You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara kepulauan yang diperkaya dengan berbagai
sumber daya alam yang salah satunya adalah berupa bahan galian tambang.
Beberapa bahan tambang yang banyak terdapat di Indonesia adalah batu bara,
emas, perak, nikel, tembaga, intan, batu kapur, dan pasir besi [4].
Pasir besi merupakan endapan pasir yang mengandung partikel biji besi, yang
terdapat disepanjang pantai dan terbentuk karena proses penghancuran oleh cuaca,
air permukaan, dan gelombang terhadap batuan asal yang mengandung mineral
besi, kemudian terakumulasi serta tercuci oleh gelombang air laut [5].
Bahan magnet yang merupakan material yang dapat diaplikasikan untuk
pengembangan industri otomotif, elektronika, komputasi sampai peralatan rumah
tangga dapat ditemukan di dalam pasir besi [3]. Seperti kita ketahui bahwa pada
komponen listrik dan elektronik, misalnya motor-motor DC kecil, pengeras suara
(loudspeaker), meteran air, telephone, receiver, circulator, rice cooker yang masih
menggunakan magnet permanen sebagai sumber energi magnetik. Dari data biro
statistik diketahui bahwa dalam kurun satu tahun nilai total penjualan bahan
magnet untuk industri permainan anak di Indonesia menjacapai Rp.
24.376.000,00. Sedangkan untuk industri alat listrik rumah tangga mencapai Rp.
1.078.285.000,00. Sayangnya produk magnet yang digunakan di Indonesia hingga
saat ini sekitar 80% masih diimpor dari luar negeri [12].
Magnet permanen yang digunakan pada hampir semua peralatan elektronika
dalam prakteknya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah
magnet ferit yang disintesis dengan menggunakan bahan dasar besi oksida. Hal
yang menggembirakan adalah bahwa bahan alamiah besi oksida terdapat secara
melimpah di Indonesia, salah satu contohnya dalam bentuk pasir besi. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut diperlukan adanya karakterisasi kandungan
mineral untuk menggungkap mineral-mineral yang berpotensi tinggi dan

1
mengetahui sifat dan karakteristik mineral magnetik penyusunnya yang dianalisa
menggunakan teknik VSM dan XRD, yang selanjutnya akan diolah menjadi
magnet ferit. Bahan ferit yang disintesis adalah Stronsium ferit, dengan
pertimbangan bahwa ferit jenis ini memiliki sifat magnetik yang baik serta bahan-
bahannya relatif terjangkau untuk diperoleh.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk menjelaskan cara menentukan nilai supsetibilitas magnetik dan
jenis mineral magnetik yang terkandung didalam pasir besi
2. Untuk menjelaskan proses pembentukan magnet stronsium ferit yang
berasal dari magnet ferit olahan pasir besi

1.3 Batasan Masalah


Pada makalah ini pembahasannya dibatasi bahwa pasir besi yang dianalisis
adalah pasir besi yang terdapat di pinggir pantai, kemudian untuk menentukan
jenis mineralnya dan karakteristiknya menggunakan metode XRD dan VSM.
Untuk aplikasinya dibahas secara kualitatif saja.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pasir Besi


