You are on page 1of 35

ABSTRAK

Latar Belakang : Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan untuk mencegah komplikasi yang
dapat mengancam jiwa. Dari populasi hipertensi, ditaksir 20% dari pasien hipertensi adalah
pasien dengan krisis hipertensi. Hipertensi urgensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDS
>180 atau TDD >120mmHg tanpa disertai kerusakan organ tertentu (KOT) yang akut. Namun,
jika disertai dengan kadar glukosa darah yang tinggi, maka dapat menyebabkan kerusakan arteri
dan membuat arteri menjadi keras atau kaku. Diamana hal ini jika tidak diobati, dapat
menyebabkan masalah termasuk kerusakan pembuluh darah, serangan jantung, dan gagal
ginjal.Sampai saat ini pendataan dan penelitian mengenai hubungan kadar gula darah sewaktu
dan krisis hipertensi masih terbatas di Indonesia. Terbatasnya ketersediaan obat antihipertensi
untuk krisis hipertensi di Indonesia dan mengingat pentingnya penanganan yang cepat pada
penderita krisis hipertensi, mendorong peneliti ingin melakukan pendataan serta penelitian
mengenai hubungan kadar gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi pada pasien usia 40
sampai 75 tahun di wilayah kerja Puskesmas Suradita.
Tujuan : Untuk mengetahui adakah hubungan peningkatan kadar gula darah dengan krisis
hipertensi (tipe urgensi) pada pasien usia 40 sampai 75 tahun di wilayah kerja Puseksmas
Suradita.
Metode : Penelitian inimenggunakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara
cross-sectional. Subjek dalam penelitian ini berjumalh 60 pasien dengan krisis hipertensi.
Instrumen yang digunakan adalah spgynomanometer raksa untuk mengukur tekanan darah, serta
alat pemeriksaan glukosa darah. Tabulasi dilakukan menggunakan program pengumpulan data
elektronik Microsoft Access 2010, sedangkan analisis data menggunakan program SPSS 20
dengan metode chi square jika distribusi sampel normal dan jika distribusi sampel tidak normal
digunakan metode fisher exact, dan dinyatakan dengan odds ratio.

Hasil Penelitian :Dari keseluruhan pasien yang datang ke klinik umum dan lansia di Puskesmas
Suradita pada periode 6 Maret 2017 - 12 April 2017, didapatkan data sejumlah 115 pasien yang
memenuhi kriteria untuk selanjutnya dianalisis.Pada penelitian ini, nilai p val dianggap
bermakna <0,05 dengan interval kepercayaan sebesar 95%. Dalam penelitian ini, proporsi
penderita hiperglikemia pada pasien dengan krisis hipertensi ialah 58,3%. Hasil yang didapatkan
bermakna karena berdasarkan kendali tekanan darah, proporsi krisis hipertensi dengan
hiperglikemia pada sampel lebih banyak daripada non-krisis hipertensi dengan hiperglikemia
(41,7%) ataupun krisis hipertensi normoglikemia (32,9%). Serta dilihat dari hasil p value <0,05
dengan OR 1,750 interval kepercayaan dari 1,157 - 2,646, menunjukkan terdapat hubungan yang
bermakna antara peningkatan kadar gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi (tipe urgensi).
Kesimpulan : Terdapat hubungan kadar gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi tipe urgensi

Kata kunci : krisis hipertensi, kadar gula darah sewaktu, hiperglikemia

1
BAB I
PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap
kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah.Hipertensi sering tidak menunjukkan
gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan
fungsi jantung atau stroke.Prevalensi hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup
tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 menunjukkan
bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun
2004. Hasil SKRT 2001, 2004, dan 2010 menunjukkan penyakit kardiovaskuler
merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20- 35%
dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi .1
Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi
sedang dan 10% hipertensi berat. 20% pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah
pasien krisis hipertensi. Data ini dari total penduduk 30%diantaranya menderita
hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi krisis hipertensi disertaikerusakan
organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami
hipertensikrisis.1
Krisis Hipertensi merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang
sering dijumpaidi instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan
tekanan darah akut dansering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darahtersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkanpenanganan segera untuk mencegah
komplikasi yang mengancam jiwa.2
JNC 7 (2003) membagi krisis hipertensi menjadi dua yaitu hipertensi emergensi
dan hipertensi urgensi.2 Perbedaan kedua golongan krisis hipertensi ini bukanlah dari
tingginya tekanan darah, tapi dari kerusakan organ sasaran. Hipertensi emergensi dan
urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda. Hipertensi
urgensi adalah situasi di mana tekanan darah meningkat sangat tinggi dengan tekanan
sistolik lebih dari 180 dan diastolik lebih dari 110 mmHg, tetapi tidak ada kerusakan
organ terkait, sedangkan hipertensi emergensi merupakan keadaan darurat hipertensi dan
disertai kerusakan organ (nyeri dada, sesak napas, nyeri punggung, mati rasa/kelemahan,
kesulitan berbicara). Upaya penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi
harus dilakukan segera (< 1 jam) dengan menggunakan obat-obat antihipertensi short
acting, serta antihipertensi yang diberikan secara intravena.Keterlambatan pengobatan
akan menyebabkan timbulnya kematian. Tekanan darah harus diturunkan sampai batas
tertentu dalam satu sampai beberapa jam.2

