orang yang punya kelebihan berat badan atau mereka yang tidak
berolahraga seringkali menderita resistensi insulin. Konsekuensinya, tingkat gula
darah meningkat di atas normal (Lopulalan, 2008).
Pada keadaan normal glukosa darah di atur sedemikian oleh insulin, sehingga
kadarnya selalu dalam batas normal, kadar glukosa darah selalu stabil sekitar 70 140
mg/dl. (Waspadji, 2009). Pemeriksaan kadar glukosa telah mendapatkan alat secara
cepat disebut dengan blood glucose meter atau Point Of Care Testing (POCT)
glukosa. Menurut Tonyushkina dan Nichols (2009), adalah salah satu kemajuan yang
paling penting dalam monitoring pasien diabetes setelah penemuan insulin.
Glukosa adalah karbohidrat terpenting bagi tubuh karena glukosa bertindak
sebagai bahan bakar metabolik utama. Glukosa juga berfungsi sebagai prekursor
untuk sintesis karbohidrat lain, misalnya glikogen, galaktosa, ribosa, dan
deoksiribosa. Glukosa merupakan produk akhir terbanyak dari metabolisme
karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat diabsorpsi ke dalam darah dalam bentuk
glukosa, sedangkan monosakarida lain seperti fruktosa dan galaktosa akan diubah
menjadi glukosa di dalam hati. Karena itu, glukosa merupakan monosakarida
terbanyak di dalam darah (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menentukan kadar glukosa seseorang dengan menggunakan alat
POCT atau Glucose meter?
2. Bagaimana cara menganalisis faktor penyebab kadar glukosa seseorang dapat
berbeda?

C. Tujuan
Mahasiswa mampu :
1. Menentukan kadar glukosa seseorang dengan menggunakan alat POCT atau
Glucose meter.
2. Menganalisis faktor penyebab kadar glukosa seseorang dapat berbeda.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Kadar Glukosa Darah
Glukosa adalah karbohidrat terpenting bagi tubuh karena glukosa bertindak
sebagai bahan bakar metabolik utama. Glukosa juga berfungsi sebagai prekursor
untuk sintesis karbohidrat lain, misalnya glikogen, galaktosa, ribosa, dan
deoksiribosa. Glukosa merupakan produk akhir terbanyak dari metabolisme
karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat diabsorpsi ke dalam darah dalam bentuk
glukosa, sedangkan monosakarida lain seperti fruktosa dan galaktosa akan diubah
menjadi glukosa di dalam hati. Karena itu, glukosa merupakan monosakarida
terbanyak di dalam darah (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009).
Selain berasal dari makanan, glukosa dalam darah juga berasal dari proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis (Kronenberg et al., 2008). Kadar glukosa darah
diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Dalam keadaan
absorptif, sumber energi utama adalah glukosa. Glukosa yang berlebih akan disimpan
dalam bentuk glikogen atau trigliserida. Dalam keadaan pasca-absorptif, glukosa
harus dihemat untuk digunakan oleh otak dan sel darah merah yang sangat bergantung
pada glukosa. Jaringan lain yang dapat menggunakan bahan bakar selain glukosa akan
menggunakan bahan bakar alternatif (Sherwood, 2012). Karena keseimbangan kadar
glukosa darah sistemik sangat penting, dibutuhkan pengaturan kadar glukosa darah
yang ketat oleh tubuh. Pengaturan kadar glukosa darah ini terutama dilakukan oleh
hormon insulin yang menurunkan kadar glukosa darah dan hormon glukagon yang
menaikkan kadar glukosa darah (Kronenberg et al., 2008).
Glukosa harus ditranspor ke dalam sel melalui mekanisme difusi terfasilitasi
sehingga sel dapat memakainya sebagai sumber energi. Agar glukosa dapat
menembus membran plasma yang impermeabel terhadap molekul besar, glukosa
membutuhkan protein pembawa. Selain di saluran cerna dan tubulus ginjal, glukosa
diangkut dari konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah
mengikuti gradien konsentrasinya oleh protein pembawa GLUT yang independen
terhadap Na+ (Guyton dan Hall, 2008).
Kecepatan pengangkutan glukosa ke dalam sel otot dan lemak sangat
dipengaruhi oleh insulin. Dengan adanya insulin, kecepatan pengangkutan glukosa
dapat meningkat sekitar sepuluh kali lipat. Ketika kadar glukosa dalam darah tinggi,
maka insulin akan disekresikan oleh pankreas. Insulin akan merangsang sel otot dan
lemak untuk lebih permeabel terhadap glukosa. Insulin juga meningkatkan aktivitas
enzim-enzim yang berperan dalam proses glikogenesis di otot dan hati (Tabel 2.2)
(Guyton dan Hall, 2008). Glukagon mempunyai efek yang berlawanan dengan
insulin. Glukagon mempunyai dua fungsi utama, yaitu berperan dalam proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis. Jadi, glukagon mempunyai efek meningkatkan
kadar glukosa dalam darah (Guyton dan Hall, 2008).
Tabel 2.1. Respon Jaringan terhadap Insulin dan Glukagon yang Berkaitan dengan Metabolisme
Glukosa
Sumber : Murray dan Rodwell (2009)

