Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang : Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan untuk mencegah komplikasi yang
dapat mengancam jiwa. Dari populasi hipertensi, ditaksir 20% dari pasien hipertensi adalah
pasien dengan krisis hipertensi. Hipertensi urgensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDS
>180 atau TDD >120mmHg tanpa disertai kerusakan organ tertentu (KOT) yang akut. Namun,
jika disertai dengan kadar glukosa darah yang tinggi, maka dapat menyebabkan kerusakan arteri
dan membuat arteri menjadi keras atau kaku. Diamana hal ini jika tidak diobati, dapat
menyebabkan masalah termasuk kerusakan pembuluh darah, serangan jantung, dan gagal
ginjal.Sampai saat ini pendataan dan penelitian mengenai hubungan kadar gula darah sewaktu
dan krisis hipertensi masih terbatas di Indonesia. Terbatasnya ketersediaan obat antihipertensi
untuk krisis hipertensi di Indonesia dan mengingat pentingnya penanganan yang cepat pada
penderita krisis hipertensi, mendorong peneliti ingin melakukan pendataan serta penelitian
mengenai hubungan kadar gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi pada pasien usia 40
sampai 75 tahun di wilayah kerja Puskesmas Suradita.
Tujuan : Untuk mengetahui adakah hubungan peningkatan kadar gula darah dengan krisis
hipertensi (tipe urgensi) pada pasien usia 40 sampai 75 tahun di wilayah kerja Puseksmas
Suradita.
Metode : Penelitian inimenggunakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara
cross-sectional. Subjek dalam penelitian ini berjumalh 60 pasien dengan krisis hipertensi.
Instrumen yang digunakan adalah spgynomanometer raksa untuk mengukur tekanan darah, serta
alat pemeriksaan glukosa darah. Tabulasi dilakukan menggunakan program pengumpulan data
elektronik Microsoft Access 2010, sedangkan analisis data menggunakan program SPSS 20
dengan metode chi square jika distribusi sampel normal dan jika distribusi sampel tidak normal
digunakan metode fisher exact, dan dinyatakan dengan odds ratio.
Hasil Penelitian :Dari keseluruhan pasien yang datang ke klinik umum dan lansia di Puskesmas
Suradita pada periode 6 Maret 2017 - 12 April 2017, didapatkan data sejumlah 115 pasien yang
memenuhi kriteria untuk selanjutnya dianalisis.Pada penelitian ini, nilai p val dianggap
bermakna <0,05 dengan interval kepercayaan sebesar 95%. Dalam penelitian ini, proporsi
penderita hiperglikemia pada pasien dengan krisis hipertensi ialah 58,3%. Hasil yang didapatkan
bermakna karena berdasarkan kendali tekanan darah, proporsi krisis hipertensi dengan
hiperglikemia pada sampel lebih banyak daripada non-krisis hipertensi dengan hiperglikemia
(41,7%) ataupun krisis hipertensi normoglikemia (32,9%). Serta dilihat dari hasil p value <0,05
dengan OR 1,750 interval kepercayaan dari 1,157 - 2,646, menunjukkan terdapat hubungan yang
bermakna antara peningkatan kadar gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi (tipe urgensi).
Kesimpulan : Terdapat hubungan kadar gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi tipe urgensi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1 PENDAHULUAN
Kadar gula darah sewaktu (GDS) merupakan kadar gula dalam darah tanpa
puasa yang di cek saat itu juga. GDS noemal berada pada rentang 79 mg/dl sampai 140
mg/dl, dikatakan prediabetes bila kadar gula darah berada pada rentang 140 mg/dl sampai
200 mg/dl. Bila kadar gula darah berada diatas 200 mg/dl maka dapat dikatakan
diabetes.3Pada kadar glukosa darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan arteri dan
membuat arteri menjadi keras atau kaku, yang disebut aterosklerosis.4 Yang dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi, dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan masalah
termasuk kerusakan pembuluh darah, serangan jantung, dan gagal ginjal.4
Sampai saat ini pendataan dan penelitian mengenai hubungan kadar gula darah
sewaktu dankrisis hipertensi masih terbatas serta belum banyak dilakukan di Indonesia.
Terbatasnya ketersediaan obat antihipertensi untuk krisis hipertensi di Indonesia dan
mengingat pentingnya penanganan yang cepat pada penderita krisis hipertensi,
mendorong peneliti ingin melakukan pendataan serta penelitian mengenai hubungankadar
gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi pada pasien usia 40 sampai 75 tahun di
wilayah kerja Puskesmas Suradita.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan khusus untuk melakukan pengumpulan
data pasien-pasien dengan krisis hipertensi, sehingga pasien dengan krisis hipertensi
dapat lebih diberikan perhatian dan edukasi mengenai pengontrolan kadar tekanan
darah dan lebih teratur dalam mengkonsumsi obat serta membantu mencari tahu
faktor resiko utama yang paling sering mempengaruhi terjadinya krisis hipetensi pada
pasien-pasien tersebut. Selain itu juga, penelitian ini dilakukan untuk mencari
golongan usia rata-rata terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Suradita yang
mengalami krisis hipertensi.
