You are on page 1of 9

ANALISIS KEBIJAKAN PERLINDUNGAN ANAK JALANAN DALAM RANGKA

PENGENTASAN DARI SEGALA BENTUK EKSPLOITASI


(Studi pada Dinas Sosial Kota Malang dan Lembaga Pemberdayaan
Anak Jalanan Griya Baca)

Sylfia Rizzana, Moch. Saleh Soeaidy, Minto Hadi


Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang
E-mail: rizzanasylfia@yahoo.com

Abstract: Policy Analysis of Street Child Protection in Order to Alleviate All Exploitation
Forms: The phenomenon of street child Malang city is an phenomenon which not cannot be
underestimated, especially with the existence of various exploitation cases which is very close
with street child. Besides that, the number of street child in Malang city also increasing in each
year. As a manifestation of attention on street child problem, government of Malang City has
policy related with this problem, one of them is Keputusan Walikota No.88 Year 2011 about
Komite Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Research purposes are to
analysis the implementation of street child protection policy in Malang City, to analysis the
impact of implementation of street child protection policy in Malang City, and to analysis the
alternative effort in overcoming barriers from implementation of street child protection policy in
Malang City. This study used descriptive study with qualitative approach. The implementation
of street child protection policy in Malang City was assessed not yet quite successful, it can be
seen from the program implementation in overcoming this problem. Less success of this policy
implementation also can be seen from the program implementation in overcoming this problem.
In addition, the aid program (stimulant) for street child, was not being used properly.

Keywords: Public Policy Analysis, Street Child, Child Protection Policy, Government.

Abstrak: Analisis Kebijakan Perlindungan Anak Jalanan dalam rangka Pengentasan dari
Segala Bentuk Eksploitasi: Fenomena anak jalanan di Kota Malang merupakan sebuah
fenomena yang tidak bisa dianggap remeh, terlebih dengan adanya berbagai kasus eksploitasi
yang dekat dengan kehidupan anak jalanan. Selain itu, jumlah anak jalanan di Kota Malang juga
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagai wujud perhatiannya dalam penanganan
masalah anak jalanan, Kota Malang mempunyai kebijakan-kebijakan terkait masalah
perlindungan anak jalanan, salah satunya adalah Keputusan Walikota No.88 Tahun 2011 tentang
Komite Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan di Kota Malang,
menganalisis dampak implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan di Kota Malang, dan
menganalisis upaya alternatif dalam mengatasi hambatan dari implementasi kebijakan
perlindungan anak jalanan di Kota Malang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan di
Kota Malang dinilai belum cukup berhasil, hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan program-
program pananganan terhadap anak jalanan. Selain itu juga pada program pemberian bantuan
(stimulant) pada anak jalanan, dimana bantuan yang diberikan seringkali tidak dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.

Kata Kunci: Analisis Kebijakan Publik, Anak Jalanan, Kebijakan Perlindungan Anak,
Government.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 | 174