Pasir besi merupakan endapan pasir yang mengandung partikel biji besi , yang
terdapat di sepanjang pantai, terbentuk karena proses penghancuran oleh cuaca,
air permukaan dan gelombang terhadap batuan asal yang mengandung mineral
besi, kemudian terakumulasi serta tercuci oleh gelombang air laut [5]. Di
Indonesia, pasir besi banyak ditemukan diwilayah pantai seperti pesisir selatan ,
Lampung Barat, pantai Sunur kota Pariaman, pesisir selatan Pandeglang-Banten
dan sepanjang pesisir Jawa Tengah. Endapan pasir besi dapat memiliki mineral-
mineral magnetik seperti magnetit (Fe3O4), hematit ( Fe2O3) dan maghemit (
- Fe2O3). Pada saat ini, keberadaan dari pasir besi mendapat perhatian khusus
bagi peneliti mengingat aplikasi dari oksida- oksidanya seperti Fe 3O4 yang begitu
luas mulai dari pengembangan industri otomotif, elektronika, komputasi sampai
peralatan rumah tangga. Lebih lanjut lagi, oksida besi ini digunakan sebagai bahan
baku utama dalam industri baja. Magnetit memiliki fasa kubus, sedangkan
maghemit dan hematit meskipun memiliki komposisi kimia yang sama namun
kedua bahan tersebut memiliki fasa yang berbeda. Maghemit berfasa kubus
sedangkan hematit berfasa heksagonal. Para peneliti lazimnya menggunakan
hematit sebagai bahan dasar dalam proses sintesis serbuk magnet ferit karena
hematit memiliki fasa tunggal yang dipercaya akan memiliki sifat
kemagnetan yang kuat jika dibandingkan dengan fasa campuran [2]. Ketiga
fasa tersebut dapat diperoleh melalui oksidasi dengan temperatur yang
berbeda. Awalnya bahan berupa magnetit dan ketika pemanasan mencapai
o
temperatur 250 C maghemit mulai terbentuk dan mendominasi pada
o o
temperatur 350 C. Pada suhu 450 C komposisi fasa maghemit mulai menurun dan
bertransformasi fasa menjadi maghemit dengan bentuk struktur tetragonal.
o
Sedangkan hematit mulai muncul pada suhu 550 C berfasa tunggal dan
o
mendominasi pada suhu 700-800 C [11].

3
2.2 Sifat Kemagnetan Bahan
Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan dapat
digolongkan menjadi 5 yaitu ; bahan diamagnetik, bahan paramagnetik, bahan
feromagnetik, bahan antiferomagnetik, dan bahan ferrimagnetik.
2.2.1 Bahan Diamagnetik
Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis
masing-masing atom atau molekulnya nol, tetapi orbit dan spinnya tidak nol [1].
Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan
diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan
berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet
atomis yang arahnya berlawanan. Bahan dapat bersifat magnet apabila susunan
atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan.
Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan. Akibatnya
bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan diamagnetik adalah
< 0 dan suseptibilitas magnetiknya Xm< 0 . Contoh bahan diamagnetik
yaitu bismut, perak, emas, tembaga dan seng.
2.2.2 Bahan Paramagnetik
Bahan Paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis
masing- masing molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total
seluruh atom/molekul dalam bahan nol [1] . Bahan ini jika diberi medan magnet
luar, maka elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan
medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat ini
ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan
magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet
yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya
sangat kecil. Permeabilitas bahan diamagnetik adalah > 0 dan suseptibilitas
magnetiknya Xm> 0 . Contoh bahan paramagnetik yaitu alumunium,
magnesium, wolfram dan sebagainya.

4
(a) (b)
Gambar 2.1 Arah domain dalam bahan paramagnetik sebelum(a)
dan sesudah (b) diberi medan magnet luar.
2.2.3 Bahan Feromagnetik
Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan
atomis besar [1]. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin
elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan,
misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak
berpasangan. Masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan
memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan
oleh suatu atom lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam
bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom
tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri
membentuk kelompok-kelompok. Kelompok atom yang mensejajarkan dirinya
dalam suatu daerah dinamakan domain. Bahan feromagnetik sebelum diberi
medan magnet luar mempunyai domain yang momen magnetiknya kuat, tetapi
momen magnetik ini mempunyai arah yang berbeda-beda dari satu domain ke
domain yang lain sehingga medan magnet yang dihasilkan tiap domain saling
meniadakan.

(a) (b)
Gambar 2.2 Arah domain-domain dalam bahan ferromagnetik sebelum
(a) dan sesudah (b) diberi medan magnet luar [13].

5
Setelah seluruh domain terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak
memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang disearahkan.
Keadaan in dinamakan jenuh atau keadaan saturasi. Permeabilitas bahan
feromagnetik adalah > 0, dan suseptibilitas bahan feromagnetik adalah
Xm >0 . Contoh bahan feromagnetik dalah besi, baja, besi silikon, dan lain-
lain.
2.2.4 Bahan Antiferomagnetik
Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua
arah. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu
kristal. Contohnya MnO, MnS, dan FeS. Pada unsur dapat ditemui pada unsur
cromium, tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling
berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature curie yang rendah sekitar 37C
untuk menjadi paramagnetik.