Hati Jaringan lemak Otot


Ditingkatkan oleh glikogenesis Pengambilan Pengambilan
insulin glukosa glukosa
Glikogenesis
Diturunkan oleh insulin Glukoneogenesis
Ditingkatkan oleh Glikogenolisis
glukoneogenesis
glukagon
2. Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa dalam Darah
Berdasarkan ADA (2015), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar
glukosa di dalam darah adalah:
1. Konsumsi Karbohidrat
Karbohidrat adalah salah satu bahan makanan utama yang diperlukan oleh
tubuh. Sebagian besar karbohidrat yang kita konsumsi terdapat dalam bentuk
polisakarida yang tidak dapat diserap secara langsung. Karena itu, karbohidrat
harus dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana untuk dapat diserap melalui
mukosa saluran pencernaan (Sherwood, 2012). Karbohidrat yang masuk ke
saluran cerna akan dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Ketika makanan dikunyah
di dalam mulut, makanan tersebut bercampur dengan saliva yang mengandung
enzim ptialin (-amilase). Tepung (starch) akan dihidrolisis oleh enzim tersebut
menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya (Guyton dan Hall,
2008). Sesampainya di lambung, enzim ptialin menjadi tidak aktif akibat suasana
lambung yang asam. Proses pencernaan ini akan dilanjutkan di usus halus yang
merupakan muara dari sekresi pankreas. Sekresi pankreas mengandung -amilase
yang lebih poten daripada -amilase saliva. Hampir semua karbohidrat telah
diubah menjadi maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya sebelum melewati
duodenum atau jejunum bagian atas (Guyton dan Hall, 2008).
Disakarida dan polimer glukosa kecil ini kemudian dihidrolisis oleh enzim
monosakaridase yang terdapat pada vili enterosit usus halus. Proses ini terjadi
ketika disakarida berkontak dengan enterosit usus halus dan menghasilkan
monosakarida yang dapat diserap ke aliran darah (Guyton dan Hall, 2008).
2. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Ketika aktivitas
tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut meningkat. Sintesis glukosa
endogen akan ditingkatkan untuk menjaga agar kadar glukosa dalam darah tetap
seimbang. Pada keadaan normal, keadaan homeostasis ini dapat dicapai oleh
berbagai mekanisme dari sistem hormonal, saraf, dan regulasi glukosa
(Kronenberg et al., 2008).
Ketika tubuh tidak dapat mengkompensasi kebutuhan glukosa yang tinggi
akibat aktivitas fisik yang berlebihan, maka kadar glukosa tubuh akan menjadi
terlalu rendah (hipoglikemia). Sebaliknya, jika kadar glukosa darah melebihi
kemampuan tubuh untuk menyimpannya disertai dengan aktivitas fisik yang
kurang, maka kadar glukosa darah menjadi lebih tinggi dari normal
(hiperglikemia) (ADA, 2015).
3. Penggunaan obat
Berbagai obat dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah, di antaranya
adalah obat antipsikotik dan steroid (ADA, 2015). Obat antipsikotik atipikal
mempunyai efek simpang terhadap proses metabolisme. Penggunaan klozapin dan
olanzapin sering kali dikaitkan dengan penambahan berat bahan sehingga
pemantauan akan asupan karbohidrat sangat diperlukan. Penggunaan antipsikotik
juga dikaitkan dengan kejadian hiperglikemia walaupun mekanisme jelasnya
belum diketahui. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penambahan berat badan
akibat resistensi insulin (Katzung, 2007).
Steroid mempunyai efek yang beragam karena steroid dapat mempengaruhi
berbagai fungsi sel di dalam tubuh. Salah satu di antaranya adalah efek steroid
terhadap metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Steroid sintetik
mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan steroid alami tubuh (Katzung,
2007).