Pendahuluan mewujudkan sila-sila tersebut diatas,
Konsep pembangunan yang Indonesia telah menjadi salah-satu negara
mengintegrasikan masalah ekologi, yang merativikasi The World Convention
ekonomi, dan sosial yang disebut dengan On The Rights of The Child 1989 (Konvensi
pembangunan berkelanjutan (sustainable Hak Anak/KHA), dimana konvensi ini
development) telah disepakati secara global merupakan konvensi perjanjian
sejak diselenggarakannya United Nation's internasional yang telah ditindaklanjuti oleh
Conference on The Human Environment di pemerintah Indonesia dalam bentuk
Stockholm tahun 1972. Salah-satu poin Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990
utama dalam pembangunan berkelanjutan yang membahas mengenai hak-hak anak,
adalah pembangunan ekonomi. Namun selanjutnya diperkuat lagi dengan Undang-
kenyataanya proses pembangunan saat ini Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
mengahasilkan sisi positif dan negatif, Perlindungan Anak. Untuk
Salah-satu fenomena yang tampak jelas mengimplementasikan kebijakan pada
adalah fenomena kesenjangan sosial- tataran pusat, Kota Malang memiliki
ekonomi. Data BPS menunjukkan sebaran kebijakan berupa Keputusan Walikota
angka kemiskinan sejak tahun 2000 sampai Malang Nomor 88 Tahun 2011 tentang
dengan tahun 2011, jumlah penduduk Komite Penanganan Penyandang Masalah
miskin di pedesaan selalu lebih besar Kesejahteraan Sosial (PMKS), dimana anak
dibanding dengan perkotaan. Untuk tahun jalanan dimasukkan sebagai salah-satu
2011, sebaran angka kemiskinan berjumlah kategori dari PMKS tersebut. Selain
63,2 % ada di pedesaan, sedangkan 36,8 % Keputusan Walikota terkait PMKS tersebut,
berada di perkotaan. masih ada beberapa kebijakan terkait
Kesenjangan sosial-ekonomi antara penanganan anak jalanan, seperti Surat
desa dan kota yang terlihat jauh inilah yang Keputusan tentang Pembentukan Kota
seringkali memotivasi masyarakat pedesaan Layak Anak, Surat Keputusan tentang
untuk berurbanisasi ke kota. Dari sekian Pembentukan Lembaga Perlindungan Anak,
banyak permasalahan yang muncul di dan lain-lainnya.
perkotaan, salah-satu yang paling urgent Implementasi kebijakan-kebijakan
adalah permasalahan anak jalanan. Semakin perlindungan anak ini masih dihadapkan
tahun sudah dapat dipastikan bahwa jumlah pada berbagai konsekuensi kebijakan yang
anak jalanan akan semakin meningkat, data harus segera ditemukan solusinya, untuk itu
terakhir (2008) yang dilansir Badan Pusat dibutuhkan penelaahan (analysis)
Statistik (BPS) menyebutkan bahwa anak kebijakan. Analisis kebijakan merupakan
jalanan di Indonesia berjumlah 154.861 tahapan kebijakan yang penting karena bisa
jiwa. Di tataran Jawa Timur khususnya membantu pembuat dan pelaksana
Surabaya adalah kota dengan pertumbuhan keputusan dengan memberikan informasi
anak jalanan yang paling pesat. Kota yang diperoleh melalui penelitian lapangan
berikutnya yang memiliki tingkat dan analisis, sehingga mampu memberikan
permasalahan anak jalanan yang kompleks alternatif baru ke dalam kebijakan-
adalah Kota Malang, dan pada tahun 2012 kebijakan agar menjadi mudah diwujudkan
anak jalanan di Malang diperkirakan dan dilaksanakan.
mencapai 1.500 anak. Dalam hal ini, Dinas Sosial Kota
Sebagai anak-anak, mereka tetaplah Malang sebagai unsur pelaksana otonomi
menjadi aset bangsa yang harus dilindungi daerah dibidang sosial mempunyai andil
oleh negara, sebagaimana yang tercantum besar dalam penanganan permasalahan
dalam Pasal 34 UUD 1945, dengan anak jalanan. Dinas Sosial tidak sendiri,
demikian sudah jelas bahwa perlindungan disamping itu ada peran Lembaga Swadaya
terhadap warga negara harus dilakukan Masyarakat (LSM) yang kerap kali menjadi
tanpa terkecuali, termasuk juga pendamping bagi anak-anak jalanan, salah
perlindungan anak jalanan. Hal ini juga satunya adalah Lembaga Pemberdayaan
semakin diperjelas dengan sila ke dua dan Anak Jalanan Griya Baca.
ke lima dari Pancasila. Dalam upaya