Gambar 2.3 Arah domain dalam bahan anti ferromagnetik


2.2.5 Bahan Ferrimagnetik
Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara
paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferit dimana barium (Ba)
adalah jenis paramagnetik dan ferit (Fe) adalah jenis unsur yang termasuk dalam
kategori ferromagnetik.

Gambar 2.4 Arah domain dalam bahan ferrimagnetik

6
2.3 Kurva Histerisis
Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan M tidaklah berbanding
lurus dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa harga
suseptibilitas magnetik m bergantung dari harga intensitas magnet H. Bentuk
umum kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat
pada gambar 2 kurva B(H) seperti ini disebut kurva induksi normal.

Gambar 2.5 Kurva induksi normal [14]


Pada gambar di atas tampak bahwa kurva tidak berbentuk garis lurus sehingga
dapat dikatakan bahwa hubungan antara B dan H tidak linier. Dengan kenaikan
harga H, mula-mula B turut naik dengan lancar, tetapi mulai dari satu titik
tertentu harga H hanya menghasilkan sedikit kenaikan B dan makin lama B
hampir konstan. Keadaan ini disebut dengan kedaan saturasi, yaitu keadaan di
mana medan magnet B tidak banyak berubah. Harga medan magnet untuk
keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet saturasi. Bahan
yang mencapai saturasi untuk harga H rendah disebut magnet lunak seperti yang
ditunjukkan kurva (a). Sedangkan bahan yang saturasinya terjadi pada harga H
tinggi disebut magnet keras seperti yang ditunjukkan kurva (c). Untuk bahan
ferromagnetik, sesudah mencapai saturasi ketika intensitas magnet H
diperkecil hingga mencapai H = 0, ternyata kurva B tidak melewati jalur
kurva semula. Pada harga H = 0, medan magnet atau rapat fluks B

mempunyai harga Br 0. Jadi apabila arus pada toroida dimatikan (I=0) maka

7
dalam bahan masih tersimpan fluks induksi. Harga Br ini disebut dengan induksi
remanen atau remanensi bahan.

Gambar 2.6 Kurva Histeresis magnetik [1]

Pada gambar 2.6 tampak bahwa setelah mencapai nol harga intensitas
magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan
memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk
membuat rapat fluks B=0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas
magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada
harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik
arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali,
maka kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva
histeresis. Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah
hilang Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen.
2.4 Magnet keramik
Keramik adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan
logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi.
Kegunaannya adalah untuk dibuat berbagai keperluan desain teknis khususnya
dibidang kelistrikan, elektronika, mekanik dengan memanfaatkan magnet
keramik sebagai magnet permanen, dimana material ini dapat menghasilkan

8
medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah
kumparan atau solenoida untuk mempertahankan medan magnet yang
dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen juga dapat memberikan medan
yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang kontinyu. Bahan keramik yang
bersifat magnetik umumnya merupakan golongan ferit, yang merupakan oksida
yang disusun oleh hematit (-Fe2O3) sebagai komponen utama. Bahan ini
menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan.
Material ferit juga dikenal sebagai magnet keramik, bahan itu tidak lain adalah
oksida besi yang disebut ferit besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO.
(Fe2O3)6, dimana M adalah Ba, Sr atau Pb.

6Fe2O3 + SrCO3 SrO.6Fe2O3 + CO2

Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur


Hexagonal close-pakced. Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah
Barrium Ferrite (BaO.6Fe2O3). Dapat juga barium digantikan bahan yang
menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti Strontium [15]. Material
magnetik ferit yang memiliki sifat-sifat campuran beberapa oksida logam valensi
II, dimana oksida besi valensi III (Fe2O3) merupakan komponen yang utama.
Ferit lunak mempunyai struktur kristal kubik dengan rumus umum
MO.Fe2O3 dimana M adalah Fe, Mn, Ni, dan Zn atau gabungannya seperti Mn-
Zn dan Ni-Zn. Bahan ini banyak digunakan induktor, recording heads,
microwave dan lain-lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen
elektronik, diantaranya motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud speaker),
meteran air, KWH-meter, telephone receiver, circulator, dan rice cooker.

