You are on page 1of 18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir


Penelitian dengan judul Analisis kedip tegangan akibat gangguan hubung
singkat pada penyulang Abang di Karangasem memiliki keterkaitan dengan
beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu
dijadikan penunjang untuk menentukan batasan-batasan masalah yang akan
dilakukan pada penelitian ini. Adapun penunjang yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Sinar Terang Sembiring dan Golfrid
Gultom (2012) dengan judul Analisis Pemulihan Kedip Tegangan Akibat
Gangguan Satu Fasa Ke Tanah Dengan Menggunakan Dynamic Voltage Restore
Pada Sistem Tiga Fasa Dengan Beban Bervariasi. Metode yang digunakan adalah
simulasi Matlab-Simulink untuk mengatasi adanya kedip tegangan oleh gangguan
satu fasa ke tanah. Hasil dari penelitian ini adalah pengujian terhadap suatu
jaringan yang mengalami gangguan satu fasa ke tanah diperoleh hasil bahwa
Dynamic Voltage Restorer dengan model yang diusulkan sudah dapat
memulihkan tegangan menjadi 1 pu. Waktu pemulihan kedip tegangan selama 0,1
mili detik dan tidak mengganggu fasa yang tidak terganggu dan filter pasif yang
digunakan pada DVR tiga fasa dapat mengurangi THD tegangan keluaran inverter
menjadi 4,06 % atau lebih kecil dari 5%.
Penelitian yang dilakukan oleh Ryan Firdaus (2014) dengan judul Analisa
Kedip Tegangan Pada Sistem Distribusi 20KV Akibat Arus Hubung Singkat Di
Bandar Udara Sultan Iskandar Muda. Metode yang digunakan adalah metode
observasi dan studi literatur untuk menghitung arus gangguan hubung singkat dan
kedip tegangan pada Penyulang Khusus Bandara SIM dengan menggunakan
metode komponen simetris. Hasil dari penelitian ini adalah besarnya arus
gangguan hubung singkat tergantung pada impedansi saluran yang tergantung
pada panjang saluran, jenis konduktor, dan luas penampang konduktor. Semakin
panjang saluran semakin kecil arus gangguan.

5
6

2.2 Tinjauan Pustaka


Adapun tinjauan pustaka di dalam penelitian ini, antara lain mencakup:
2.2.1 Kualitas daya listrik
Kualitas daya listrik merupakan konsep yang memberikan gambaran
tentang baik atau buruknya mutu daya listrik akibat adanya beberapa jenis
gangguan yang terjadi pada sistem kelistrikan. Sesuai dengan standar IEEE 1159-
1995, beberapa fenomena gangguan dalam sistem tenaga listrik telah
diidentifikasi, dimana merupakan gangguan yang sering terjadi dan tidak
termasuk gangguan seperti medan elektromagnetik atau interferensi frekuensi
radio. Tiga kategori pertama dianggap fenomena intermiten (sementara/sebentar),
sedangkan empat terakhir (ketidakseimbangan, distorsi, fluktuasi dan variasi
frekuensi) adalah steady state atau gangguan kontinyu. Dari tabel di bawah ini
dapat dilihat beberapa jenis gangguan dalam sistem tenaga listrik.
Tabel 2.1 Defenisi kualitas daya listrik sesuai standar IEEE 1159-1995
Kategori Rentang
No Tipe Gangguan Penyebab
Gangguan Waktu
Oscilatory, Less than 1
1 Transient Lightning, Switching loads
Impulsive cycle
Short duration Sags, Swells, Less than 1 Faults, Motor starting, Utility
2
Variations Interruptions minute Protective Equipment
Undervoltages, Poor Voltage regulation,
Long
Overvoltages, Over 1 incorrect Transformer tap
3 duration
Sustained minute setting, Overloaded feeder,
variations
Interruptions Utility Equipment
Voltage Unbalance loads,
4 - Steady state
Imbalance Equipment failure
Waveform Harmonics,
5 Steady state Electronic loads
Distortion Notching, Noise
Voltage Arcing load, Loose
6 - Steady state
Fluctuations Connections
Power
7 frequency - Steady state Poor generator Control
variations
Sumber: Standar IEEE 1159-1995, Power Quality Monitoring
7