Glukokortikoid mempunyai peran penting dalam proses glukoneogenesis.
Kortisol dan glukokortikoid lainnya dapat meningkatkan kecepatan proses
glukoneogenesis hingga 6 sampai 10 kali lipat. Selain berperan dalam proses
glukoneogenesis, kortisol juga dapat menyebabkan penurunan pemakaian glukosa
oleh sel. Akibat peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan penurunan
pemakaian glukosa ini, maka konsentrasi glukosa dalah darah akan meningkat
(Guyton dan Hall, 2008).
4. Keadaan Sakit
Beberapa penyakit dapat menyebabkan kadar glukosa darah seseorang,
diantaranya adalah penyakit metabolisme diabetes mellitus dan tirotoksikosis.
Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik berupa hiperglikemia
yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
Berdasarkan etiologinya, diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi berbagai
jenis, diantaranya adalah diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2.
DM tipe 1 adalah diabetes yang terjadi akibat kerusakaan sel-sel beta pankreas
oleh suatu proses autoimun. Kerusakaan sel-sel beta pankreas ini akan berakibat
pada defisiensi insulin yang menimbulkan terjadinya hiperglikemia (Price dan
Wilson, 2012).
DM tipe 2 adalah diabetes yang terjadi akibat resistensi hormon insulin. DM
tipe 2 ini ditandai dengan kelainan sekresi dan kerja insulin. Sel tidak lagi
responsif terhadap insulin sehingga terjadi pengikatan abnormal antara kompleks
reseptor-insulin dengan sistem transpor glukosa. Hal ini akan menggangu kerja
insulin hingga akhirnya sel beta pankreas gagal untuk menyekresikan insulin.
Defisiensi insulin ini akan menyebabkan keadaan hiperglikemia (Price dan
Wilson, 2012).
Tirotoksikosis adalah respons jaringan tubuh akibat pengaruh metabolik
hormon tiroid yang berlebihan. Hormon tiroid mempunyai efek pada pertumbuhan
sel, perkembangan, dan metabolisme energi (Price dan Wilson, 2012).
Tiroksikosis dapat menaikkan kadar glukosa darah melalui efek hormon tiroid
terhadap metabolisme karbohidrat. Hormon tiroid dapat meningkatkan kecepatan
penggunaan glukosa oleh sel, meningkatkan proses glukoneogenesis,
meningkatkan kecepatan absorpsi saluran cerna, bahkan meningkatkan sekresi
insulin (Guyton dan Hall, 2008)
5. Stres
Stres, baik stres fisik maupun neurogenik, akan merangsang pelepasan ACTH
(adrenocorticotropic hormone) dari kelenjar hipofisis anterior. Selanjutnya,
ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon
adrenokortikoid, yaitu kortisol. Hormon kortisol ini kemudian akan menyebabkan
peningkatan kadar glukosa dalam darah (Guyton dan Hall, 2008).
Hormon ini meningkatkan katabolisme asam amino di hati dan merangsang
enzim-enzim kunci pada proses glukoneogenesis. Akibatnya, proses
glukoneogenesis meningkat (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009).
Selain itu, stres juga merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan epinefrin.
Epinefrin menyebabkan glikogenolisis di hati dan otot dengan menstimulasi
enzim fosforilase (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009)
Beberapa jenis stres yang dapat meningkatkan pelepasan kotisol adalah:
a. Trauma.
b. Infeksi.
c. Suhu yang ekstrim.
d. Injeksi norepinefrin dan obat-obat simpatomimetik lain.
e. Pembedahan.
f. Injeksi bahan yang bersifat nekrolisis di bawah kulit.
g. Pengekangan sehingga tidak dapat bergerak.
h. Hampir setiap penyakit yang menyebabkan kelemahan (Guyton dan Hall,
2008).
6. Siklus Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan pervaginam periodik yang terjadi akibat
peluruhan mukosa uterus (DeCherney et al., 2007).
Siklus menstruasi terdiri dari tiga fase, yaitu fase proliferasi, sekretori, dan