Gambar 2.7 Prototipe magnet motor DC mini [8].

9
(
a) (b) ( c)
(d)
Gambar 2.8 (a) Magnet loudspeaker keramik, (b) dan (c) Motor listrik kecil
(d) Taconite iron core [7]

2.5 Ekstrasi Pasir Besi


Ekstraksi pasir besi yang dimaksud disini adalah suatu proses pemurnian
pasir besi yang diperoleh dari alam yang akan digunakan sebagai bahan
baku dalam pembuatan magnet atau untuk kebutuhan lainnya. Pasir besi yang
diperoleh dari alam biasanya bercampur dengan pasir atau tanah liat,
sehingga membutuhkan suatu metode untuk memurnikan pasir besi secara
magnetik. Beberapa industri yang menggunakan pasir besi sebagai bahan
dasar sudah menggunkan alat separator magnetik yang dapat memisahkan pasir
besi dengan pengotornya dalam skala ratusan bahkan ribuan ton perharinya.
Sedangkan untuk skala laboratorium, peneliti biasanya lebih memilih
menggunakan metode manual untuk mengekstrak pasir besi dengan magnet
permanen. Perbedaan metode tersebut hanya terletak pada skala kuantitas. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, ekstraksi manual harus dilakukan dengan syarat
menggunakan magnet permanen yang memiliki induksi remanen yang besar,
sekitar 2500 - 6000 Gauss. Untuk menghitung persentase mineral magnetik (MM)
dari pasir besi digunakan persamaan :

Massa mineralmagnetik
MM= x 100 % ...........................................
Massa total pasir besi
(2.1)

2.6 Vibrating Sampel Magnetometer (VSM)

10
Vibrating sampel magnetometer merupakan perangkat yang bekerja untuk
menganalisis sifat kemagnetan suatu bahan. Alat ini ditemukan oleh Simon
Foner pada tahun 1955 di Laboratorium Lincoln MIT.

2.6.1 Komponen Vibrating Sampel Magnetometer (VSM)


Vibrating Sampel Magnetometer mempunyai komponen yang dapat dibedakan
berdasarkan fungsi dan sifat fisisnya.
Komponen komponen tersebut tersusun membentuk satu set perangkat (VSM)
yang menjalankan fungsinya masing-masing. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
pada gambar 2.9

Gambar 2.9 Komponen vibrating sampel magnetometer (VSM).


Berdasarkan gambar 2.6.1 dapat diuraikan beberapa komponen dari vibrating
sampel magnetometer (VSM), yaitu:
1. Kepala generator

2. Elektromagnet atau kumparan hemholtz

3. Pick-up coil

4. Sensor hall

5. Sensor kapasitas

2.6.2 Prinsip kerja Vibrating Sampel Magnetometer

Prinsip kerja Vibrating Sampel Magnetometer dapat dilihat pada gambar 2. 10

11
Gambar 2.10 Prinsip kerja vibrating sampel magnetometer (VSM).

Berdasarkan gambar 2 . 10 maka langkah kerja dari vibrating sampel


magnetometer dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Menempatkan sampel dalam medium preparat

2. Menginduksi momen dipol sampel

3. Mengukur sinyal standar sampel

4. output unit vibrasi magnetometer [6]

2.7 X-Ray Diffraction (XRD)

2.7.1 Sejarah sinar X

Sinar-x ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun
1895. Karena pada saat itu asalnya tidak diketahui maka disebut sinar-x . Sinar-x
digunakan untuk tujuan pemeriksaan yang tidak merusak pada material
maupun manusia. Disamping itu, sinar -x dapat juga digunakan untuk
menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat digunakan dalam
analisis kualitatif dan kuantitatif material. Pada waktu suatu material dikenai
sinar-x, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari
intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh
material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut.
Berkas sinar -x yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan
karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena
fasanya sama. Berkas sinar -x yang saling menguatkan itulah yang disebut

12
sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg merupakan perumusan matematika
tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar -x yang
dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Sinar -x dihasilkan dari
tumbukan antara elektron kecepatan 3 tinggi dengan logam target. Dari
prinsip dasar ini, maka dibuatlah berbagai jenis alat yang memanfaatkan
prinsip dari hukum Bragg ini. XRD atau x-ray diffraction merupakan salah
satu alat yang memanfaatkan prinsip tersebut dengan menggunakan metoda
karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga
sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam
material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk
mendapatkan ukuran partikel.