Kadar gula darah sewaktu (GDS) merupakan kadar gula dalam darah tanpa
puasa yang di cek saat itu juga. GDS noemal berada pada rentang 79 mg/dl sampai 140
mg/dl, dikatakan prediabetes bila kadar gula darah berada pada rentang 140 mg/dl sampai
200 mg/dl. Bila kadar gula darah berada diatas 200 mg/dl maka dapat dikatakan
diabetes.3Pada kadar glukosa darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan arteri dan
membuat arteri menjadi keras atau kaku, yang disebut aterosklerosis.4 Yang dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi, dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan masalah
termasuk kerusakan pembuluh darah, serangan jantung, dan gagal ginjal.4

Sampai saat ini pendataan dan penelitian mengenai hubungan kadar gula darah
sewaktu dankrisis hipertensi masih terbatas serta belum banyak dilakukan di Indonesia.
Terbatasnya ketersediaan obat antihipertensi untuk krisis hipertensi di Indonesia dan
mengingat pentingnya penanganan yang cepat pada penderita krisis hipertensi,
mendorong peneliti ingin melakukan pendataan serta penelitian mengenai hubungankadar
gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi pada pasien usia 40 sampai 75 tahun di
wilayah kerja Puskesmas Suradita.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : bagaimana hubungan kadar gula darah dengan krisis hipertensi
tipe urgensi pada pasien usia 40 sampai 75 tahun di Puskesmas Suradita?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar gula darah dengan
krisis hipertensi pada pasien usia 40 sampai 75 tahun di Puskesmas Suradita.

2. Tujuan Khusus
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan khusus untuk melakukan pengumpulan
data pasien-pasien dengan krisis hipertensi, sehingga pasien dengan krisis hipertensi
dapat lebih diberikan perhatian dan edukasi mengenai pengontrolan kadar tekanan
darah dan lebih teratur dalam mengkonsumsi obat serta membantu mencari tahu
faktor resiko utama yang paling sering mempengaruhi terjadinya krisis hipetensi pada
pasien-pasien tersebut. Selain itu juga, penelitian ini dilakukan untuk mencari
golongan usia rata-rata terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Suradita yang
mengalami krisis hipertensi.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Secara Teoritis


Diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan para pembaca dan
sebagai tambahan untuk bahan referensi dalam penerapan ilmu metode penelitian,
khususnya mengenai pemberian krisis hipertensi. Kemudian untuk mengetahui
bagaimanakah hubungan antara peningkatan kadar gula darah dengan krisis hipertensi
(tipe urgensi) pada pasien usia 40 sampai 75 tahun.Selain itu, juga member bukti-bukti
empiris terhadap patofisiologi tentang hubungan antara krisis hipertensi dengan kadar
gula darah. Penelitian ini diharapkan juga sebagai bahan perbandingan data serta hasil
untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Secara Praktis


Untuk memberikan informasi dan masukan kepada petugas kesehatan di
Puskesmas tentang pelaksanaan serta pengadaan penyuluhan mengenai hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Suradita. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai bahan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan poliklinik umum dan lansia di Puskesmas Suradita
khususnya dalam memberikan informasi tentang arti hipertensi, pencegahan, dan
kontrol tensi teratur pada pasien usia 40 sampai 75 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Suradita.Dan juga sebagai edukasi bagi masyarakat agar lebih menjaga kesehatan,
khususnya dalam hal pengenalan dan pencegahan hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2 KRISIS HIPERTENSI DAN KADAR GULA DARAH SEWAKTU

2.1 DEFINISI KRISIS HIPERTENSI


Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik >
180/120 mmHg.2 JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya bukti
kerusakan organ sasaran yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi).1Bukti kerusakan organ sasaran yang dimaksud antara lain ensefalopati
hipertensif, infark miokard akut, gagal jantung kiri disertai edema paru, diseksi aneurisma
aorta, dan eklamsia. Klasifikasi ini berdampak pada tata laksana pasien. Upaya
penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan segera (< 1
jam) sedangkan pada kasus hipertensi urgensi dapat dilakukan dalam beberapa kurun
waktu beberapa jam hingga beberapa hari.2
Namun istilah krisis seolah-olah menggambarkan diperlukannya suatu tindakan
yang segera harus dilakukan, padahal untuk dua kategori terakhir (hipertensi urgensi dan
hipertensi berat) menurunkan tekanan darah (TD) dengan cepat merupakan
kontraindikasi, sehingga ada yang mengusulkan agar terminologi krisis tersebut
ditinjau kembali.2
Hipertensi urgensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDS >180 atau TDD
>120mmHg tanpa disertai kerusakan organ tertentu (KOT) yang akut.2 Ciri khas
hipertensi urgensi adalah adanya hipertensi yang beratdapat disertai atau tanpa disertai
keluhan-keluhan sakit kepala hebat, rasa cemas atausesak nafas.

2.2 ETIOLOGI
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi
endotel, remodeling, dan arterial striffness.Namun faktor penyebab hipertensi emergensi
dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.Diduga karena terjadinya peningkatan
tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan
darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi
autoregulasi.2

2.3 EPIDEMIOLOGI
Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi
sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis
hipertensi dimana tekanan darah diastolik sangat meningkat sampai 120130 mmHg yang
merupakan suatu kedaruratan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat
untuk menyelamatkan jiwa penderita.
Sekitar 20% pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien krisis
hipertensi. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari
6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60
tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir
1%-2% akan berlanjut menjadi krisis hipertensi disertai kerusakan organ target.2

2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian
ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu :

2.4.1 Peran langsung dari peningkatan TD.


Akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi gangguan
autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler sistemik yang
menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi
secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada
keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh
darah) yang terusmenerus disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. 2 Keadaan tersebut
merupakan suatu siklus (vicious circle) dimana akan terjadi iskemia, pengendapan
platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi
tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila peningkatan tiba-tiba
TD ini berlangsung terus-menerus maka selendothelial pembuluh darah
menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi
diikuti dengan hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak
terjadi penjalaran kenaikan TD ditingkat sel yang akan menganggu
hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya akan
menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya
pelepasan nitric oxide (NO). 2 Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger
oleh peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial
adhesion molecule dan endhoteli-1. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan
permeabilitas dari sel endotelial,menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem
koagulasi. Sistem koagulasi yangteraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi
platelet dan agregasi akan mengendapkan materi fibrinoid pada lumen pembuluh
darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus
ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah
yang makin parah dan meluas.2

2.4.2 Peran mediator endokrin dan parakrin


Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron
(RAA) memegang peran penting dalam patofisiologi terjadinya krisis
hipertensi. Peningkatan renin dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor
kuatangiotensin II, dan akan pula meningkatkan hormon aldosteron yang
berperandalam meretensi air dan garam sehingga volume intravaskuler akan
meningkatpula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan terjadinya
peningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD.
Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-
olah terjadi hipovolemia dan akan merangsang renin kembali untuk membentuk
vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan
menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.2
Diagram 2.4.2. Patofisiologi Hipertensi

MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan
dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah
dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan
darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi
vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi
Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi,
maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak
dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop. Pada penderita
hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini
akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,sehingga pengurangan aliran darah dapat
terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,
diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah
resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP
sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah emergensi
atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun edema
paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat
lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya.Penderita hipertensi ensefalopati,
penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam.Untuk pasien dengan infark serebri akut
ataupun perdarahan intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-
12 jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

Gambar 2.4.2 Mekanisme Autoregulasi


2.5 DIAGNOSIS
Sebenarnya tidak terdapat tekanan darah yang tertentu merupakan
krisishipertensi, namun merupakan kombinasi pemburukan cepat pada satu atau lebih
organvital (susunan saraf pusat, kardiovaskuler, ginjal) disertai peningkatan tekanan
darahyang tidak sesuai. Perburukan cepat artinya jika tidak diberikan terapi secara
efektifdalam waktu tertentu, terdapat kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan.
Hipertensi inimemerlukan penurunan tekanan darah segera meskipun tidak perlu menjadi
normal,untuk membatasi mencegah terjadinya kerusakan organ sasaran. Krisis
hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunantekanan darah
segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya.2
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat
naiknya tekanandarah.Krisis hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi urgensi
dan hipertensiemergensi.Hipertensi emergensi, situasi di mana diperlukan penurunan
tekanan darah yangsegera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan
organ targetakut atau progresif. Kerusakan yang dapat terjadi antara lain :
1. Neurologik: Encephalopati Hipertensi, stroke hemoragik (intraserebral
atausubdural) atau iskemik, papil edema.
2. Kardiovaskuler: Unstable angina, infark miokardium akut, gagal jantung denganedema
peru, diseksi aorta.
3. Renal: Proteinuria, hamaturia, gagal ginjal akut, krisis ginjal scleroderma.
4. Mikroangiopati: anemia hemolitik.
5. Preeklampsia dam eklampsia. Riwayat penyakit ditujukan pada system
neurologist dan kardiovaskular,medikasi dan penggunaan obat. 2
Keluhan neurologi mungkin dramatik, tetapi sering kaliberupa gejala yang tidak
spesifik seperti nyeri kepala, malaise, dan persepsI yangsamar-samar tentang
kemampuan mental, dan merupakan satu-satunya tandadekompensasi SSP akut.
Riwayat penyakit SSP atau serebrovaskular sebelumnyaharus dicari, karena
komplikasi terapetik lebih sering terjadi pada pasien denganriwayat penyakit
tersebut.2
Hipertensi Urgency, situasi di mana terdapat peningkatan tekanan darah
yangbermakna tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target organ progresifdan
tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. Prinsip-prinsip penegakan
diagnosis Hipertensi Emergency dan HipertensiUrgency tidak berbeda dengan
penyakit lainnya:2
1. Anamnesis.
Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darahrata-rata,
riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainanhormonal,
riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dangangguan
penglihatan.
2. Pemeriksaan Fisik.
a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadiperifer
(raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisihdengan nadi
femoral, radial-femoral pulse leg)
b. Mata: Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitanyang hebat
arteriol.
c. Jantung: Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyijantung
S3 dan S4 serta adanya murmur.
d. Paru: Perhatikan adanya ronki basal yang mengindikasikan CHF.
e. Status neurologik: Pendekatan pada status mental dan perhatikan adanyadefisit
neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologisdan patologis.
Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya,penyakit
penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara lain; pemeriksaan
elektrolit, Blood Urea Nitrogen, glukosa darah, kreatinin, urinalisa,dan hitung jenis
komponen darah. Pemeriksaan lainnya antara lain foto rontgentoraks, EKG dan CT
Scan.
Faktor presifitasi pada krisis hipertensi dapat doilihat dari anamneses,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.Dan dapat dibedakan hipertensi
emergensi urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi.
Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi,
antara lain :2
1. Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial ( tersering ).
2. Hipertensi renovaskular.
3. Glomerulonefritis akut.
4. Sindroma withdrawal anti hipertensi.
5. Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.
6. Renin-secretin tumors.
7. Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO. Inhibitors.
8. Penyakit parenkhim ginjal.
9. Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor,
simpatomimetik (pil diet, sejenis Amphetamin atau caffein ), kortikosteroid,
NSAID, ergot alk.
10. Progresif sistematik sklerosis, SLE.2
2.6 DIFERENSIAL DIAGNOSA
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi
seperti :
Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

Ansietas dengan hipertensi labil.