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 | 175


Berdasarkan uraian di atas, tampak 2. Implementasi Kebijakan
sekali tentang begitu pentingnya Van Meter dan Van Horn dalam Abdul
permasalahan anak jalanan untuk segera Wahab (1997, h.65) menyatakan bahwa
ditangani, karena pada akhirnya proses implementasi adalah those action
permasalahan ini juga berimplikasi by public or private individuals groups that
terhadap permasalahan pembangunan sosial are directed the achivement of objectives
secara keseluruhan di Kota Malang. set forth in prior decisions (tindakan-
Dengan menggunakan penelaahan masalah tindakan yang dilakukanoleh individu-
model analisis retrospektif maka akan individu atau pejabat-pejabat atau
dilakukan analisis kebijakan perlindungan kelompok-kelompok pemerintah atau
anak jalanan dalam rangka pengentasan dari swasta yang diarahkan pada tercapainya
segala bentuk eksploitasi. Hal tersebut tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam
dilakukan sebagai salah-satu langkah untuk keputusan kebijaksanaan). Menurut
menganalisis apakah kebijakan Bambang Sunggono (1994, h.139), proses
perlindungan anak jalanan yang selama ini implementasi kebijakan terdiri dari empat
telah ada sudah bisa berjalan maksimal, tahap yaitu kebijakan, proses pelaksanaan,
sehingga mampu mereduksi jumlah anak dampak segera kebijakan dan dampak akhir
jalanan dan mengembalikan mereka pada kebijakan. Untuk mencapai keberhasilan
dunia anak-anak yang sebagaimana dalam implementasi kebijakan, Soenarko
mestinya, sehingga mereka dapat (2005, h.187) mengatakan ada tiga kegiatan
terlindungi dari segala bentuk eksploitasi. pokok yang penting, yaitu interpretation,
oraganization dan application.
Tinjauan Pustaka
1. Analisis Kebijakan 3. Anak Jalanan
William Dunn dalam Nugroho (2011, Putranto (1990, h.11) dalam studi
h.298) mengemukakan bahwa Policy kualitatifnya mendefinisikan anak jalanan
analysis is an applied social science sebagai anak yang berusia 6-15 tahun yang
discipline wich uses multiple method of tidak bersekolah lagi dan tinggal tidak
inquiry and argument to produce and bersama orang tua mereka dan bekerja
transform policy-relevant information that seharian untuk memperoleh penghasilan di
may be utilized in political settings to jalanan, persimpangan dan tempat-tempat
resolve policy problem. umum.
Palumbo dalam Prasetyo (2009, h.8) Secara garis besar menurut Dinas
mengemukakan bahwa dalam analisis Sosial Provinsi Jawa Timur (2002, h.8)
kebijakan terdapat beberapa komponen, anak jalanan dapat dibedakan menjadi tiga
antara lain agenda setting, problem kelompok yaitu 1. Children on the street; 2.
devinition, policy design, policy Children of the street; 3. Children from
legitimation, policy implementation, policy families from the street.
impact hingga termination. dalam Menurut standard pelayanan sosial
melakukan analisis kebijakan setidaknya anak jalanan melalui Rumah Singgah
perlu dilakukan analisa pada masing- (2004, h.14), ciri-ciri anak jalanan yang
masing komponen tersebut sehingga dapat bekerja di jalanan adalah
diketahui apakah sebuah kebijakan dalam (1) berhubungan tidak teratur dengan
prosesnya sudah berjalan secara tepat dan orang tuanya yaitu pulang secara
sudah mampu memberikan sebuah periodik dan mereka pada umunya
pemecahan terhadap sebuah perasalahan berasal dari luar kota yang bekerja di
atau sebaliknya kebijakan tersebut jalanan, (2) berada di jalanan sekitar 8
bermasalah dan harus dihentikan. Disinilah sampai 12 jam untuk bekerja, sebagian
pentingnya sebuah analisis kebijakan agar mencapai 16 jam, (3) bertempat
permasalahan dalam kebijakan tersebut tinggal dengan cara mengontrak
dapat teridentifikasi dan ditemukan sendiri atau bersama teman, dengan
solusinya. orang tua atau saudara atau di tempat

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 | 176


kerjanya di jalanan, (4) tidak public or private individuals groups that
bersekolah lagi. are directed the achivement of objectives
Berdasar pada kategori di atas maka set forth in prior decisions.
dapat ditarik kesimpulan bahwa anak Jika ditinjau dari teori proses
jalanan adalah anak yang dalam keseharian implementasi kebijakan, kebijakan
hidupnya penuh dengan permasalahan, baik perlindungan anak jalanan ini berawal dari
dengan keluarga, orang di sekitar mereka, Konferensi Hak Anak yang diratifikasi
maupun dengan aparat pemerintah terutama Pemerintah Indonesia dalam bentuk
dengan para pamong yang berusaha Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990,
menertibkan mereka. Mereka merelakan kemudian banyak dibuat kebijakan sebagai
sebagian besar waktunya untuk bekerja di penyempurna hingga yang terakhir adalah
jalanan agar memperoleh penghasilan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
sebagai bekal hidup mereka. tentang Perlindungan Anak.