2.2.2 Sistem distribusi


Sistem tenaga listrik tediri dari beberapa komponen dasar, yaitu pusat
pembangkit listrik, transmisi tenaga listrik, sistem distribusi dan beban. Pusat
pembangkit listrik merupakan tempat energi listrik pertama kali dibangkitkan,
dimana terdapat turbin sebagai penggerak mula (prime mover) dan generator yang
membangkitkan listrik. Energi listrik yang dibangkitkan akan melalui proses
transmisi dari pembangkit sampai pada konsumen pengguna listrik melalui sistem
distribusi.
Sistem distribusi memiliki subsistem yang terdiri dari pusat pengatur
(Distribution Control Center), saluran tegangan menengah (6kV dan 20kV),
gardu distribusi yang terdiri dari panel-panel pengatur tegangan menengah dan
panel-panel distribusi tegangan rendah (380V/220V).

Gambar 2.1 Komponen utama dalam penyaluran tenaga listrik


Sumber: Hasan, 1997

2.2.3 Sistem radial


Sistem jaringan distribusi primer adalah bagian dari sistem tenaga listrik
diantara gardu induk dan gardu distribusi. Jaringan distribusi primer terdiri dari
jaringan tiga fasa dengan jumlah kawat tiga atau empat. Penyaluran tenaga listrik
pada jaringan distribusi primer menggunakan hantaran udara yang dibentangkan
sepanjang daerah yang disuplai tenaga listrik sampai pada pusat beban
ujung akhir.
8

Sistem radial adalah jaringan dengan saluran primer yang menyalurkan


daya dalam satu arah aliran daya. Sistem radial dipakai untuk melayani daerah
dengan tingkat kerapatan beban yang rendah. Keuntungan sistem radial adalah
kesederhanaan dari segi teknis dan biaya investasi yang rendah. Kerugian sistem
radial adalah apabila terjadi gangguan dekat dengan sumber, maka semua beban
saluran akan padam sampai gangguan dapat diatasi.

Gambar 2.2 Konfigurasi jaringan radial


Sumber : Suswanto, 2009

2.2.4 Kedip tegangan


Kedip tegangan adalah penurunan nilai tegangan efektif (rms) pada
frekuensi daya selama durasi waktu dari 0,01detik sampai 1menit. Rentang
perubahan dari 0,1 sampai 0,9 pu pada harga rms besaran tegangan. Kedip
tegangan menyebabkan trip peralatan-peralatan pengaman yang peka terhadap
perubahan tegangan.

Gambar 2.3 Kedip tegangan


Sumber : IEEE 1159-1995
9

2.2.4.1 Penyebab kedip tegangan


Kedip tegangan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Starting motor berdaya besar
Motor memiliki pengaruh yang sangat merugikan ketika start awal, yaitu
timbul arus beban penuh dengan nilai yang sangat besar. Arus yang memiliki
nilai sangat besar akan mengalir melalui impedansi sistem, sehingga
menimbulkan kedip tegangan yang dapat menyebabkan kedip pada lampu,
kontaktor tidak dapat berfungsi, dan mengganggu peralatan listrik yang
sensitif terhadap variasi tegangan.
2. Pembebanan yang besar pada sistem
Sistem yang diberikan beban besar akan mengalirkan arus yang melebihi arus
yang mengalir pada saat sistem beban normal. Suplai dan pemasangan kabel
di awal untuk mengalirkan arus pada kondisi normal, maka dengan mengalir
arus yang sangat besar akan mengakibatkan tegangan jatuh antara titik
sumber dengan titik pembebanan. Besar nilai dari tegangan jatuh yang
diakibatkan oleh kedip tegangan tergantung dari besar nilai impedansi titik
pakai bersama (PCC=Point Common Coupling).
3. Gangguan hubung singkat pada sistem distribusi
Kedip tegangan 70% terjadi akibat gangguan hubung singkat satu fasa ke
tanah yang terjadi di suatu titik pada sistem. Gangguan hubung singkat satu
fasa ke tanah menyebabkan kedip tegangan pada penyulang yang lain dari
gardu induk yang sama. Kedip tegangan akibat gangguan hubung singkat dua
fasa disebabkan oleh cabang pohon yang menyentuh saluran SUTM, cuaca
yang kurang baik, dan benturan hewan pada saluran SUTM. Kedip tegangan
akibat gangguan hubung singkat tiga fasa terjadi karena peristiwa switching
atau tripping dari circuit breaker (PMT) tiga fasa.

