You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang
sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan
majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian
yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung
yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan
lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau
mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar.
Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan
kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan
dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata
memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan
bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat
pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah
ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula,
belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat
mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya
terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang
biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin,
tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini :
1. Bagaimana anatomidan fisiologi mata?
2. Apakah definisi dari trauma mata ?
3. Bagaimana klasifikasi trauma mata?
4. Bagaimanakah epidemiologi dari trauma mata ?
5. Bagaimana patofisiologi trauma mata?
6. Bagaimanakah manifestasi klinik trauma mata ?
7. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik trauma mata ?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan medis trauma mata ?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada
trauma mata tajam dan trauma mata tumpul ?
C. TUJUAN

1
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini:
1. Mengetahui tentang anatomi dan fisiologi mata.
2. Mengetahui tentang definisi dari trauma mata.
3. Mengetahui tentang klasifikasi trauma mata
4. Mengetahui tentang epidemiologi dari trauma mata.
5. Mengetahui tentang patofisiologi trauma mata.
6. Mengetahui tentang manifestasi klinik trauma mata.
7. Mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik trauma mata.
8. Mengetahui tentang penatalaksanaan medis trauma mata.
9. Mengetahui tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada
trauma mata tajam dan trauma mata tumpul.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI MATA

1. ANATOMI MATA

a. Struktur mata

1) Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang
ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan pada otot-otot sebelah
bawahnya serta berfungsi melindungi mata dari sinar
matahari.

2) Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng
tarsal yang terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat
serta dilapisi kulit dan dibatasi konjungtiva. Jaringan
dibawah kulit ini tidak mengandung lemak. Kelopak mata
atas lebih besar daripada kelopak mata bawah serta

3
digerakkan ke atas oleh otot-otot melingkar, yaitu
muskulus orbikularis okuli yang dapat dibuka dan ditutup
untuk melindungi dan meratakan air mata ke permukaan
bola mata dan mengontrol banyaknya sinar yang masuk.

3) Bulu mata
Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.
b. Struktur Mata Internal

Struktur mata internal


(Brunner&Suddarth, 2002)

1) Sklera
Pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk
putih mata dan tersambung pada bagian depan dengan
sebuah jendela membran yang bening, yaitu kornea.
Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus serta
membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2) Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan
ranting-ranting arteria oftalmika, cabang dari arteria
karotis interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris yang
berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik)
mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris
memancarkan warnanya dan dengan demikian
menentukan apakah sebuah mata itu berwarna biru,
coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada
bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris.

4
Selaput ini menebal guna membentuk korpus siliare
sehingga terletak antara khoroid dan iris. Korpus siliare itu
berisi serabut otot sirkulerndan serabut-serabut yang
letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot
sirkuler menyebabkan pupil mata juga berkontraksi.
Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus uvea
yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid.
Peradangan pada masing-masing bagian berturut-turut
disebut iritis, siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang
secara bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu
bagian dari traktus ini mengalami peradangan, maka
penyakitnya akan segera menjalar kebagian traktus lain
disekitarnya.
3) Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah
lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf batang dan kerucut.
Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang
merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan
impuls saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang
menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus
optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik
meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh
karena tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka
pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal
terhadap diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat
pupil.
4) Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan
bersambung dengan sklera yang putih dan tidak tembus
cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi
adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan
konjungtiva.
5) Bilik anterior (kamera okuli anterior). Terletak antara
kornea dan iris.
6) Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan
selaput khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak
sadar (otot polos). Kelompok yang satu mengecilkan

5
ukuran pupil, sementara kelompok yang lain melebarkan
ukuran pupil itu sendiri.
7) Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan
celah dalam iris, dimana cahaya dapat masuk untuk
mencapai retina.
8) Bilik posterior (kamera okuli posterior)
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun
bilik posterior yang diisi dengan aqueus humor.
9) Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali
ke dalam aliran darah pada sudut iris dan kornea melalui
vena halus yang dikenal sebagai Saluran Schlemm
10) Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan
transparan. Tebalnya 4 mm dan diameternya 9 mm.
Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula zinni)
yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di
sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus dan
disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa
adalah membran semipermiabel yang dapat dilewati air
dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel
subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteks
nya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar sub epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari 65%
air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa
ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di jaringan lainnya. Asam
askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh
darah, maupun saraf dalam lensa.
11) Vitreus humor
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa
hingga retina yang diisi dengan cairan penuh albumen
berwarna keputih-putihan seperti agar-agar. Berfungsi
untuk memberi bentuk dan kekokohan pada mata, serta
mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput
khoroid dan sklerotik.
2. FISIOLOGI MATA