menstruasi. Selama siklus menstruasi, terjadi fluktuasi hormon-hormon yang
berperan dalam mengatur siklus, termasuk estrogen dan progesteron. Selama fase
proliferasi, terdapat peningkatan kadar estrogen. Pada fase sekretori, kadar
hormon estrogen dan progesteron meningkat. Sedangkan pada fase menstruasi,
kedua hormon ini terdapat dalam kadar yang sangat rendah (Sherwood, 2012).
Fluktuasi hormon-hormon selama siklus menstruasi ini diduga menyebabkan
perubahan kadar glukosa darah. Peningkatan kadar progesteron dikatakan dapat
menyebabkan resistensi insulin temporer, sehingga menyebabkan kadar glukosa
darah lebih tinggi dari normal. Kadar estrogen yang tinggi dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap insulin, sehingga kadar glukosa darah dapat lebih rendah dari
normal. Perubahan kadar glukosa darah ini mungkin juga berhubungan dengan
adanya inflamasi ringan sebelum menstruasi (Bernard dan Kerure, 2013).
7. Dehidrasi
Dehidrasi adalah suatu kondisi di mana tubuh kekurangan cairan sehingga
keseimbangan air menjadi negatif. Ketika tubuh kekurangan cairan, maka tubuh
akan melakukan kompensasi dengan cara mengaktifkan sistem renin-angiotensin.
Angiotensin II kemudian akan merangsang pelepasan vasopresin yang salah satu
efeknya adalah meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus ginjal (Sherwood, 2012).
Selain berfungsi dalam meretensi air, vasopresin juga mempunyai efek
terhadap metabolisme glukosa. Vasopresin memiliki reseptor di hati dan di pulau
Langerhans pankreas. Vasopresin merangsang proses glukoneogenesis dan
pelepasan glukagon sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Roussel
et al., 2011).
8. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol dikaitkan dengan hipoglikemia. Sebagian pecandu alkohol
mengalami hipoglikemia akibat gangguan metabolisme glukosa. Metabolisme
alkohol (etanol) melibatkan enzim alkohol dehidrogenase (ADH) yang terutama
terdapat di hati. Proses perubahan etanol menjadi asetaldehid menghasilkan zat
reduktif yang berlebihan di hati, terutama NADH (Katzung, 2007).
3. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Menurut ADA (2014), ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk
memeriksa kadar glukosa darah, di antaranya:
a. Tes Glukosa Darah Puasa
Tes glukosa darah puasa mengukur kadar glukosa darah setelah tidak
mengkonsumsi apa pun kecuali air selama 8 jam. Tes ini biasanya dilakukan pada
pagi hari sebelum sarapan.
Tabel 2.2. Klasifikasi Kadar Glukosa Darah Puasa
Hasil Kadar glukosa
Normal Kurang dari 100 mg/dL
Prediabetes 100 125 mg/dL
Diabetes Sama atau lebih dari 126 mg/dL
Sumber: ADA (2014).
b. Tes Glukosa Darah Sewaktu
Kadar glukosa darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak atau
kasual. Tes glukosa darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja. Kadar glukosa
darah sewaktu dikatakan normal jika tidak lebih dari 200 mg/dL.
c. Uji Toleransi Glukosa Oral
Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah
sebelum dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75 gram yang
dilarutkan dalam 300 mL air.
Tabel 2.3. Klasifikasi Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Hasil Kadar glukosa
Normal Kurang dari 140 mg/dL
Prediabetes 140 199 mg/dL
Diabetes Sama atau lebih dari 200 mg/dL
Sumber: ADA (2014).
d. Uji HBA1C
Uji HBA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 3 bulan terakhir.
Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah pada
penderita diabetes.
Tabel 2.4. Klasifikasi Hasil HBA1C
Hasil Kadar glukosa
Normal Kurang dari 5,7 %
Prediabetes 5,7 6,4 %
Diabetes Sama atau lebih dari 6,5 %
Sumber: ADA (2014).
BAB III
METODE PENGAMATAN

