Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja1
dagangan yang menggunakan gerobak. Saat ini istilah pedagang kaki lima juga digunakan untuk
sekumpulan pedagang yang menjual barang dagangannya di tepi-tepi jalan umum, trotoar, yang
jauh dari kesan rapi dan bersih. Pengertian dari Pedagang kaki lima itu sendiri adalah orang dengan
modal yang relatif kecil berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang untuk memenuhi
kebutuhan, dan dilakukan di tempat-tempat yang dianggap strategis.
Pada umumnya pedagang kaki lima adalah self-employed, yaitu mayoritas pedagang kaki
lima hanya terdiri dari satu tenaga kerja. Keberadaan pedagang kaki lima merupakan salah satu
bentuk usaha sektor informal, sebagai alternatif lapangan pekerjaan bagi kaum urban. Lapangan
pekerjaan yang semakin sempit ikut mendukung semakin banyaknya masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai pedagang kaki lima.
Pedagang kaki lima biasanya menjajakan dagangannya di tempat-tempat umum yang
dianggap strategis, antara lain:
a. Trotoar, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, trotoar adalah tepi jalan besar yang sedikit lebih
tinggi dari pada jalan tersebut, tempat orang berjalan kaki. Pedagang kaki lima biasanya beraktivitas
di trotoar, sehingga trotoar bukan lagi sebagai tempat yang nyaman untuk pejalan kaki karena sudah
beralih fungsi.
b. Bahu Jalan, yaitu bagian tepi jalan yang dipergunakan sebagai tempat untuk kendaraan yang
mengalami kerusakan berhenti atau digunakan oleh kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam
kebakaran, polisi yang sedang menuju tempat yang memerlukan bantuan kedaruratan dikala jalan
sedang mengalami kepadatan yang tinggi. Dari pengertian di atas, fungsi bahu jalan adalah tempat
berhenti sementara dan pergerakan pejalan kaki, namun kenyataanya sebagai tepat pedagang kaki
lima beraktivitas.
c. Badan Jalan, yaitu lebar jalan yang dipergunakan untuk pergerakan lalu lintas.
Jenis dagangan pedagang kaki lima sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang ada di
sekitar kawasan dimana pedagang itu beraktivitas. Jenis dagangan yang ditawarkan pedagang kaki
a. Makanan yang tidak dan belum diproses, termasuk di dalamnya makanan mentah, seperti daging,
b. Makanan yang siap saji, seperti nasi dan lauk pauk dan minuman.
d. Jasa, yang terdiri dari beragam aktivitas misalnya tukang potong rambut dan sebagainya.
Sedangkan bentuk sarana perdagangan yang digunakan pedagang kaki lima dapat
a. Gerobak/kereta dorong, yang biasanya digunakan oleh pedagang yang berjualan makanan,
Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah dibawa atau berpindah tempat.
c. Warung semi permanen, yaitu berupa gerobak/kereta dorong yang diatur sedemikian rupa secara
d. Kios, bentuk sarana ini menggunakan papan-papan yang diatur sedemikian rupa sehingga menjadi
e. Gelaran/alas, pedagang menggunakan alas tikar, kain atau sejenisnya untuk menjajakan
dagangannya.
Di beberapa kota di Indonesia, keberadaan pedagang kaki lima telah menjadi
dilema yang tidak hanya menimbulkan pro-kontra, demonstrasi, bentrok antarwarga
maupun antara warga dan aparat.
Berkenaan dengan hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan juga
mengalami permasalahan atas keberadaan PKL, dimana bila keberadaan PKL tidak
diatur dan tidak dibina akan menimbulkan permasalahan dibidang pembangunan, tata
ruang maupun gangguan ketertiban umum.
Untuk mensikapi hal ini maka Pemerintah Daerah perlu untuk membuat
kebijakan berupa Peraturan Daerah yang mengatur keberadaan PKL. Keberadaan
Peraturan Daerah sangatlah penting sebab apabila pemerintah sebagai penguasa
dalam menjalankan weweangnya tidak memiliki perangkat hukum yang baik maka
dapat terjadi penyalahgunaan wewenang, hal ini selaras dengan pendapat Lord Acton
dalam Alfian, yaitu power tends to corrupt, but absolute power
corruptabsolutely ( Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk
menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi kekuasaan yang tidak terbatas (absolut) pasti
akan disalah gunakan ).