6
Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk
menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina,
lantas dengan perantaraan serabut-serabut saraf nervus
optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan otak
untuk ditafsirkan. Apparatus optik mata membentuk dan
mempertahankan ketajaman focus objek dalam retina. Prinsip
optik adalah sinar dialihkan berjalan dari satu medium ke
medium lain dari kepadatan yang berbeda, fokus utama pada
garis yang berjalan melalui pusat kelengkungan lensa sumbu
utama.
Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas
cahaya pada retina dengan perantaraan serabut nervus
optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan
pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata
menimbulkan bayangan yang difokuskan pada retina.
Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh kornea, lensa
badan aqueus
dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan
bayangan pada retina, bersatu menangkap sebuah titik
bayangan yang difokuskan. Gangguan lensa adalah kekeruhan,
distorsi, dislokasi, dan anomali geometric. Pasien yang
mengalami gangguan- gangguan tersebut mengalami
kekaburan penglihatan tanpa rasa nyeri.
a. Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari
bayangan objek di retina. Bayangan dalam fovea di retina
selalu lebih kecil dan terbalik dari objek nyata. Bayangan
yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam
mosaik reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi
ke otak untuk direkonstruksikan menjadi bayangan tiga
dimensi. Pembentukan bayangan abnormal terjadi jika bola
mata terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh
didepan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk
melihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada objek yang
dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf yang memberi cahaya
divergen sebelum masuk mata. Pada hipermetropia, titik

7
fokus jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa
bikonveks. Sedangkan pada presbiopia, bentuk abnormal
karena lanjut usia yang kehilangan kekenyalan lensa.
b. Respon bola mata terhadap benda
Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum
tegang, lensa tertarik sehingga bentuknya lebih pipih.
Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus. Bila benda
dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi agar
lengkung lensa meningkat. Jika benda jauh, maka m. siliaris
berkontraksi agar pipih supaya bayangan benda pada retina
menjadi tajam. Akomodasi mengubah ukuran pupil, kontraksi
iris membuat pupil mengecil dan melebar. Jika sinar terlalu
banyak maka pupil menyempit agar sinar tidak seluruhnya
masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar
agar sinar banyak yang ditangkap. Dalam hal melihat benda,
jika mata melihat jauh kemudian melihat dekat maka pupil
berkontraksi agar terjadi peningkatan ke dalam lapang
penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan
balik negatif secara otomatis.
c. Lintasan penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan
ke belakang melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus,
serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan serabut yang
berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai
informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada
bagian korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi.
Gambar yang ada pada retina di traktus optikus disampaikan
secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan lapang
pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di
otak yang bertanggung jawab atas lapang pandang.

B. DEFINISI TRAUMA MATA


1.Trauma mata adalah cidera mata yang dapat mengakibatkan kelainan mata
(mangunkusumo, 1988)
2.Trauma mata adalah trauma pada mata yang menyebabkan kerusakan jaringan
pada mata (Widodo, 2000)

8
3.Trauma mata merupakan kelainan mata yang terjadi akibat cidera / trauma oleh
benda tumpul, benda tajam, kimia, bahan baker maupun radiasi
C. ETIOLOGI
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Fisik atau Mekanik
a. Trauma Tumpul, penyebab trauma tumpul biasanya
berhubungan dengan olahraga misalnya terpukul, kena
bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak
dengan alat, ketapel. Penyebab lain yang biasa meliputi
kecelakaan kendaraan bermotor dan trauma penyiksaan
Kelainan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul pada
mata mengenai:
1) Organ Eksterna
a) Orbita. Trauma tumpul bagian ini dapat
menimbulkan fraktur orbita ditandai dengan tepi
orbita tidak rata pada perabaan.
b) Kelopak mata ( dapat terjadi hematoma kelopak).
Kelopak mata atau palpebra dapat mengalami
hematom atau edema palbebra yang menyebabkan
kelopak mata tidak dapat membuka dengan
sempurna (ptosis). Dapat juga terjadi kelumpuhan
N.VII yang menyebabkan kelopak mata tidak dapat
menutup dengan sempurna (lagoftalmos).
2) Organ Interna
a) Konjungtiva ( dapat terjadi edema kronis, hematoma
subkonjungtiva). Trauma tumpul pada konjungtiva
dapat menimbulkan gangguan penglihatan. Dapat
terjadi robekan pembuluh darah konjungtiva yang
menyebabkan perdarahan subkonjungtiva ditandai
dengan konjungtiva tampak merah, berbatas tegas
dan tidak menghilang/menipis dengan penekanan
yang kemudian berubah menjadi biru, menipis dan
umumnya diserap dalam waktu 2-3 hari
b) Kornea (dapat terjadi edema kornea, erosi kornea,
erosi kornea rekuren)
c) Iris / badan silinder (dapat terjadi iridodialis dan
hifema)