Metode Penelitian a. Aktor Pelaksana


Penelitian ini menggunakan metode 1) Dinas Sosial Kota Malang
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Soenarko (2005, h.187) ada
Bodgan dan Taylor dalam Moleong (2001, tiga kegiatan pokok yang penting yang
h.4) berpendapat bahwa metode kualitatif harus dilakukan untuk mencapai
adalah prosedur penelitian yang keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan,
menghasilkan data deskriptif berupa kata- dalam konteks ini adalah kebijakan
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perlindungan anak jalanan, salah satu dari
perilaku yang dapat diamati. Fokus tiga kegiatan pokok tersebut antara lain
penelitian ini adalah (1) Implementasi adalah Interpretation. Dinas Sosial bertugas
kebijakan perlindungan anak jalanan di sebagai pelaksana dalam kebijakan-
Kota Malang; (2) Analisis dampak kebijakan yang telah diambil oleh
implementasi kebijakan perlindungan anak Pemerintah Kota Malang, salah satu
jalanan di Kota Malang; (3) Analisis upaya pelaksanaan kebijakan yang menjadi
alternatif dalam mengatasi hambatan dari tanggungjawab Dinas Sosial adalah
implementasi kebijakan perlindungan anak kebijakan yang menyangkut permasalahan
jalanan di Kota Malang. Pada penelitian ini sosial, termasuk mengenai kebijakan dalam
yang menjadi lokasi penelitian adalah Kota pemberian perlindungan terhadap anak
Malang dan yang menjadi situs penelitian jalanan.
adalah Dinas Sosial Kota Malang dan Mengacu pada Keputusan Walikota
Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan Malang Nomor 88 tahun 2011, anak jalanan
(LPAJ) Griya Baca. Pengumpulan data dimasukkan sebagai salah satu kategori
dilakukan melalui wawancara, observasi dalam Penyandang Masalah Kesejahteraan
dan dokumentasi. Analisis data Sosial (PMKS). Dalam Keputusan Walikota
menggunakan model analisis deskriptif ini menyatakan bahwa untuk melakukan
yang dikembangkan oleh Miles dan penanganan terhadap PMKS perlu
Hubberman (1992, h.16) yang terdiri dari dilakukan dengan upaya koordinasi secara
empat kegiatan yaitu pengumpulan data, terpadu dengan mengikutsertakan seluruh
reduksi data, penyajian data, dan pebarikan komponen, baik dari pihak pemerintah
kesimpulan. maupun non pemerintah, juga peran serta
masyarakat luas dalam pelaksanaan
Pembahasan kebijakan ini.
1. Implementasi Kebijakan Untuk mempermudah dalam
Perlindungan Anak Jalanan di Kota pelaksanaan kebijakan tersebut, dibentuk
Malang suatu Komite Penyandang Masalah
Seperti yang diungkapkan oleh Van Kesejahteraan Sosial dibawah pengarahan
Meter dan Van Horn dalam Abdul Wahab dari Walikota Malang dan dibawah
(1997, h.65), menyatakan bahwa proses tanggungjawab dari Sekretaris Daerah Kota
implementasi adalah those action by Malang serta Asisten Administrasi Daerah

