Professional Documents
Culture Documents
NIM : 145130100111023
KELAS: A
HAKIKAT MANUSIA
C. Aspek manusia
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nanusia itu terdiri dari dua aspek yang
esensial, yakni tubuh dan jiwa. Melihat peran dan fungsi dari kedua aspek yang saling
berhubungan maka dapat dipersoalkan mana yang lebih penting, tubuh atau jiwa? Timbullah
beberapa aliran, yaitu sebagai berikut:
Aliran Materialisme
Aliran materialism berpendapat bahwa yang penting adalah tubuh manusia. Jiwa
dalam tubuh merupakan masalah yang kurang penting karena jiwa hanya membonceng saja
dalam tubuh. Salah seorang tokohnya ialah Ludwig Feuerbach, yang berpendapat bahwa
dibalik manusia tidak ada makhluk lain yang misterius yang disebut jiwa, seperti tidak
adanya Tuhan dibalik ala mini. Selanjutnya ia berpendapat bahwa sesuatu itu disebut nyata
apabila dapat dirasakan oleh panca indera. Manusia merupakan makhluk jasmani yang
dinamis. Jiwa adalah gejala sampingan sebagai kesan subjektif yang timbul karena secara
pribadi menghayati eksistensi kita sendiri. Jiwa sesuatu yang abstrak, hanya tubuh yangf
merupakan sesuatu yang nyata dan benar, dan bersifat objektif. Filsafat yang dikemukakan
oleh Feuerbach tersebut secara filosifi bersifat materialis, secara religious bersifat ateis, dan
secara social- ekonomi bersifat sosialis- komunis. Filsafat tersebuut dalam abad XIX sangat
berpengaruh atas pemikiran Karl Marx dan Friederich Engels.
Aliran Spiritualisme
Aliran spritualisme berpendapat bahwa yang terpenting pada diri manusia adalah
jiwa(psyche). Tokohnya antara lain Plato, berpendapat bahwa jiwa lebih agung daripada
badan, jiwa telah ada di alam atas sebelum masuk ke dalam badan, jiwa itu terjatuh ke dalam
hidup duniawi, lalu terikat kepada badan dan lahirlah manusia yang fana. Dalam
kerukunannya, jiwa dan badan tidak berdiri berdiri berdampingan secara setingkat, melainkan
jiwa adalah sesuatu yang keadaannya bergerak sehingga mempunyai taraf realitas yang lain
jenis. Jiwa merupakan tawanan, dia terkurung dalam badan demi hawa nafsu yang
pembebasannya dapat dilakukan dengan menjauhkan diri dari segala kegiatan indrawi badan
dan mencari kebenarasn tidak melampaui penyerapan. Jiwa harus lepas dari
pembusukan(kontaminasi) badan demi kemurniannya sehingga badan merupakan rintangan
atau kontaminasi terhadap jiwa. Jiwa lebih asli daripada kenyataan duniawi dan mempunyai
pertalian dengan nilai- nilai yang abadi. Dunia yang indrawi merupakan bayangan dari dunia
itu sehingga tugas filsafat adalah melatih diri dalam menanggalkan hubungan yang mengikat
jiwa dam merupakan persiapan untuk mati. Paham dari Plato yang spiritual itu bersifat ethis-
religious.
Aliran Dualisme
Aliran dualism berpendapat bahwa tubuh dan jiwa sama pentingnya. Tokohnya antara
lain Rene Descartes, yang mengatakan bahwa jiwa adalah substansi yang berpikir, sedangkan
badan sebagai substansi yang berkeluasaan. Hubungan jiwa dan badan bukanlah sesuatu yang
ditambahkan, melainkan sesuatu yang hakiki sehingga tanpa salah satu unsure itu bukan
merupakan insane. Jiwa dan tubuh merupakan substansi yang tersendiri dan lengkap sebagai
insane. Pandangan dualism ini dapat dibedakan atas paralelisme dan monism. Dalam
paralelisme antara tubuh dan jiwa terdapat kesejajaran (paralel), keduanya sederajat. Adapun
dalam monism antara tubuh dan jiwa telah terjadi perpaduan sehingga menunggal. Manusia
disebut manusia dalam arti sebenarnya bila tubuh dan jiwa merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan.