2.2.4.2 Toleransi kedip tegangan pada sistem distribusi


Nilai dari kedip tegangan (voltage sag) harus diperhatikan agar tidak
mempengaruhi kerja dari peralatan-peralatan elektronik ataupun peralatan-
peralatan kontrol yang lain.
10

Tabel 2.2 Tipikal rentang kualitas daya input dan parameter beban
Parameter Rentang
Batasan tegangan (steady state) +6 %, 13 %
Surge+15 % - maks 0,5 s
Sag -18 % - maks 0,5 detik
Gangguan tegangan
Transient overvoltage150-200 %
- 0,2 s
Harmonik Maks 5% (peralatan beroperasi)
Kompatibilitas elektromagnetik Maks 1 V/m
Batasan frekuensi 60 Hz 0,5
Perubahan frekuensi 1 Hz/s
Tegangan tiga-fasa tak imbang 2,5 %
Beban tiga-fasa tak imbang 5 20 %
Faktor daya 0,8 0,9
Load demand 0,75 0,85 (dari beban tersambung)
Sumber : IEEE std 446-1995

2.2.4.3 Perhitungan kedip tegangan


Kedip tegangan terjadi akibat gangguan hubung singkat pada sistem.
Gangguan hubung singkat pada penyulang dengan konfiguasi sistem radial
menyebabkan kedip tegangan pada busbar gardu induk. Kedip tegangan akan
dirasakan oleh pelanggan yang disuplai dari transformator tegangan menengah
dan tegangan rendah yang sama. Perhitungan kedip tegangan pada sistem radial
dapat disederhanakan dengan menggunakan model pembagi tegangan.

Gambar 2.4 Model pembagi tegangan pada sistem distribusi radial


Sumber : IEEE 1159-1995
11

Perhitungan kedip tegangan pada sistem distribusi tegangan menengah


harus menggunakan metode komponen simetri karena gangguan yang terjadi
adalah gangguan tidak seimbang. Gelombang saat terjadi tegangan kedip dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.5 Gelombang terjadinya kedip tegangan


Sumber : IEEE 1159-1995

Perhitungan kedip tegangan akibat gangguan hubung singkat pada


penyulang digunakan persamaan sebagai berikut:

Kedip tegangan untuk gangguan 3 Fasa :

V= (n.Z)2 x If3 ........................................................................... (2.1)

Keterangan:
V = Kedip tegangan 3 fasa (Volt)
Z = Impedansi penyulang (Ohm)
n = Lokasi gangguan (%)
If3 = Gangguan hubung singkat 3 fasa (Ampere)

Kedip Tegangan untuk gangguan 1 Fasa ke tanah :


1. Tegangan Urutan Positif.
V+ riel = Vbus+ (If1/3) Z+penyulang x Cos() ....................................... (2.2)
V+ imj = 0 (If1 /3) Z+penyulang x Sin() ....................................... (2.3)
12

Keterangan:
V+ = Tegangan urutan positif riel dan imajiner (Volt)
Vbus+ = Tegangan urutan di bus positif (Volt)
If1 = Arus hubung singkat 1 fasa ke tanah (Ampere)
Zpenyulang = Impedansi penyulang sesuai lokasi gangguan yang dipilih ()
= Penjumlahan sudut arus dan impedansi.
2. Tegangan Urutan Negatif.
V- riel = 0 (If1/3) Z-penyulang x Cos() ................................................... (2.4)
V- imj = 0 (If1/3) Z-penyulang x Sin() ................................................... (2.5)
Keterangan:
V- = Tegangan urutan negatif riel dan imajiner (Volt)
If1 = Arus hubung singkat 1 fasa ke tanah (Ampere)
Zpenyulang = Impedansi penyulang sesuai lokasi gangguan yang dipilih ()
= Penjumlahan sudut arus dan impedansi.
3. Tegangan Urutan Nol.
V0 riel = 0 ( If1 /3) Z0penyulang x Cos() ....................................... (2.6)
V0 imj = 0 ( If1/3) Z0penyulang x Sin() ....................................... (2.7)
Keterangan:
Vo = Tegangan urutan nol (Volt)
If1 = Arus hubung singkat 1 fasa ke tanah (Ampere)
Zpenyulang = Impedansi penyulang sesuai lokasi gangguan yang dipilih ()
= Penjumlahan sudut arus dan impedansi.