2.2 ETIOLOGI
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi
endotel, remodeling, dan arterial striffness.Namun faktor penyebab hipertensi emergensi
dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.Diduga karena terjadinya peningkatan
tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan
darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi
autoregulasi.2
2.3 EPIDEMIOLOGI
Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi
sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis
hipertensi dimana tekanan darah diastolik sangat meningkat sampai 120130 mmHg yang
merupakan suatu kedaruratan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat
untuk menyelamatkan jiwa penderita.
Sekitar 20% pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien krisis
hipertensi. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari
6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60
tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir
1%-2% akan berlanjut menjadi krisis hipertensi disertai kerusakan organ target.2
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian
ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu :
MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan
dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah
dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan
darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi
vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi
Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi,
maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak
dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop. Pada penderita
hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini
akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,sehingga pengurangan aliran darah dapat
terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,
diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah
resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP
sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah emergensi
atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun edema
paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat
lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya.Penderita hipertensi ensefalopati,
penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam.Untuk pasien dengan infark serebri akut
ataupun perdarahan intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-
12 jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.
2.7 PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan
yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan.Penurunan tekanan
darah sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu
bukan merupakan tujuan pengobatan.Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah
memperkecil kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari
pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi
pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan
dengan sedikit efek samping.2 Tujuan pengobatan menurunkan tekanan arteri rata-rata
(MABP) sebanyak 25% atau mencapai tekanan darah diastolik 100 110 mmHg dalam
waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan
menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam.Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30
menit.Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal,
cerebral dan miokardium.2 Pada stroke penurunan tekanan darah hanya boleh 20 %
dankhusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan
darah > 220/130 mmHg. Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan
tekanan darah sama seperti Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam.
Setelah target tercapai harus diikuti program terapi Hipertensi jangka panjang.
Antihipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai fasilitas yang tersedia.2
2.9 PROGNOSIS
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita
hanyalah 20% dalam 1 tahun.Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung
kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%),payah jantung kongestif disertai uremia
Hiperinsulinemia
(48%), infrak miokard(1%), diseksi aorta (1%). Prognose menjadi lebih baik berkat
ditemukannya obat yang efektif dan penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis
dan transplanta ginjal. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival
dalam 1 tahun berkisar Disfungsi vaskular
94% dan survival : sebesar 75%.2
5 tahun
Vaskular tone
2.10 KADAR GULA DARAH Arterial
SEWAKTU stiffness
Kadar gula darah VSMC
sewaktuProliferation
(GDS) merupakan kadar gula dalam darah tanpa puasa
yang di cek saat itu juga. GDS noemal berada pada rentang 79 mg/dl sampai 140 mg/dl,
dikatakan prediabetes bila kadar gula darah berada pada rentang 140 mg/dl sampai 200
mg/dl. Bila kadar gula darah berada diatas 200 mg/dl maka dapat dikatakan diabetes.3
Pada keadaan kadar glukosa darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan
arteri dan membuat arteri menjadi keras atau kaku, yang disebut aterosklerosis. 4 Yang
dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan
masalah termasuk kerusakan pembuluh darah, serangan jantung, dan gagal ginjal.4
RAAS
Inflamasi/ stess oksidative
Krisis Hipertensi
Hiperglikemia
Retensi sodium
Diagram 2.10 Mekanisme Hiperglikemia menyebabkan Krisis Hipertensi
Hiperinsulinemia
Disfungsi vaskular :
Vaskular tone
Arterial stiffness
VSMC Proliferation
BAB III
Krisis Hipertensi
3.2 Kerangka Konsep
Jenis Kelamin
Usia
3.3 Hipotesis
Variabel Terikat
Variabel Bebas
BAB IV
METODE PENELITIAN
4 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kadar gula darah sewaktu dengan
krisis hipertensi, oleh karena itu untuk menghitung sampel digunakan rumus uji analitik
komparatif kategorik tidak berpasangan 2:
Perkiraan besar sampel adalah :
Hasil perhitungan dengan P 1 = 38,1% (0,381) dan P 2 = 11% (0,11) , n1=n2 maka
didapatkan perhitungan sampel minimal adalah 30 subyek.
ANALISA
4.9 Etik
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada
masyarakat, pasien, paramedis, dan manfaat dalam ilmu pengetahuan. Dalam
pengerjaannya, diutamakan adanya prinsip keadilan, prinsip manfaat, dan prinsip
untuk menghormati orang lain. Data para partisipan bersifat confidential,
anonimity,serta partisipan mempunyai hak untuk memundurkan diri dari penelitian
ini. Dengan adanya prinsip-prinsip tersebut disertai dengan adanya informed
consent yang sudah disetujui dan ditandatangani oleh pihak yang berpartisipasi
dalam penelitian diharapkan kegiatan penelitian ini dapat berlangsung dengan baik.