D. Eksistensi Manusia
Pendidikan merupakan kegiatan khas manusiawi. Hanya manusialah yang secara
sadar melakukan pendidikan untuk sesamanya. Pendidikan merupakan kegiatan antar
manusia, oleh manusia, dan untuk manusia.oleh karena itu, pembicaraan tentang pendidikan
tidak bermakna apa- apa tanpa membicarakan manusia. Menurut Alsyaibany, pembicaraan
tentang wujud manusia amat penting dalam konteks filsafat umum dan filsafat pendidikan.
Pembicaraan tentang manusia, siapa manusia, dari mana asal manusia, untuk apa manusia
hidup, dan bagaimana fungsi manusia dalam hidup ini, serta mau kemana manusia adalah
merupakan suatu pembahasan yang sangat mendasar dalam filsafat pendidikan.
Manusia sebagai Makhluk Individu
Manusia pada hakikatnya sebagai makhluk hidup yang unik., berbeda antara yang
satu dengan yang lainnya. Tidak ada manusia yang persis sama diciptakan Tuhan di jagat raya
ini, walaupun pada manusia kembar sekalipun. Secara fisik mungkin manusia akan memiliki
banyak persamaan, namun secara psikologis rohaniah akan banyak menunjukkan perbebaan.
Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia.
Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan adanya kesadaran pribadi diantara segala yang
ada, merupakan pangkal segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Inilah manusia inilah
manusia sadar akan eksistensi dirinya. Eksistensi diri mendcakup pengertian yang luar
termasuk percaya diri, harga diri, egoisme, martabat kepribadian, persamaan dan perbedaan
dengan pribadi lain, dan yang sangat mendasar bagi realisasi dan aktualisasi diri.
Manusia secara individu ingin memenuhi kebutuhan dan kehendaknya masing-
masing, ingin merealisasikan dan mengaktualisasikan dirinya. Dalam arti ia memiliki
kemampuan untuk mengembangkan potensi- potensi yang dimilikinya. Setiap individu akan
berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan jati dirinya yang berbeda dengan yang
lainnya. Tidak ada manusia yang betul- betul ingin menjadi orang lain, dia tetap ingin
menjadi dirinya sendiri, sehingga ia selalu sadar akan keindividualitasannya.
Menurut zantio Arbi dan Syahrun, setiap orang bertanggungjawab atas dirinya, atas
pikiran, perasaan, pilihan, dan perilakunya. Orang yang betul0 betul manusia adalah orang
yang bertanggung jawab penuh. Tidak ada orang lain yang dapat mengambil alih
tanggungjawab dalam hidupnya. Kata hatinya adalah kata hatinya sendiri.
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia lahir ke dunia dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa- apa,
ia lahir dalam keadaan tidak berdaya. Namun bersamaan dengan itu, ia lahir memiliki potensi
kemanusiaan berupa kekuatan pendengan, kekuatan penglihatan, dan budi nurani. Potensi
kemanusiaan tersebut merupakan model dasar bagi manusia untuk berkembang menjadi
dirinya sendiri.
Dalam proses pengembangan potensi kemanusiaan yang dimilikinya, tidak akan
berlangsung secara alamiah dengan sendirinya, tetapi ia membutuhkan bimbingan dan
bantuan manusia lain diluar dirinya. Sejak mulai lahir anak manusia akan berinteraksi dengan
ibunya, dengan ayahnya, dengan saudara- saudaranya, dengan masyarakat disekelilingnya.
Anak hanya hanya akan menjadi manusia kalau ia hidup bersama- sama dengan manusia lain
diluar dirinya. Semua ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosiual. Anak
tumbuh dan berkembang dalam lingkungan manusia, dari dank e dalam masyarakat
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa tidak
pernah ada manusia yang mampu hidup tanpa bantuan orang lain. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa manusia hidup dalam kondisi saling ketergantungan, saling
membutuhkan antar pribadi. Esensi manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya kesadaran
manusia tentang status dan potensi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana
tanggungjawab serta kewajibannya di dalam kebersamaan tersebut.
Menurut Kilpatrick, bahwa untuk hidup dalam artian yang benar- benar manusiawi,
setiap orang harus hidup bersamaan dengan orang- orang lain. Dalam setiap kehidupan yang
berhasil, masing- masing dapat keuntungan dari apa yang diperolehnya dari orang lain. Setiap
kehidupan yang sepenuhnya manusiawi mencakup bagian yang esensial dari dirinya. Banyak
unsur yang harus datang dari orang- orang lain. Keakuan manusia betul- betul banyak
bertentangan pada kontribusi- kontribusi esensial dari orang- orang lain. Bagi
pertumbuhannya yang baik, manusia memerlukan hasil- hasil pengalaman manusia
sebelumnya.