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 | 177


Kota Malang, dimana yang bertindak terdiri dari 1. Fungsi pencegahan: dilakukan
sebagai ketua pelaksana adalah Kepala dengan cara sosialisasi kepada anak jalanan
Dinas Sosial Kota Malang. melalui kerjasama dengan LSM ataupun
pihak-pihak lain yang terkait. Proses
2) Lembaga Pemberdayaan Anak sosialisasi ini tidak serta merta dapat
Jalanan (LPAJ) Griya Baca berjalan dengan maksimal, sebagai
Pada kenyataan di lapangan, LSM alternatif pencegahan yang lain, Dinas
akan lebih dekat dengan anak jalanan, Sosial Kota Malang bekerjasama dengan
karena mereka berinteraksi secara langsung, Satpol-PP untuk melakukan kegiatan razia
sehingga tepat sekali jika dalam anak jalanan yang disebut Operasi
pelaksanaan perlindungan anak jalanan ini Simpatik. Kegiatan Operasi Simpatik ini
pihak pemerintah mengajak kerjasama tidak hanya dilakukan oleh Satpol-PP,
LSM-LSM agar kebijakan yang ada dapat tetapi ada tim terkait yang bekerjasama
berjalan lebih efektif dan tepat sasaran dalam kegiatan ini, tim tersebut adalah
LPAJ Griya Baca merupakan salah- gabungan dari Dinas Sosial, Satpol-PP,
satu LSM yang fokus dalam menangani Polresta Kota Malang, Kementerian Agama
anak jalanan. Dalam kegiatannya, Griya Kota Malang dan Dinas Ketenagakerjaan
Baca juga bekerjasama dengan Dinas Sosial Kota Malang. Pada tahun 2012 kemarin,
Kota Malang terkait dengan pelaksanaan telah dilakukan sembilan kali Operasi
Keputusan Walikota Malang Nomor 88 Simpatik, dari bulan Maret sampai
Tahun 2011. Nopember.
Program yang dimiliki oleh Griya 2. Fungsi rehabilitasi: anak jalanan yang
Baca dalam penanganan terhadap anak hasil razia Operasi Simpatikkemudian
jalanan diantaranya adalah 1. Achivement didata dan ditampung di LIPONSOS
Motivation Training (AMT) dengan anak (Lingkungan Pondok Sosial) yaitu tempat
jalanan yang menjadi anak-anak binaan; 2. yang memang disediakan untuk membina
Bhakti sosial dengan keluarga anak jalanan; anak-anak jalanan yang terjaring dalam
3. Pembinaan rutin dua kali dalam satu razia. Materi pembinaan yang diberikan
minggu; 4. Pembinaan orang tua; 5. dalam upaya rehabilitasi di LIPONSOS
Pelatihan life skill event; 6. Training- antara lain adalah pembinaan mental,
training pembina, adik binaan dan keagamaan, dan motivasi-motivasi. Setelah
pengembangan diri lainnya. dari LIPONSOS, anak-anak jalanan ini
Griya Baca menerapkan konsep child akan dirujuk ke UPT-UPT (Unit Pelayanan
center community development, karena itu Terpadu) yang berada di Provinsi Jawa
Griya Baca menyadari bahwa agar proses Timur untuk mendapatkan pembinaan lebih
advokasi dan pemberdayaan anak jalanan lanjut. Dalam fase ini Dinas Sosial Kota
berjalan dengan efektif dan progresif, maka Malang bekerjasama dengan Dinas Sosial
dibutuhkan penanganan terhadap orang tua Provinsi Jawa Timur. Dinas Sosial juga
dan masyarakat termarginalkan yang ada di bekerjasama dengan panti-panti asuhan
sekitar mereka. untuk merujuk anak jalanan yang tidak
memiliki tempat tinggal tetap dan sudah
b. Pelaksanaan Program tidak memiliki keluarga ataupun orang tua.
Menurut Soenarko (2005, h.187), salah 3. Fungsi pemberdayaan: pemberdayaan ini
satu dari tiga kegiatan pokok yang harus dimaksudkan agar nantinya anak-anak
dilakukan untuk mencapai keberhasilan jalanan tersebut dapat memiliki
dalam pelaksanaan kebijakan adalah keterampilan tertentu yang nantinya dapat
Application. Application adalah penerapan mereka jadikan bekal dalam bekerja, hal
segala keputusan dan peraturan-peraturan inilah yang diharapkan secara perlahan
dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk dapat membuat mereka berhenti menjadi
terealisirnya tujuan suatu kebijakan. anak jalanan. Pemberdayaan ini dimulai
Dinas Sosial mengacu pada tiga hal dari tahapan identifikasi atau pendataan
yang disebut dengan 3 fungsi utama anak jalanan, dengan skema by name by
penanganan anak jalanan, antara lain address. Setelah dilakukan