9
d) Lensa (dapat terjadi dislokasi lensa, subluksasi
lensa, luksasi lensa anterior, subluksasi lensa
posterior, katarak trauma dan cincin vossius)
e) Korpus vitreus. Pada bagian ini trauma tumpul
mengakibatkan subluksasi atau luksasi lensa mata,
maka zonula Zin dan korpus vitreus menonjol ke
COA sebagai herniasi korpus vitreus. Taruma tumpul
menyebabkan korpus vitreus.
f) Retina (dapat terjadi edema retina & koroid, dan
ablasi retina)
g) Nervus optikus (N. II). Akibat trauma tumpul nervus
optikus dapat terlepas atau putus (avulsio) sehingga
menimbulkan kebutaan.
b. Trauma Tajam, disebabkan oleh benda tajam atau benda
tumpul yang datang dengan cepat dan keras misalnya
pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan
pertukangan.
1) Trauma tembus kelopak mata. Trauma ini dapat
menembus sebagian atau seluruh tebal kelopak mata.
Jika mengenai levator apoeurosis dapat menyebabkan
ptosis yang permanen.
2) Trauma tembus pada saluran lakrimal. Trauma dapat
menyebabkan gangguan pada salah satu bagian dari
sistem pengaliran air mata dan pungtum lakrimal
sampai rongga hidung. Jika penyembuhan tidak
sempurna akan terjadi gangguan sistem ekskresi
airmata dan mengakibatkan epifora.
3) Trauma tembus pada konjungtiva. Taruma ini dapat
menyebabkan ruptur pembuluh darah kecil yang
menimbulkan robekan konjungtiva dan perdarahan
subkonjungtiva mirip trauma tumpul. Jika panjang
robekan tidak lebih dari 5 mm, konjungtiva tidak perlu
dijahit.
4) Trauma tembus pada sklera. Luka kecil pada sklera
sukar dilihat. Pada luka yang agak besar, akan terlihat
jaringan uvea yaitu iris, badan silier dan koroid yang
berwarna gelap disertai COA yang dangkal. Jika luka
perforasi pada sklera terletak dibelakang badan silier,
biasanya COA bertambah dalam dan iris terdorong ke

10
belakang, koroid dan korpus vitreus prolaps melalui
luka tembus.
5) Trauma tembus pada kornea, iris, badan silinder, lensa
dan korpus vitreus. Dapat terjadi laserasi kornea yang
disertai penetrasi kornea. Jika terjadi perforasi kornea
yang disertai prolaps jaringan iris melalui luka akan
timbul gejala penurunan TIO, COA dangkal atau
menghilang, inkarserasi iris melalui luka perforasi,
adanya luka pada kornea, edema disertai edema
kelopak mata, kemosis konjungtiva, hiperemia,
lakrimasi, fotofobia, nyeri yang hebat, penglihatan
menurun dan klien tidak dapat membuka mata sebagai
mekanisme protektif. Pada lasersi kornea yang terjadi
kerena penetrasi benda tidak boleh dicabut kecuali oleh
ahli oftalmologi untuk mempertahankan struktur mata
pada tempatnya. Trauma tembus pada kornea dapat
disertai trauma pada lensa. Penetrasi lensa yang kecil
hanya menyebbakan katarak yang terisolasi tanpa
mengganggu penglihatan.
6) Trauma tembus pada koroid dan retina. Trauma tembus
yang disertai keluarnya korpus vitreus menimbulkan
luka perforasi cukup luas pada sklera. Sering terjadi
perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.
7) Trauma tembus pada orbita. Trauma yang mengenai
orbita dapat merusak saraf optik sehingga dapat
menyebabkan krbutaan. Tanda berupa proptosis karena
perdarahan intraorbital, perubahan posisi bola mata,
protrusi lemak orbital ke dalam luka perforasi, defek
lapang pandang sampai kebutaan jika mengenai saraf
optik, serta hilangnya sebagian pergerakan bola mata
dan diplopia jika mengenai otot-otot luar mata.
( Asuhan Keperawatan Klien Gagguan Mata, 2004)

2. Khemis
Terdapat 2 macam penyebab trauma kimia mata yaitu
bersifat : asam dan basa. Trauma basa dapat berakibat lebih
buruk. Akibat yag ditimbulkan juga tergantung dari jenis dan

11
konsentrasi zat kimia, waktu dan lamanya kontak sampai
tindakan pembilasan, lamanya irigasi (pembilasan) yang
telah dilakukan dan pengobatan yang diberikan.
a.Trauma basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih
lantai, kapur, lem (perekat). Bahan alkali akan membuat
reaksi kimia dengan jaringan mata berangsur-angsur
kejaringan yang lebih dalam.
b. Trauma asam, misalnya cuka, bahan asam-asam
dilaboratorium, gas airmata. Merupakan salah satu jenis
trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan mata
yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7. Bila bahan
asam mengenai mata akan terjadi pengendapan bahan
protein pada permukaan mata yang terkena hal ini seperti
telur mengenai minyak panas. Bila bahan asamnya kuat maka
reaksi mata dapat menunjukkan tanda-tanda seperti terkena
alkali atau basa.