Kedip tegangan untuk gangguan 1 fasa ke tanah adalah:

V = (V1riel+V2riel+Voriel)2 +(V1imj+V2imj+Voimj)2 arc tan (Voimj / Voriel ) ................(2.8)

2.2.5 Gangguan hubung singkat


Hubung singkat merupakan suatu hubungan abnormal pada impedansi
yang terjadi antara dua titik yang mempunyai potensial yang berbeda. Gangguan
hubung singkat menyebabkan interupsi kontinuitas pelayanan daya kepada
konsumen. Gangguan terdiri dari gangguan temporer dan permanen. Gangguan
13

temporer diamankan dengan circuit breaker (CB) dan peralatan-peralatan


pengaman pada sistem. Gangguan permanen adalah gangguan yang menyebabkan
kerusakan permanen pada sistem, seperti: kegagalan isolator, kerusakan
penghantar, kerusakan pada transformator atau kapasitor.
Standar IEC 909 mengklasifikasikan arus hubung singkat dengan besaran
(maksimum dan minimum) dari jarak titik lokasi. Arus hubung singkat maksimum
menentukan rating peralatan, sementara arus hubung singkat minimum
menentukan pengaturan peralatan proteksi. Standar IEC 909 adalah kalkulasi dari
hubung singkat dan rating peralatan dengan rating tegangan sistem sampai 240kV
dan frekuensi dari 50-60Hz yang meliputi gangguan 3 fasa, gangguan fasa-fasa,
dan 1 fasa ke tanah.

2.2.5.1 Perhitungan gangguan hubung singkat


Tujuan perhitungan gangguan hubung singkat adalah untuk menghitung
arus maksimum dan minimum gangguan, sehingga rancangan pengaman, relai
dan pemutus yang tepat bisa dipilih untuk melindungi sistem dari kondisi yang
tidak normal dalam waktu yang singkat.
Perhitungan arus gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah digunakan
persamaan:
V
I= Z ....................................................................................................(2.9)

Keterangan:
V = 3 tegangan fasa netral
Z = impedansi ( Z1+ Z2+ Z0)ekivalen

Gambar 2.6 Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah


Sumber : Dugan, 1996
14

Perhitungan arus gangguan tiga fasa digunakan persamaan:


V
I= Z ................................................................................................. (2.10)

Keterangan:
V = tegangan fasa netral
Z = impedansi Z1ekivalen

Gambar 2.7 Gangguan hubung singkat tiga fasa


Sumber : Dugan, 1996

2.2.5.2 Perhitungan impedansi, resistansi dan induktansi sumber


Impedansi terdiri dari tiga macam impedansi urutan, yaitu:
1. Impedansi urutan positif (Z1), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus
urutan positif.
2. Impedansi urutan negatif (Z2), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus
urutan negatif.
3. Impedansi urutan nol (Z0), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus
urutan nol.
Perhitungan nilai impedansi yang terdapat pada penghantar di jaringan
terlebih dahulu dihitung nilai impedansi ohm per kilometer dari jenis penghantar
yang dipakai pada jaringan.

Gambar 2.8 Impedansi penghantar


Sumber : Suswanto, 2009

Untuk menentukan nilai Rs (Resistansi Sumber) terlebih dahulu harus


diketahui nilai dari impedansi sumber (Zs). Untuk mencari nilai dari impedansi
sumber dapat dilihat pada persamaan berikut:
15

kV2
Zs = MVA x Z(%) ..........................................................................(2.11)

Keterangan:
Zs = Impedansi sumber (Ohm)
MVA = Kapasitas trafo (MVA)
kV = Tegangan primer (KV)
Z = Impedansi (%)

Setelah didapatkan nilai Zs, dapat ditentukan nilai Xs dengan


menggunakan persamaan dibawah ini:
X
Xs = R x Rs ......................................................................................(2.12)

Keterangan:
Xs = Reaktansi sumber (Ohm)
X = Reaktansi trafo (%)
R = Resistansi trafo (%)