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 | 178


pendataan/identifikasi, data yang ada akan dan monitoring ini hanya dilakukan dalam
diseleksi. Proses seleksi ini dimaksudkan jangka waktu tertentu saja, itupun tenggang
agar pelatihan yang diikuti oleh anak-anak waktunya relatif jarang, akhirnya praktik
jalanan ini sesuai dengan minat dan penyalahgunaan bantuan ini masih saja
kemampuannya. Untuk memastikan bahwa terjadi.
data yang didapat dan telah terploting
merupakan data yang benar, maka Dinas 2. Analisis Dampak Implementasi
Sosial melakukan home-visite. Tidak hanya Kebijakan Perlindungan Anak
berhenti pada proses home-visite, Jalanan di Kota Malang
selanjutnya dilakukan tahapan assessment Bicara tentang analisis kebijakan,
untuk dapat mengetahui latar belakang anak William Dunn dalam Nugroho (2011,
jalanan secara lebih menyeluruh. Dalam h.298) mengemukakan bahwa Policy
proses ini, para relawan (seperti halnya analysis is an applied social science
pekerja sosial, ataupun relawan-relawan discipline wich uses multiple method of
yang tergabung dalam LSM-LSM) inquiry and argument to produce and
melakukan pengidentifikasian terhadap transform policy-relevant information that
anak jalanan untuk mendapatkan data yang may be utilized in political settings to
selengkap-lengkapnya tentang mereka. resolve policy problem.
Setelah semua data terkumpul secara rinci, Analisis kebijakan ini bertujuan
dibuatlah sebuah rencana intervensi yaitu memberikan rekomendasi dalam
upaya yang dilakukan Dinas Sosial untuk pelaksanaan kebijakan perlindungan anak
memasukkan mereka dalam rangkaian jalanan yang ada di Kota Malang, agar
pelatihan keterampilan yang disebut dengan kebijakan perlindungan anak jalanan ini
Program Bimbingan Sosial dan dapat mengentaskan anak jalanan dari
Keterampilan. Oleh Dinas Sosial Kota segala bentuk eksploitasi yang ada.
Malang adalah pelatihan fotografi, Berdasarkan pendapat Dunn (2000, h.117),
tataboga, otomotif dan kursus mengemudi. Model analisis kebijakan yang akan
Ketika pelatihan ini selesei mereka akan digunakan dalam penelitian ini adalah
mendapatkan bantuan stimulant sesuai model analisis kebijakan retrospektif,
dengan pelatihan keterampilan yang mereka karena kebijakan perlindungan anak jalanan
ikuti, tapi seringkali pemberian stimulant ini sudah lama ada, baik pada tingkat pusat
ini dimanfaatkan tidak sebagaimana maupun daerah. Analisis kebijakan ini
mestinya oleh mereka, seperti pada saat ada dimaksudkan untuk menganalisis
anak binaan dari Griya Baca yang diberi sejauhmana dampak yang ditimbulkan pada
bantuan kompresor, yang akhirnya bantuan saat sebuah kebijakan diimplementasikan
tersebut tidak dipakai untuk berusaha tetapi (formative evaluation) sehingga diketahui
malah dijual. Fenomena ini menjadi wajar sejauhmana kebijakan tersebut dapat
saja terjadi, terlebih jika melihat lingkungan memberikan perlindungan terhadap anak
anak-anak jalanan yang menyebabkan jalanan agar mereka dapat terselamatkan
mereka cenderung berfikir pendek, apa dari segala bentuk eksploitasi.
yang dapat mereka lakukan untuk
mendapatkan uang dengan cepat, itulah a. Dampak Internal Kebijakan
yang akan mereka pilih, tidak ada lagi Dampak dari implementasi kebijakan
pemikiran ke depan untuk merubah tidak selalu positif, tetapi bisa juga
kehidupan menjadi lebih baik, apalagi negative. Palumbo dalam Prasetyo (2009,
dengan berhenti menjadi anak jalanan, h.8) yang mengemukakan bahwa analisis
karena sebagian mereka merasa bekerja dampak ini adalah untuk mengetahui sejauh
mengamen, meminta, dan berbagai macam mana pelaksanaan suatu kebijakan/program
pekerjaan di jalanan tersebut lebih mudah dalam memperoleh dampak, apakah seperti
dan lebih cepat menghasilkan uang. Dinas yang diinginkan atau ditetapkan dalam
Sosial sudah berusaha mengantisipasi hal tujuan kebijakan.
ini dengan melakukan evaluasi dan
monitoring, tetapi karena tindakan evaluasi