Oedema paru dengan payah jantung kiri.2

2.7 PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan
yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan.Penurunan tekanan
darah sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu
bukan merupakan tujuan pengobatan.Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah
memperkecil kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari
pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi
pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan
dengan sedikit efek samping.2 Tujuan pengobatan menurunkan tekanan arteri rata-rata
(MABP) sebanyak 25% atau mencapai tekanan darah diastolik 100 110 mmHg dalam
waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan
menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam.Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30
menit.Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal,
cerebral dan miokardium.2 Pada stroke penurunan tekanan darah hanya boleh 20 %
dankhusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan
darah > 220/130 mmHg. Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan
tekanan darah sama seperti Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam.
Setelah target tercapai harus diikuti program terapi Hipertensi jangka panjang.
Antihipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai fasilitas yang tersedia.2

GANGGUAN HEMODINAMIK PADA KRISIS HIPERTENSI


Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu : Cardiac output ( C.O ) dan
systemic vasculer resistance ( SVR ). Cardiac output ditentukan oleh Stroke Volume ( SV
) dan Hearth Rate ( HR ). Resistensi perifer terjadi akibat peripheral vascular resistensi
( PVRB) dan renal vascular resistence ( RVR ). 4
Pada HT primer, CO berkurang 25% dan VR bertambah 20 25%. Pada
hipertensi maligna, SVR bertambah akibat sekunder dari perubahan struktur hipertensi
kronis dan perubahan perubahan vasekonstriksi akut.Secara logika disukai obat anti
hipertensi yang dapat memperbaiki gangguan hemodinamik pada krisis hipertensi.Obat
yang mengurangi SVR tanpa mengurangi CO lebih disukai oleh sebagian besar penderita
krisis hipertensi dengan kekcualian bagi disecting aneurysma aorta. Obat yang
menambah SVR dan mengurangi CO seperti beta blocker tanpa intrinsic
sympathomimetic activity ( ISA ) haruslah dihindari karena akan menyebabkan
eksaserbasi gangguan hemodinanamik seperti payah jantung, kongestive dan oedem
paru.4
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit.Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD
diukur kembali dalam 30 menit.Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat
dimulai pengobatan.Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam
menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan. Obat-obat oral anti
hipertensi yang digunakanNifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10
menit).Buccal (onset 5 10 menit),oral (onset 15-20 menit),duration 5 15 menit secara
sublingual/buccal). Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 60 menit Duration of Action 8-12
jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg. Efek samping :
sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree, heart block,
brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan tolazoline. Captopril :
pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai
kebutuhan. Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita
bilateral renal arteri sinosis. Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan
diulang perjam bila perlu.Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi,
takhikaro sakit kepala. Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai
penurunan MAP sebanyak 20 % ataupun TD.2
Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat
menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi
(walaupun hal ini jarang sekali terjadi).Dikenal adanya first dose effek dari
Prozosin.Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat
menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke.Dengan pengaturan titrasi dosis
Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas
aman dari MAP. Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung
lebih sensitive terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita
dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan
pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus
dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun
untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila ID
penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.2

2.8 PEMAKAIAN OBAT-OBAT UNTUK KRISIS HIPERTENSI


1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun venous.
Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6 ug / kg /
menit. 2
Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5 menit, duration
of action 3 5 menit. Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus i. V.
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi. 2
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus.
Onset of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration of action 4 12
jam. 2
Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit
sampai TD yang diinginkan.
Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia,
aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 1 jam,
i.v : 10 20 menit duration of action : 6 12 jam.
Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha
agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan
diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.
Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put,
eksaserbasi angina, MCI akut dll. 2
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 60
menit. Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v. 2
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama
untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 20 mg secar i.v
bolus atau i.m. Onset of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem
simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action :
1 5 menit. Duration of action : 10 menit.
Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi,
mulut kering. 2
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 80 mg
secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 10
menit
Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll.
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10
jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering
dijumpai. 2
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf
simpatis. Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal
sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak
konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.2
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan
dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi
dosis. Onset of action 5 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam.
Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis.
Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat. 2
Hiperglikemia
Retensi sodium

2.9 PROGNOSIS
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita
hanyalah 20% dalam 1 tahun.Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung
kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%),payah jantung kongestif disertai uremia
Hiperinsulinemia
(48%), infrak miokard(1%), diseksi aorta (1%). Prognose menjadi lebih baik berkat
ditemukannya obat yang efektif dan penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis
dan transplanta ginjal. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival
dalam 1 tahun berkisar Disfungsi vaskular
94% dan survival : sebesar 75%.2
5 tahun
Vaskular tone
2.10 KADAR GULA DARAH Arterial
SEWAKTU stiffness
Kadar gula darah VSMC
sewaktuProliferation
(GDS) merupakan kadar gula dalam darah tanpa puasa
yang di cek saat itu juga. GDS noemal berada pada rentang 79 mg/dl sampai 140 mg/dl,
dikatakan prediabetes bila kadar gula darah berada pada rentang 140 mg/dl sampai 200
mg/dl. Bila kadar gula darah berada diatas 200 mg/dl maka dapat dikatakan diabetes.3

Pada keadaan kadar glukosa darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan
arteri dan membuat arteri menjadi keras atau kaku, yang disebut aterosklerosis. 4 Yang
dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan
masalah termasuk kerusakan pembuluh darah, serangan jantung, dan gagal ginjal.4