2.7.2 Prinsip Kerja XRD

Dasar dari prinsip pendifraksian sinar-x yaitu difraksi sinar-x terjadi


pada hamburan elastis foton-foton sinar-x oleh atom dalam sebuah kisi periodik.
Hamburan monokromatis sinar-x dalam fasa tersebut memberikan
interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-x untuk
mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg:

n. = 2.d.sin ; n = 1,2 ................(2.2)

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-x di jatuhkan pada


sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-x yang memiliki
panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut.
Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan
sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat
dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya.
Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal
yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak
yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar
difraksi sinar-x untuk hampir semua jenis material, standar ini disebut JCPDS.

Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut :

13
1. XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-x, tempat
objek yang diteliti, dan detektor sinar-x .

2. Sinar -x dihasilkan pada tabung sinar-x yang berisi katoda dan


memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron.

3. Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan elektron akan


menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat energi
yang tinggi dan menabrak elektron dalam objek sehingga
dihasilkan pancaran sinar-x .

4. Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam


intensitas refleksi sinar-x. Detektor merekam dan memproses sinyal
sinar-x dan mengolahnya dalam bentuk grafik.

2.7.3 Keunggulan dan Kelemahan Sinar X

Keunggulan penggunaan sinar-x dalam karakterisasi material adalah


kemampuan penetrasinya, sebab sinar-x memiliki energi sangat tinggi akibat
panjang gelombangnya yang pendek. Sedangkan kekurangannya adalah
untuk objek berupa kristal tunggal sangat sulit mendapatkan senyawa
dalam bentuk kristalnya. Sedangkan untuk objek berupa bubuk (powder)
sulit untuk menentukan strukturnya [11].

14
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Skema Penentuan Nilai Suseptibilitas Pada Pasir Besi


Dalam proses penentuan nilai susepbilitas dari pasir besi, langkah pertama
yang dilakukan yaitu pasir besi dikeringkan di bawah sinar matahari untuk
menghilangkan kandungan air sehingga mempermudah proses pemisahan bahan
magnetik dengan bahan alam aslinya. Untuk pemisahan tersebut digunakan
beberapa metode diantaranya metode ektraksi. Pasir besi yang sudah kering
diambil kira-kira sebanyak 10 gr kemudian ditempatkan diwadah yang lebar.
Sebuah magnet permanen yang kuat dan dilapisi plastik dimasukkan kedalam
wadah tersebut. Pasir besi yang menempel pada magnet permanen itulah yang
merupakan mineral magnetik dari pasir besi. Sebagaimana diperlihatkan pada
gambar berikut.

Gambar 3.1 skema ekstraksi bahan magnet dari pasir besi [3]

Pasir besi dari hasil pemisahan inilah yang disebut dengan sampel penelitian.
Sampel ini kemudian ditimbang kembali untuk melihat berapa persentase mineral
magnetik dari pasir besi. Selanjutnya setiap sampel dicampurkan dengan silicon
glass sealant agar posisi mineral magnetik di dalam pasir besi tetap atau tidak
berubah. Komposisi campurannya adalah 1 g sampel dengan 6 g sicon glass
sealant. Sampel yang telah dicampur dimasukkan kedalam kontainer dan diberi
lilin mainan (malam) agar posisi sampel tidak berubah [4]. Untuk penelitian
dalam jumlah yang banyak biasanya digunakan irond sand separator untuk
memisahkan fraksi magnetik dengan non-magnetik. Perbedaaan kedua metode

15
tersebut hanya terletak pada skala kuantitas. Setelah semua perlakuan tersebut
kemudian dianalisis jenis mineralnya dengan metode difraksi sinar X. Nilai
suseptibilitas yang didapat merupakan nilai suseptibilitas hasil pengukuran dari
alat dan belum merupakan nilai suseptibilitas yang sebenarnya.

sedangkan karakteristik magnetik menggunakan VSM [16].