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 | 179


1. Dampak pada Dinas Sosial Kota komunikasi yang baik, LSM bisa menjadi
Malang fasilitator untuk menghubungkan antara
Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah dengan anak jalanan.
oleh Dinas Sosial terkait dalam
impmlementasi dari Peraturan Walikota 3. Dampak pada Anak Jalanan di Kota
Nomor 88 tahun 2011 adalah: 1. Kerjasama Malang
Dinas Sosial dengan LSM-LSM di kota Jika kembali pada kebijakan PMKS,
Malang yang concern menangani anak yaitu keputusan Walikota Malang Nomor
jalanan; 2. Kegiatan razia yang dilakukan 88 Tahun 2011 yang saat ini dijadikan
Dinas Sosial yang bekerjasama dengan payung kebijakan dalam penanganan
Satpol-PP dan Polresta Kota Malang; 3. permasalahan anak jalanan, kebijakan
Kegiatan pembinaan dan bimbingan sosial tersebut bukanlah merupakan kebijakan
pada anak jalanan di LIPONSOS yang baru, tetapi merupakan penyempurnaan dari
bekerjasama dengan Departemen Agama kebijakan PMKS yang telah ada
dan dinas-dinas lain; 4. Program pelatihan- sebelumnya yang disahkan dalam
pelatihan keterampilan yang bertujuan Keputusan Walikota Nomor 6 Tahun 2009.
untuk memberikan bekal keterampilan bagi Dalam rentan waktu tiga tahun setelah
anak. kebijakan ini disahkan, dan setelah berbagai
Jika melihat pada peraturan Walikota macam program kerja terkait perlindungan
Nomor 88 Tahun 2011, di dalamnya ada 28 anak jalanan ini dilaksanakan, pada
kategori PMKS dimana anak jalanan adalah kenyataannya jumlah anak jalanan masih
salah satu dari kategori tersebut. 28 kategori belum mengalami penurunan. Dari data
yang ada dalam kebijakan ini yang diperoleh dari Dinas Sosial
mengakibatkan penanganan pada masing- menyebutkan, pada 2009 di Kota Malang
masing kategori tidak dapat dilakukan ada sekitar 108 anak jalanan, 2010
dengan maksimal, karena fokusnya harus meningkat menjadi 127 anak, 2011
terpecah pada banyaknya kategori yang meningkat lagi menjadi 487 anak jalanan,
harus ditangani. dan tahun 2012 kemarin ada 524 anak
jalanan.
2. Dampak pada Lembaga
Pemberdayaan Anak Jalanan Griya b. Dampak Eksternal Kebijakan
Baca 1. Dampak pada Masyarakat Kota
Peran LSM sangat besar pada Malang
penanganan terhadap anak jalanan, karena Permasalahan anak jalanan bukan
dalam kenyataannya LSM adalah pihak hanya permasalahan yang menyangkut
yang mempunyai hubungan langsung tentang individunya sendiri, tapi
dengan anak-anak jalanan. permasalahan ini berkembang menjadi
Permasalahan anak-anak jalanan sebuah permasalahan yang kompleks,
semakin lama memang semakin kompleks dimulai dari permasalahan pada
dan berkembang, mulai dari keluarganya, permasalahan dengan aparat
permasalahannya dengan dirinya sendiri, pemerintah, ataupun permasalahan pada
dengan komunitasnya, dengan masyarakat, lingkungan sekitarnya, termasuk pada
sampai yang saat ini marak adalah masyarakat umum.
permasalahannya dengan aparat, seperti Sebagai contoh imbasnya adalah
halnya Satpol-PP, karena seringkali ketika anak-anak ini menjadi peminta-minta
tindakan Satpol-PP yang melakukan di lampu merah, yang menjadi sasarannya
penangkapan pada mereka memicu adalah masyarakat yang berada di lampu
perlawanan balik dari anak-anak jalanan ini merah tersebut. Belum lagi sebagian anak-
yang pada akhirnya menimbulkan bentrok anak jalanan yang kadangkala mempunyai
dan kericuhan. Hal ini membuat hubungan kebiasaan yang kurang baik, seperti mabuk
antara aparat dan anak jalanan menjadi minuman keras dan lain-lainnya yang
kurang baik. Jika antara Pemerintah dan seringkali aktivitas itu dilakukan di tempat-
LSM mempunyai hubungan dan tempat umum. Seperti halnya yang