RAAS
Inflamasi/ stess oksidative

Krisis Hipertensi
Hiperglikemia
Retensi sodium
Diagram 2.10 Mekanisme Hiperglikemia menyebabkan Krisis Hipertensi

Hiperinsulinemia

Disfungsi vaskular :
Vaskular tone
Arterial stiffness
VSMC Proliferation

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3 KERANGKAKONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori RAAS


Inflamasi/ stess oksidative

Krisis Hipertensi
3.2 Kerangka Konsep

Faktor Perancu (dapat diekslusi) :


Perdarahan intracranial atau subaraknoid
Hipertensi ensefalopati
Oedema paru akut
Ibu hamil
Riwayat gangguan ginjal
Infark miokard akut
Riwayat DM tipe 1 atau tipe 2

Hiperglikemia Krisis Hipertensi

Jenis Kelamin
Usia
3.3 Hipotesis

1. Hiperglikemia dapat menjadi salah satu penyebab krisis hipertensi

3.4 Definisi Operasional


Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah krisis hipertensi (TD >
180/>120) dan hiperglikemia (gula darah sewaktu > 140). Variabel bebas
(independen) dalam penelitian ini adalah karakteristik pasien (usia( 40 sampai 75
tahun), jenis kelamin, pendidikan formal, sosial ekonomi).

Variabel Terikat

No Variabel Definisi Cara pengukuran Alat ukur Skala


ukur
1. Krisis peningkatan Pasien dalam keadaan duduk, sphygmomano kategorik
hipertensi akut tekanan manset dipasang pada lengan meter
darah sistolik atas pasien 2 cm diatas
> 180/120 lipatan siku, lalu pasang
mmHg. stetoskop pada arteri
brakialis, tensi dipompa
sampai detak pada
pergelangan tangan hilang
dan didengar suara dug
pertama merupakan sistol dan
suara dug hilang merupakan
diastol
2. Hipertensi kondisi Pasien dalam keadaan duduk, sphygmomano kategorik
skunder dimana sistol manset dipasang pada lengan meter
>140 dan atas pasien 2 cm diatas
diastol > 90 lipatan siku, lalu pasang
mmHg stetoskop pada arteri
brakialis, tensi dipompa
sampai detak pada
pergelangan tangan hilang
dan didengar suara dug
pertama merupakan sistol dan
suara dug hilang merupakan
diastol.

Variabel Bebas

No Variabel Definisi Cara Alat ukur Skala ukur


pengukuran
1 Kadar gula Kadar gula dalam darah Pengambilan Easy touch kategorik
darah sewaktu tanpa puasa, normalnya < darah kapiler
200 mg/dl pada jari
tangan
2 Usia satuan waktu yang Anamnesis Anamnesis Numerik
mengukur waktu Usia 45- 75
keberadaan tahun
suatu benda atau makhluk,
baik yang hidup maupun
yang mati.
3 Jenis kelamin perbedaan bentuk, sifat, Anamnesis Anamnesis Kategorik
dan fungsi biologi laki-laki (Laki-laki /
dan perempuan yang perempuan)
menentukan perbedaan
peran mereka dalam
menyelenggarakan upaya
meneruskan garis
keturunan.

BAB IV
METODE PENELITIAN

4 METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan dengan desain studi cross sectional..

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan terhadap pasien-pasien di Puskesmas Suradita yang berusia 40 sampai
75 tahun. Studi dilakukan pada periode waktu 6 Maret 2017 - 12 April 2017, dengan
menggunakan metode pengukuran tekanan darah serta gula darah sewaktu dan variabel-
variabel tertentu yang akan dijabarkan di dalam variabel dan cara kerja penelitian.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi Target
o Pasien yang menderita krisis hipertensi yangseusai dengan kriteria-kriteria
yang telah dijabarkan sebelumnya,usia 40 sampai 75 tahun.
Populasi Terjangkau
o Pasien penderita krisis hipetensi tipe urgensi dengan usia 40 sampai 75 tahun
yang berada di Puskesmas Suradita pada 6 Maret 2017 sampai 12 April 2017.

4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi


Kriteria Inklusi Pasien :
o Pasien yang bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani inform
consent
o Usia 40 sampai 75 tahun
o Memiliki TD >180 atau/>120
Kriteria Eksklusi Pasien :
o Perdarahan intracranial atau subaraknoid
o Hipertensi ensefalopati
o Oedema paru akut
o Ibu hamil
o Riwayat gangguan ginjal
o Infark miokard akut
o Riwayat DM tipe 1 dan tipe 2

4.5 Estimasi Besar Sampel

Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kadar gula darah sewaktu dengan
krisis hipertensi, oleh karena itu untuk menghitung sampel digunakan rumus uji analitik
komparatif kategorik tidak berpasangan 2:
Perkiraan besar sampel adalah :

Hasil perhitungan dengan P 1 = 38,1% (0,381) dan P 2 = 11% (0,11) , n1=n2 maka
didapatkan perhitungan sampel minimal adalah 30 subyek.

4.6 Instrument dan Tata Cara Pengambilan Data

4.6.1 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Blanko persetujuan
Blanko ini berisi pernyataan persetujuan dari responden bahwa responden
bersedia diukur berat badan dan tinggi badannya, kooperatif dengan peneliti
serta tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.
2. Tensi meter (Sphygnomanometer Raksa)
Tensi meter bertujuan untuk mengetahui ukuran tekanan darah responden.
Tensi meter (dalam mmHg) yang digunakan merupakan tensi meter standar
yang telah valid dan reliable. Teknik pengukuran cukup mudah, responden
diminta untuk diukur tekanan darahnya.
3. Hasil kadar gula darah
Hasil pemeriksaan kadar gula darah yang diambil pada saat itu (gula darah
sewaktu).

