You are on page 1of 24

BAB I

KASUS

Nama : Alif Putra Nugroho


Agama : Islam
Umur : 12 tahun
Alamat : Abdullah dg sirua
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Siswa
Tgl. Pemeriksaan : 15/5/2017
No RM : 12-05-50

1.1. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan Kabur
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli mata Balai Kesehatan Mata Makassar (BKMM) dengan
keluhan pengelihatan kabur pada kedua mata, keluhan dirasakan sejak 5 bulan yang
lalu. Kabur dirasakan terutama saat pasien melihat jauh sehingga mengganggu
aktivitas belajarnya sebagai siswa. Pasien juga mengeluh harus mengernyitkan mata
untuk focus pada suatu benda. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala ketika melihat
jauh. Riwayat sering membaca dengan posisi tidur. Mata merah (-), juling (-), riwayat
trauma (-), riwayat alergi disangkal.
Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Riwayat penggunaan kaca mata
tidak ada.Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus tidak ada. Keluarga pasien tidak
ada yang mengalami keluhan serupa.

1.2. PEMERIKSAAN FISIS


A. Pemeriksaan Umum
1. Kesan : Sakit sedang
1. Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Cukup
2. Tekanan darah : 120/80 mmHg

B. Pemeriksaan Khusus/ Status Oftalmologi


1. Visus

OD Visus OS

3/60 Visus jauh tanpa koreksi 3/60


3,75 Koreksi 3,75
20/20 Visus jauh dengan terbaik 20/20
- Visus dekat -
- Koreksi -

2. Segmen anterior

OD Pemeriksaan OS

Normal Palpebra Normal


Normal Silia Normal
Normal Apparatus lakrimalis Normal
Hiperemis (-) Konjungtiva bulbi Hiperemis (-)
Jernih Kornea Jernih
Normal BMD Normal
Kripte (+), coklat Iris Kripte (+), coklat
Bulat, central Pupil Bulat, central
+/+ Refleks cahaya +/+
Tidak ada RAPD Tidak ada
Jernih Lensa Jernih

3. Kesejajaran bola mata


Pergerakan bola mata : normal
Corneal reflex : central
Cover test : Orthotropic

4. Lapangan pandang
Normal

5. Tekanan intraokuler

OD Metode pemeriksaan OS

N Palpasi N
17 mmHg Indentasi schiotz 17mmHg

6. Palpasi

OD Palpasi OS

Tidak ada Nyeri tekan Tidak ada


Tidak ada Massa tumor Tidak ada

7. Tes buta warna


Normal
8. Segmen posterior (funduskopi)
Reflex fundus (+)

1.3. RESUME
Pasien datang ke Poli mata Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)
dengan keluhan pengelihatan kabur, keluhan dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Kabur
dirasakan terutama saat pasien melihat jauh. Pasien juga mengeluhkan chephalgia
ketika melihat jauh. injeksio konjungtiva (-), strabismus (-), riwayat trauma (-),
riwayat alergi disangkal. Pada pemeriksaan ofthalmologis didapatkan visus okuli
dextra et sinistra 3/60, lensa okuli dextra et sinistra jernih, dan reflex fundus okuli
dextra et sinistra positif.