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 | 180


seringkali dilakukan oleh beberapa anak 2011 yang fokusnya masih terpecah dalam
jalanan yang beroperasi di Alun-alun Kota 28 kategori PMKS.
Malang.
c. Peningkatan Sinergi antara Dinas
2. Analisis Upaya Alternatif dalam Sosial dengan Lembaga Swadaya
Mengatasi Hambatan dari Implementasi Masyarakat
Kebijakan Perlindungan Anak Jalanan Permasalahan anak jalanan merupakan
a. Peningkatan Kapasitas Sumberdaya sebuah permasalahan yang kompleks,
Manusia sehingga membutuhkan penanganan yang
Tahun 2013 ini Dinas Sosial Kota hollistic, untuk itulah dibutuhkan kerjasama
Malang merupakan dinas baru yang dan koordinasi yang baik antara
merupakan pecahan dari Bagian Sosial stakeholders.
yang terdapat pada Dinas Tenaga Kerja dan Untuk membuat kebijakan yang terkait
Sosial Kota Malang. Sebagai dinas yang dengan permasalahan anak jalanan, sudah
baru berdiri, sebagian besar pegawai yang sepantasnya pemerintah bekerjasama
berada dalam lingkungan Dinas Sosial Kota dengan pihak-pihak yang memang dekat
Malang merupakan Pegawai Negeri Sipil dengan komunitas anak jalanan tersebut,
(PNS) hasil mutasi dari dinas-dinas lain. yang bersentuhan langsung dengan mereka,
Terkait hal tersebut di atas, diperlukan agar kebijakannya tepat sasaran. Selain itu
adanya upaya untuk mempersiapkan Dinas dalam pelaksanaan kebijakan, koordinasi
Sosial menjadi dinas yang benar-benar antar stakeholders juga harus tetap dijaga,
professional. Bagi para Pegawai Negeri dalam hal ini Dinas Sosial sebagai dinas
Sipil (PNS) yang baru dimutasikan, yang menangani permasalahan-
hendaknya mempelajari tentang Tugas permasalahan sosial, dan LSM-LSM peduli
Pokok dan Fungsi dari masing-masing anak jalanan, harus mempunyai visi yang
bagian, agar mereka juga lebih memahami sejalan.
mengenai Job Disk masing-masing.
Kesimpulan
b. Pembuatan Kebijakan yang lebih Implementasi kebijakan perlindungan
Khusus mengenai Perlindungan anak jalanan di Kota Malang dinilai belum
Anak cukup berhasil. Hal ini dapat dilihat dari
Penanganan permasalahan anak peran para aktor pelaksana yang belum
jalanan jika dimasukkan dalam kebijakan maksimal.
PMKS masih terlalu umum, sehingga tidak Beberapa aktor pelaksana tersebut
mengherankan jika kebijakan ini belum adalah Dinas Sosial Kota Malang dan
mampu memberikan dampak positif bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
anak jalanan itu sendiri, dan banyak anak dalam penelitian ini diwakili oleh Lembaga
jalanan yang belum dapat terlindungi dari Pemberdayaan Anak Jalanan (LPAJ) Griya
adanya kebijakan tersebut Baca. Dinas Sosial yang merupakan Dinas
Tahun 2010 Kota Malang ditunjuk yang baru terbentuk pada Januari 2013 lalu
sebagai salah satu pengembang Kota Layak belum mempunyai kesiapan yang cukup
anak (KLA). Salah satu indikator bagi Kota untuk mengimplementasikan kebijakan ini
Layak Anak adalah adanya kebijakan dengan makasimal. Selama ini penanganan
mengenai Peraturan Daerah Perlindungan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas
Perempuan dan Anak. Jika Kota Malang Sosial cenderung pada upaya
sudah ditetapkan menjadi bagian dari pemberdayaan, padahal pada kenyataanya
pengembangan Kota Layak Anak, maka anak jalanan memerlukan upaya
Kota Malang harus mempunyai Peraturan perlindungan yang lebih dari itu. Selain itu,
Daerah tersebut. Dengan adanya Perda kerjasama antar akor dalam implementasi
Perlindungan Perempuan dan Anak, maka kebijakan ini juga belum berjalan dengan
upaya dan tindakan dalam perlindungan makasimal, seperti halnya antara Dinas
anak jalanan akan lebih fokus, tidak seperti Sosial Kota Malang dan Lembaga
pada Keputusan Walikota Nomor 88 Tahun Pemberdayaan Anak Jalanan (Griya Baca)

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 | 181


di mana di antara keduanya tidak memiliki
hubungan komunikasi yang baik.

Daftar Pustaka

Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur (2002) Penanganan Anak Jalanan, Dinas Sosial Surabaya.
Surabaya, Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
Departemen Sosial Republik Indonesia (2004) Standard Pelayanan Anak Jalanan melalui Rumah
Singgah. Jakarta, Departemen Sosial Republik Indonesia.
Dunn, William N. (2000) Public Policy Analysis. Yogyakarta, Gadjahmada.
Dwijowijoto, Riant Nugroho. (2011) Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.
Jakarta, Gramedia.
Keputusan Walikota Malang Nomor 188.45/88/35.73.112/2011 tentang Komite Penanganan
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Malang, Pemerintah Kota Malang.
Miles, M.B & Huberman, A.M. (1992) Analisis Data Kualitatif: Penerjemah Tjetjep Rohendi R.
Jakarta, Universitas Indonesia Press.
Moleong, Lexy J. (2001) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Rosdakarya.
Prasetyo, Bambang. (2009) Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Putranto, Pandji. (1990) Penelitian Anak Jalanan: Kasus di Pasar Senin Jakarta. Jakarta, Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia & CHILDHOPE.
Soenarko (2005) Public Policy (Pengertian Pokok untuk Memahami dan Analisa Kebijakan
Pemerintah). Surabaya, Airlangga University Press.
Sunggono, Bambang. (1994) Hukum dan Kebijaksanaan Publik. Jakarta, Sinar Grafika.
Solichin, Abdul Wahab. (1997) Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan
Negara. Jakarta, Bumi Aksara.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (C 9). Bandung, Citra Aditya
Bakti.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 | 182

You might also like