Keberadaan PKL di wilayah Kabupaten Grobogan menjadi agenda penting Pemerintahan
Daerah sebab PKL merupakan salah satu pengusaha sektor informal yang tidak dapat dipisahkan
dari kompleksitas pembangunan perkotaan, sebagai sebuah kegiatan yang merupakan kegiatan
sektor informal tersebut, memiliki ciri fleksibilitas usaha, dengan modal minimum dan lokasi usaha
yang mendekati konsumen, karena cirinya itulah maka usaha di sektor informal ini justru kuat
untuk dapat menata sebuah ruang publik yang optimal sehingga dapat menyediakan ruang aktivitas
yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas, sehingga ruang publik tersebut dapat
berfungsi sebagaimana mestinya dimana setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk
dapat menikmati dan melakukan aktivitas diatasnya. Wujud nyata dari permasalahan PKL ini maka
Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan membuat Kebijakan Publik berupa Peraturan Daerah
Kabupaten Grobogan Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pembinaan Dan Penataan Pedagang Kaki
Lima.
kesesuaian tatanan fisik masa dan ruang kota yang telah ada sebelumnya. Sebagai akibatnya
adalah munculnya ketidak serasian lingkungan kota, dalam hal ini adalah ruang publik dengan apa
fungsi sebenarnya, yang pada akhirnya akan mengurangi nilai terhadap wajah kota pada umumnya
dan ruang publik itu sendiri pada khususnya. Hal ini dapat kita jumpai dimana mana dimana
kehadiran PKL akan menimbulkan permasalahan Tata Kota dan gangguan ketertiban umum.
Di Kecamatan Klambu misalnya, banyak warga yang tidak mengetahui lokasi-lokasi mana
saja yang diperuntukan bagi PKL karena banyak PKL yang menempati badan jalan sehingga
mengganggu pengguna jalan yang dapat menimbulkan kemacetan. Oleh sebab itu dikeluarkanlah
Perda No. 9 tahun 2003 tentang Pengaturan dan Pembinaan PKL dengan harapan adanya Perda
Komunikasi
Kedisiplinan
Pengawasan
PKL di Kecamatan Klambu pada khususnya dan di daerah lain pada umumnya, faktor-faktor
Pembinaan
Penegakkan Perda
Dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan sesuai dengan apa yang
menjadi pokok permasalahan, hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan pada pokok
permasalahan agar tidak menimbulkan keracuan dalam menginterprestasikan masalah
yang dibahas tidak meluas atau bahkan terlepas dari permasalahn pokok yang
dijadikan penelitian.
C. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dimaksudkan untuk mengungkapkan pokok-pokok pikiran
secara jelas dan sistematis mengenai hakekat dari masalah tersebut.Masalah adalah :
serangkaian atau setiap kesulitan yang menggerakkan manusia untuk
memecahkannya.
Untuk itu masalah dapat muncul apabila terjadi kedaan dimana terdapat
ketidaksesuaian atau kesenjangan antara apa yang diharapkan dan yang direncanakan
dengan apa yang dicapai atau dilaksanakkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan masalah menurut Moch. Nasir,
Ph.D (Metode Penelitian, 1983:80) antara lain :
1. Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
2. Rumusan hendaklah padat dan jelas
3. Rumusan harus berisi implikasi adanya data untuk memecahkannya
4. Rumusan Masalah harus merupakan dasar dalam pembentukan hipotesa
5. Masalah menjadikan dasar judul bagi peneliti
Dari uraian diatas, dirumuskan suatu pertanyaan untuk dikaji dan dibahas yaitu :
Bagaimana pengaruh Kinerja Satpol PP Tehadap Penataan PKL di Kecamatan Klambu Kabupaten
Grobogan?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Pengaruh Kinerja Satpol PP Tehadap Penataan PKL di Kecamatan
Klambu Kabupaten Grobogan
2. Kegunaan Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, penelitian ini juga
dapat bermanfaat. Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah :
a) Kegunaan Teoritis
- Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan.
- Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
b) Kegunaan Praktis
- Memberikan informasi serta masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya bagi
lembaga atau instansi pemerintahan.
- Membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh lembaga pemerintahan (Kecamatan
Klambu) dalam usaha penataan PKL di Kecamatan Klambu.
E. Kerangka Teori
Menurut Snelbecker (dalam Moleong, 2002:34) mendefinisikan teori sebagai seperangkat
proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat
dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan
berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa keberadaan sebuah teori dalam penelitian
sangat penting, karena teori dapat memandu peneliti untuk mencoba menerangkan fenomena sosial
atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya dalam penelitian tersebut, sekaligus dapat
I. Kinerja
Hasibuan dalam bukunya Kinerja Managemen SDM menyatakan bahwa, kinerja
adalah suatu hasil yang didapat dari seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu. (Hasibuan,
2002:105).