1.4. PENUNJANG
Retinoskopi : refleks fundus berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop

1.5. DIAGNOSA
ODS Moderate Myopia

1.6. TERAPI
KMMF (lensa spheris concave (-))

1.7. PROGNOSIS
Quo ad Visam : Bonam
Quo ad Sanam : Bonam
Quo ad Cometicam : Bonam
Quo ad Vitam : Bonam

1.8. PEMBAHASAN
Dari anamnesis diperoleh keluhan utama pengelihatan kabur yang dirasakan
sejak 5 bulan yang lalu, terutama saat pasien melihat jauh. Pengelihatan kabur dapat
terjadi akibat pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea
yang terlalu cekung sehingga berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa
akomodasi jatuh pada fokus yang berada di depan retina.Pasien juga mengeluhkan
chephalgia ketika melihat jauh, ini dapat disebabkan oleh usaha akomodasi mata
untuk melihat jauh.
Sedangkan dari hasil pemeriksaan opthalmologi, didapatkan visus mata kiri
dan kanan pasien 3/60, namun tidak terdapat kelainan mata pada kornea, aqueus
humor, lensa, dan vitreous humor. Lapangan pandang normal, tekan bola mata dalam
batas normal, refleks fundus (+), serta pada pemeriksaan retinoskopi didapatkan
refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskopi.
Gejala-gejala yang dialami pasien ini sesuai dengan kepustakaan yang menuju
kearah myopia berdasarkan gejala berupa penglihatan jauh yang buram namun jelas
bila melihat dekat, sakit kepala,serta ada kecenderungan pasien untuk menyipitkan
mata jika ingin melihat jauh.Sehingga diagnosis kelainan refraksi berupa myopia
dapat ditegakkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO), 2009 menyatakan terdapat 45 juta orang
yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Setiap tahun
tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit sekali ada satu
penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu anak
mengalami kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan penglihatan ini
hidup di negara-negara miskin dan terbelakang. Prevalensi kebutaan tersebut
disebabkan salah satunya adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, di dunia
pada tahun 2007 diperkirakan bahwa sekitar 2,3 juta orang di dunia mengalami
kelainan refraksi.1
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik
pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan
lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata.
Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di
depan atau dibelakang makula.2
Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan
ametropia yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia,
hipermetropia,astigmat, dan presbiopia.2
DEFINISI
Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan
pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada
mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Myopia berasal dari bahasa yunani
muopia yang memiliki arti menutup mata. Myopia merupakan manifestasi kabur
bila melihat jauh, istilah populernya adalah "nearsightedness.3
Myopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan
mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau
kelengkungan kornea yang terlalu cekung.2
Myopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. 4
Myopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar
yang sejajar atau datang dari tidak terhingga difokuskan di depan retina.5
Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina.6
MEDIA REFRAKSI
1. Kornea 2
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya.Kornea tidak mengandung pembuluh darah, berbentuk cembung dengan jari-
jari sekitar 8mm, lebih tebal di perifer dibanding di sentral dan mempunyai indeks
refraksi 1.3771.2 Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata
sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu :
a. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
Mempertahankan bentuk kornea.
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh fungsi pompa sel
endotel dan penguapan oleh epitel.
d. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 m.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula
okluden.
Lapisan terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea.
Mengatur cairan dalam stroma.
Tidak mempunyai daya regenerasi.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman, melepaskan selubung
Schwannnya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kepada kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah
limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu
3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang
tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk
kornea dilakukan oleh kornea.
2. Aqueous Humor (Cairan Mata)2
Aqueous humor merupakan cairan yang terdapat pada bilik mata yang
mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan
darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya
cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh
jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah
anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea yaitu sinus venosus
ataupun Canal of Schlemm dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak
dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya, kelebihan cairan akan tertimbun
di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Keadaan ini
dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke
belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf
dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang
dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.

3. Lensa2
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam
bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan
terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di
dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu
dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat
dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat
serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak
di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan
dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras
dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat
zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung.
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body
dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan
berat.Pembiasan sinar oleh lensa sekitar 20 dioptri.
4. Vitreous Humor (Badan Kaca)2
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel
transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul
asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel
yang mensintesis kolagen dan asam hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan
badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi.Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang
sferis.
B. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa 2,3 miliar orang di seluruh dunia mengalami kelainan
refraksi. Sebagian besar memiliki kelainan refraksi yang dapat dikoreksi dengan
kacamata, tetapi hanya 1,8 miliar orang yang melakukan pemeriksaan dan koreksi
yang terjangkau. Hal ini menyisakan kira-kira 500 juta orang, sebagian besar dinegara
berkembang (1/3 bagian adalah orang afrika) dan anak-anak dengan kelainan refraksi
yang tidak dikoreksi yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan
(Community Eye Health, 2000). Miopia merupakan salah satu kelainan refraksi yang
memiliki tingkat prevalensi yang tinggi. Saat ini, myopia masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang utama terutama di Negara-negara Asia, seperti Taiwan,
Jepang, Hongkong dan Singapura (Optometry andVision Science, 2000). Prevalensi
dari miopia dipengaruhi oleh usia dan beberapa faktor lain. Di Amerika Serikat dan
negara berkembang, angka kejadian miopia(minimal 0,5 D) pada anak usia 5 tahun
diketahui sekitar 5%. Angka kejadian ini meningkat pada usia sekolah dan dewasa
muda, dimana pada remaja diketahui memiliki prevalensi 20-25% sedangkan pada
dewasa muda memiliki prevalensi 25-35%. Beberapa penelitian juga menyatakan
bahwa wanita secara signifikan memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya miopia
dibandingkan pria (American Optometric Association, 2006)