4.6.2 Cara Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dan kelompok kontrol dilakukan pada pasien di
Puskesmas Suradita. Status pasien yang memenuhi kriteria usia 40 sampai 75
tahun dan menderita krisis hipertensi dan non-krisis hipertensi akan dipilih
berdasarkan pengukuran sphygmomanometer dan kemudian dicocokkan dengan
kriteria inklusi /eksklusi. Jika telah melewati jalur tesebut, maka sampel yang
akan diberikan penjelasan tentang prosedur dan protokol penelitian dan diminta
menandatangani inform consent sebagai bukti persetujuan untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini. Tahap berikutnya adalah :
1. Pada tahap awal penelitian, dilakukan penggolongan sesuai usia dan
pengukuran tekanan darah.
2. Jika ditemukan sesuai dengan kriteria inklusi, maka pasien dimasukkan ke
dalam kelompok kasus, dan kemudian dilakukan pencarian unruk kelompok
kontol (non-krisis hipertensi).
3. Prosedur dia atas akan dilakukan terus menerus hingga jumlah subyek untuk
kelompok kasus dan kelompok kontrol yang dibutuhkan, terpenuhi.

Pengambilan sampel akan dilakukan dengan metode di atas sampai tercapai


jumlah yang telah ditentukan di dalam perhitungan sampel.

4.7 Alur Penelitian

PASIEN USIA 40 75 TAHUN DI PUSKESMAS SURADITA

PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH

TD < 180/<100 TD > 180/>100

PEMERIKSAAN GULA DARAH SEWAKTU


KRITERIA INKLUSI DAN ESKLUSI

ANALISA

4.8 Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang telah


terstandarisasi. Tabulasi dilakukan menggunakan program pengumpulan data
elektronik Microsoft Access 2010, sedangkan analisis data menggunakan program
SPSS 20. Analisis Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
mempunyai hubungan atau korelasi yang kemudian dari hasil tersebut dapat
disimpulkan apakah hubungan antara dua variabel bermakna atau tidak bermakna.
Analisis bivariat untuk mencari hubungan krisis hipertensi dengan kadar gula darah
sewaktu, dilakukan dengan metode chi square jika distribusi sampel normal dan
jika distribusi sampel tidak normal digunakan metode fisher exact, dan dinyatakan
dengan odds ratio.

4.9 Etik
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada
masyarakat, pasien, paramedis, dan manfaat dalam ilmu pengetahuan. Dalam
pengerjaannya, diutamakan adanya prinsip keadilan, prinsip manfaat, dan prinsip
untuk menghormati orang lain. Data para partisipan bersifat confidential,
anonimity,serta partisipan mempunyai hak untuk memundurkan diri dari penelitian
ini. Dengan adanya prinsip-prinsip tersebut disertai dengan adanya informed
consent yang sudah disetujui dan ditandatangani oleh pihak yang berpartisipasi
dalam penelitian diharapkan kegiatan penelitian ini dapat berlangsung dengan baik.

4.10 Jadwal Penelitian

6 Maret 12 April 13 April 15 April 16 April 19 April


Pengambilan sampel
Analisis Data
Pembuatan Laporan
BAB V

HASIL PENELITIAN

5 HASIL PENELITIAAN

5.1 Hasil Penelitian


Hasil penelitian yang dilakukan pada 6 Maret 2017 - 12 April 2017 berjudul
Hubungan Krisis Hipertensi dengan Kadar Gula Darah Sewaktu pada Pasien Usia 40
Tahun sampai 75 Tahun di Puskesmas Suradita diperoleh melalui pengukuran
tekanan darah dan kadar gula darah sewaktu pada pasien yang memenuhi kriteria.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian


Puskesmas Suradita terletak di Jalan Raya Lapan Cisauk, Desa Suradita Kecamatan
Cisauk. Puskesmas Suradita mempunyai wilayah kerja seluas 1.617.000 Ha, atau identik
dengan 16,17 km2.
Secara geografis, letak Puskesmas Suradita mudah dijangkau dengan kendaraan umum
roda dua maupun roda empat karena letaknya di jalan Raya Lapan yang menghubungkan
Provinsi Banten dengan Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah kerja Puskesmas Suradita
adalah :
Sebelah Timur : Kota Tangerang Selatan
Sebelah Barat : Wilayah kerja Puskesmas Legok
Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Sebelah Utara : Wilayah kerja Puskesmas Pagedangan dan Puskesmas
Cisauk

Secara administratif, wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Suradita memiliki 3 wilayah Desa
yang terdiri dari :
1. Desa Suradita
2. Desa Dandang
3. Desa Mekar Wangi

Jumlah penduduk di Wilayah Puskesmas Suradita tahun 2015 adalah laki-laki 22.945 jiwa dan
perempuan 22.005 jiwa dengan total keseluruhan adalah 44.949 jiwa. Dari data BPS di wilayah
kerja Puskesmas Suradita menunjukkan struktur penduduk usia produktif adalah 63,5%
penduduk usia 15 s/d 64 tahun, 33,8% berumur 0 s/d 14 tahun dan 2,35% adalah penduduk
berusia > 65 tahun.