3. Trauma Radiasi Elektromagnetik


Trauma radiasi yang sering ditemukan:
a. Trauma sinar inframerah
Akibat sinar inframerah dapat terjadi pada saat
menatap gerhana matahari dan pada saat bekerja
dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat
terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang
mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan
kaca akan mengeluarkan sinar infamerah. Bila seseorang
berada pada jarak 1 kaki selama satu menit didepan kaca
yang mencair dan pupilnya lebar atau midriasis maka
suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat celcius. Demikian
pula iris yang mengabsorbsi sinar inframerah akan panas
sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa
didekatnya. Absorbsi sinar infamerah oleh lensa akan
mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah
terjadi pada pekerja industri gelas dan pemanggangan
logam. Sinar inframerah akan mengakibatkan keratitis
superfisial, katarak kortikal antero-posterior dan
koagulasi pada koroid.

12
Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat
skotoma sementara ataupun permanen. Tidak ada
pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi
kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar inframerah
ini.
Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk
mencegah terbentuknya jaringan parut pada makula atau
untuk mengurangi gejala radang yang timbul.
b. Trauma sinar ultraviolet (Sinar Las)
Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang
pendek yang tidak terlihat mempunyai panjang
gelombang antara 350-295 nM.
Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las,
dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahri
diatas salju. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel
kornea.
Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan
terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan
retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan
segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak
akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang
menetap.
Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan
memberikan keluhan4-10 jam setelah trauma. Pasien
akan merasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan
atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan
konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada
permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan
kornea yang keruh dan uji fluoresein positif. Kreatitis
terutama terdapat pada fisura palpebra.
Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan
terganggu.
Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi
bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen
sehingga akan memberikan keruhan pada kornea.
Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar ultra
violet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat.

13
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia,
antibiotika lokal, analgetik, dan mata ditutup untuk
selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.
c. Trauma sinar X dan sinar terionisasi
Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk :
1) sinar alfa yang dapat diabaikan
2) sinar beta yang dapat menembus 1cm jari
3) sinar gama dan
4) sinar x
Sinar ionisaasi dan sinar x dapat mengakibatkan
katarak dan rusaknya retina. Dosis kataraktogenik
bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebih
muda dan lebih peka.
Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan
diri sel epitel secara tidak normal. Sedang sel baru yang
berasal dari sel germinatif lensa tidak menjadi jarang.
Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti
kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa
dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris menjadi jarang.
Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti
kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa
dilatasi kapiler, pendarahan, mikroaneurisn mata dan
eksudat.
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea
yang mengakibatkan kerusakan permanen yang sukar
diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan
iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan
mengakibatkan perut konjungtiva atrofi sel goblet yang
akan mengganggu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika
topikal dengan steroid 3 kali sehari dan sikloplegik satu
kali sehari. Bils terjadi simblefaron pada konjungtiva
dilakukan tindakan pembedahan. ( Ilmu Penyakit Mata,
2013)

4. Benda Asing Pada Mata


Bulu mata, debu, kuku dan partikel lewat udara dapat kontak
dengan konjungtiva atau kornea dan menyebabkan iritasi

14
atau abrasi. Pada benda asing mata, umumnya klien
mengeluh adanya sensasi benda asing (merasa sesuatu
dimata) atau penglihatan kabur. Nyeri terjadi jika epitel
kornea karena kornea mengandung saraf sensori yang
berada dibawah epitel. Klien juga bisa mengalami epifora
atau fotofobia.
Jenis-jenis benda asing pada mata:
a. Benda logam
Terbagi menjadi benda logam magnit dan bukan magnit.
Contoh: emas, perak, platina, timah hitam, seng, nikel,
aluminium, tembaga, besi.
b. Benda bukan logam
Contoh: batu, kaca, porselin, karbon, bahan pakaian dan
bulu mata.
c. Benda inert
Adalah benda yang terdiri atas bahan-bahan yang tidak
menimbulkan reaksi jaringan mata, ataupun jika ada,
reaksinya sangat ringan dan tidak mengganggu fungsi
mata. Contoh: emas, perak platina, batu, kaca, porselin,
plastik tertentu.
d. Benda reaktif
Adalah benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata
mengganggu fungsi mata. Contoh: timah hitam, zink,
nikel, aluminium, tembaga, kuningan, besi. (Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Mata, 2004)
Akibat benda asing pada mata:
a. Rudapaksa / trauma
Erosi konjungtiva atau kornea. Erosi ini timbul apabila
benda asing yang masuk tidak sampai menembus bola
mata tetapi hanya tertinggal pada konjungtiva atau
kornea.
b. Rudapaksa tembus / trauma tembus
Trauma tembus adalah suatu trauma diamana
sebagian atau seluruh lapisan kornea dan slera
mengalami kerusakan. Trauman ini dapat terjadi apabila
benda asing melukai sebagian lapisan kornea atau sklera
dan benda tersebut tertinggal di dalam lapisan tersebut.
Pada keadaan ini tidak terjadi luka terbuka sehingga
organ didalam bola mata tidak mengalami kontaminasi.
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan
menembus seluruh lapisan sklera atau kornea serta