A. Alat
1. Glucose Meter atau POCT (Point of Care Testing)
2. Blood lancet
3. Test strip
B. Bahan
1. Alkohol 70%
2. Kapas
C. Prosedur kerja
1. Lengan kiri atau kanan praktikan terjuntai ke bawah.
2. Apabila jari masih terlihat pucat, pegang erat pergelangan tangan dan pilih salah
satu dari tiga jari tengah untuk ditusuk.
3. Membersihkan jari dengan kapas yang telah dibasahi alkohol, dan mengeringkan
dengan kapas kering.
4. Menyiapkan blood lancet atau jarum penusuk.
5. Membersihkan blood lancet dengan alkohol, baik sebelum maupun sudah dipakai,
mengeringkan dengan kapas kering.
6. MenusukPilih
bagian
salahsamping
satu dari jari
3 jariterpiliih sedalam bagian
tengah, bersihkan 1,5 2 mm. Darah yang keluar
samping dari ujung jari dengan kapas yang telah
pertama kali dihapus dengan kapas kering, kemudian tekan pakal jari agar darah
dibasahi alkohol, lalu keringkan dengan kapas kering
terkumpul menggelembung.
7. Darah yang menggelembung ditempelkan diatas test strip.
8. Masukkan test strip kedalam glucose meter.
9. Kadar glukosa akan terlihat dalam beberapa detik.
10. Catat hasil pada laporan
Bersihkan blood lancet dengan alkohol atau
menggantinya dengan jarum yang baru