5.1.2 Karakteristik Responden


Pada Tabel 5.1 akan diuraikan mengenai karakteristik atau data demografis
dari responden penelitian untuk memberikan gambaran mengenai identitas
responden yang menjadi sampel pada penelitian ini. Deskripsi karakteristik
responden pada penelitian ini yaitu karakteristik pasien meliputi jenis kelamin,
tekanan darahdan umur.

n (%) Krisis Hipertensi Non - Krisis


(Tipe Urgensi) Hipertensi
Jenis Kelamin
Perempuan 60 (52%) 25 (41,7%) 35 (58,3%)
Laki-laki 55 (48%) 23 (41,8%) 32 (58,2%)
Usia
40-59 43 (37,4%) 17 (39,5%) 26 (60,5%)
60-75 72 (62,6%) 29 (40,2%) 41 (59,8%)
TOTAL 115 (100%)
Tabel 5.1.2. Karakteristik Responden

5.1.3 Analisis Bivariat


Dari keseluruhan pasien yang datang ke klinik umum dan lansia di Puskesmas
Suradita pada periode 6 Maret 2017 - 12 April 2017, didapatkan data
sejumlah 115 pasien yang memenuhi kriteria untuk selanjutnya dianalisis.
Pada penelitian ini, nilai p yang digunakan sebesar 0,05 dengan interval
kepercayaan sebesar 95%. Adanya hubungan bermakna antara variable bebas
dengan variable terikat ditegakkan apabila dalam analisis didapatkan nilai
p<0,05. Akan tetapi, bila didapatkan p >0,05 , secara statistic variable bebas
dikatakan tidak memiliki hubungan bermakna dengan variable terikat.
Dari data yang telah diperoleh, dilakukan uji statistic terhadap hipotesis
komparatif variabel kategorik tidak berpasangan mengenai hubungan krisis
hipertensi dengan kadar gula darah sewaktu pada pasien usia 40 sampai 75
tahun menggunakan table 2x2. Dari penhitungan expected count didapatkan
seluruh nilai > 5 sehingga memenuhi syarat analisis menggunakan chi square.
Selanjutnya, didapatkan nilai p 0,013 dengan rasio prevalens (RP) 1,750
dengan interval kepercayaan 95% dalam rentang 1,157-2,646.
Dari keseluruhan sampel, didapatkan proporsi krisis hipertensi paling banyak
pada perempuan (41,7%). Akan tetapi, hal ini tidak bermakna karena pada
sampel, didapatkan proporsi sampel juga lebih banyak pada perempuan
(52%).Kondisi ini sesuai apabila dibandingkan dengan profil kesehatan
Indonesia tahun 2005 yang menyatakan bahwa jumlah penduduk laki-laki dan
perempuan hampir berimbang. Serta berdasarkan hasil analisis data
didapatkan p val>0,05 yang menunjukkan hubungan tidak bermakna antara
krisis hipertensi dengan jenis kelamin.

Krisis Hipertensi Non - P val


(Tipe Urgensi) Krisis
Hipertensi
Jenis Kelamin
Perempuan 25 (41,7%) 35 (58,3%) 0,5130
Laki-laki 23 (41,8%) 32 (58,2%)
Tabel 5.1.3 A. Hubungan Krisis Hipertensi (Tipe Urgensi) dengan Jenis Kelamin

Berdasarkan karakteristik usia, didapatkan proporsi krisis hipertensi meningkat


seiring usia dengan proporsi tertinggi terdapat pada kelompok usia 60-75 tahun
(40,2%).Namun dari data diatas didapatkan Pval >0,05yang menunjukkan hubungan
tidak signifikan antara peningkatan usia dengan peningkatan insiden terjadinya krisis
hipertensi.

Krisis Hipertensi Non - P Val


(Tipe Urgensi) Krisis
Hipertensi
Usia
40-59 17 (39,5%) 26 (60,5%) 0.4686
60-75 29 (40,3%) 43 (59,7%)
Tabel 5.1.3.B. Hubungan Krisis Hipertensi (Tipe Urgensi) dengan Usia

Sementara itu, proporsi penderita hiperglikemia pada pasien dengan krisis


hipertensi ialah 58,3%. Hasil yang didapatkan bermakna karena berdasarkan kendali
tekanan darah, proporsi krisis hipertensi dengan hiperglikemia pada sampel lebih banyak
daripada non-krisis hipertensi dengan hiperglikemia (41,7%) ataupun krisis hipertensi
normoglikemia (32,9%). Serta dilihat dari hasil p value<0,05 dengan OR 1,750 interval
kepercayaan dari 1,157 - 2,646, menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
peningkatan kadar gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi (tipe urgensi).

Krisis Non Krisis P val OR ( 95% : min-


Hipertensi Hipertensi max)
(Tipe Urgensi)
Kadar gula Darah
Hiperglikemia 21 (58,3%) 15 (41,7%) 0,013 1,750 (1,157
2,646)
Normoglikemia 26 (32,9%) 53 (67,1%)

Tabel 5.3.1.C. Hubungan Krisis Hipertensi (Tipe Urgensi) dengan Kadar Gula Darah
Sewaktu