15
jaringan lain dalam bola mata kemudian bersarang di
dalam bola mata ataupun dapat sampai menimbulkan
perforasi ganda sehingga akhirnya benda asing tersebut
bersarang di dalam rongga orbita atau bahkan dapat
mengenai tulang orbita. Dalam hal ini akan ditemukan
suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps iris, lensa
ataupun badan kaca.
c. Perdarahan
Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma
mengenai jaringan uvea, berupa hifema (perdarahan
dalam bilik mata depan) atau perdarahan dalam badan
kaca.
d. Reaksi jaringan mata
Reaksi yang timbul tergantung jenis benda tersebut
apakah benda inert atau reaktip. Pada benda yang inert,
tidak akan memberikan reaksi ataupun kalau ada hanya
ringan saja. Benda reaktip akan memberikan reaksi-reaksi
tertentu dalm jaringan mata.
Bentuk reaksinya tergantung macam serta letak benda
asing tersebut di dalam mata.
Benda organik kurang dapat menerima oleh jaringan
mata dibanding benda anorganik. Benda logam dengan
sifat bentuk reaksi yang merusak adalah besi berupa
siderosis dan tembaga. Timah hitam dan seng
merupakan benda reaktip yang lemah reaksinya.
e. Siderosis
Reaksi jaringan mata akibat penyebaran ion besi ke
seluruh mata dengan konsentrasi terbanyak pada
jaringan yang mengandung epitel yaitu: epitel kornea,
epitel pigmen iris, epitel kapsul lensa, epitel pigmen
retina.
Timbulnya siderosis sebenarnya sangat dini tetapi
tidak memberikan gejala klinik yang jelas sampai
beberapa waktu lamanya. Gejala siderosis tampak 2
bulan sampai 2 tahun setelah trauma.
Gejala klinik berupa : gangguan penglihatan yang
mula-mula berupa buta malam kemudian penurunan
tajam penglihatan yang semakin hebat dan penyempitan
lapng pandangan. Pada mata tampak endapan karat besi
pada kornea berwarna kuning kecoklatan, pupil lebar

16
reaksi melambat, bintik-bintik bulat kecoklatan pada lensa
dan iris berubah warna.
f. Kalkosis
Kalkolisis adalah reaksi jaringan mata akibat
pengendapan ion tembaga terutama pada jaringan yang
mengandung membran seperti membran descemet,
kapsul anterior lensa, iris, badan kaca dan permukaan
retina.
Tembaga dapat memberikan reaksi purulen. Gejala klinik
kalkolisis timbul lebih dini dari pada siderosis yaitu
beberapa hari sesudah trauma. Tembaga dalam badan
kaca dapat menimbulkan ablasio retina sebagai akibat
jaringan ikat di dalam badan kaca yang menarik retina.
(Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa
Kedokteran, 2010)

17
E.EPIDEMIOLOGI TRAUMA MATA
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan
penurunan penglihatan bahkan kehilangan penglihatan. Trauma
okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan,
terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-
negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3
sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO
tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral
sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus
bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat
cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR),
frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di
lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada
laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun

F.. MANIFESTASI KLINIK TRAUMA MATA


1. Fisik atau mekanik
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan
yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat,
yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput
jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.

b. Trauma Tajam
Tanda-tanda trauma tembus atau tajam bola mata:
1) Tajam penglihatan menurun
2) Tekanan bola mata rendah
3) Bilik mata dangkal
4) Bentuk dan letak pupil yang berubah
5) Terlihatnya sobekan jaringan bola mata
6) Kerusakan jaringan didalam bola mata ( ilmu
perawatan mata, 2004)
2. Khemis
a. Trauma basa
Kerusakan pada mata dapat dalam bentuk:
a. mata merah dengan perdarahan pada selaput lendir
mata