HASIL PENELITIAN
5 HASIL PENELITIAAN
Secara administratif, wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Suradita memiliki 3 wilayah Desa
yang terdiri dari :
1. Desa Suradita
2. Desa Dandang
3. Desa Mekar Wangi
Jumlah penduduk di Wilayah Puskesmas Suradita tahun 2015 adalah laki-laki 22.945 jiwa dan
perempuan 22.005 jiwa dengan total keseluruhan adalah 44.949 jiwa. Dari data BPS di wilayah
kerja Puskesmas Suradita menunjukkan struktur penduduk usia produktif adalah 63,5%
penduduk usia 15 s/d 64 tahun, 33,8% berumur 0 s/d 14 tahun dan 2,35% adalah penduduk
berusia > 65 tahun.
Tabel 5.3.1.C. Hubungan Krisis Hipertensi (Tipe Urgensi) dengan Kadar Gula Darah
Sewaktu
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini, diperoleh 115 pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebagai
sampel penelitian mengenai hubungan kadar gula darah sewaktu dengan krisis hipertensi.
Kemudian, dapat disimpulkan dari hasil tersebut :
6.1.1. Berdasarkan jenis kelamin, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin terhadap kejadian krisis hipertensi, dengan proporsi perempuan yang
memiliki krisis hipertensi (41,7%) dan laki-laki (41,8%).
6.1.2. Berdasarkan usia, didapatkan hubungan bermakna antara usia dengan kejadian
krisis hipertensi. Dimana proporsi krisis hipertensi meningkat seiring pertambahan
usia dengan proporsi tertinggi (40,2%) didapatkan pada kelompok usia 60-75
tahun.
6.1.3. Berdasarkan kadar gula darah, didapatkan hubungan yang bermakna antara
peningkatan kadar gula darah dengan kejadian krisis hipertensi. Dimana dari hasil
penelitian didapatkan proporsi penderita hiperglikemia pada pasien krisis
hipertensi ialah 58,3% dibandingkan dengan proporsi krisis hipertensi lebih tinggi
(58,3%) dibandingkan non-krisis hipertensi (41,7%). Sementara itu, sebaliknya
pada pasien normoglikemia, proporsi krisis hipertensi (32,9%) lebih rendah
dibandingkan proporsi non-krisis hipertensi(67,1%). Kejadian krisis hipertensi
lebih tinggi pada pasien dengan hiperglikemia (58,3%) dibandingkan pada pasien
normoglikemia (32,9%).Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa
hiperglikemia merupakan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya krisis
hipertensi.
6.2 Saran
LAMPIRAN I
SURAT PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN
Nama :
Alamat :
Daftar Pustaka
1. Summary Executive. Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT). 2001: 2.
2. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7
report. JAMA 2003; 289:2560-1572.
3. American Diabetes AssociationDiagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes
Care2014;37(Suppl. 1):S81S90
4. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure," National Heart, Lung and Blood Institute, December 2003, NIH
Publication No. 03-5233.
5. Chew, S. L., Leslie, D. 2005. Clinical Endocrinology and Diabetes an Illustrated color text.
Churcill Livingstone Elseviers USA, p:70
6. Flier, J. S., Flier E. M., Kasper, D. L., Brauneald, E., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, DL.,
Jameson JL. 2005. Harrisons principles of Internal Medicine 17th edition. New York: MvGraw-
Hill pp:2211-2
7. Nafrialdi. 2008. Antihipertensi dalam Farmakologi Dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI, pp. 341-343
8. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi-Urgensi. BIKBiomed.
2007. Vol.3, No.4 :163-8.2. 2. Saguner AM, Dur S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk
Factors PromotingHypertensive Crises: Evidence From a LongitudinalStudy. AmJ Hypertensi.
2010. 23:775-780.
9. Kaplan NM. Primary hypertension. In: Clinical Hypertension. 9 ed. Lippincott Williams
&Wilkins; 2006: 50-104.
10. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. 2012. Vol.3, No.4 :163-8
11. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU DigitalLibrary.2004.
12. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. 2007.pp. 43-50.
13. Varon J, Marik PE. Clinical Review: The Management of Hypertensivecrises. Critical
CareJournals. 2003.
14. Immink RV, Born BH, Montfrans GA, Koopmans RP, Karemaker JM, etal. ImpairedCerebral
Autoregulation in Pasient with MalignantHypertension.Journal of the AmericanHeart Association.
2004. 110:2241-2245.
15. Thomas L. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can FamPhysician.2011.57:1137-41.
16.Hopkins C. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine. 2011. Bisognano JD. Malignant
Hypertension. 2013. pp. 43-50.