Akan tetapi, penelitian ini merupakan penelitian cross sectionalsehingga


hubungan yang diperoleh hanya merupakan estimasi relative, belum dapat
ditentukan dengan pasti hubungan kausal antarvariabel karena pengambilan data
dilakukan sewaktu tanpa memperhatikan variabel mana yang lebih dahulu
muncul. Selain itu, jumlah sampel penelitian yang terbatas, dapat
memungkinkan terjadinya perbedaan hasil yang didapatkan pada penelitian ini
apabila dibandingkan dengan penelitian lain yang sejenis.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini, diperoleh 115 pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebagai
sampel penelitian mengenai hubungan kadar gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi.
Kemudian, dapat disimpulkan dari hasil tersebut :
6.1.1. Berdasarkan jenis kelamin, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin terhadap kejadian krisis hipertensi, dengan proporsi perempuan yang
memiliki krisis hipertensi (41,7%) dan laki-laki (41,8%).
6.1.2. Berdasarkan usia, didapatkan hubungan bermakna antara usia dengan kejadian
krisis hipertensi. Dimana proporsi krisis hipertensi meningkat seiring pertambahan
usia dengan proporsi tertinggi (40,2%) didapatkan pada kelompok usia 60-75
tahun.
6.1.3. Berdasarkan kadar gula darah, didapatkan hubungan yang bermakna antara
peningkatan kadar gula darah dengan kejadian krisis hipertensi. Dimana dari hasil
penelitian didapatkan proporsi penderita hiperglikemia pada pasien krisis
hipertensi ialah 58,3% dibandingkan dengan proporsi krisis hipertensi lebih tinggi
(58,3%) dibandingkan non-krisis hipertensi (41,7%). Sementara itu, sebaliknya
pada pasien normoglikemia, proporsi krisis hipertensi (32,9%) lebih rendah
dibandingkan proporsi non-krisis hipertensi(67,1%). Kejadian krisis hipertensi
lebih tinggi pada pasien dengan hiperglikemia (58,3%) dibandingkan pada pasien
normoglikemia (32,9%).Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa
hiperglikemia merupakan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya krisis
hipertensi.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Puskesmas Suradita, Kabupaten Tangerang


Mengingat kadar gula darah mempunyai hubungan terhadap peningkatan tekanan darah,
maka disarankan kepada dokter dan tenaga kesehatan untuk lebih memperhatikan pasien
krisis hipertensi serta pasien non-krisis hipertensi yang juga memiliki riwayat DM tipe 2.
Pendekatan yang lebih komprehensif dan penatalaksanaan yang lebih adekuat terhadap
pasien tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik pada kendali tekanan
darah dan mencegah risiko terjadinya komplikasi.

6.2.2 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang


Bagi dinas kesehatan, diharapkan dapat lebih memperhatikan ketersediaan obat-obat
hipertensi dan diabetes untuk wilayah Puskesmas Suradita serta diharapkan untuk lebih
andil dalam supervisi dan pemfasilitasan terhadap program edukasi dan penyuluhan.
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk juga melakukan penelitian mencakup
kontrol terhadap tekanan darah dan kadar gula darah sampel dan efektifitas obat dengan
menggunakan metode case control. Karena hasil analisis tersebut dapat sangat membantu
dalam hal pengobatan pasien.

6.2.4 Bagi Masyarakat


Untuk masyarakat agar lebih menjaga life style, terutama jika memiliki riwayat hipertensi
ataupun DM 2 agar dapat lebih mengontrol tekanan darah dan GDS serta selalu teratur
dalam mengkonsumsi obat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

LAMPIRAN I
SURAT PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan terperinci dan jelas mengenai penelitian HubunganKrisis


Hipertensi (Tipe Urgensi) dengan Kadar Gula Darah Sewaktu pada Pasien Usia 40 sampai 75
tahun di Puseksmas Suradita dan setelah mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan serta
pemeriksaan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka
dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bahwa saya ikut dalam penelitian
tersebut.

Tangerang, ................... 2017

Peneliti, Peserta Penelitian,

(Maria Felinsianita) (Olivia Fatrin) (............................)

Daftar Pustaka
1. Summary Executive. Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT). 2001: 2.
2. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7
report. JAMA 2003; 289:2560-1572.
3. American Diabetes AssociationDiagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes
Care2014;37(Suppl. 1):S81S90
4. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure," National Heart, Lung and Blood Institute, December 2003, NIH
Publication No. 03-5233.
5. Chew, S. L., Leslie, D. 2005. Clinical Endocrinology and Diabetes an Illustrated color text.
Churcill Livingstone Elseviers USA, p:70
6. Flier, J. S., Flier E. M., Kasper, D. L., Brauneald, E., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, DL.,
Jameson JL. 2005. Harrisons principles of Internal Medicine 17th edition. New York: MvGraw-
Hill pp:2211-2
7. Nafrialdi. 2008. Antihipertensi dalam Farmakologi Dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI, pp. 341-343
8. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi-Urgensi. BIKBiomed.
2007. Vol.3, No.4 :163-8.2. 2. Saguner AM, Dur S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk
Factors PromotingHypertensive Crises: Evidence From a LongitudinalStudy. AmJ Hypertensi.
2010. 23:775-780.
9. Kaplan NM. Primary hypertension. In: Clinical Hypertension. 9 ed. Lippincott Williams
&Wilkins; 2006: 50-104.
10. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. 2012. Vol.3, No.4 :163-8
11. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU DigitalLibrary.2004.
12. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. 2007.pp. 43-50.
13. Varon J, Marik PE. Clinical Review: The Management of Hypertensivecrises. Critical
CareJournals. 2003.
14. Immink RV, Born BH, Montfrans GA, Koopmans RP, Karemaker JM, etal. ImpairedCerebral
Autoregulation in Pasient with MalignantHypertension.Journal of the AmericanHeart Association.
2004. 110:2241-2245.
15. Thomas L. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can FamPhysician.2011.57:1137-41.
16.Hopkins C. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine. 2011. Bisognano JD. Malignant
Hypertension. 2013. pp. 43-50.

You might also like