3.2 Hasil analisis nilai suseptibilitas pada pasir besi

3.2.1 Persentase Kandungan mineral magnetik

Dari persamaan (2.1) dapat diperoleh persentase kandungan mineral


magnetik atau tingkat kemagnetan dari berbagai sampel yang diambil dari lokasi
yang berbeda. Pada makalah yang sudah ada[9] melaporkan tingkat kemagnetan
pasir besi dari beberapa lokasi di Pantai Pariaman Sumatra Barat. Untuk pantai
Kata memiliki tingkat kemagnetan paling tinggi yaitu 10,9% dan diikuti oleh
pantai Tiku yaitu 4,73%, pantai Nareh yaitu 4,51%,pantai Arta yaitu 4,07%, dan
pantai Gandoriah 3,07%. Sementara untuk daerah yang berbeda Bilalodin
melaporkan bahwa kandungan mineral magnetik dari pantai logending kabupaten
Kebumen adalah 4,05 %.

3.2.2 Suseptibilitas Mineral Magnetik

Dari hasil uji XRD dapat ditentukan suseptibilitas dari mineral magnetik
tersebut. Klasifikasi mineral magnetik menurut selang nilai suseptibilitasnya yaitu
terdiri dari hematit ( F e 2 O3 ) dengan rentang nilai 10 x 108 m3 /kg s/d
760 x 108 m3 /kg, magnetit ( F e 3 O 4 ) dengan rentang nilai 2 x 104 m3 /kg
s/d 14 x 104 m3 /kg,dan maghemit ( F e2 O 3 ) dengan rentang nilai 4 x
104 m3 /kg s/d 5 x 104 m3 /kg [10]. Dengan menggunakan perangkat VSM
(vibrating sample magnetometer ) dapat diketahui sifat atau karakteristik dari
mineral magnetik yang terdapat di dalam pasir besi. Berdasarkan sifat
kemagnetannya yaitu diamagnetic, paramagnetic, ferromagnetik,
antiferomagnetik. Bahan dengan sifat diamagnetik mempunyai kerentanan
magnetic (k) negative dan sangat kecil, bahan dengan sifat paramagnetik

16
mempunyai nilai kerentanan magnetic (k) positif dan kecil dari 1 dimana nilai k
juga bergantung pada temperature, sedangkan bahan bersifat ferromagnetic dan
antiferomagnetik mempunyai nilai k yang positif dan lebih besar dari bahan
paramagnetik. Pada penelitian terdahulu Bilalodin melaporkan hasil perhitungan
nilai suseptibilitas magnetik dari pasir besi Pantai Logending Kabupaten
6 3
Kebumen diperoleh 0,28 x 10 m /kg. Nilai suseptibilitas tersebut termasuk
dalam rentang nilai hematit ( F e 2 O3 ). Dari hasil karakterisasi sampel
menggunakan VSM telah diperoleh kurva histerisis hubungan medan magnet
(tesla) versus magnetisasi (emu/gram), seperti ditunjukan pada gambar berikut:

Gambar 3.2 Karakteristik kurva histeresis pasir besi Pantai Logending [3]

Dari nilai suseptibilitas menunjukkan bahwa mineral magnetik pasir besi dari
Pantai Logending termasuk dalam kategori paramagnetik karena memiliki nilai
supsetibilitas yang lebih kecil dari 1.

3.3 Aplikasi mineral magnetik pasir besi dalam pembentukan magnet


stronsium ferit.