Maka dengan diketahui nilai Xs dan Zs sumber maka nilai Rs


dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dibawah ini:
2 2 2
Zs = Xs + Rs ..........................................................................(2.13)
Keterangan:
Xs = Reaktansi sumber (Ohm)
Zs = Impedansi sumber (Ohm)
Rs = Resistansi sumber (Ohm)

Setelah mendapatkan nilai Rs dapat ditentukan nilai Ls dengan


menggunakan persamaan dibawah ini :

Xs
Ls = 2f .....................................................................................(2.14)

Keterangan:
Ls = Induktansi sumber (Henry)
Xs = Reaktansi sumber (Ohm)
f = Frekuensi (Hz)
16

2.2.5.3 Perhitungan reaktansi transformator


Perhitungan nilai reaktansi transformator dalam ohm dihitung dengan cara
mencari nilai ohm pada 100% untuk transformator dengan menggunakan rumus:
kV2
Xt (pada 100%)= MVA ..............................................................(2.15)

Keterangan:
Xt = Reaktansi transformator (Ohm)
kV2 = Tegangan trafo tenaga (kV)
MVA = Kapasitas trafo tenaga (MVA)

Persamaan diatas digunakan untuk mencari nilai reaktansi trafo, yaitu


sebagi berikut:
1. Untuk menghitung raeaktansi urutan positif dan negatif (Xt1 = Xt2) dihitung
dengan menggunakan rumus : Xt = % yang diketahui x Xt (pada 100%)
2. Nilai reaktansi urutan nol (Xt0) dapat dicari dengan terlebih dahulu diketahui
data dari kapasitas belitan delta yang ada dalam trafo.
- Untuk trafo tenaga hubungan belitan Y dimana kapasitas belitan delta
sama besar dengan kapasitas belitan Y, maka Xt0 = Xt1
- Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Yyd dimana kapasitas belitan
delta (d) biasanya adalah sepertiga dari kapasitas belitan Y (belitan yang
dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan belitan delta tetap ada didalam
tetapi tidak dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan), maka
nilai Xt0 = 3 Xt1.
- Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan YY dan tidak mempunyai
belitan delta di dalamnya, maka untuk menghitung besarnya Xt0 berkisar
antara 9 sampai dengan 14 Xt1

2.2.5.4 Perhitungan impedansi penyulang


Perhitungan impedansi penyulang tergantung dari besar impedansi per km
dari penyulang yang akan dihitung.
Z=(R+jX) /Km ......................................................................... (2.16)
17

Perhitung impedansi penyulang pada titik gangguan yang terjadi pada


lokasi gangguan % panjang penyulang digunakan rumus:
Zn= n x L x Z/Km ......................................................................... (2.17)
Keterangan:
Zn = Impedansi penyulang sejauh % panjang penyulang (ohm)
n = Lokasi gangguan dalam % panjang penyulang
L = Panjang penyulang (Km)
Z/km = Impedansi penyulang tiap Km

2.2.5.5 Perhitungan impedansi ekivalen jaringan


Perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan besaran nilai impedansi
ekivalen positif, negatif dan nol dari titik gangguan sampai kesumber. Perhitungan
Z1eki dan Z2eki dapat langsung dengan cara menjumlahkan impedansi. Perhitungan
Z0eki dimulai dari titik gangguan sampai ke trafo tenaga dengan titik netral
ditanahkan.
Perhitungan impedansi ekivalen urutan positif dan urutan negatif
menggunakan persamaan:
Z1eki = Z2eki = ZS1 + Xt1 + Z1penyulang ................................................. (2.18)
Perhitungan impedansi ekivalen urutan nol digunakan persamaan sebagai
berikut:
Z0penyulang = % panjang Z0total
Z0eki = Xt0 + 3 RN+ Z0penyulang ............................................................. (2.19)
Keterangan:
Z1eki = Impedansi ekivalen jaringan urutan positif dan negatif (ohm)
ZS1 = Impedansi sumber (ohm)
Xt1 = Reaktansi trafo tenaga urutan positif dan negatif (ohm)
Z1 = Impedansi urutan positif dan negatif (ohm)
Z0eki = Impedansi ekivalen jaringan urutan nol (ohm)
Xt0 = Reaktansi trafo tenaga urutan nol (ohm)
RN = Tahanan tanah trafo tenaga (ohm)
Z0 = Impedansi urutan nol (ohm)
18