Dari pengertian tersebut, kinerja dapat pula kita artikan sebagai suatu proses yang
diarahkan pada pencapaian hasil yang diinginkan. Adapun proses menunjukkan bagaimana
pekerjaan terlaksana.
Selanjutnya Husein Umar (2004:76) mengatakan bahwa pengertian kinerja sebagai
berikut :
Kinerja adalah keseluruhan kemampuan seseorang untuk bekerja sedemikian rupa sehingga
mencapai tujuan kerja secara optimal dan berbagai sasaran yang telah diciptakan dengan
pengorbanan rasio kecil dibandingkan yang secara dengan hasil yang dicapai.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat diperoleh gambaran bahwa makna kinerja
menunjukan taraf tercapainya hasil setelah melakukan proses usaha yang dilakukan secara
sistematis. Kerja yang efektif dapat dilakukan melalui sikap mental yang berpandangan bahwa mutu
sangatlah diperlukan, hal ini dilakukan agar instansi pemerintah mampu mencapai target yang telah
ditentukan. Disini peningkatan kinerja Satpol PP tersebut akan berhasil apabila instansi pemerintah
tersebut memiliki sumber daya manusia yang benar-benar berkualitas sehingga mampu
menjalankan pekerjaan tersebut dengan optimal tapi lain halnya apabila instansi pemerintah tidak
memiliki SDM yang berkualitas maka hasil pekerjaan yang dihasilkannya pun tidak optimal.
kinerja Satpol PP tersebut bisa terbentuk yaitu dengan adanya hubungan timbal balik yang berupa
koordinasi dan komunikasi antara atasan dan bawahan. Maksud dari adanya hubungan timbal balik
tersebut nantinya akan menciptakan suasana kerja yang harmonis antara atasan dengan bawahan
sehingga apabila terdapat kendala dalam pelaksanaan pekerjaan hal ini cepat segera diatasi dalam
hal pemecahannya.
Adapun yang dimaksud koordinasi menurut James. A.F. Stoner adalah proses
penyatu paduan sasaran dan kegiatan dari unit-unit yang terpisah (bagian atau bidang fungsional)
dari suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. (James. A.F. Stoner, 1988 :
12).
Sedangkan menurut Sutarto, koordinasi dapat diartikan sebagai penyesuaian dari
bagian-bagian satu sama yang lain dan gerakan serta pekerjaan bagian-bagian pada saat yang
tepat sehingga masing-masing dapat memberikan sumbangan yang maksimal pada hasil secara
kegiatan yang terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan, karena tanpa organisasi
individu yang dipartnerkan akan kehilangan pegangan atas peran mereka dalam organisasi. Mereka
hanya mengejar keputusan sendiri yang sering kali merugikan pencapaian tujuan organisasi secara
keseluruhan. Sebenarnya ada 4 prinsip utama dalam koordinasi menurut Drs. Pamuji.S,MPA
(1982:33), yaitu :
1. Koordinasi harus dimulai dari tahap permulaan sekali.
2. Koordinasi adalah proses yang kantinyu.
3. Sepanjang kemungkinan koordinasi harus merupakan pertemuan bersama-sama.
4. Perbedaan dalam pandangan harus dikemukakansecara terbuka dan diselidiki dalam hubungan
dengan situasi seluruhnya.
proses penyatu paduan kegiatan dari unit-unit yang terpisah dalam organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi secara efisien dengan memberikan sumbangan yang maksimal pada hasil secara
keseluruhan sehingga disini koordinasi dalam suatu organisasi dalam rangka kebersamaan untuk
mencapai tujuan haruslah dilaksanakan secara terus-menerus. Hal ini dilakukan untuk saling
mengetahui masalah yang sedang dihadapi bersama agar terhindar dari kerugian sesama tim kerja
dalam koordinasi suatu organisasi suatu organisasi akan terlihat pada gejala-gejala sebagai berikut :
1. Pegawai dalam suatu organisasi menuntut suatu bidang kerja atau wewenang yang masing-masing
menganggap termasuk dalam lingkungan tugasnya. Dalam hal ini sering terjadi pemborosan tenaga,
waktu dan material.
2. Pegawai dalam suatu organisasi saling melempar tanggungjawab pada pihak lain karena masing-
masing merasa bahwa pekerjaan tersebut tidak termasuk dalam ruanglingkup kerjanya.