C. ETIOLOGI
Myopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat
untuk panjangnya bola mata akibat:
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang
lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial.
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung
atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia
kurvatura/refraktif.
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.
Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks
4. Miopi Karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya
pasca operasi glaukoma.7
KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan etiologi8
1. Miopia aksial
Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata yang
bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam batas normal.
2. Miopia refraksional
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif pada mata.
Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan menjadi :
a. Curvature myopia
Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan permukaan refraktif
mata, terutama kornea
b. Index myopia
Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler.
3. Miopia posisional
Terjadi akibat posisi lensa yang anterior.
1. Myopia akibat akomodasi yang berlebihan
Klasifikasi berdasarkan onset
1 Juvenile-Onset Myopia (JOM)
JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang
disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata
yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan
kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-faktor
risiko yang dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan
prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun, sementara pada laki-
laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset dari miopia, semakin
besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai terjadi pada usia 16 tahun
biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari miopia
biasanya berhenti pada usia remaja ( pada usia 16 tahun, pada usia 15
tahun)
4. Adult-Onset Myopia (AOM)
AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40
tahun disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan myopia yang terjadi
setelah usia 40 tahun disebut late adult onset myopia. Kerja mata yang
berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko dari perkembangan
miopia.
Klasifikasi berdasarkan derajat beratnya2
Miopia ringan < -3,00 D
Miopia sedang -3,00 s/d -6,00 D
Miopia berat / tinggi >-6,00 D
Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis8
1. Miopia kongenital
Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3
tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi
bilateral.Miopia kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain
seperti katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopia
kongenital sangat perlu dikoreksi lebih awal.
2. Miopia simplek
Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan gangguan
fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya.Miopia ini
meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena
banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan School
Myopia.
1 Miopia patologis/ degeneratif
Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti adanya
pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopia
patologis sudah terjadi saat usia 5 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa
muda yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degeneratif pada mata.

D. PATOFISIOLOGI PENGLIHATAN
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, aqueous humor, lensa,
dan vitreous humor. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung
atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi
pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga
penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang
memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata dari paparan
cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan
kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek
yang sedang dilihat.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa.
Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah- ubah (pupil), dan
retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat
perbatasan refraksi:
1. perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara
2. perbatasan antara permukaan posterior kornea dan aqueous humor
3. perbatasan antara aqueous humor dan permukaan anterior lensa
4. perbatasan antara permukaan posterior lensa dan vitreous humor.
Masing-masing memiliki indeks bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1,
kornea 1.38, aqueous humor 1.33, lensa 1.40, dan vitreous humor 1.34.
Gambar 1. Fokus Cahaya Pada Mata

E. DIAGNOSIS
Menurut Albert E. Sloane dalam buku Manual of Refraction, bahwa gejala
myopia adalah sebagai berikut :
Gejala tunggal paling penting myopia adalah penglihatan
jauh yang buram.
Sakit kepala, jarang dialami
meskipun

ditunjukkan
bahwa koreksi kesalahan
myopia yang rendah membantu
mengurangi sakit kepala akibat asthenopia (mata cepat
lelah).
Ada kecenderungan pasien untuk menyipitkan mata jika ia ingin melihat jauh, efek
pinhole dari celah palpebra membuat ia melihat lebih jelas.
Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada
mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:4
Refraksi subyektif
Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif,
metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and errorJarak pemeriksaan
6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif tajam
penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan
menderita myopia, apabila dengan pemberian lensa sferis negatif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis positif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita hipermetropia.
Refraksi obyektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja +2.00D pemeriksa mengamati
refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop
(against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai
tercapai netralisasi.
Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer.

F. PENATALAKSANAAN
1. Optik
Pemberian lensa spheris concave (-)
Penderita myopia dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa spheris
concave (-) yang terkecil/terlemah agar dapat menghasilkan tajam penglihatan
terbaik. Karena dengan koreksi lensa spheris concave (-) terkecil orang myopia akan
dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina tanpa akomodasi.11

Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia


ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah
lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah
sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik. 12

Gambar 2. Koreksi kacamata dengan Lensa Spheris Concave (-)

Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi
dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi
sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk
memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi.2
Pemakaian lensa kontak
Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standar medis dan pemeriksaan
secara medis. Karena resiko pemakaian lensa kontak cukup tinggi.11
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak,
lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar.
Tergantung dari respon individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah,
penurunan myopia sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata
penurunan yang dilaporkan dalam penelitian adalah 0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari
penurunan ini terjadi antara 4-6 bulan pertama dari program orthokeratology, kornea
dengan kelengkungan terbesar memiliki beberapa pemikiran dalam keberhasilan
dalam membuat pemerataan kornea secara menyeluruh. Dengan followup yang
cermat, orthokeratology akan aman dengan prosedur yang efektif. Meskipun myopia
tidak selalu kembali pada level dasar, pemakaian lensa tambahan pada beberapa
orang dalam beberapa jam sehari adalah umum, untuk keseimbangan dalam
memperbaiki refraksi.3
2. Pembedahan8
Radial Keratotomy (RK)
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan
4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari
permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini
sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Gambar 3.
Radial
Keratotomy

Tindakan ini dapat membuat kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola
mata jika terjadi trauma setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi
trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena
penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK
juga dapat merasa silau saat malam hari.

3. Laser
Photorefractive Keratectomy (PRK)
Gambar 4. Photorefractive Keratectomy

Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi
dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa
menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk
miopi -2 sampai -6 dioptri.

Laser in-situ Keratomileusis (Lasik)


Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea
anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung
diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat.
Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Gambar 5. Laser in-situ Keratomileusis

G. DIAGNOSIS BANDING10
Ablasio retina
Gloukoma sudut terbuka
Strabismus
Ambliopia

H. PROGNOSIS
Prognosis untuk koreksi miopia sederhana sangat baik. Pasien memiliki
lapangan pandang yang lebih jauh dengan kor eksi. Bergantung dengan derajat
miopia, astigmatismat, anisometropia, dan daya akomodasi pasien, pasien
memiliki kemungkinan untuk dapat melihat dengan jarak dekat ataupun tidak
melalui koreksi mata. Anak-anak dengan miopia sederhana harus diperiksa
secara berkala. Anak-anak dengan derajat perkembangan miopia yang tinggi
harus diperiksa 6 bulan sekali. Orang dewasa yang memiliki miopia harus
diperiksa setidaknya setiap 2 tahun sekali. Kontrol harus dilakukan lebih sering
apabila pasien memiliki faktor risiko yang lebih besar. Pasien dengan miopia
nocturnal harus diperiksa 3-4 minggu setelah menerima koreksi untuk daya lihat
pada malam hari, untuk memeriksa apakah koreksi tersebut telah menghilangkan
gejala-gejala sulit melihat saat gelap dan kesulitan berken dara pada malam hari.
Prognosis pada miopia nokturnal adalah baik. Prognosis untuk pseudomiopia
biasanya baik tapi biasanya waktu yang dibutuhkan untuk koreksi lebih lama.
Prognosis pada pasien dengan miopia degeneratif bervariasi tergantung pada
perubahan retina dan okuler. Pada kasus miopia didapat, baik prognosis maupun
pemeriksaan berkala dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya kondisi yang
menjadi pemicu terjadinya miopia (American Optometric Association, 2006).

I. KESIMPULAN DAN SARAN


Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal,
kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral
retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan
panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada
makula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula.2
Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek
yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi
Mencegah lebih baik daripada mengobati, salah satunya adalah menjaga
kondisi mata kita agar tetap dalam keadaan sehat. Sering makan buah dan sayur
yang mengandung vitamin A. Jika sudah terlanjur maka sebaiknya segera
periksakan dan obati agar tidak menjadi semakin parah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.


2012
2. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009
3. American Optometric Association, Optometric Clinical Practice Guidline Care of
the Patient with Myopia, 1997
4. http://library.usu.ac.id/download/fk/pnymata-halima.pdf.
5. Mansjoer, A., Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3 Jilid 1. Media Aesculapius.
Jakarta, FK UI. 2002
6. Confidential. Ilmu Penyakit Mata. Fast a Giance Review. Jakarta. 2010
7. Nurhaliza H. Siregar. Kelainan Refraksi Yang Menyebabkan Glaukoma. Medan.
2008
8. Anastasia V.Launardo, dkk. Jurnal Kelainan Refraksi pada Anak Usia 3-6 tahun.
Makassar. 2010
9. Merril,D.Bowan. Control of Myopia journal. USA. 2010
10. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9. 1997
11. Dauglas, R.Fedrick. Myopia. Assosiate Clinical Professor of Opthalmology.2002
www.BMJ-myopia.htm
12. Jane, Gwiazda,PhD. Treatment Options For Myopia.Us National Library of
Medicine. 2010 www.NCBI-teatmentmyopi.htm
13. Agung,Widodo. Miopia Patologi. Jurnal Optalmologi Indonesia vol 5. 2007

You might also like