18
b. lapis depan selaput bening atau kornea rusak
c. matinya jaringan kornea dan menjadi keruh ( Ilmu
Perawatan Mata, 2004)
b. Trauma asam
Tanda yang terlihat pada mata berupa penggumpalan yang
berwarna putih pada permukaan mata yang terkena.
Biasanya cedera akibat asam tidak merusak mata. ( Ilmu
Perawatan Mata, 2004)
3. Trauma Radiasi Elektromagnetik
Tanda kerusakan akibat sinar las:
a. Biasanya keluhan terjadi setelah 4 jam
b. Mata terasa seperti kelilipan benda
c. Silau
d. Kelopak mata memejam keras
e. Mata merah
f. Penglihatan menurun ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)

G.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TRAUMA MATA


1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda
asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan
letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda
tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
2. Pemeriksaan Computed Tomography (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat
dibuat scanning dari organ tersebut.
3. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai
normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji
struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
4. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit ,
kemungkinan adanya infeksi sekunder.
5. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
6. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri,
gonioskopi, dan tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)

H.PENATALAKSANAAN MEDIS
(Perawatan, Pengobatan Dan Pencegahan)TRAUMA MATA
PERAWATAN dan PENGOBATAN

19
1. Fisik atau mekanik
a. Perawatan trauma Tumpul
1) Terlebih dahulu beri kompres dingin untuk
mengurangkan sakit dan pembengkakan jaringan.
2) Segera cari tempat pertolongan pertama bila mata
sakit, penglihatan mundur, mata menjadi hitam yang
mungkin merupakan tanda kerusakan bola mata bagian
dalam.
3) Perawatan khusus diperlukan untuk melihat kelainan
dibagian dalam bola mata bila sakit tidak berkurang,
penglihatan mundur atau berkurang.
4) Trauma tumpul dapat mengakibatkan kelainan pada
jaringan diluar dan diadalam bola mata
5) Jangan memegang mata atau membersihkan mata
tanpa kelengkapan alat, bebat mata dengan kain kassa
bersih ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)

b. Trauma Tajam
1). Tindakan awal
a. Tindakan awal adalah tutp mata dan lakukan kompres
es untuk menurunkan perdarahan
b. Kurangi kecemasan klien
c. Kirim klien ke rumah sakit secepat mungkin. Jika
jaringan lepas, kirim jaringan dalam wadah yang
dibungkus dengan es. Jika benda menonjol, stabilkan
sebelum dikirim. Shield temporer perlu diberikan pada
cedera karena gelas/botol/kaca, plastik tutup sprei
dan cangkir plastik.
2). Tindakan di rumah sakit
a. Pemeriksaan visus jika klien dapat membuka mata
b. Membersihkan kelopak mata
c. Pemberian antibiotik
d. Pembedahan :
Preoperasi : karena menggunakan anastesi umum,
maka klien harus dipuasakan sebelumnya. Klien perlu
diberi antibiotik intravena, kalau perlu tetanus
booster.
Pascaoperasi: antibiotik dan pemantauan mata
terhadap tanda dam gejala infeksi serta batasi

20
aktivitas. (Asuhan Keperawtan Klien Gangguan Mata,
2004)
2. Trauma kimia
Bagian terapi terpenting adalah irigasi mata segera
dengan air bersih dalam jumlah banyak. Selain itu bagian
bawah kelopak mata atas dan bawah juga harus diirigasi untuk
melepaskan partikel solid, misal butiran kapur. Kemudian sifat
bahan kimia dapat ditentukan berdasarkan anamnesisbdan
mengukur pH dengan kertas litmus. Pemberian tetes mata
steroid dan dilator mungkin diperlukan. Vitamin C yang
diberikan baikmelalui oral maupun topikal dapat memperbaiki
penyembuhan. Mungkin diperlukan antikolagenase sistemik
dan topikal (misal tetrasiklin)
Kerusakan luas pada limbus dapat menghambat
regenerasi epitel pada permukaan kornea. Defek epitel yang
terjadi lama dapat mengakibatkan kornea meleleh
(keratolisis). Keadaan ini diterapi dengan transplantasi limbus
(yang memberi sumber baru untuk sel benih) atau dilapisi
dengan membran amnion (yang memperbanyak sel benih yang
tersisa). (Lecture Notes : Oftalmologi, 2005)

3.Trauma Radiasi Elektromagnetik


a. Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia,
antibiotika lokal, analgetik, dan mata ditutup untuk selama
2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam
b. Trauma Sinar Ionisasi dan sinar x
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal
denga steroid 3 kali sehari dan sikloplegik satu kali sehari.
Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan
tindakan pembedahan. ( Ilmu Penyakit Mata, 2013)