2.2.5.6 Perhitungan daya listrik


Hubungan antar daya dapat ditunjukkan dengan segitiga daya dan dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.9 Segitiga daya


Sumber: Dugan, 2003

Gambar di atas menunjukkan hubungan antara daya pada sistem tenaga


listrik, yang pada umumnya terdiri dari daya nyata (S), daya aktif (P), dan daya
reaktif (Q). Berikut ini merupakan perumusan yang berkaitan dengan daya listrik:
S V I ..............(2.20)
P V I cos ......................(2.21)
Q V I sin ..........................(2.22)
2
QL V ......................................(2.23)
X

I V ..................(2.24)
X
QC I 2 X ......................(2.25)

Dengan S adalah daya nyata dalam VA, P adalah daya aktif dalam Watt, Q adalah
daya reaktif dalam VAR, V adalah tegangan dalam Volt, I adalah arus dalam
Ampere, cos adalah faktor daya, X adalah reaktansi dalam Ohm.

2.2.6 Dynamic voltage restorer


Dynamic Voltage Restorer (DVR) adalah suatu peralatan yang berguna
untuk mengatasi kedip tegangan. DVR dirangkai seri dengan sistem distribusi
untuk melindungi peralatan sensistif terhadap terjadinya kedip tegangan. DVR
pada dasarnya mempunyai suatu power circuit dan suatu control circuit. Control
19

circuit atau rangkaian kendali berfungsi untuk mengatur parameter-parameter dari


sinyal kendali yang harus diinjeksikan oleh DVR pada sistem antara lain: besaran,
frekuensi, dan pergeseran fasa. Berdasarkan sinyal kendali yang diperoleh dari
control circuit maka dihasilkan tegangan yang akan diinjeksikan pada power
circuit. Pada umumnya DVR mempunyai sumber energi DC, PWM inverter, filter
dan transformator penginjeksi tegangan. Fungsi dasar dari DVR adalah
mendeteksi terjadinya kedip tegangan yang terjadi pada saluran sistem tenaga,
kemudian menginjeksikan tegangan DVR untuk mengkompensasi kedip tegangan
yang terjadi. Berikut adalah elemen-elemen dasar pada sebuah DVR:
1. Unit penyimpanan energi DC
Berfungsi untuk menyediakan kebutuhan daya aktif selama terjadi
kompensasi oleh DVR. Biasanya dapat digunakan batere Lead Acid, flywheel,
super conducting magnetic energy storage (SMES) dan super capacitor.
2. Voltage Source Inverter (VSI)
Pada dasarnya VSI berfungsi untuk mengkonversi tegangan DC yang
dihasilkan oleh unit penyimpanan energi DC menjadi tegangan AC. VSI
dikopling dengan suatu transformator terhadap sistem. Pada inverter satu fasa
biasanya digunakan Full Bridge Inverter yang menggunakan empat buah
switching.
3. Filter Pasif
Low Pass Filter terdiri dari induktor dan kapasitor, yang dapat diletakkan
pada sisi tegangan rendah dari transformator penginjeksi tegangan. Dengan
menempatkan filter pada sisi inverter, harmonisa yang terjadi bersumber dari
VSI dapat dicegah untuk masuk pada transformator.
4. Transformator Injeksi Tegangan
Fungsi dasarnya adalah untuk menaikkan tegangan supply AC yang
dihasilkan oleh VSI menjadi tegangan yang dibutuhkan. Rating pada inverter
dan transformator injeksi menjadi suatu batasan untuk menentukan kedip
tegangan maksimum yang dapat dikompensasi. Apabila arus pada jaringan
lebih besar dari arus DVR maka suatu switch by pass akan aktif untuk
mencegah arus dengan nilai yang cukup besar mengalir melalui DVR.
20