3. Pencapaian tujuan organisasi tidak berjalan secara lancar karena suasana kerja organisasi tampak
serba kacau, pegawai tampak ragu dan pelaksanaan pekerjaan ternyata serba salah, saling
berbenturan atau bahkan hasil yang saling didasari. (Drs. Sutarto, 1984:127)
F. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan yang mempunyai
kemungkinan benar atau salah yang dinyatakan berdasarkan pengamatan atas
pertimbangan rasional.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas, maka hipothesa
yang penulis ambil yaitu:
a. Model Verbal
Yaitu hipothesa yang dirumuskan dalam bentuk kalimat-kalimat deklaratif atau kalimat
pernyataan: Ada Pengaruh yang Positif antara KInerja Satpol PP terhadap Penataan
b. Model Geometrik
Yaitu suatu model hipothesa yang digambarkan melalui suatu model pemetaan pola hubungan
suatu variable dengan variable lainnya. Adapun hasil hipothesa geometrik pada penelitian ini
sebagai berikut :
Maksud dari pemetaan model hipothesa di atas adalah memberikan
gambaran/penjelasan bahwa faktor Kinerja Satpol PP (Variabel X) memiliki hubungan
atau berpengaruh terhadap Penataan PKL (Variabel Y).
G. Definisi Konsepsional
Konsep adalah unsur penelitian yang sangat penting dan merupakan definisi
yang dipakai oleh peneliti untuk menggambarkan secara abstrak dari suatu fenomena
alam. Konsep merupakan generalisasi dari kelompok fenomena tertentu, sehingga
dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama.
Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya
interprestasi ganda dari variabel yang diteliti. Untuk mendapatkan balasan yang jelas
dari masing-masing konsep yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan
definisi dari konsep yang akan dipergunakan :
a. Kinerja Satpol PP
Merupakan suatu pola kerja yang dinamis dan kompetitif yang ada dalam Satpol PP
dengan harapan agar tercipta keberhasilan pelaksanaan pekerjaan.
b. Penataan PKL
Merupakan usaha dan upaya pembinaan dan mengatur atau menata Pedagang Kaki
Lima (PKL) yang dilakukan oleh Satpol PP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
H. Definisi Operasional
Dalam suatu penelitian, keberadaan definisi operasional digunakan untuk
membantu peneliti dalam mengoptimalkan konsep-konsep atau menjalankan variabel-
variabel baik variabel independen maupun dependen ke dalam indikasi-indikasi
sehingga akan membantu dan mempermudah peneliti dalam mencari gejala-gejala
dimana variabel yang diukur.
1. Variabel (X)
Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kinerja Satpol
PP adalah :
a) Koordinasi, diukur melalui :
- Tingkat kemampuan pengarahan
- Tingkat kemampuan kerja sama
b) Komunikasi, diukur melalui :
- Tingkat kemampuan penyampaian informasi
- Tingkat kemampuan penghubung komunikasi dari PKL kepada Satpol PP.
2. Variabel (Y)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Penataan PKL, dengan
indikator sebagai berikut :
a) Sosialisasi, diukur melalui :
- Tingkat kemampuan penggunaan cara pendekatan sosial budaya masyarakat
setempat
- Tingkat kemampuan menanamkan kesadaran dan kepatuhan
b) Pembinaan, diukur melalui :
- Tingkat kemampuan memberikan penyuluhan
- Tingkat kemampuan memberi bimbingan kepada PKL
c) Penegakkan Perda, diukur melalui :
- Tingkat kemampuan memberikan sanksi dan teguran
- Tingkat kemampuan menata dan merelokasi PKL
I. Metodologi Penelitian
1. Tipe Penelitian
Menurut Sutrisno Hadi, pengelompokan tipe penelitian berdasar kepada sifatnya
dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
a) Penelitian penjajakan (eksploratif)
Merupakan penelitian yang bersifat terbuka, masih mencari-cari dan belum mempunyai hipothesa.
Merupakan penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji
c) Penelitian deskriptif
Menurut Usman dan Akbar (2004:4) penelitian deskriptif bermaksud membuat penggambaran
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.
