You are on page 1of 3

Kenangan Valentine Berdebu

Valentine tahun ini abu-abu banget. Bukan abu-abu gak jelas, tapi emang berdebu
banget. Letusan Gunung Kelud justru membuka Valentineku yang tanpa abu saja
sudah abu-abu.

(Peningkatan nih, kalimat pembukanya semakin bagus aja).

Saya bertanya ke teman yang berasal dari Kediri, Gimana keadaan Kediri?

Baik-baik aja, Rey.

HAAAHH??? Baik-baik aja matamuu. Gunung meledosh kok baik-baik aja. -_-

Sudahlah. Kira-kira kita tahu apa yang terjadi setelah ini.

Kami meminta bantuan dari pemerintah atas masalah ini.

Kami sungguh kecewa akan bantuan yang datangnya terlambat.

Kami menginginkan bantuan bukan janji-janji.

Kami meminta uluran tangan kasih dari semua masyarakat Indonesia.

Skenario bencana tetap saja sama. Waduh-waduh. Ini tak ada bedanya dengan
skenario PDKT. Cowok selalu baik, cewek selalu jual mahal. Setelah itu cowok akan
keluar aslinya, cewek akan tambah mahal. Saat putus, hahhahahahaha (ini part
kesukaanku) cowok kembali baik dan cewek? Diskon besar-besaran, kayak diskon
spesial Natal di Matahari.

Eeehh, apa sih nih? Ooh, abu vulkanik, bukan-bukan, ini abu hatiku. Kayaknya
jomblo terlalu lama akhirnya berdebu. Adduuhh. Bersihkan dulu. Hhuufftt,
hhuufttt. Waduh kok ada ini sih? Ini kenangan manis terdahulu. Masih tersimpan
yah? Hahahahha Mari kita buka

(Opening kali ini juga bagus banget yah. Aku suka banget yang ini).

Hari ini, hujan lebat mengguyur Ruteng. Cukup dingin untuk membuat selimut
terasa begitu nyaman. Hape berbunyi, pacarku mengundang dengan paksa (hheem,
ini mengundang atau memaksa?) untuk ngapel. Waduuh Selamat tinggal selimut
lorengku (warisan kakak). Bad mood aku. Duduk di ruang tamunya dengan bibir
maju, pengennya maju juga ke pipinya, tapi dia lagi di dapur. Lalu datang dengan
semangkok kolak panas. Kolak ini, suasana ini, dirinya, diriku, bibirku yang maju,
pelukannya, membuat hari itu menjadi Valentine terindah.

Di suatu kesempatan berbeda, dengan pacar yang berbeda pula, tetapi dengan
selimut loreng yang sama, saya berbaring di bawahnya, menutup mata, dan wajah
innocent, TIDUR SIANG. Terbangun dengan aroma kopi menguak dan terkepul tebal
dari gelas tinggi di sebelah tempat tidur. Pisang goreng menemaninya berdiri di
tengah piring lepek. Sesuatu yang lebih indah juga hadir di sana. Putih bak mutiara,
helai rambut selembut sutra, duduk anggun menyilangkan kaki dengan novel tebal
di tangan. Cantik maksimal. Dengan senyum bibir indahnya membentuk kata hai
lalu meruncing, cup. Kecupan manis itu mendarat di keningku. Saya bisa pastikan,
kenangan manis ini bukan hanya mimpi, ini senyata cinta kami (duluu sekalii).

Di pojok kios dekat sekolah, hujan kembali hadir di skenario ini. Dingin pantat ini
bertemu lantai beku. Uap dari mulut berlomba keluar dengan asap kretek yang
disulutku beberapa menit lalu. Menunggu. Menunggunya. Siswi cantik tak peduli
dengan tingkahku seperti gelandangan. Rambut yang gondrong juga rasanya setuju
kala aku memerankan gembel emperan toko. Gerbang sekolahnya terbuka,
sosoknya yang selalu aku taruh di hati tidak memperlihatkan wujud aslinya dengan
seragam sekolah yang terbalut indah di tubuhnya. Dia menjadi yang terakhir
mungkin. Ya, itu dia. Motor gagahku langsung meraung tinggi menyambut ratunya
muncul. Aku rajanya, raja hatinya.

Ulang tahunku sunyi, ulang tahunku sepi. Rasanya hari ini kan datang guntur dan
petir, susul menyusul, membabi buta di langit. Berdiam di rumah rasanya lebih
baik. Selimut Loreng? Heemm, saran yang lebih bagus. Tok Tok Tok ternyata
ketukan hadir lebih dulu dari guntur apa lagi petir. Mataku sipit melawan kantuk luar
biasa. Sosok di balik pintu awalnya blur tak beraturan, sampai aku melihat tetesan
keringat membanjir di pipi dan ujung poni imutnya. Pipinya memerah, napasnya
terengah-engah. Pacarku tercinta datang. Berjalan kaki dari rumahnya ke rumahku
bukan perkara mudah. Jarak yang menyusahkan. Tangannya terbuka lebar memeluk
dan mengucapkan happy birthday. Kado kecil nan indah berpindah tangan ke
tanganku. Saat inilah guntur dan petir hadir. Aku sudah lupa isi kadonya, isi hatiku?
Seribu mawar terkembang untuk pacarku tersayang.

Gitarku mungkin tidak sebagus milik Iwan Fals. Aku pun tak semahir Ebiet
memainkan kata-kata indah. Apa lagi suaraku, sangat jauh dari merdu ala Afghan.
Tapi, saat itu, saat aku bernyanyi untuk pacarku, tak ada lagi yang bisa
mengalahkanku. Dari segi apapun. Karena aku sadari, aku bernyanyi bukan lagi
dengan hafalan kunci dan lirik yang ribet. Tapi menyanyikan sebagian kecil cinta
yang aku rasakan. Cintaku, alunan nada indah bersamamu, pacarku.

Bakso itu bulat, panas, berbahaya, dan bervariasi. Mau yang berisi sambal? Mau
yang berisi keju? Mau yang manis? Mau yang kecil sekelereng? Mau yang sebesar
bola tenis? Mau yang mana? Pertanyaan ini juga hadir padaku saat kami dirundung
masalah. Mau meledak-ledak dan berisi sambal? Atau memperbesarnya sebola
tenis? Memaniskannya? Untung saja masalah kami juga selesai saat santapan bakso
di mangkok juga selesai. Sammpppaaaiiiiiii.. sampai yaaah, sampai kami
memutuskan tidak ada lagi mangkok bakso yang akan kami nikmati bersama
sebagai satu pasangan.
Abu kembali menutup hatiku saat aku menutup mataku menahan air mata.
Sungguh indah, demi semua cinta yang ada di dunia. Ini sungguh indah. Sungguh
indah.

Kenangan cinta menjadi begitu berarti saat kita benar-benar menganggap setiap
momen bersamanya adalah Valentine.

HAPPY VALENTINE ALL.

You might also like