4. Benda Asing Pada Mata


a. Tindakan pengobatan benda asing pada permukaan mata
Mata tersebut ditetes dengan anaestetik tetes mata.
Benda yang lunak biasanya hanya menempel saja pada
permukaan mata sehingga untuk mengeluarkannya cukup
dengan kapas steril. Benda yang keras biasanya

21
mengakibatkan suatu luka. Pengeluarannya memakai
jarum suntik secara hati-hati untuk menghindari
kemungkinan perforasi. Setelah benda asing dikeluarkan,
mata dibilas dahulu dengan larutan garam fisiologik
sampai bersih. Kemudian mata diberi tetes midriatik
ringan berupa skopolamin 0,25% atau hematropin 2%
disusul dengan antibbiotik lokal.
Mata ditutup dengan beban kain kasa sampai tidak
terdapat tanda-tanda erosi kornea.
b. Tindakan pengobatan benda asing dalam bola mata
Setiap benda di dalam bola mata merupakan sesuatu yang
asing sehingga pada dasarnya harus dikeluarkan. Hal-hal
yang harus dipertimbangkan adalah:
1) Jenis benda asing tersebut, apakah benda inert atau
benda reaktip
2) Akibat yang timbul apabila benda tersebut tidak
dikeluarkan.
3) Akibat yang timbul waktu mengeluarkan benda asing
tersebut
Apabila benda aing tersebut inert, maka haruslah dilihat
apaka benda tersebut menimbulkan reaksi mekanik
yang mengganggu fungsi mata atau tidak. Bila tidak
menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu, maka
sebaiknya dibiarkan saja dan perhatian ditujukan pada
perawatan luka perforasi yang diakibatkannya. Bila
benda tersebut adalah benda reaktip, maka harus
dikeluarkan.

c. Perawatan terhadap luka perforasi


Pertama-tama adalah pemberian tetes mata
anestetik, kemudian pembersihan luka dengan larutan
garam fisiologik. Bila ada jaringan iris atau badan kaca
yang prolaps, bagian yang prolaps dipotong (jaringan
direposisi kembali kecuali bila yakin tidak ada infeksi). Bila
benda asing dapat dilihat langsung, maka mungkin dapat
dikeluarkan dengan pinset atau magnit melalui luka
perforasi. Luka perforasi dijahit dengan jarum dan benang
yang halus.

22
Apabila fasilitas tidak memungkinkan untuk dapat
melakukan jahitan penutupan luka, penderita dirujuk ke
rumah sakit yang lengkap fasilitasnya.
Sebelum penderita dikirim ke pusat, untuk
mencegah jangan sampai banyak isi bola mata yang
prolaps melalui luka perforasi, maka mata tersebut
detelah ditutup dengan kain kasa steril masih harus
ditutup lagi dengan semacam penutup (dob) yang
sedemikian rupa sehingga bola mata terlindung dari
tekanan atau sentuhan ( yang paling sederhana
adalah menutup mata tersebut dengan kepala sendok).
Penderita juga diberioabat penenang, obat
analgesik, dan bila perlu dapat ditambah obat antiemetik
bila penderiata muntah-muntah karena dengan muntah-
muntah akan menambah banyak isi bola mata yang
prolaps.
Dalam perjalanan ke pusat, sebaiknya penderita
dalam posisi berbaring. Pemberian ATS dapat
dipertimbangkan.
PENCEGAHAN
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan
kepada masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma
pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali
trauma tumpul perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan
terjadinya trauma tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia
sebaiknya mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar
dan percikan bahan las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya
untuk matanya. (Ilmu Penyakit Mata, 2013)

23
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. Data biografi (meliputi identitas pasien seperti : Nama, Jenis kelamin,

pekerjaan, agama)

b. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah primer

pasien seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada

mata, mata basah, pandangan ganda, bercak dibelakang mata dan lain-lain.

c. Riwayat penyakit apa yang terakhir di derita oleh pasien

1). Masa anak : Strabismus, ambliopia, cedera

2). Dewasa : Glausoma, katarak, cidera / trauma mata.

3). Penyakit keluarga : Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga

d. Pemeriksaan fisik

1). Pemeriksaan bagian luar mata

24
a) Posisi mata : dikaji simetris / tidak. Apakah exaptalamus

b) Alis mata bulu mata dan kelopak mata. Respon tutup mata dan

berkedip.

2). Inspeksi area antara kelopak mata bawah dan atas apakah bebas ederma.

3). Inspeksi sclera dan konjugtiva: melihat warna, perubahan tekstur dan

lain-lain.