Penelitian berjudul Pengaruh Kinerja Satpol PP Tehadap Penataan PKL di
Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel X
(Pengaruh Kinerja Satpol PP) dan Y (Penataan PKL). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan penelitian eksplanatory karena bermaksud untuk menjelaskan pengaruh
antara variabel penelitian dan menguji hipothesa yang telah dirumuskan sebelumnya.
yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PKL yang ada di Kecamatan Klambu
Kabupaten Grobogan.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita
b. Data Sekunder
Yaitu sumber-sumber yang mengutip dari data lain atau tidak langsung yaitu meliputi monografi,
dokumentasi maupun bentuk-bentuk yang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan
penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka digunakan
metode pengumpulan data sebagai berikut :
a. Questioner
Teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan yang telah disiapkan kemudian
b. Dokumentary
Teknik pengumpulan data dengan cara membuat monografi, dokumen dan literature yang ada
c. Observasi
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan langsung maupun tidak langsung
terhadap obyek/gejala yang diamati. Teknik ini Peneliti gunakan untuk memperoleh informasi
menyeluruh tentang aktivitas semua personil baik para perangkat desa maupun masyarakat
penerima pelayanan yang dilihat dari aspek sikap dan perilaku masing-masing dalam proses
d. Wawancara
Yaitu teknik pengumpulan data dengan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih, yang
pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau sekelompok subjek penelitian untuk
dijawab.
5. Skala Pengukuran Data
Tujuan dari skala pengukuran data ini adalah untuk mengukur variable-variabel
yang telah dioperasionalkan melalui-melalui indikator, indikator tersebut dijabarkan
dalam bentuk-bentuk pertanyaan yang masing-masing pertanyaan mempunyai
alternative jawaban sesuai dengan skala pengukuran.
Adapun macam-macam dari tingkat ukuran tersebut adalah :
a. Skala Nominal
Dalam ukuran ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara kategori-kategori dala
ukuran itu. Dasar penggolongannya adalah hanya kategori yang tidak tumpang tindih (mutually
exlicive).
b. Skala Ordinal
Tingkat ukuran yang kedua adalah memungkinkan peneliti untuk mengurutkan respondennya dari
tingkatan paling rendah ke tingkatan paling tinggi menurut suatu atribut tertentu.
c. Skala Interval
Yaitu mengurutkan orang atau obyek berdasarkan suatu atribut. Selain itu memberikan informasi
tentang interval antara satu orang atau obyek dengan orang atau obyek lainnya. Interval yang sama
pada skala interval dipandang mewakili interval atau jarak yang sama pada obyek yang diukur.
d. Skala Ratio
Suatu bentuk interval yang jaraknya (interval) tidak dinyatakan sebagai perbedaan nilai antara
responden dengan nilai antara responden dengan nilai nol absolute. Karena ada nilai nol maka
perbandingan rasio dapat ditentukan.
Penelitian ini berdasarkan pada jawaban yang diberikan responden.
Dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal, karena gejala yang diteliti/variable diteliti,
yaitu Kinerja Satpol PP, dan Penataan PKL adalah gejala interval.
6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
a) Teknik Pengolahan Data
c) Editing, berupa pengecekan kelengkapan jawaban responden dalam questioner.
d) Tabulating, yaitu penyusunan dalam bentuk tabel.
e) Coding, yaitu dengan memmberikan kode atau simbol pada daftar pertanyaan sesuai dengan yang
dikehendaki.
b) Analisis Data
- Kualitatif dengan lebih memusatkan perhatian pada penggambaran atas data yang ada.
- Kualitatif dengan data statistik yang telah tersedia sebagai sumber data tambahan dan membantu
memberi gambaran tentang kecenderungan subyek pada latar penelitian. Data statistik ini dapat
dimanfaatkan sebagai cara yang mengatur dan mengarahkannya pada kejadian dan peristiwa yang
ditemukan dan dicari sendiri sesuai dengan tujuan penelitian.
- Analisis kuantitatif, yaitu dengan menggunakan angka-angka. Dalam analisa kuantitatif ini
digunakan alat statistik deskriptif yang membicarakan mengenai penyusunan data dan
interprestasinya.
Untuk analisa data kuantitatif, dengan menambah data ordinal dan data interval dengan member
Dan untuk mengetahui tingkat variable penelitian menggunakan analisa nilai rata-rata prosentase
Atau
S
Px4xQ
Dimana :
S = Skor yang dicapai Q = Jumlah responden
P = Jumlah item pertanyaan 4 = Nilai skor tertinggi
keterangan :
rXY : Koefisien korelasi antara X dan Y
XY : Hasil kali antara X dan Y
X2 : Hasil dari X dikuadratkan
Y2 : Hasil dari Y dikuadratkan
Selanjutnya sebagai kriteria untuk menentukan apakah koefisien korelasi product moment
signifikan atau tidak dikonsultasikan dengan F tebel product moment dengan N tentu dan tidak
dikonsultasikan dengan F tabel product moment dengan N tertentu dan taraf signifikan tertentu