Untuk pembentukan magnet stronsium ferit Bahan baku yang digunakan


berupa serbuk yaitu hematit (Fe2O3) hasil dari pengolahan pasir besi melalui

o
proses oksidasi pada temperatur 800 C dan Stronsium Karbonat (SrCO3)
berstandar proanalis produk merck yang dijual bebas di pasaran. Stronsium Ferit

17
dibentuk dengan metode serbuk, artinya bahan baku yang digunakan berupa
serbuk. Mineral hematit dari pasir besi dicampurkan dengan stronsium karbonat
dengan perbandingan tertentu (blending). Pencampuran dilakukan dengan
menggiling secara basah, hal ini dikarenakan untuk menghindari penempelan
dan memadatnya bahan pada dinding dan bola-bola penggiling yang bisa
menyebabkan proses penggilingan tidak efektif. Proses ini dilakukan selama 6
jam dalam Ball milling ditambah alkohol dengan massa 60 % dari bahan padatan
yang digiling. Hasil penggilingan diendapkan dan dikeringkan. Pengeringan
o
dilakukan dengan menggunakan oven pada temperatur 110 C selama 1 jam,
hal ini bertujuan untuk menghilangkan alkohol yang masih ada. Sampel yang
telah kering kemudian disaring 400 mesh. Tahap berikutnya adalah kalsinasi.
Kalsinasi dimaksudkan untuk memulai proses pembentukan ferit :

MO + nFe2O3 MO.nFe2O3

o
Kalsinasi dilakukan pada temperatur 1200 C selama 3 jam, sebelum mencapai
o o
temperatur 1200 C, lebih dahulu ditahan pada temperatur 800 C selama 0,5
jam. Hasil dari kalsinasi digerus dengan mortar. Tahap selanjutnya adalah

0
sintering dengan suhu 1250 C selama 1 jam Sebagai tahap finishing, sampel
hasil sintering dipoles dengan cara diamplas dengan amplas 800 cc dan 1000
cc.

3.3.1 Karakterisasi hasil

Bahan dikarakterisasi berdasarkan sifat magnetik yaitu melalui pengukuran dari


data alat permagraph serta analisis struktur secara mikroskopik dengan metode
difraksi sinar-X. Metode difraksi sinar-X memberikan bukti tentang adanya
struktur kristal .Karakterisasi struktur mikroskopis dilakukan setelah proses
kalsinasi sebelum sampel ditambah zat aditif dan disintering. Data dari alat
Permagraph berupa kurva histerisasi dengan nilai-nilai besaran tertentu yaitu
menunjukan besarnya nilai induksi Remanen (Br), nilai koorsivitasnya (Hc),

18
nilai energi produk maksimum (BH)maks. Untuk melihat kualitas hasil
penelitian, data hasil karakterisasi struktur mikroskopis dan sifat kemagnetan
Stronsium Ferit dibandingkan dengan data karakteristik Stronsium Ferit produk
komersial.

Pasir Besi

Hematit Pemagraph XRD

Stronsium Karakterisasi
Ferit

Hasil Data yang sudah ada


Karakterisasi

Analisis lebih lanjut Komparasi

Gambar 3.3 Diagram alir pembuatan stronsium ferit dan karakterisasinya

19
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka diperoleh kesimpulan bahwa nilai


suseptibilitas mineral magnetik berbeda-beda dari setiap sampel dengan lokasi
yang berbeda disebabkan karena besar kecilnya jumlah partikel magnetik dalam
masing masing sampel. Tingkat kemagnetan erat kaitannya dengan kandungan
mineral magnetiknya, semakin tinggi persentase kandungan mineralnya maka
nilai suseptibilitasnya juga semakin tinggi dan sebaliknya. Dari pantai logending
dapat dinyatakan nilai suseptibilitas mineral magnetik termasuk dalam sifat
paramagnetik dan jenis mineralnya magnetik yang terkandung adalah hematit (
F e 2 O3 ) dengan kadar mineral magnetik sekitar 4,05 %. Mineral hematit
hasil olahan pasir besi setelah melalui proses oksidasi dengan suhu yang tinggi
kemudian dikombinasikan dengan stronsium karbonat dapat dijadikan sebagai
bahan dasar magnet stronsium ferit yang mana magnet stronsium ferit ini bisa
digunakan sebagai pengganti magnet permanen yang terdapat pada alat elekronik
seperti loudspeaker.

20
21

You might also like