4). Iris dan pupil diinspeksi normalnya saat diberikan cahaya. Iris kontraksi

dan nervus optikus terstimulasi.

e. Tes Diagnostik

Untuk menilai :

1). Ketajaman serta fungsi penglihatan

2). Pemeriksaan keadaan organ mata

3). Penggolongan keadaan trauma

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri

2. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Okuler (TIO)

3. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan

4. Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan penurunan

visus

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kebutaan

C. RENCANA TINDAKAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri

Tujuan :

a) Menyatakan nyeri berkurang / hilang

b) Pasien mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi

c) Menunjukkan menurunnya ketegangan

25
Intervensi

a. Kaji skala nyeri (P, Q, R, S, T)

Rasional : Mengidentifikasi intervensi yang tepat dan menganalisa

kesakitan analgesia

b. Pantau tanda-tanda vital

Mengidentifikasi rasa sakit dan ketidaknyamanan

c. Berikan tindakan nyaman seperti kompres pada daerah edema

Rasional : Mengurangi rasa ketidaknyamanan

d. Kolaborasi : berikan analgetik

Rasional : Mengontrol mengurangi nyeri

2. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO)

Tujuan :

a. Menyatakan pemahaman factor yang terlibat akibat dalam kemungkinan

cidera

b. Menunjukkan perubahan untuk menurunkan factor resiko dan melindungi

diri dari cedera

Intervensi :

a. Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,

membungkuk.

Rasional : Menurunkan Tekanan Infra Okuler (TIO)

b. Anjurkan menggerakkan teknik manajemen stress seperti: bimbingan

imajinasi

Rasional : Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO

c. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi

Rasional : Melindungi dari cidera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.

d. Kolaburasi : berikan asetazolamid (diamox)

26
Rasional : Menurunkan TIO bila terjadi peningkatan

3. Ansietas berhubungan dengan Proses Pembedahan

Tujuan :

a. Menyatakan keadaan perasaan ansietas

b. Menunjukkan relaksasi

Intervensi :

a. Pantau respon fisik seperti tachykardi, gelisah

Rasional : Membantu menentukan derajat cemas

b. Berikan tindakan kenyamanan seperti : perubahan posisi

Rasional :Meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping

c. Anjuran pasien melakukan teknik relaksasi

Rasional :Memberikan arti penghilangan respon ansietas

d. Libatkan orang terdekat dalam rencana perawatan

Rasional :Membantu memfokuskan penglihatan pasien

4. Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan penurunan

Visus.

Tujuan :

a. Menunjukkan kemampuan dalam melihat benda yang ada disekitarnya


b. Visus normal.

Intervensi :

a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu / kedua mata

Rasional :Untuk diperbaiki prosedur

b. Orientasi pasien terhadap lingkungan

Rasional :Memberikan peningkatan kenyamanan dann kekeluargaan

c. Observasi tanda-tanda dan gejala-gejala disosientasi

Rasional :Menurukan resiko jatuh bila pasien bingung

d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien

Rasional :Memberikan rangsangan sensori tepat terhadap isolasi

27
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kebutaan

Tujuan :

a. Mengidentifikasi kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan

diberikan.

b. Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam melakukan ADL

Intervensi :

a. Kaji faktor penyebab terjadinya kebutaan

Rasional :Untuk menentukan intervensi yang tepat

b. Tingkatkan partisipasi optimal

Rasional :Meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan ADL

c. Bantu dalam melakukan ADL

Rasional :Meringankan beban pasien dalam melakukan ADL

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan perlukaan mata. Perlukaan yang ditimbulkan
dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata.
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Fisik atau Mekanik
a. Trauma Tumpul
b. Trauma Tajam
c. Trauma Peluru
2. Khemis
a. Trauma basa
b. Trauma asam
3.Trauma Radiasi Elektromagnetik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada trauma mata
yaitu : pemeriksaan radiologi, pemeriksaan Computed
Tomography (CT), pengukuran tekanan iol dengan tonography,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur.

28
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan
kepada masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma
pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali
trauma tumpul perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan
terjadinya trauma tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia
sebaiknya mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar
dan percikan bahan las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya
untuk matanya.
B. SARAN
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan
benar sehingga klien dengan trauma mata bisa segera ditangani dan diberikan
perawatan yang tepat. Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional sehingga
meningkatkan pelayanan untuk membantu kilen dengan trauma mata.
DAFTAR PUSTAKA

Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Sudarth ( Brunner & Sudarths
Textbook of Medical Surgical Nursing). Vol.3. Jakarta :
EGC
Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk
Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran. Ed.2. Jakarta:
CV Sagung Seto
Prof.Dr.H.Sidarta Ilyas SpM. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta :
CV Sagung Seto
Istiqomah, Indriana N. 2005. Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Mata. Jakarta : EGC
Bruce James, Chris Chew, Anthony Bron. 2005. Lecture Notes:
Oftalmologi. Erlangga
Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2013. Ilmu Penyakit Mata edisi
keempat. Jakarta : Badan Penerbit FKUI

29

You might also like