Tusuk jari dengan blood lancet sedalam 1,5 2 mm,


darah keluar pertama dihapus dengan kapas kering,
kemudian ditekan pangkal jari agar darah terkumpul
D. Rancangan menggelembung
Percobaan

Tetesan darah kedua diperiksa dengan menggunakan


alat POCT super glucocard II. Reagen strip yang
telah ditetesi darah vena dimasukkan ke alat
pemeriksa, kemudian hasil dibaca pada layar
Gambar 3.1. Rancangan percobaan uji kadar glukosa darah

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1. Uji kadar glukosa praktikan
Kelompok Kadar glukosa Berat badan Jenis kelamin
1 41 52 L
2 81 40 P
3 85 41 P
4 60 44 P
5 92 60 P
6 77 55 P
7 82 68 P
8 77 52 P
9 70 48 P
10 106 50 P

Gambar 4.2. Grafik kadar glukosa dan perbandingan berat badan


B. Analisis Data
Berdasarkan hasil pengamatan uji kadar glukosa yang telah dilakukan oleh 10
praktikan (Tabel 1) didapatkan hasil kadar glukosa pada kelompok 1 sebesar 41;
kelompok 2 sebesar 81; kelompok 3 sebesar 85; kelompok 4 sebesar 60; kelompok 5
sebesar 92; kelompok 6 sebesar 77; kelompok 7 sebesar 82; kelompok 8 sebesar 77;
kelompok 9 sebesar 70; dan kelompok 10 sebesar 106.
Hasil uji kadar glukosa pada kelompok 10 sebesar 106 dibandingkan dengan
kelompok 2 yang hasil kadar glukosa nya sebesar 81.
C. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 1 didapatkan kadar glukosa
tertinggi yaitu sebesar 106 mg/dL. Pada umumnya tingkat gula darah normal bertahan
pada batas-batas yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dL). Tingkat ini meningkat
setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang
makan atau sedang saat berpuasa. Tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah
sekitar 80 90 mg/dl bagi anak - anak dan 80 100 mg/dl bagi orang dewasa, dan
pasokan makanan serta energi berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja
(Nurachman, 2003).
Kadar glukosa tertinggi terdapat pada praktikan perempuan 106 mg/dL dan
terendah terdapat pada praktikan laki laki sebesar 41 mg/dL. Dimana perempuan
lebih banyak mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 hal ini diakibatkan karena secara
fisik memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindrom
siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca menopause membuat distribusi lemak
di tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga
perempuan lebih beresiko menderita DM tipe 2 (Irawan, 2010).
Kadar glukosa darah puasa yang baik adalah 80 109 mg/dL, sedang 110
125 mg/dL, dan buruk 126 mg/dL atau lebih, sedangkan kadar glukosa darah 2 jam
yang baik adalah 110 144 mg/dL, sedang 145 179 mg/dL, dan buruk >180 mg/dL.
(Nurachman, 2003)
Faktor faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah diantaranya adalah
asupan makanan, penyakit yang dialami seperti diabetes mellitus, penggunaan obat,
konsumsi alkohol, dehidrasi, stres, aktivitas fisik, dan berat badan. Berat badan
merupakan salah satu parameter dalam praktikum. Berat badan tertinggi adalah 68 kg
dan berat badan terendah adalah 40 kg. Sunjaya (2009) mengatakan bahwa individu
yang mengalami obesitas mempunyai resiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena
diabetes mellitus dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami obesitas.
Adanya pengaruh indeks masa tubuh terhadap diabetes mellitus ini disebabkan oleh
kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein dan lemak.
Hal tersebut menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free Fatty Acid (FFA)
dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke
membran plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot
dan adiposa (Lopulalan, 2008).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. kadar glukosa tertinggi didapatkan pada sampel praktikan perempuan sebesar 106
mg/dL dan terendah didapatkan pada sampel praktikan laki laki sebesar 41
mg/dL.
2. Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah yaitu aktivitas fisik, penyakit
yang diderita, berat badan, stres, penggunaan obat, dan dehidrasi
B. Saran
Saran yang diberikan pada praktikum ini yaitu lebih teliti dalam menggunakan
alat glucose meter serta cermat membaca angka dari pengukuran kadar glukosa
sehingga didapatkan hasil yang akurat dan lebih hati hati dalam menggunakan
blood lancet.
DAFTAR PUSTAKA

Bernard, A. S. dan Kerure, S. B., 2013. Glucose Handling during Menstrual Cycle.
International Journal of Reproduction Obstetrics and Gynecology 2 (3): 284287.

DeCherney. 2007. Anatomy of the Female Reproduction System. In : Current Diagnosis and
Treatment Obstetrics & Gynecologist. 10th edition. New York: McGraw Hill
Companies.

Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di
Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis. Universitas
Indonesia

Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition. United States: Lange
Medical Publications.

Kronenberg, H. M., Melmed, M., Polonsky, K. S., dan Larsen, P. R., 2008. Williams Texbook
of Endocrinology. 11th ed. USA: Elsevier Saunders, 1503-1508.

Lopulalan, Christine Rosalina. 2008. Sekilas Tentang Diabetes Mellitus. Jakarta: Media
Artikel.
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. 2009. Biokimia harper (27 ed.). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Nurachman, Zeily. 2003. Diabetes. Bandung: ITB.

Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi Ke-6.
Jakarta: EGC.

Roussel, R., et al., 2011. Low Water Intake and Risk for New-Onset Hyperglycemia. Diabetes
Care 34: 2551-2554.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta. EGC.

Tonyushkina, K., & Nichols, J. H. 2009. Glucose Meters: A Review of Technical Challenges
to Obtaining Accurate Results. Journal of Diabetes Science and Technology, July, 3(4):
971980.

Waspadji S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Kaki Diabetes, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK
UI pp. 1961-62.

You might also like