Gambar 2.10 Rangkaian dasar DVR


Sumber: ISSN 0853-0203

Suatu DVR dapat bekerja pada beberapa kondisi yaitu:


a. Keadaan Normal
Apabila unit penyimpanan energi DC terisi penuh, DVR akan bekerja pada
keadaan stand by. Pada kondisi stand by DVR tidak menginjeksikan tegangan
pada jaringan.
b. Keadaan terjadi kedip tegangan
DVR akan mensupply daya aktif dari energi yang disimpan bersama dengan
daya reaktif yang dibutuhkan untuk kompensasi tegangan.
c. Keadaan terjadi gangguan.
Pada kondisi ini terdapat resiko terjadinya arus dengan nilai yang cukup besar
mengalir menuju rangkaian DVR, akibatnya dapat merusak komponen-
komponen sensitif pada DVR. Karena DVR adalah suatu kompensator seri,
maka apabila terjadi gangguan hubung singkat pada sisi beban, maka arus
gangguan akan mengalir ke arah inverter. Sehingga untuk melindungi inverter
tersebut diletakkan switch by pass.

2.2.6.1 Metode kompensasi kedip tegangan pada DVR


Kompensasi dilakukan dengan menginjeksikan daya aktif dan daya
reaktif tergantung tingkat kompensasi yang dibutuhkan oleh beban. Terdapat dua
jenis metode kompensasi yaitu: kompensasi pre-sag dam kompensasi in-phase.
21

1. Kompensasi Pre-Sag
Strategi kompensasi ini direkomendasikan pada beban-beban non linier,
dimana membutuhkan kompensasi terhadap besaran tegangan dan sudut fasa
tegangan. Pada teknik kompensasi ini DVR akan mensupply perbedaan yang
terjadi antara Vpre sag dan Vsag, sehingga akan mengembalikan semua nilai besaran
dan sudut fasa kepada nilai sebelum terjadi kedip tegangan.
Pada kondisi normal (Vpre-sag) tegangan sistem akan sama dengan tegangan
beban (V Load) dimana keduanya mempunyai nilai sebesar 1 pu. Selama terjadi
kedip tegangan, maka tegangan sistem akan menurun dengan nilai yang lebih
kecil dari nilai Vpre-sag, pengurangan nilai tegangan ini akan berakibat terjadinya
pergeseran fasa. DVR akan bereaksi terhadap terjadinya kedip tegangan dan akan
menginjeksikan tegangan kompensasi VDVR untuk mengembalikan nilai besaran
tegangan menjadi nilai tegangan sebelum terjadinya kedip tegangan.
Pada gambar 2.18 ditunjukkan bahwa load adalah sudut antara Iload dengan
Vpre-sag. Akibat terjadinya kedip tegangan, maka akan terjadi perubahan sudut fasa
antara Iload dengan Vsag dalam hal ini adalah sag. Tegangan yang akan
diinjeksikan oleh DVR akan mempunyai sudut fasa (DVR) sebesar sudut yang
timbul antara Iload dengan tegangan injeksi DVR (VDVR).

DV
Lo
R
adsa
Ilo
g
ad
Gambar 2.11 Teknik kompensasi pre-sag
Sumber: ISSN 0853-0203

2. Teknik Kompensasi In-Phase


Pada metode kompensasi ini hanya besaran tegangan yang dikompensasi,
tegangan yang dikompensasi sefasa dengan kedip tegangan yang terjadi. Oleh
karena itu pada teknik kompensasi ini, tegangan yang diinjeksikan oleh DVR
dapat diminimalkan.
22

Lo \
ad
sag DVR
ILoa
d
Gambar 2.12 Teknik kompensasi in-phase
Sumber: ISSN 0853-0203

Pada gambar diatas dapat dilihat tidak terdapat perbedaan sudut fasa antara
Vsag dengan VDVR, dimana VDVR adalah tegangan yang diinjeksikan untuk
mencapai Vpre-sag sebesar 1 pu.

2.2.6.2 Teknik deteksi kedip tegangan pada DVR


Fungsi utama dari kontroller pada DVR adalah mendeteksi terjadinya
kedip tegangan pada sistem. Untuk mengatur kontroller pada DVR tersebut
digunakan transformasi dqo atau transformasi Park. Metode dqo tersebut akan
memberikan informasi kedalaman kedip dan pergeseran fasa disertai titik awal
dan titik akhir kedip tegangan tersebut. Teknik pendeteksian dibuat berdasarkan
perbandingan tegangan referensi terhadap tegangan hasil pengukuran (Va, Vb dan
Vc). Metode dqo memberikan informasi kedalaman tegangan yang jatuh (d) dan
pergeseran dari fasa tegangan (q).

You might also like