Kehidupan sosial merupakan suatu realitas dimana individu tidak menonjolkan
identitasnya, melainkan berada dalam kebersamaan, dan yang tampak adalah identitas
sosialnya, dengan karakteristik keanekaragaman. Walaupun demikian, kehidupan individu
dalam antar hubungan sosial tidak harus kehilangan identitasnya, karena kehidupan sosial
merupakan suatu realitas yang sama, seperti kehidupan individu itu sendiri. Realitas
kebersamaan sosial tidak hanya terbentuk oleh individu- individu, bahkan sebaliknya apabila
hak- hak individu dalam kebersamaan sosial diperkosa, maka integritas sosial akan
terganggu.
Manusia Sebagai Makhluk Susila
Manusia yang lahir dilengkapi dengan kata hati atau hati nurani, yang memungkinkan
ia memiliki potensi untuk dapat membedakan perbuatan baik dan buruk, sehingga ia dapat
memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan itu. Manusia sebagai makhluk susila mampu
memikirkan dan menciptakan norma- norma untuk mengatur kehidupannya, baik kehoidupan
individunya maupun kehidupan sosialnya. Manusia merupakan makhluk yang mampu
memahami nilai- nilai susila, dan mampu mengambil keputusan susila serta sekaligus ia
memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya terhadap perbuatan susila dalam
perilakunya.
Manusia bukan hanya organisme yang hanya mengetahui melainkan juga suatu
organisme yang mampu menilai perbuatan susila. Ia dapat memberikanpenilaian terhadap
perbuatannya sendiri dan perbutan orang lain sesamanya. Manusia susila adalah manusia
yang memiliki, menghayati, dan melakukan nilai- nilai kemanusiaan. Manusia mampu
mengkritilisasi dan mengintegrasikan nilai- nilai yang tumbuh semarak dalam pengalaman
kehidupannya, menyatu dengan penghayatan nilai pribadinya, menjadi suatu pandanngan
hidup yang tersusun secara sistematis dalam suatu sistem nilai.
Pandangan manusia sebagai makhluk susila didasari oleh kepercayaan bahwa budi
nurani manusia memiliki potensi dasar nilai. Kedaran manusia akan nilai tidak dapat
dipisahkan dengan realitas sosial, karena berfungsinya nilai- nilai atau efektifnya nilai- nilai
hanya berada dalam kehidupan sosial. Jadi, kesusilaan atau moralitas merupakan fungsi
sosial, sehingga setiap hubungan sosial, mengandung fungsi susila atau hubungan moral.
Noor Syam mengemukakan bahwa: tiada hubungan sosial tanpa hubungan susila dan
hubungan susila tanpa hubungan sosial.
Manusia Sebagai Makhluk Ber-Tuhan
Manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi dan mampu mengadakan
komunikasi dengan Tuhan sebaggai pencipta alam semesta. Manusia adalah makhluk yang
sadar akan dirinya sendiri, sadar akan fungsi nilai susila dalam kehidupan pribadi maupun
kehidupan sosial, sadar akan fungsi nilai susila dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
sosial. Labih meningkat lagi manusia adalah makhluk yang sadar akan adanya suatu kekuatan
yang berada diluar dirinya, yang menguasai jagat raya ini, yang mengatur kehidupan jagat
raya ini, Tuhan Yang Mahakuasa.
Dengan sadar akan adanya Tuhan dalam hidupnya, manusia akan selalu
mempertimbangkan segala bentuk hubungan vertikal dengan-Nya. Manusia sadar bahwa
Tuhan yang menganugerahkan ajaran- ajaran-Nya kepada umat manusia untuk dijadikan
pedoman dalam memperoleh keselamatan hidup manusia itu sendiri, sehingga lengkaplah
manusia. Selain menyadari pula akan adanya nilai- nilai susila vertikel yang bersumber dari
Tuhan tersebut. Nilai- nilai vertikel yang bersumber dari Tuhan dimanifestasikan dalam
aturan- aturan atau ajaran- ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
Sadulloh, Uyoh. 2010. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta
Soetriono dan Hanafie, Rita.2007. Filsafat Umum dan metodologi penelitian. Yogyakarta:
Andi
Surajiyo. 2005.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
Tim Pengajar Filsafat Pendidikan. 2011. Diktat Filsafat Pendidikan. Medan: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Medan